Kepala BPOM: Silent Pandemic Resistensi Antimikroba Jadi Ancaman Serius
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (
BPOM
) Republik Indonesia (RI) Prof dr
Taruna Ikrar
, PhD, MBiomed mengingatkan bahaya
silent pandemic
atau
resistensi antibiotik
pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh antimikroba.
Hal tersebut disampaikan Taruna saat menyampaikan orasi ilmiah di Ballroom Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan, Sumatera Utara, Sabtu (4/1/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Taruna menerima penghargaan sebagai ilmuwan berpengaruh di Indonesia dari Unpri Medan yang diserahkan langsung Rektor Prof Dr Crismis Novalinda Ginting, MKes.
Acara tersebut turut dihadiri Menteri Hukum Supratman Agtas, Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara Hassanudin, dan sejumlah rektor perguruan tinggi.
Taruna menerangkan, resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit, kebal terhadap obat antimikroba. Akibatnya, mikroorganisme tersebut mampu bertahan hidup, bahkan berkembang biak. Menurutnya, fenomena ini bukan kejadian yang terisolasi, melainkan proses evolusi yang melibatkan seleksi alam dan adaptasi genetik.
“Setiap kali mikroorganisme terpapar agen antimikroba, terjadi seleksi ketat di mana organisme yang memiliki keunggulan genetik untuk bertahan akan melangsungkan kehidupan dan reproduksi,” terang alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) tersebut dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Sabtu.
Spektrum mikroorganisme yang berpotensi menjadi resisten, lanjut Taruna, sangatlah luas. Setiap kelompok memiliki karakteristik unik dalam menghadapi tantangan antimikroba.
“Bakteri merupakan contoh paling nyata dengan kemampuan horizontal gene transfer yang memungkinkan mereka berbagi informasi genetik resistensi antarspesies. Proses ini memungkinkan penyebaran cepat kemampuan bertahan melawan antimikroba, bahkan di antara bakteri yang secara taksonomi berbeda,” jelasnya.
Taruna menjelaskan, sejak penemuan antibiotik pertama oleh Alexander Fleming pada 1928, manusia telah mengalami revolusi dalam kemampuan mengatasi penyakit infeksius (menular).
Namun, tonggak penting dalam pemahaman resistensi antimikroba baru terjadi pada 1962, ketika para ilmuwan mulai memahami mekanisme transfer gen resistensi antarbakteri melalui plasmid.
Mekanisme tersebut memungkinkan mikroba untuk saling berbagi informasi genetik sehingga bertahan dari serangan antimikroba, bahkan lintas spesies. Hal ini semakin memperumit dinamika penyebaran resistensi.
“Bakteri dapat mengalami mutasi genetik dalam hitungan menit. (Proses ini) memungkinkan (mikroorganisme tersebut, termasuk virus, jamur, dan parasit) secara cepat mengembangkan mekanisme pertahanan melawan zat antimikroba yang semula efektif membunuh,” kata Taruna.
Ia membeberkan, resistensi mikroorganisme terhadap obat antimikroba sangatlah beragam dan canggih. Bakteri, misalnya, dapat mengembangkan pertahanan dalam tiga strategi genetik.
Pertama
, memodifikasi struktur molekul yang menjadi target obat sehingga antimikroba tidak lagi mampu berikatan atau mengganggu fungsi sel bakteri.
Kedua
, mengembangkan enzim yang mampu merusak struktur molekul obat sebelum obat tersebut dapat memberikan efek.
Ketiga
, mengembangkan pompa efluks untuk mengeluarkan molekul obat dari dalam sel sebelum obat dapat memberikan efek terapeutik.
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, resistensi antimikroba berkembang menjadi ancaman global dengan munculnya
multidrug resistant
(MDR)
strain
, seperti
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) dan kuman tuberkulosis resisten obat. Ini menjadi bukti nyata bahwa mikroorganisme telah memiliki mekanisme pertahanan yang sangat canggih.
Meski awalnya dianggap sebagai terobosan medis revolusioner, dalam waktu singkat bakteri
Staphylococcus aureus
telah menunjukkan resistensi terhadap penisilin. Masalah ini kian serius ketika
penggunaan antibiotik
secara masif dalam bidang kedokteran dan peternakan meningkat pada dekade 1940-an dan 1950-an.
Organisasi Kesehatan Dunia (
WHO
) pun mengategorikan resistensi antimikroba sebagai salah satu masalah
kesehatan global
terbesar mengingat potensinya yang dapat mengacaukan sistem pengobatan modern.
Fenomena itu tidak hanya memengaruhi kemampuan medis dalam menangani penyakit menular, tetapi juga mengancam seluruh arsitektur kemajuan pengobatan yang telah dibangun selama satu abad terakhir.
Resistensi antimikroba pun telah berkembang menjadi krisis kesehatan global yang mengancam fundamental sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Setiap spesies mikroba yang menjadi resisten tidak hanya mengancam individu yang terinfeksi, tetapi juga menciptakan reservoir genetik yang berpotensi berbahaya bagi seluruh populasi.
“Dampak paling parah akan terjadi di negara-negara berkembang, dengan potensi jatuhnya jutaan penduduk ke dalam lingkaran kemiskinan akibat biaya pengobatan yang membengkak dan hilangnya produktivitas tenaga kerja,” ujar Taruna.
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan pun, lanjutnya, akan dipaksa mengembangkan protokol pengobatan alternatif yang jauh lebih mahal dan kompleks.
“Prosedur medis yang saat ini dianggap rutin, seperti operasi
caesar
, penggantian sendi, atau kemoterapi, akan menjadi prosedur berisiko tinggi dengan potensi komplikasi infeksi yang signifikan,” katanya.
Dampak ekonomi dari resistensi antimikroba juga diprediksi sangat signifikan. Bank Dunia memperkirakan pada 2050, kerugian ekonomi global dapat mencapai 100 triliun dollar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan hilangnya sekitar 3,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) global.
Lebih mengkhawatirkan lagi, WHO memproyeksikan, 10 juta nyawa akan hilang akibat infeksi resisten setiap tahun setelah periode yang sama. Angka ini bahkan melampaui kematian akibat kanker.
Angka-angka tersebut, menurut Taruna, bukan sekadar prediksi statistik, melainkan peringatan keras tentang potensi keruntuhan sistem kesehatan global. Setiap tahun penundaan penanganan serius akan semakin memperbesar risiko bencana kesehatan global.
Taruna menuturkan, penggunaan antibiotik yang tidak rasional, baik dalam bidang kesehatan manusia maupun peternakan, menjadi pendorong utama resistensi antimikroba.
“Pemberian antibiotik dalam dosis subterapi, praktik pengobatan mandiri, serta penggunaan antibiotik spektrum luas telah memberikan keuntungan selektif bagi mikroorganisme resisten untuk berkembang dan menggantikan populasi yang sensitif,” tuturnya.
Situasi itu, lanjut Taruna, diperparah oleh globalisasi, perpindahan penduduk, dan perdagangan global yang semakin mempercepat penyebaran strain resisten lintas wilayah dan benua.
Untuk mengatasi krisis resistensi antimikroba, dibutuhkan kolaborasi lintas negara, sektor, dan disiplin ilmu. Tidak hanya diperlukan riset pengembangan obat baru, tetapi juga transformasi menyeluruh dalam praktik penggunaan antimikroba di bidang kesehatan, pertanian, dan peternakan.
Khusus untuk Indonesia, resistensi antimikroba memiliki dimensi kompleks yang dipengaruhi oleh faktor geografis, demografis, dan sistem kesehatan.
“Sebagai negara dengan keragaman ekologis dan praktik kesehatan yang beragam, Indonesia menghadapi tantangan unik dalam mengendalikan penyebaran mikroorganisme resisten. Dibutuhkan strategi nasional yang adaptif, berbasis riset, dan mempertimbangkan konteks lokal,” ujar Taruna.
Meski demikian, ia optimistis penelitian di bidang resistensi antimikroba akan semakin difokuskan pada pendekatan inovatif. Salah satunya melalui terapi fago, yaitu terapi menggunakan bakteriofage yang dapat membunuh bakteri secara spesifik.
Taruna Ikrar merupakan ahli farmakologi, ilmuwan kardiovaskular, dan pakar neurosains terkemuka Indonesia. Ia menjabat sebagai Kepala BPOM RI sejak Agustus 2024.
Perjalanan pendidikannya dimulai dengan meraih gelar dokter dari Unhas pada 1997. Ia melanjutkan Magister Biomedik spesialisasi Farmakologi di UI yang diselesaikan pada 2003.
Taruna kemudian meraih gelar PhD dalam bidang Kardiofarmakologi dari Niigata University, Jepang. Setelah itu, ia menjalani program
post-doctoral
di University of California, Irvine, dengan fokus neurofarmakologi dan pengembangan obat pada 2008-2013.
Karier akademiknya terus menanjak dengan menjadi Research Scholar di Harvard University pada 2014. Ia juga menjadi profesor di Pacific Health Sciences University dan akademik spesialis di University of California, Irvine.
Sebelum menjabat sebagai Kepala BPOM, Taruna memimpin Konsil Kedokteran Indonesia periode 2020-2024. Saat ini, ia masih menjabat sebagai Direktur Konsil Kedokteran Internasional (IAMRA) periode 2021-2025.
Sejak 2023, Taruna diangkat sebagai Adjunct Professor di Universitas Pertahanan RI. Ia juga menjadi Penasehat di THIAMSI dan Staf Ahli di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
Dalam dunia penelitian, karya-karya Taruna mencakup bidang farmakologi, kardiovaskular, neurosains, elektrofisiologi, genetika, dan terapi sel punca. Ia telah menghasilkan lebih dari 100 publikasi ilmiah, termasuk di jurnal NATURE. Total sitasinya mencapai 1.763 melalui Scopus dan Google Scholar, dengan
H-Index
17 dari Scopus dan 24 dari Google Scholar.
Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar itu juga telah menulis beberapa buku teks penting dalam bidang kedokteran dan neurosains. Atas dedikasinya, ia meraih predikat Outstanding Scientist dari Pemerintah AS pada 2014 dan UKP-Presidential Award kategori Innovator and Scientist pada 2017.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: Universitas Hasanuddin
-
/data/photo/2025/01/04/67791af544eb1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kepala BPOM: Silent Pandemic Resistensi Antimikroba Jadi Ancaman Serius Nasional 4 Januari 2025
-

Ambang Batas Pilpres Ternyata Sudah Puluhan Kali Digugat ke MK, Kenapa Baru Sekarang Diterima? Begini Penjelasannya
FAJAR.CO.ID,MAKASSAR — Ambang batas Pemilihan Presiden (Pilpres) telah dihapuskan. Itu setelah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan dinyatakan inkonstitusional.
MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024. Yang melakukan uji materi pada Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Menurut saya, dari dulu seharusnya putusan ini dilakukan,” kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin (Unhas), Fajlurrahman Jurdi, kepada fajar.co.id, Kamis (2/1/2025).
Ia mengatakan, pasal yang diuji sebelumnya telah puluhan kali digugat ke MK. Sebelumnya tertuang di Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, lalu setelah di kodifikasi ke UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, ditempatkan di Pasal 222.
Fajlurrahman menjelaskan, putusan MK menghapuskan ambang batas Pilpres tidak berdasarkan teks konstitusi. Tetapi berdasarkan konstitusionalisme.
“Sehingga pada waktu yang berbeda, putusan bisa berbeda, dengan melihat kondisi ketatanegaraan yang berkembang,” jelasnya.
Ia menerangkan, jika diputuskan berdasarkan teks konstitusi, berarti melihat norma yang ada dalam Undang Undang Dasar (UUD). Karena dalam norma UUD, tidak ada ambang batas.
“Jika mengikuti ini, maka sejak dulu seharusnya tidak ada ambang batas,” terangnya.
Berbeda jika hakim MK melihatnya dengan konstitusionalisme. Maka hakim melihatnya secara luas.
“Tidak saja norma, tetapi yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat,” ucap Fajlurrahman.
Dengan pandangan tersebut, lanjut Fajlurrahman, hakim mempertimbangkan berbagai hal. Seperti kecenderungan Pilpres yang hanya dua pasangan.
-

Putusan MK Soal Penghapusan Ambang Batas Capres Mesti Disambut Bahagia, Fajlurrahman Jurdi Ungkap 6 Alasannya
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Ambang batas pencalonan presiden 20 persen kini dihapuskan. Itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang dilayangkan Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 terkait presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menanggapi hal itu, dosen dan peneliti bidang Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin (Unhas), Fajlurrahman Jurdi, menilai, putusan tersebut mesti disambut bahagia.
“Ada beberapa alasan kenapa kita harus menerima dengan bahagia putusan ini,” katanya, Kamis (2/1/2024).
Menurutnya, putusan itu kini membuka peluang kepada seluruh partai mengusung calonnya di Pemilihan Presiden (Pilpres). Hal tersebut dinilainya positif.
“Pertama, peluang setiap partai untuk mengajukan pasangan calon Presiden-Wapres terbuka. Sehingga tidak ada lagi monopoli koalisi partai besar dalam pengajuan pasangan calon presiden-wapres,” ucapnya.
Ia menjelaskan, akses yang setara itu berimbas pada rakyat. Karena preferensi pilihan di Pilpres akan banyak.
“Kedua, rakyat punya banyak preferensi pilihan ketika calon presiden-wapres dapat diajukan oleh setiap partai politik. Rakyat tidak lagi disuguhkan calon hasil koalisi oligarkis, tetapi dapat muncul banyak alternatif,” jelasnya.
Ketiga, ia mengatakan pada dasarnya demokrasi menjamin kesetaraan setiap orang untuk memilih dan dipilih. Tetapi, melalui ambang batas itu, hanya kelompok oligarki tertentu yang dapat dipilih.
“Ini tidak ada kesetaraan, sebab kandidasi sudah ditentukan lebih dahulu oleh koalisi partai politik,” tambahnya.
-
Harga BBM Vivo Naik Hari Ini 1 Januari 2025, Cek Rinciannya – Page 3
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (Unhas), Abdul Hamid Paddu, mengungkapkan bahwa Pertamina harus menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi jenis Pertamax. Ia menyebut bahwa hal itu dilakukan agar Pertamina tidak mengalami kerugian.
“Dalam kondisi harga minyak berfluktuasi serta nilai tukar mata uang yang tertekan seperti sekarang, mau tidak mau Pertamina harus menyesuaikan harga Pertamax agar tidak merugi,” ungkap Hamid.
Selain menjalankan amanat negara selaku BUMN, Hamid menyampaikan, Pertamina sebagai sebuah perusahaan juga memiliki kewajiban mendapatkan keuntungan dan menjaga agar keuangannya tetap stabil.
“Pertamina harus menyelamatkan juga korporasinya untuk negara. Kalau (Pertamax) tidak dinaikkan, bisa berdampak serius pada keuangan BUMN tersebut,” ujarnya.
Hamid mengatakan, pengelolaan BBM non subsidi seperti Pertamax, menjadi kewenangan Pertamina, karena Pertamax mengacu kepada harga pasar.
Hamid menegaskan, jika Pertamina terus menahan harga Pertamax, tentu akan berdampak langsung kepada perusahaan.
Oleh karena itu, menurut Hamid, harga BBM non subsidi jenis Pertamax harus dinaikkan sesuai mekanisme pasar.
Hamid mengaku yakin, kalaupun Pertamina menaikkan Pertamax, tentu harga yang ditetapkan masih kompetitif sesuai dengan hasil penghitungan biayanya.
“Pertamina tidak mungkin menaikkan harga semaunya,” katanya.
-

50 Publikasi Ilmiah Dorong Penurunan Stunting dan Solusi Kesehatan Berbasis Data untuk Indonesia – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah upaya Indonesia mengatasi tantangan kesehatan seperti stunting dan anemia, penelitian ilmiah menjadi kunci penting untuk menciptakan solusi nyata.
Solusi berbasis penelitian ini salah satunya dituangkan dalam 50 publikasi ilmiah di konferensi dan jurnal ilmiah internasional serta nasional di tahun 2024 yang diterbitkan Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia.
Pilar penelitian utama yang menjadi fokus pemecahan masalah kesehatan ini meliputi publikasi terkait stunting dan anemia, kesehatan pencernaan dan imunitas, breastfeeding, nutrisi orang dewasa, dan kesehatan digital.
Riset ini tidak hanya memberikan kontribusi besar pada ilmu pengetahuan tetapi juga memperkuat upaya pemerintah dan pemangku kepentingan dalam menciptakan dampak positif bagi masyarakat.
Riset tersebut menyoroti beberapa isu kesehatan penting seperti stunting yang memengaruhi kognitif dan generasi mendatang, anemia yang menurunkan produktivitas, serta pentingnya kesehatan pencernaan dan imunitas untuk kesejahteraan jangka panjang.
Medical and Scientific Affairs Director Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, menjelaskan bahwa pihaknya terus mendorong transformasi kesehatan masyarakat dengan berinvestasi dalam penelitian inovatif yang bekerja sama dengan berbagai institusi akademik serta medis terkemuka seperti PKGM Universitas Gadjah Mada (UGM), Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga, Rumah Sakit Dr. Soetomo, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dan Universitas Hasanuddin.
Kerja sama ini bertujuan menghasilkan solusi kesehatan yang holistik dan relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, sekaligus mempercepat transformasi layanan kesehatan yang inklusif dan adaptif terhadap tantangan masa depan.
Hasil riset telah dipublikasikan di berbagai konferensi seperti konferensi yang diadakan oleh The Professional Society for Health Economic and Outcomes Research (ISPOR) dan jurnal ilmiah internasional dan nasional seperti Heliyon, Nutrients, PGHN, The Open Public Health Journal, dan Bali Medical Journal.
“Dengan pendekatan ilmiah berbasis data, penelitian ini memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, khususnya dalam menangani isu-isu kritis seperti stunting, anemia, dan kesehatan pencernaan,” papar dr. Ray.
Dijelaskan juga jika semua riset dan publikasi yang dihasilkan ini berakar pada sains dan didasari oleh kebutuhan nyata serta gap kesehatan yang ada di masyarakat.
Risetnya ini berpegangan pada beberapa pilar utama yang relevan dengan isu-isu kesehatan di Indonesia.
Publikasi yang dihasilkan berfokus pada isu stunting dan anemia, kesehatan pencernaan dan imunitas, menyusui untuk kesehatan anak, nutrisi pada orang dewasa dan kesehatan digital.
Setiap area riset ini bertujuan untuk memberikan solusi berbasis data yang relevan dan aplikatif untuk mendukung pemenuhan gizi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Inovasi Berbasis Teknologi untuk Kesehatan Berkelanjutan
Seiring dengan kemajuan teknologi digital, inovasi dalam pengelolaan kesehatan semakin berkembang pesat.
Ilustrasi data dan riset (Freepik.com/ijeab)
Platform digital kini berperan penting dalam mempermudah pemantauan serta manajemen kesehatan, memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup sekaligus mengurangi risiko penyakit kronis.
Salah satu area yang sedang diteliti oleh Danone SN Indonesia adalah bagaimana teknologi digital dapat digunakan untuk meningkatkan pemantauan gizi anak-anak, khususnya dalam mengatasi masalah stunting dan anemia.
Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi berbasis digital dan teknologi lainnya memungkinkan pemantauan yang lebih tepat terhadap kecukupan gizi dan perkembangan anak, serta memberikan rekomendasi yang lebih personal dan berbasis data.
Pentingnya pertumbuhan fisik anak-anak yang sehat menjadi salah satu fondasi utama untuk menggapai visi Indonesia Emas 2045 dan susu berperan penting (istimewa)
Teknologi ini memberikan kemudahan dalam mengakses informasi kesehatan yang relevan dan mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini juga menjadi perhatian utama untuk meningkatkan kesadaran kesehatan melalui solusi berbasis teknologi, sebagai bagian dari strategi proaktif dalam mendukung penyediaan layanan kesehatan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Salah satu fokus utama riset yang dilakukan pemenuhan nutrisi pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan, fase penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Penelitian ini menyoroti peran susu pertumbuhan dalam mendukung pencegahan anemia, gangguan pencernaan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh pada anak-anak di bawah lima tahun.
Anak-anak pada fase ini sangat membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan fisik dan kognitif yang optimal.
Sayangnya, pola makan yang tidak sesuai dengan standar gizi seringkali menyebabkan kekurangan nutrisi penting, yang berkontribusi pada masalah kesehatan jangka panjang.
Hasil riset menunjukkan bahwa konsumsi susu yang diperkaya nutrisi sebanyak dua kali sehari secara rutin dapat membantu meningkatkan tinggi dan berat badan anak, serta memperbaiki kesehatan pencernaan dan daya tahan tubuh.
Dengan memastikan pemenuhan gizi yang tepat, susu pertumbuhan dapat mendukung perkembangan anak secara optimal.
Stunting menjadi isu utama di Indonesia dikarenakan dapat berdampak pada masa depan anak, seperti penurunan potensi akademik, peningkatan risiko penyakit tidak menular, tingginya biaya kesehatan, dan penurunan produktivitas.
Dijelaskan dalam riset bahwa salah satu faktor utama penyebab stunting adalah rendahnya literasi gizi ibu, termasuk pemahaman mengenai pemberian makan anak, pemilihan makanan bergizi, dan akses terhadap layanan kesehatan.Untuk mengatasi hal tersebut, literasi gizi ibu melalui riset dan edukasi pun ditingkatkan.
Langkah ini diharapkan dapat mendukung tumbuh kembang anak dan membantu menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif.
“Kami berkomitmen mendukung pembangunan kesehatan berkelanjutan di Indonesia melalui kolaborasi lintas sektor dan solusi berbasis riset. Dengan fokus pada riset dan inovasi, kami bertujuan memperkuat peran ilmiah untuk menciptakan dampak jangka panjang yang meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan anak-anak Indonesia, menjadikan mereka generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan,” papar Healthcare Nutrition Director Danone SN Indonesia, dr. Ashari Fitriyansyah.
-

Mafia Disebut Bikin Demokrasi di Indonesia Jadi Kotor, Wacana Prabowo Solusi Terbaik?
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Wacana Presiden Prabowo Subianto untuk mengganti mekanisme Pilkada langsung menjadi tidak langsung melalui DPRD menuai pro dan kontra.
Isu ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan elite politik, memunculkan diskusi tentang arah demokrasi di Indonesia.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Andi Ali Armunanto, menyampaikan pandangannya.
Ia menilai wacana tersebut seharusnya disambut dengan positif, karena memiliki potensi untuk memperbaiki sistem pemerintahan daerah.
“Dengan dikembalikan ke DPRD, artinya kita juga mengembalikan fungsinya sebagai perwakilan rakyat,” ujar Ali kepada fajar.co.id, Kamis (19/12/2024).
Dikatakan Ali, jika DPRD dianggap tidak representatif, mestinya publik memikirkan ulang bahwa mereka adalah pilihan rakyat.
“Toh kita harus percaya bahwa mereka sangat representatif. Karena mereka dipilih langsung masyarakat,” tukasnya.
Logikanya, kata Ali, dalam demokrasi perwakilan, perwakilan sejatinya menunjukkan orang-orang yang diwakili dalam hal ini rakyat.
“Kalau ada juga ahli yang berpendapat bahwa pemilihan di DPRD itu tidak menunjukkan preferensi publik, loh mereka itu orang-orang yang dipilih preferensi publik,” cetusnya.
Menurut Ali, asumsi tersebut merupakan kebodohan dalam bentuk uang lain. Sebab, terkesan tidak paham mengenai demokrasi representatif.
“Demokrasi langsung itu adalah yang sebenarnya paling kuno. Walupun paling efektif, tapi dengan jumlah penduduk yang sangat besar saat ini demokrasi langsung itu menjadi sumber pemborosan terbesar,” Ali menuturkan.
-

Pengamat Nilai Pilkada Melalui DPRD Selamatkan Masyarakat dari Pembodohan
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Andi Ali Armunanto, menyebut bahwa sejauh ini di Indonesia tidak ada Pilkada yang betul-betul menghadirkan pilihan rakyat.
Hal ini diungkapkan Ali sebagai respons terhadap wacana Presiden Prabowo Subianto mengganti mekanisme Pilkada langsung menjadi pilkada tidak langsung melalui DPRD.
“Tidak banyak kemudian Pilkada yang menghadirkan pilihan-pilihan rakyat,” ujar Ali kepada fajar.co.id, Kamis (19/12/2024).
Ali kemudian menarik contoh kasus pada Pilkada DKI Jakarta dan Toraja mengenai pasangan calon yang maju tanpa dukungan Partai atau independen.
“Tarolah misalnya di Jakarta ada calon independen, di Toraja calon independen pernah menang. Tapi kita hitung secara presentasi, itu nol koma sekian aja hal seperti itu bisa muncul,” ucapnya.
Blak-blakan, Ali menuturkan bahwa ongkos politik yang terbilang sangat mahal membuat mereka yang punya potensi dikalahkan oleh lingkaran oligarki.
“Karena ongkos politik untuk masuk ke situ sengaja dibikin besar oleh Partai Politik karena ia juga yang membuat aturan. Misalnya aturan travel dan semacamnya, itukan yang buat aturan di DPR,” terangnya.
Berangkat dari aturan yang dibuat, kata Ali, maka memungkinkan Partai-partai Politik melakukan praktek kartel.
“Tidak banyak orang yang bisa membiayai proses independen. Itulah yang terjadi,” sesalnya.
Mengenai asumsi bahwa wacana Prabowo mematikan demokrasi, Ali justru memiliki pandangan berbeda.
“Keliru sekali, ini sebenarnya untuk menyelamatkan masyarakat dari pembodohan yang selama ini dianggap demokrasi,” Ali menuturkan.


