Institusi: Universitas Diponegoro

  • Menerka Arah Revisi Sejarah Indonesia Versi Pemerintahan Prabowo

    Menerka Arah Revisi Sejarah Indonesia Versi Pemerintahan Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Publik membutuhkan penjelasan dari Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, tentang proses perubahan dalam narasi sejarah ‘resmi’ yang tengah disusun oleh pemerintah. Narasi ‘resmi’ sejarah sudah sepatutnya tidak mengulang versi Orde Baru, yang cenderung hanya untuk melegitimasi kepentingan penguasa. Sejarah harus mewakili semua elemen anak bangsa, baik dan buruknya.

    Adapun, perdebatan tentang penulisan sejarah resmi itu semakin sering muncul ke publik. Pada Senin kemarin, misalnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mendapat rentetan pertanyaan dari anggota Komisi X DPR, Bonnie Triyana. Dia mengkritisi diksi ‘Indonesiasentris’ yang dipakai Fadli Zon dalam penulisan sejarah kali ini. Selain itu, Bonnie juga menyoroti tentang kebaruan kajian dalam buku yang digadang-gadang akan menjadi babon atau rujukan utama dalam memahami sejarah Indonesia.

    “Apa yang baru dari buku ini, dari buku ini. Apabila, buku ini hanya kompilasi sumber sekunder, maka saya pikir ya mubazir. Bagaimanapun proyek ini adalah menggunakan uang rakyat,” ujar Bonnie.

    Sekadar catatan, proyek sejarah ‘resmi’ era Presiden Prabowo Subianto menelan anggaran senilai Rp9 miliar. Proyek ini melibatkan sejumlah guru besar dan tim ahli dari kalangan sejarah maupun disiplin ilmu lainnya. Sejumlah akademisi maupun sejarawan yang terlibat antara lain, Susanto Zuhdi dari Universitas Indonesia (UI), Singgih Tri Sulistoyono dari Universitas Diponegoro, hingga Jajat Burhanuddin dari UIN Syarif Hidayatullah.

    Kalau merujuk kepada penjelasan pemerintah di DPR, revisi sejarah atau penulisan ulang sejarah resmi versi pemerintahan Prabowo membuat sejumlah substansi. Pertama, menghapus bias kolinial dan menegaskan perspektif Indonesiasentris. Kedua, menjawab tantangan kekinian dan globalisasi. Ketiga, membentuk identitas nasional yang kuat. Keempat, menegaskan otonomi sejarah. Kelima, relevansi untuk generasi muda. Keenam, reinventing Indonesian Identity.

    Terkait hal itu, Bonnie mengemukakan bahwa poin pertama tentang Indonesiasentris, sejatinya bukan suatu yang baru. “Itu bahkan sejak Seminar Sejarah pertama tahun 1957, memang sudah Indonesiasentris. Itu kan sudah pernah,” jelasnya.

    Sementara itu, di kalangan publik, belakangan ini muncul kekhawatiran mengenai berbagai macam substansi di dalam proses penyusunan narasi sejarah resmi tersebut. Para aktivis perempuan, misalnya, mengkritisi ‘hilangnya’ sejumlah poin tentang perempuan di dalam sejarah. Sementara itu, Marzuki Darusman beserta sejumlah sejarawan maupun aktivis lainnya, khawatir ada proses naturalisasi sejarah dan pembelokan sejarah untuk melegitimasi kekuasaan tertentu.

    Adapun, Marzuki Cs menuding bahwa proses revisi sejarah yang sedang berlangsung bertujuan untuk merekayasa masa lalu bangsa Indonesia dengan tafsir tunggal. Pemerintah, kata dia, juga ingin menegakkan suatu rekonstruksi sejarah tertentu, sehingga melahirkan ilusi bahwa pemerintah seolah mendapat mandat bangsa untuk menegakkan sejarah yang dirancangnya.

    “Tindakan itu merupakan cara halus pemerintah untuk mengontrol pemikiran rakyat dan memonopoli kebenaran atas sejarah bangsa,” beber Marzuki.

    Apa Jawaban Fadli Zon?

    Fadli Zon telah memberikan jawaban terkait berbagai macam kritikan publik terkait rencana penulisan sejarah versi pemerintahan Prabowo Subianto. Soal perempuan misalnya, Fadli menegaskan tidak ada penghapusan peristiwa Kongres Perempuan Indonesia 1928 dalam rencana penulisan sejarah Indonesia.

    Menurutnya, informasi soal penghapusan tersebut di media sosial adalah berita palsu atau hoaks yang dapat menyesatkan publik. “Misalnya tadi yang disampaikan ada upaya untuk menghilangkan kongres perempuan. Padahal justru kita ingin memperkuat adanya keterlibatan perempuan di dalam sejarah itu,” tegasnya saat rapat dengan Komisi X DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).

    Lebih lanjut, Fadli Zon menekankan yang pihaknya ingin susun saat ini adalah sejarah versi Indonesia alias melalui perspektif Indonesia.

    Mantan Wakil Ketua DPR ini berpandangan sejarah bukan hanya sekadar caratan masa lalu, tetapi sejarah telah menjadi jembatan yang menghubungkan identitas nasional, kebijakan politik, dan perjuangan kolektif.

    “Lalu masih ada narasi sejarah yang kita pelajari belum sepenuhnya membebaskan diri dari perspektif kolonial, kurang menjawab tantangan kekinian dan globalisasi, sehingga sering dipandang kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern terutama generasi muda,” ujar Fadli Zon.

    Politikus Gerindra ini menyoroti saat ini banyak generasi muda yang mungkin belum memahami sejarah Indonesia. Bahkan ada beberapa dari mereka yang tidak tahu bahwa Presiden ke-1 RI Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta adalah dua orang yang berbeda.

    “Itu sebagai contoh saja bagaimana di era globalisasi yang informasi ini sangat masif, kalau kita tidak menuliskan sejarah ini, mungkin akan kesulitan,” tuturnya.

    Meski demikian, dia turut menyebut bahwa sejarah yang pihaknya kini susun dengan memiliki 11 jilid hanyalah bersifat garis besarnya saja.  “Tentu saja sejarah yang ditulis ini adalah sejarah yang sifatnya highlight, garis besar. Tidak menulis secara terlalu detail. Karena kalau terlalu detail mugkin kita memerlukam lebih dari 100 jilid, tidak selesai,” tutupnya.

  • Sederet Bullying di PPDS Anestesi Undip, Eks Kaprodi Pungut Rp 80 Juta Tiap Mahasiswa

    Sederet Bullying di PPDS Anestesi Undip, Eks Kaprodi Pungut Rp 80 Juta Tiap Mahasiswa

    Jakarta – Kasus perundungan yang berujung pada meninggalnya dr ‘ARL’, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), kini memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Semarang. Sidang perdana digelar pada Senin (26/5/2025), dengan menghadirkan tiga terdakwa.

    Salah satu terdakwa adalah Zara Yupita Azra, senior dari angkatan 76 di PPDS Anestesi Undip. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Zara sebelumnya adalah kakak pembimbing dari almarhumah dr ARL.

    “Dalam pertemuan tersebut, dr. Zara memberikan instruksi kepada angkatan 77 mengenai sistem operan tugas, termasuk penyediaan makanan prolong, joki tugas, serta keperluan lainnya,” jelas JPU Shandy dalam persidangan, dikutip dari detikJateng, Selasa (27/5/2025).

    Terdapat pula aturan yang disebut ‘pasal anestesi’ di lingkungan PPDS, yakni mengatur etika interaksi antara junior dan senior. Dalam pasal itu, tercantum prinsip-prinsip seperti ‘senior selalu benar’, ‘jika senior salah, kembali ke pasal 1’, serta larangan mengeluh karena semua dianggap telah melalui proses yang sama.

    Selain itu, mahasiswa tingkat awal atau semester nol hanya diperbolehkan berbicara dengan senior satu tingkat di atasnya. Komunikasi dengan senior lebih dari dua tingkat dilarang, kecuali jika senior yang memulai. Bahkan, berbicara tanpa izin bisa dianggap sebagai pelanggaran etika.

    Selain praktik perundungan verbal dan psikologis, mahasiswa juga dibebani kewajiban menyediakan makanan bagi senior sebagai bagian dari ‘kewajiban’ hierarki. Biaya makan ini ditanggung penuh oleh junior, tanpa kontribusi senior yang menikmati makanan tersebut.

    Tak hanya itu, junior juga diminta membayar untuk joki tugas akademik ke pihak ketiga yang mengerjakan tugas ilmiah milik senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

    Eks Kaprodi Diduga Wajibkan Pembayaran Rp 80 Juta per Mahasiswa

    Dalam sidang yang menghadirkan mantan Kepala Program Studi PPDS Anestesi Undip, dr Taufik Eko Nugroho, dan staf administrasi Sri Maryani, sebagai dua tersangka kasus dr ‘ARL’ lainnya, JPU membeberkan praktik pungutan biaya operasional pendidikan (BOP) kepada mahasiswa.

    “Terdakwa dr Taufik secara konsisten mewajibkan mahasiswa semester 2 ke atas untuk membayar BOP hingga sekitar Rp 80 juta per orang,” ungkap jaksa Shandy.

    Dana tersebut diklaim untuk mendanai berbagai kebutuhan akademik, seperti ujian CBT, OSS, penyusunan tesis, konferensi nasional, CPD, jurnal reading, dan publikasi ilmiah.

    Namun, sejak 2018 hingga 2023, banyak mahasiswa dari berbagai angkatan merasa terbebani dan tertekan oleh kewajiban ini. Meski begitu, mereka memilih diam karena khawatir kelancaran pendidikan dan kepesertaan ujian mereka akan terhambat bila tidak mematuhi perintah dr Taufik.

    “Mahasiswa PPDS lintas angkatan sejak tahun 2018-2023 sebenarnya merasa keberatan, tertekan dan khawatir atas iuran yang diwajibkan oleh terdakwa dr Taufik Eko Nugroho itu,” ujarnya.

    “Namun, mereka tidak berdaya karena terdakwa dr Taufik Eko Nugroho dalam kedudukannya sebagai KPS (Kepala Program Studi) menciptakan persepsi bahwa kepesertaan dalam ujian dan kelancaran proses pendidikan sangat ditentukan oleh ketaatan membayar iuran BOP,” sambungnya.

    KLIK DI SINI UNTUK KE HALAMAN SELANJUTNYA.

    (naf/kna)

  • HNSI tekankan siap sukseskan swasembada pangan hingga MBG

    HNSI tekankan siap sukseskan swasembada pangan hingga MBG

    Kehadiran kita semua merupakan wujud kemitraan strategis dan komitmen nyata untuk berjuang bersama-sama meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan Indonesia

    Jakarta (ANTARA) – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menyatakan siap membantu pemerintah dalam menyukseskan program swasembada pangan, Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih, serta makan bergizi gratis (MBG).

    Hal tersebut ditekankan oleh HNSI ketika menggelar perayaan puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 yang dipusatkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Muara Angke, Jakarta, Senin.

    Ketua Panitia HUT HNSI ke-52 Agus Suherman menyatakan bahwa organisasinya ini siap membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam menyukseskan program prioritas swasembada pangan.

    “Kehadiran kita semua merupakan wujud kemitraan strategis dan komitmen nyata untuk berjuang bersama-sama meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan Indonesia,” kata dia.

    Agus menyatakan sebagai induk organisasi nelayan, HNSI mempunyai tanggung jawab besar untuk memberikan pelayanan dan pengabdian kepada negara dalam mewujudkan nelayan mandiri dan sejahtera, sekaligus turut menjaga kedaulatan laut Indonesia.

    Menurutnya, HNSI adalah jembatan yang menjadi titik temu dan menghubungkan antara tata kelola negara dengan aspirasi nelayan.

    Agus menyebut di usia yang ke-52 ini, HNSI secara organisasi sudah sangat matang. Oleh karenanya, dia memastikan jajaran dan kepengurusan HNSI akan terus berjuang bersama melaksanakan program-program nyata dan strategis untuk memperkuat posisi dan peran nelayan.

    “Sebagaimana amanah yang disampaikan Bapak Presiden, apabila pangan sudah kuat maka ketahanan lainnya bisa diupayakan dengan jauh lebih mudah. Tema tersebut tentunya bukan hanya jargon semata, kami benar-benar implementasikan dalam kerja nyata,” katanya lagi.

    Bersamaan dengan perayaan HUT ke-52, HNSI turut meresmikan Koperasi Merah Putih Nelayan. Peluncuran ini sebagai bentuk dukungan nyata HNSI terhadap program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP).

    “Kehadiran KDMP diharapkan semakin memudahkan nelayan dalam mengakses pembiayaan usaha serta rantai bisnis pemasaran produk perikanan yang lebih efisien sehingga keuntungan di tingkat nelayan menjadi optimal,” katanya.

    Tak hanya itu, Agus menegaskan HNSI mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan sumber nutrisi ikan. HNSI dipastikan hadir nyata dalam program MBG dengan sumber nutrisi ikan dan turut berkontribusi pada pemberdayaan ekonomi lokal.

    “HNSI telah melaksanakan program MBG dengan sumber nutrisi ikan pada tanggal 13 Desember 2024 yang dilakukan secara serentak oleh DPD HNSI di seluruh Indonesia dengan jumlah siswa penerima manfaat lebih 10.000 anak nelayan,” katanya.

    Pada puncak perayaan HUT ke-52 ini juga, HNSI memberikan bantuan akses untuk mendapatkan perangkat Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) atau biasa disebut Vessel Monitoring System (VMS), serta bantuan sarana penangkapan lainnya seperti coolbox, drum solar, dan basket.

    HNSI turut melakukan ujicoba VMS yang diharapkan akan lebih efisien dan efektif sehingga terjangkau bagi para nelayan, dengan menggandeng Guru Besar Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro, M Nur dalam rangka mempertahankan kesegaran ikan hasil tangkapan dengan teknologi Box O’fish-box Storage Ozone For Fish (Ozon).

    “Hal ini merupakan wujud sinergi HNSI dengan pemerintah dan stakeholder perikanan untuk menjadikan pengelolaan perikanan tangkap nasional yang semakin maju dan berkelanjutan,” kata Agus.

    Terakhir, HNSI meluncurkan program Kartu Tanda Anggota (KTA) digital sebagai salah satu upaya untuk memudahkan pendataan nelayan.

    Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan yang turut hadir menyatakan, nelayan merupakan motor penggerak swasembada pangan nasional, serta program yang dijalankan sejalan dengan pemerintahan saat ini.

    “Kita akan mengembangkan koperasi nelayan ada 10 ribu untuk membangun kesejahteraan nelayan. Juga tahun ini kami upayakan bangun besar-besaran kampung nelayan,” kata Zulkifli.

    Disampaikan dia, pemerintah bersama HNSI akan bersinergi dalam menyukseskan program MBG.

    “Kita mengembangkan terkait HNSI ini kita akan mengembangkan protein. Jadi nanti Pak Herman Herry kita bisa kerja sama. Kita juga membudidayakan ikan sampai 20 ribu hektare. Kita akan membangun udang, budidaya ikan tangkap,” kata Menko Zulkifli.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • MPR: Keberagaman adalah kekuatan Indonesia

    MPR: Keberagaman adalah kekuatan Indonesia

    Semarang (ANTARA) – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Samuel Wattimena mengingatkan bahwa keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia adalah kekuatan untuk menjadi bangsa yang besar.

    “Bhinneka Tunggal Ika ini menjadi penting karena generasi muda, juga masyarakat pada saat ini perlu memahami kita ini adalah negara archipelago. Kita ini bukan kontinen,” katanya, di Semarang, Jumat.

    Hal itu disampaikan Samuel yang juga anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu saat Sosialisasi Empat Pilar dan Serap Aspirasi Masyarakat oleh MPR, di kampus FISIP Universitas Diponegoro Semarang.

    “Keragaman ini menjadi penting karena keragaman ini adalah kekuatan. Nah, untuk menyatukan keragaman ini karena itu perlu ada empat pilar dengan berbagai fungsinya,” katanya.

    Empat pilar yang dimaksudkannya adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

    Menurut dia, bangsa Indonesia semestinya merasa beruntung memiliki Pancasila sebagai dasar negara karena tidak semua negara memiliki dasar negara seperti dan selengkap Pancasila.

    “Kemudian, kita punya Undang-Undang Dasar 1945 ya dengan segala kesetaraannya dalam berbagai hal. Siapapun kita, setara di mata hukum,” katanya.

    “Kita punya NKRI sebagai bentuk negara. Kita punya Bhinneka Tunggal Ika ya. Untuk menyatukan keragaman ini perlu ada empat pilar dengan berbagai fungsinya,” kata sosok yang dikenal sebagai perancang busana itu.

    Namun, Samuel mengingatkan bahwa nilai-nilai empat pilar harus dibumikan dan ditanamkan, terutama di kalangan generasi muda lewat upaya-upaya yang bersifat formal maupun informal.

    “(Bagaimana, red.) Membumikan empat pilar tadi, kemudian menyosialisasikan empat pilar, tapi dalam pembicaraan-pembicaraan formal maupun informal yang lebih mendalam,” katanya.

    Jika penanaman empat pilar melalui sosialisasi sebatas dipahami sebagai formalitas, kata dia, maka empat pilar hanya akan dimaknai sebagai kata-kata yang dihafalkan.

    “Persoalannya justru harus dipahami. Istilah saya membumikan isi empat pilar. Seperti kita membumikan Pancasila, kita juga harus membumikan UUD, mengenai NKRI dalam kehidupan keseharian,” katanya.

    Pewarta: Zuhdiar Laeis
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Manipulasi Opini di Ruang Digital Ancam Demokrasi, Pengamat: Masyarakat Sipil Jadi Harapan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Mei 2025

    Manipulasi Opini di Ruang Digital Ancam Demokrasi, Pengamat: Masyarakat Sipil Jadi Harapan Regional 8 Mei 2025

    Manipulasi Opini di Ruang Digital Ancam Demokrasi, Pengamat: Masyarakat Sipil Jadi Harapan
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com –
    Wakil Rektor Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Universitas Diponegoro (
    Undip
    ) sekaligus pengamat politik, Wijayanto mengungkap, gerakan masyarakat sipil menjadi satu-satunya harapan yang bisa menjawab tantangan
    demokrasi
    di era digital.
    Pasalnya ketimbang memperluas partisipasi, saat ini
    media sosial
    justru dimanfaatkan penguasa untuk membungkam suara, menyebar propaganda, dan membentuk “enklave algoritmik” yang memperkuat polarisasi emosional di masyarakat.
    “Ironisnya, apa yang dulu dianggap sebagai ruang bebas kini menjadi arena represi digital,” tutur Wijayanto dalam kuliah umum dan diskusi publik bertema “Memahami Politik Algoritma Sosial Media” di Ruang Teater FISIP
    UNDIP
    pada Kamis, (7/5/2025).
    Terlepas dari besarnya tantangan dan polarisasi di dunia digital, ia tetap optimistis dengan kekuatan masyarakat sipil yang menjadi pilar penting dalam menjaga ruang publik yang sehat.
    “Dalam menghadapi tsunami disinformasi dan manipulasi opini publik, masa depan demokrasi digital sangat bergantung pada siapa yang mengendalikan teknologi, serta sejauh mana masyarakat mampu membangun institusi dan norma yang menjunjung deliberasi terbuka dan inklusif,” ujar dia.
    Dosen Tamu dari Universitas Carleton Kanada, Prof. Merlyna Lim, membahas dalam bukunya bahwa algoritma media sosial telah menciptakan jebakan kapitalisme komunikasi yang membuat ekspresi personal diperdagangkan demi likes dan shares.
    “Saya juga membahas politik algoritmis yaitu politik yang memanipulasi alat-alat digital terutama algoritma media sosial dan AI dan lain-lain untuk manuver-manuver politik dalam dan memanipulasi opini publik di Asia Tenggara. Ini adalah politik yang bergerak secara tak kasatmata, lewat sistem digital yang mengatur apa yang kita lihat dan rasakan,” tutur Merlyna.
    Merlyna memaparkan bahwa algoritma media sosial dikendalikan politisi atau penguasa yang memiliki modal besar. Kondisi ini disebut mengancam kesehatan demokrasi digital di Asia Tenggara.
    Ia mengungkap terdapat pergeseran persebaran konten digital dari yang semula negatif disinformasi atau manipulasi informasi negatif kepada publik menjadi disinformasi positif.
    Bila dalam politik amerika dikenal dengan manuver algoritma white branding, ia menyebutnya politik sundel bolong di Indonesia. Yaitu menampakkan citra cantik di dunia diigital, tapi belakangnya bolong atau memiliki rekam jejak yang suram.
    “Ini penggunaan alat-alat digital ya, medsos, algoritma, AI, deep fake dan lain-lain secara profesional dan didukung oleh sumber finansial yang mumpuni untuk memanipulasi pencitraan dan memainkan emosi masyarakat. Untuk mencuci citra bagi para-para political figure dan kandidat yang punya masa lalu suram atau abu-abu diciptakan (dikemas) secara baru,” beber dia.
    Menurutnya netralitas teknologi adalah ilusi, sehingga masyarakat sipil dan akademisi perlu terus mengkritisi dan mendorong penguatan literasi digital yang lebih transformatif.
    Merlina menilai pentingnya membuka ruang dialog dan membongkar ilusi-ilusi digital agar masyarakat secara umum dapat lebih kritis dalam membaca teks-teks di media sosial.
    “Di luar si algoritmanya, sebetulnya membangun nalar kritis ya. Itu semua mungkin bisa ditanamkan di dalam sistem pendidikan baik formal maupun informal, sehingga itu bisa menjadi counter dari manipulasi algoritmis tadi. Jangan terbajak oleh algoritmic virality ya,” harap dia.
    Peneliti sosiologi media dan politik, Nurul Hasfi, meyakini pendekatan Merlyna dalam buku tersebut menjadi refleksi kritis komunikasi politik di era digital.
    “Buku ini mengingatkan para elit dan negara agar lebih etis dalam menggunakan media sosial, bukan sekadar alat kampanye, tetapi juga sarana mendidik masyarakat demokratis,” tutur Nurul.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bahlil: Kampus Tidak Menjamin Karier Politik Seseorang – Halaman all

    Bahlil: Kampus Tidak Menjamin Karier Politik Seseorang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM), Bahlil Lahadalia, menilai latar belakang perguruan tinggi seseorang tidak menjamin keberhasilannya di dunia politik. 

    Bahlil menilai bahwa integritas dan kontribusi nyata terhadap bangsa jauh lebih penting ketimbang latar belakang kampus dan gelar akademik yang melekat pada seseorang.

    Pernyataan itu disampaikan Bahlil saat memberikan sambutan dalam Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) III Kosgoro 1957 di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

    Bahlil memberi contoh dua tokoh Golkar yang pernah menjabat sebagai Gubernur Lemhannas, yakni Prof. Muladi dan Ace Hasan Syadzily.

    “Yang saya hormati Pak Gubernur Lemhannas, Pak Ace. Kita berikan applause Pak Ace. Dalam sejarah Pak Agung di Lemhannas itu kader Golkar yang menjadi Gubernur Lemhannas dua orang ya. Satu Prof Muladi, satu Pak Ace,” kata Bahlil di hadapan peserta acara.

    Bahlil membandingkan perjalanan karier akademik kedua tokoh tersebut untuk menekankan bahwa gelar tidak serta-merta menentukan posisi atau peran strategis seseorang di pemerintahan maupun politik nasional.

    “Kalau Pak Muladi Jaksa Agung dulu, profesor dulu, berproses panjang di Golkar baru jadi Gubernur Lemhannas. Kalau Pak Ace, enggak perlu profesor, langsung Gubernur,” ujar Bahlil.

    Ia pun menyoroti latar belakang pendidikan Ace yang merupakan lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, namun mampu menempati posisi strategis nasional.

    Menurutnya, ini menjadi bukti bahwa kampus bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan.

    “Pak Ace cukup tamatan UIN Ciputat. Jadi Pak Ace, kampus tidak menjamin kualitas dan karir politik seseorang, maksudnya termasuk saya,” tandasnya.

    Beda Nasib Karier Pendidikan Tiga Tokoh Golkar: Muladi, Ace Hasan hingga Bahlil

    TIGA TOKOH GOLKAR – Kolase tiga tokoh Partai Golkar, Prof. Dr. H. Muladi, S.H., Dr. Ace Hasan Syadzily, M.Si., dan Bahlil Lahadalia, (Kolase Tribunnews/net)

    Partai Golkar memiliki sejumlah tokoh publik yang dikenal luas bukan hanya karena perannya di politik, tetapi juga karena perjalanan pendidikannya yang beragam. Tiga di antaranya, Prof. Dr. H. Muladi, S.H., Dr. Ace Hasan Syadzily, M.Si., dan Bahlil Lahadalia, menawarkan cermin perjalanan dari ruang kelas hingga ruang kekuasaan.

    Prof. Muladi: Akademisi Hukum Pidana yang Jadi Menteri

    Prof. Muladi adalah sosok intelektual yang lahir dari tradisi akademik yang kuat.

    Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (S-1 Hukum Pidana) (1968)
    International Institute of Human Rights di Strasbourg, Prancis (1979)
    Ilmu Hukum Program Pascasarjana FH Universitas Padjajaran, Bandung (S-3) (1984) dengan predikat Cumlaude
    KSA III Lemhanas (1993)

    Muladi menjabat Rektor Universitas Diponegoro (1994–1998) dan kemudian dipercaya menjadi Menteri Kehakiman Republik Indonesia (1998) di masa transisi menuju reformasi. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara (1999) dan Gubernur Lemhannas RI (2005-2011).

    Di dunia politik, Muladi pernah menjabat Ketua DPP Partai Golkar Bidang Hukum dan HAM (2009–2014) dan anggota MPR-RI pada tahun 1997.

    2. Ace Hasan Syadzily: Dari Dunia Santri ke DPR RI

    Ace Hasan Syadzily mengawali karier intelektual dari pendidikan berbasis keagamaan.

    S1: Jurusan Dakwah dan Komunikasi, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN Jakarta), 2000.
    S2: Magister Sosiologi, Universitas Indonesia (UI), 2004
    S3: Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, 2014.

    Ace aktif sebagai dosen UIN Syarif Hidayatullah sebelum terjun penuh ke dunia politik. Di DPR RI, ia telah menjabat sejak 2014 dan kini merupakan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, yang membidangi isu sosial, agama, penanggulangan bencana, dan pemberdayaan perempuan.

    Selain pernah menduduki jabatan penting tingkat DPD dan DPP Partai Golkar, kini Ace Hasan Syadzily merupakan Gubernur Lemhannas sejak 22 Oktober 2024. 

    3. Bahlil Lahadalia: Dari Jalanan Papua ke Kabinet, Gelar Doktor Dibatalkan UI

    Bahlil dikenal sebagai figur yang bangkit dari bawah. Lahir di Maluku dan tumbuh besar di Fakfak, Papua Barat, ia sempat menjadi kondektur dan sopir angkot sebelum menyelesaikan kuliahnya.

    S1: STIE Port Numbay Jayapura, Papua.
    S2: Tidak diketahui atau tidak dipublikasikan secara luas.
    S3: Program Doktor Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia (dibatalkan UI, 2025).

    Pada Oktober 2024, Bahlil sempat diumumkan lulus dan mendapat gelar doktor dari UI. 

    Namun, pada Maret 2025, UI resmi membatalkan gelar doktor tersebut karena pelanggaran prosedur akademik, termasuk keabsahan sidang promosi dan proses administratif lainnya.

    Meski begitu, Bahlil pernah menjadi Ketua Umum HIPMI, lalu dipercaya Presiden Jokowi sebagai Kepala BKPM, Menteri Investasi, bahkan sempat menjabat Plt. Menteri ESDM.

    Selain itu, Bahlil kini merupakan Menteri ESDM definitif dan Ketua Umum partai Golkar.

     

     

     

     

     

  • Pakar: Media sosial tidak selalu sejalan dengan demokrasi

    Pakar: Media sosial tidak selalu sejalan dengan demokrasi

    “Di awal (medsos) yang digambarkan egaliter, itu ilusi. Medsos diciptakan untuk kapitalisme, dengan monetisasi data dan dominasi ‘market’,”

    Semarang (ANTARA) – Pakar ilmu komunikasi dari Carleton University, Canada Prof. Merlyna Lim mengingatkan bahwa media sosial (medsos) dalam kenyataannya tidak selalu sejalan dengan kebebasan berpikir dan perkembangan demokrasi.

    “Di awal (medsos) yang digambarkan egaliter, itu ilusi. Medsos diciptakan untuk kapitalisme, dengan monetisasi data dan dominasi ‘market’,” katanya saat menyampaikan kuliah umum bukunya berjudul “Social Media and Politics in Southeast Asia” di kampus FISIP Universitas Diponegoro Semarang, Rabu.

    Awalnya, memang banyak orang, termasuk pakar yang berpandangan bahwa medsos meningkatkan partisipasi politik dan demokrasi, namun kenyataan yang terjadi bisa juga sebaliknya.

    Menurut dia, medsos bekerja dengan sistem algoritma yang didesain lebih efisien untuk menjangkau konsumen, termasuk digunakan pula dalam dunia politik yang sangat berpengaruh dengan iklim demokrasi.

    “(Algoritma, red.) Itu menyederhanakan market, cuma peduli yang ‘ngefans’ sama benci. Jadi, medsos dipolitisasi mengadopsi cara yang sama. Karena ‘user’-nya kan sama, manusianya sama,” katanya.

    Ia menjelaskan bahwa algoritma tidak mengajarkan kritis karena yang dipentingkan hanyalah rasa sehingga akan dengan mudah membuat polarisasi di kalangan masyarakat.

    Dicontohkannya, orang yang dengan mudah akan merasakan hal yang sama atau sepemikiran dengan orang lain di medsos, padahal mereka belum sama-sama mengenal.

    “Membuat cenderung akhirnya kita berkumpul bukan berdasarkan rasional, tetapi karena ‘affect’, rasa. Jadi, seolah sama, padahal tidak saling kenal. Bisa idola sama, selera sama. Ini dimanipulasi (algoritma) dengan sengaja,” katanya.

    Dalam perkembangan, kata dia, muncul apa yang diistilahkannya dengan “algorithmic white branding” yang memanipulasi pencitraan dengan memainkan emosi masyarakat dengan tujuan mencuci citra tokoh politik atau figur publik.

    “Para ‘political figure’ dan kandidat yang punya masa lalu yang suram, abu-abu, gelap, bahkan berdarah kemudian diciptakan (citra) secara baru dan ini ternyata efektif,” katanya.

    Ia mencontohkan sebagaimana terjadi di Filipina saat pilpres lalu melalui politik kegembiraan dengan menyasar kalangan generasi Z sebagai pemilih pemula dan ketiadaan literasi sejarah yang membuatnya semakin efektif.

    “Cara semacam itu digunakan bukan cuma di Filipina, tetapi juga Indonesia, Kamboja, Thailand, dan negara-negara di Asia Tenggara. Mitigasinya ya dengan literasi ya, algoritma itu kerjanya seperti apa? Sudah saatnya dari SD, SMP, SMA itu belajar,” katanya.

    Hadir juga sebagai pembicara pada kesempatan itu, yakni Wakil Rektor Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Undip Wijayanto, Ph.D, dan sebagai penanggap adalah Dr. Nurul Hasfo dan Yuwanto, Ph.D.

    Menurut Wijayanto Ph.D, medsos pada media 1998-2008 berdampak positif terhadap demokrasi dengan kecenderungan memperkuatnya, tetapi pada 10 tahun terakhir ini trennya justru represif dan propaganda.

    Ia mencontohkan teror melalui medsos sebagai salah satu bentuk “digital repression” yang dialami oleh pegiat sipil yang menjadi tren menunjukkan kemunduran demokrasi.

    Sementara, Nurul Hasfi menambahkan bahwa buku tersebut bisa menjadi alat kontrol bagi para elite politik, perusahaan marketing politik, dan menjadi rujukan para pegiat literasi digital untuk masyarakat agar lebih menyehatkan proses demokrasi digital.

    Pewarta: Zuhdiar Laeis
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sosok Gus Alam Meninggal Hari Ini, Tokoh PKB dan Pengasuh Ponpes yang Dikenang Ribuan Santri – Halaman all

    Sosok Gus Alam Meninggal Hari Ini, Tokoh PKB dan Pengasuh Ponpes yang Dikenang Ribuan Santri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG – Kabar duka datang dari dunia agama dan politik Indonesia. 

    Hari ini Selasa (6/5/2025), negara kehilangan salah satu tokoh yang begitu besar pengaruhnya, KH Alamuddin Dimyati Rois, yang dikenal sebagai Gus Alam. 

    Beliau meninggal dunia pada Selasa pagi, 6 Mei 2025, di usia 45 tahun setelah mengalami kecelakaan tragis di Tol Pemalang.

    Kepergian Gus Alam meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga, santri, serta para kolega di dunia politik.

    Seorang Tokoh yang Dikenang Banyak Orang

    Gus Alam dikenal luas sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PKB yang telah aktif sejak 2009. 

    Namun, peran utamanya bukan hanya sebagai politisi. 

    Ia juga dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadllu Wal Fadhilah di Kendal, Jawa Tengah.

    Warisan spiritual dan sosial yang ia tinggalkan begitu besar, terutama bagi ribuan santri yang menganggapnya sebagai panutan.

    Beliau juga merupakan putra dari KH Dimyati Rois, seorang ulama besar yang menjadi pengasuh Ponpes Al-Fadllu Wal Fadhilah Kaliwungu. Gus Alam lahir pada 26 Desember 1980 dan merupakan alumni FISIP Universitas Diponegoro. 

    Selain itu, beliau juga menjabat di Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan agama, sosial, serta perlindungan perempuan dan anak.

    Kecelakaan Maut yang Merebut Nyawa

    Kecelakaan yang menimpa Gus Alam terjadi pada Jumat, 2 Mei 2025, di Tol Pemalang-Batang, Jawa Tengah. 

    Ia dalam perjalanan pulang setelah menghadiri pengajian rutin di Pondok Pesantren Alfadlu 4 di Brebes. 

    Mobil Toyota Innova yang ditumpanginya menabrak bagian belakang truk Fuso di KM 316 Tol Pemalang-Batang sekitar pukul 02.19 WIB. 

    Akibat kecelakaan ini, dua orang meninggal di tempat, sementara Gus Alam dan seorang rekannya, Arya Maulana, mengalami luka-luka serius.

    Gus Alam mengalami cedera parah, termasuk luka di kepala, patah pergelangan tangan kanan, luka di jari manis, dan robekan di pelipis kiri. Beliau sempat dirawat di RS Budi Rahayu, 

    Pekalongan, namun sayang, beliau menghembuskan nafas terakhir pada pagi hari, 6 Mei 2025, pukul 05.40 WIB.

    Warisan yang Tak Terlupakan

    Kepergian Gus Alam meninggalkan luka mendalam, baik bagi keluarga maupun masyarakat yang telah mengenalnya sebagai sosok yang penuh dedikasi. Sebagai anggota DPR, Gus Alam selalu berjuang untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, terutama di bidang agama dan sosial. 

    Sebagai pengasuh pondok pesantren, beliau menanamkan nilai-nilai keagamaan yang akan terus dikenang oleh para santri.

    Kabar duka ini pertama kali disampaikan oleh Gus Yusuf Chudlori melalui akun Facebook resminya, yang mengajak masyarakat untuk mendoakan almarhum. 

    Meskipun Gus Alam telah meninggalkan dunia ini, jejaknya sebagai seorang pemimpin, ulama, dan pendidik akan terus dikenang.

    Bagaimana menurut Anda, bagaimana warisan Gus Alam akan terus hidup dalam masyarakat dan dunia pendidikan agama Indonesia? Apakah Anda merasa terinspirasi oleh perjalanan hidup beliau yang penuh dedikasi?

  • Sosok Gus Alam Meninggal Hari Ini, Tokoh PKB dan Pengasuh Ponpes yang Dikenang Ribuan Santri – Halaman all

    Sosok Alamudin Dimyati Rois, Anggota DPR Meninggal usai Kecelakaan di Tol Pemalang, Putra Ulama NU – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Anggota DPR RI Alamudin Dimyati Rois (45) atau akrab disapa Gus Alam meninggal dunia, Selasa (6/5/2025) usai terlibat kecelakaan maut di Tol Pemalang-Batang, pada Jumat (2/5/2025).

    Gus Alam sempat kritis usai kecelakaan, sementara dua asistennya tewas.

    Kabar duka meninggalnya Gus Alam diunggah oleh Ulama Yusuf Chudlori atau Gus Yusuf melalui akun resmi Facebook. 

    “‎انا لله و إنا اليه راجعون

    Turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya :

    KH. Alamudin Dimyati Rois
    Pengasuh Pon. Pes. Alfadlu Wal Fadilah Kaliwungu Kendal.

    Di Mohon menyempatkan Ziyadah Doa Fatihah untuk beliau.

    ‎اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه,” tulisnya, mengutip TribunJateng.com.

    Lantas siapakah sosok Alamudin Dimyati Rois atau akrab disapa Gus Alam?

    Diketahui Alamudin Dimyati Rois atau Gus Alam merupakan putra ulama KH Dimyati Rois atau Abah Dim, pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadllu Wal Fadhilah Kendal. 

    Sang ayah dikenal sebagai juga merupakan Mustasyar atau penasihat di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan juga Ketua Dewan Syura Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

    Gus Alam merupakan politisi PKB, yang pernah beberapa kali terpilih menjadi anggota DPR RI.

    Pria kelahiran 26 Desember 1980 pernah menjabat DPR RI periode 2009-2014 kemudian terpilih lagi 2014-2019 dan 2019-2024.

    Mengutip undip.ac.id, Gus Alam bertugas di Komisi VIII yang mengurusi masalah Departemen Agama, Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia dan Zakat.

    Pada tahun 2017, pria berusia 44 tahun ini mendirikan sekaligus menjadi pengasuh pada Pondok Pesantren Al-Fadllu Wal Fadhilah 2.

    Alamuddin Dimyati Rois merupakan alummnus Fakultas Sosial Politik Universitas Diponegoro Semarang.

    Sementara mengutip dpr.go.id, dirinya pernah menempuh pendidikan di Pelita Mandiri tahun 2001 dan 2003.

    Kemudian dirinya juga pernah menempuh pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah. 

    Kronologi

    Kecelakaan maut terjadi di KM 316+000 A Tol Pemalang-Batang, di wilayah Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, pukul 02.19 WIB.

    Dalam kecelakaan maut tersebut 4 orang jadi korban.

    Empat korban merupakan sopir dan penumpang Toyota Innova.

    Manajer Teknik dan Operasi tol Pemalang-Batang Yulian Fundra Kurnianto  menyebut Kecelakaan ini menewaskan dua orang di tempat, yakni Beliya Malkan (pengemudi Innova) dan seorang penumpang bernama Vica Novitasari, warga Ngaliyan, Semarang.

    “Sementara dua penumpang lainnya, Ariya Maulana (37) asal Semarang dan Alamudin Dimyati Rois (45) asal Kendal, mengalami luka berat dan saat ini tengah menjalani perawatan intensif di dua rumah sakit berbeda,” ujarnya.

    Pihaknya mengatakan Toyota Innova bernopol H 1980 CM yang ditumpangi Alamudin melaju kencang dari arah Brebes menuju Kaliwungu di lajur dua dengan kecepatan sekitar 100 km/jam.

    Hingga akhirnya mobil tersebut menghantam truk fuso.

    “Truk Fuso bermuatan besi dengan nomor polisi K 1344 K saat itu berada di lajur satu dan melaju dengan kecepatan sekitar 60 km/jam,” ujarnya.

    Mengutip TribunJateng.com, sopir Innova, Beliya Malkan, diduga mengalami microsleep. 

    Akibatnya, kendaraan oleng ke kiri dan menabrak bagian samping truk Fuso.

    Benturan keras membuat, Innova mengalami kerusakan parah pada bagian depan dan berhenti di bahu luar dalam posisi menghadap ke Timur.

    Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Kronologi Innova Tabrak Truk Fuso di Tol Pemalang, Gus Alamudin Dimyati Rois Jadi Korban, dan dengan judul Innalillahi, Gus Alamudin Dimyati Rois Meninggal Dunia, Korban Kecelakaan di Tol Pemalang Jateng

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (TribunJateng.com/Indra Dwi Purnomo)

  • 3
                    
                        Dirawat Setelah Kecelakaan di Tol Pemalang, Gus Alam Meninggal Dunia
                        Regional

    3 Dirawat Setelah Kecelakaan di Tol Pemalang, Gus Alam Meninggal Dunia Regional

    Dirawat Setelah Kecelakaan di Tol Pemalang, Gus Alam Meninggal Dunia
    Tim Redaksi
    KENDAL, KOMPAS.com
    – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
    Alamudin Dimyati Rois
    atau yang akrab disapa Gus Alam, meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan intensif pascakecelakaan maut di tol Pemalang.
    Kabar duka tersebut dikonfirmasi oleh kerabat almarhum, Ali Nahdhodin, pada Selasa (6/5/2025).
    “Gus Alam
    kapundut
    sekitar jam 05.30 WIB,” ujar Ali kepada
    Kompas.com
    melalui pesan WhatsApp, Selasa.
    Ali menambahkan, jenazah putra dari KH. Dimyati Rois tersebut saat ini masih berada di Rumah Sakit Budi Rahayu, Pekalongan, tempat Gus Alam dirawat sejak insiden kecelakaan.
    “Masih di rumah sakit,” tambahnya.
    Sebelumnya, kondisi Gus Alam sempat dilaporkan membaik meski belum sadarkan diri.
    Dok. Polres Pemalang TKP: Personel Polres Pemalang menunjukkan mobil yang ditumpangi Anggota DPR RI Alamudin Dimyati Rois yang terlibat kecelakaan di tol Pemalang, Jateng, Jumat (2/5/2025) dini hari.
     
    Ketua DPW PKB Jawa Tengah, Yusuf Chudlori atau Gus Yusuf, pada Senin (5/5/2025) menyebutkan bahwa Gus Alam masih menjalani perawatan di ruang ICU dan dalam pengawasan ketat tim medis.
    “Semakin membaik,” ujar Gus Yusuf saat itu.
    “Dalam pengawasan intensif dokter,” lanjutnya.
    Namun, meski secara medis menunjukkan kemajuan, Gus Alam belum bisa diajak berkomunikasi.
    “Belum (belum bisa diajak berkomunikasi),” ungkap Gus Yusuf.
    Ia pun sempat mengajak masyarakat untuk mendoakan kesembuhan Gus Alam.
    “Mohon doanya,” pintanya.
    Gus Alam mengalami luka serius dalam kecelakaan yang terjadi di ruas tol Pemalang–Batang, Km 315+900 jalur A, Desa Karangasem, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Jumat (2/5/2025) dini hari.
    Mobil Toyota Innova yang ditumpanginya menghantam truk fuso dari belakang.
    Dua asistennya, Vicka Novitasari dan Muhamad Balya, tewas di tempat, sementara Gus Alam menderita luka berat di bagian kepala dan tangan.
    Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Kendal, Mahfud Sodiq, menyampaikan duka mendalam atas kepergian Gus Alam.
    “Gus Alam adalah panutan kami. Dia salah satu tokoh yang ikut membesarkan PKB. Saya dan teman-teman PKB merasa kehilangan,” tuturnya.
    Alamudin Dimyati Rois lahir di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, pada 26 Desember 1980.
    Ia merupakan alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro Semarang.
    Gus Alam telah empat kali terpilih menjadi anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah I (Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Semarang, dan Salatiga), mulai periode 2009–2014 hingga 2024–2029.
    Putra dari ulama karismatik KH. Dimyati Rois ini dikenal ramah dan religius.
    Ia mendirikan Pondok Pesantren Al-Fadllu Wal Fadhilah 2 di Srogo, Sidorejo, Kecamatan Patebon, Kendal pada tahun 2017.
    Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Syuro DPW PKB Jawa Tengah dan Wakil Ketua Garda Bangsa.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.