Institusi: Universitas Diponegoro

  • Begini Jurus KKP Kurangi Polusi Laut di RI

    Begini Jurus KKP Kurangi Polusi Laut di RI

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat polusi laut yang disebabkan sampah plastik memiliki estimasi kerugian hingga US$ 450 juta atau setara dengan Rp 7,2 miliar per tahun. Selain itu, tercatat hingga 0,55 juta ton sampah plastik masuk ke laut Indonesia setiap tahunnya.

    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, KKP telah menetapkan sikap tegas untuk mengatasi polusi di laut Indonesia. Sejak tahun 2022, KKP telah meminta nelayan tradisional membersihkan sampah laut dalam satu bulan.

    Hal itu juga masuk dalam salah satu poin di peta jalan ekonomi biru, di mana KKP menetapkan fokus pada pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.

    “Kita sudah lakukan sosialisasi sejak tahun 2022 bahwa seluruh nelayan, khususnya nelayan tradisional agar mereka betul-betul dalam satu bulan tidak mengambil ikan, tapi membersihkan plastik di laut,” kata Trenggono di Universitas Diponegoro, Jepara, Jawa Tengah, Jum’at (27/12/2024).

    Selain itu, KKP juga meningkat pengawasan logistik bagi kapal-kapal nelayan yang hendak dan pulang melaut. Dalam pengawasan itu, petugas KKP akan menyesuaikan data barang bawaan, khususnya plastik.

    “Kapal mau melaut, logistiknya dicek, plastiknya berapa, pulang harus sama. Kalau enggak, didenda,” tegasnya.

    Selain itu, Trenggono juga serius mengelola karbon biru. Adapun pengelolaan karbon biru dilakukan melalui konservasi dan revitalisasi di wilayah laut untuk mengoptimalkan penyerapan karbon.

    Ia menuturkan, KKP telah melakukan konservasi laut sebanyak 29,9 juta hektar. Konservasi yang dilakukan juga telah melampaui target sebesar 29,7 juta hektare.

    “Itu yang kita sebut dengan marine protection area yang tentu itu dinilai dengan UNOC (United Nations Ocean Conference). Jadi dari situ nanti kemudian kita pasangin sensoring digital untuk kemudian kita bisa memonitor apakah sea grass-nya tetap baik, lalu coralnya baik, lalu kemudian tidal marshes-nya juga baik, mangle-nya baik, karena semua terkait dengan sistem ini,” jelasnya.

    Trenggono menuturkan, konservasi laut menjadi hal utama untuk mengelola karbon biru yang diproduksi, baik oleh manusia maupun industri.

    “Emisi itu akan merusak, menjadi gas rumah kaca yang kemudian menjadi pemanasan global dan seterusnya. Sehingga kehidupan juga akan menjadi tidak baik,” jelasnya.

    Laut, kata Trenggono, memiliki tingkat serapan karbon yang tinggi daripada wilayah hutan. Selain itu, konservasi laut juga perlu dilakukan sebagai tempat pemijahan biota laut. Karenanya, konservasi laut perlu dilakukan dengan baik.

    “Yang ketiga, (laut) adalah tempat produksi oksigen. Ini kehidupan, kalau itu (konservasi) tidak kita lakukan, kehidupan selesai,” tutupnya.

    (kil/kil)

  • Kata IDI soal Bantuan Hukum 3 Tersangka Kasus Bullying ‘dr ARL’ PPDS Undip

    Kata IDI soal Bantuan Hukum 3 Tersangka Kasus Bullying ‘dr ARL’ PPDS Undip

    Jakarta

    Polda Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka terkait kasus kematian dokter ARL yang diduga bunuh diri terkait perundungan atau bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Diponegoro (Undip). Ketiga orang berinisial dokter TE, SM, dan dokter ZR ditetapkan tersangka pada Selasa (24/12/2024).

    Dokter TE merupakan Kaprodi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, sementara SM adalah staf administrasi Prodi Anestesiologi, lalu dokter ZR yakni senior korban di program pendidikan tersebut.

    Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria menyebut pihaknya tengah memberikan pendampingan kepada tiga tersangka terkait, sebagai langkah bantuan hukum.

    “Hari ini Tim PB IDI sedang berusaha terus berkomunikasi dengan tersangka dan kuasa hukum Undip,” beber Beni kepada detikcom, Jumat (27/12/2024).

    Beni menyebut bantuan ini tidak lantas diartikan pengabaian hak korban, tetapi IDI mengedepankan asas praduga tak bersalah, hingga benar-benar terbukti sebagai keputusan hukum yang berkekuatan tetap.

    “Oleh karena itu, sikap IDI yang memberikan dukungan kepada seorang dokter yang menjadi tersangka tidak bisa langsung diartikan sebagai pembenaran atas dugaan tindakan yang dilakukannya, melainkan lebih kepada memastikan bahwa hak-hak hukum dokter tersebut terpenuhi selama proses peradilan berlangsung,” terang Beni.

    Tersangka maupun korban dijelaskan Beni, memiliki hak yang sama di mata hukum untuk mendapatkan pendampingan maupun perindungan. IDI, dalam kasus ini, menjadi organisasi profesi yang bertanggung jawab secara moral dan hukum demi memberikan dukungan kepada anggota mereka, termasuk tersangka, selama proses hukum berlangsung.

    “IDI sebatas memastikan proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak-hak anggota IDI. Proses hukum harus berjalan secara seimbang dan tidak memihak,” tegas Beni.

    “IDI mendukung tersangka dalam konteks memastikan hak-haknya terlindungi, bukan dalam kapasitas membela tindakan yang belum terbukti,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Jadi Tersangka Pemerasan PPDS, Kaprodi dan Staf Keuangan Undip Masih Bertugas
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 Desember 2024

    Jadi Tersangka Pemerasan PPDS, Kaprodi dan Staf Keuangan Undip Masih Bertugas Regional 27 Desember 2024

    Jadi Tersangka Pemerasan PPDS, Kaprodi dan Staf Keuangan Undip Masih Bertugas
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Universitas Diponegoro (
    Undip
    ) buka suara setelah Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka kasus pemerasan Program Pendidikan Dokter Spesialis (
    PPDS
    ) Prodi Anestesi Undip.
    Tiga tersangka yang ditetapkan adalah Kaprodi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Taufik Eko Nugroho, SM sebagai staf keuangan Undip dan Z sebagai dokter senior di program tersebut.
    Kuasa Hukum Undip, Kairul Anwar, mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan bantuan hukum kepada ketiga tersangka itu.
    “Dengan harapan mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran senyatanya bukan berdasarkan kepentingan pihak tertentu,” kata Kairul dalam keterangannya, Jumat (27/12/2024).
     
    Saat ini, kata dia, ketiga tersangka masih bertugas di Undip. Kairul menyebut bahwa Undip berpegang pada prinsip praduga tak bersalah.
    “Kita akan ikuti proses hukumnya,” ujarnya.
     
    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto membenarkan bahwa sampai saat ini tiga tersangka PPDS Undip belum ditahan.
    “Belum, karena pertimbangan penyidik. Nanti penyidik yang menjelaskan,” kata Artanto di Mapolda Jawa Tengah, Selasa (24/12/2024).
    Namun, dia menegaskan bahwa penyidikan tersebut sudah berlangsung sesuai prosedur.
    “(Ada kendala?) Pada prinsipnya enggak ada, semua berjalan secara normal,” tambah dia.
    Adapun, tersangka dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan, dan atau Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan dan Pasal 355 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukumannya maksimal 9 tahun.
    “(Barang bukti?) Total Rp 97.077.500, uang hasil semua rangkaian dari peristiwa tersebut,” ucap dia.
    Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan praktik PPDS Anestesia FK Undip di RSU Kariadi Semarang setelah meninggalnya dokter ARL.
    Kemenkes juga menghentikan praktik klinis Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko di RSUP Dr Kariadi.
    FK Undip dan RSUP Dr Kariadi Semarang juga sudah mengakui adanya perundungan yang menimpa korban selama menempuh perkuliahan.
    Kini, pihak keluarga korban telah mempolisikan sejumlah senior korban ke Polda Jateng. Laporan itu dilayangkan langsung oleh Nuzmatun Malinah, ibunda korban. 
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • H. Ngesti Nugraha, S.H., M.H. – Halaman all

    H. Ngesti Nugraha, S.H., M.H. – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – H. Ngesti Nugraha, S.H., M.H. merupakan Bupati Semarang terpilih tahun 2024.

    Ngesti Nugraha yang berpasangan dengan Nur Arifah meraih suara terbanyak pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024.

    Pasangan yang diusung oleh koalisi besar ini berhasil meraih 444.335 suara, sementara lawannya, Nurul Huda-Yarmuji, hanya mengumpulkan 109.412 suara.

    Ngesti Nugraha sendiri dikenal sebagai birokrat dan politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP.

    Berikut profil Ngesti Nugraha.

    Kehidupan Pribadi

    Dilansir dari situs Wikipedia, Ngesti Nugraha lahir di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada 22 November 1970.

    Saat ini, ia telah berusia 54 tahun.

    Ngesti Nugraha telah memiliki istri yang bernama Peni Yulianingsih dan telah dikaruniai satu buah hati.

    Pendidikan

    Ngesti Nugraha diketahui pernah mengenyam pendidikan di SD Negeri Getasan II dan lulus pada 1983.

    Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Getasan hingga lulus pada 1986.

    Ngesti Nugraha lalu bersekolah di SMA Theresiana Salatiga, dan lulus pada 1989.

    Setelah lulus SMA, ia melanjutkan studi di Universitas Slamet Riyadi Surakarta dan mendapat gelar Sarjana Hukum pada 2009.

    Tak sampai disitu, ia kembali mengambil studi S2 hingga mendapat gelar Magister Hukum di Universitas Diponegoro Semarang pada 2019.

    Karier

    Bupati Semarang, Ngesti Nugraha. (Kolase Tribunnews (Tribun Jateng-Situs Pemprov Jateng))

    Ngesti Nugraha mengawali karier di dunia politik ketika ia menjadi ketua Pengurus Anak Cabang (PAC) PDIP Kecamatan Getasan pada 2002 hingga 2007.

    Ia pun kembali terpilih sebagai ketua PAC PDIP untuk periode 2007 hingga 2012.

    Kemudian, ia pun ditunjuk menjadi Dewan Pemimpin Cabang (DPC) PDIP Kabupaten Semarang selama dua periode, yakni 2015 hingga 2019 dan 2020 hingga 2024.

    Ia pun tercatat juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Semarang selama tiga periode, yakni pada 2004-2009, 2009-2014, dan 2014-2019)

    Sebelum terpilih menjadi Bupati Semarang, Ngesti Nugraha pernah maju sebagai Wakil Bupati Semarang berpasangan dengan dr. H. Mundjirin.

    Ia pun terpilih dan resmi menjabat sebagai Wakil Bupati Semarang pada 2015 hingga 2020.

    Harta Kekayaan

    Mengutip dari situs e-LHKPN KPK, Ngesti Nugraha diketahui memiliki kekayaan mencapai Rp 3.687.646.656.

    Laporan harta kekayaan terbaru Ngesti Nugraha diterbitkan pada 31 Desember 2024.

    Adapun rincian kekayaan Ngesti Nugraha yakni sebagai berikut:

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp 1.216.250.000                          

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 209 m2/244 m2 di KAB / KOTA SEMARANG, HIBAH TANPA AKTA Rp 806.250.000                            

    2. Tanah Seluas 85 m2 di KAB / KOTA SEMARANG, HASIL SENDIRI Rp 325.000.000

    3. Tanah Seluas 167 m2 di KAB / KOTA SEMARANG, HASIL SENDIRI Rp 85.000.000.

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp 532.925.000                        

    1. MOTOR, HONDA SEPEDA MOTOR Tahun 2010, HASIL SENDIRI Rp 7.000.000    

    2. MOBIL, TOYOTA KIJANG INNOVA MINIBUS Tahun 2013, HASIL SENDIRI Rp 235.000.000                             

    3. MOTOR, HONDA SEPEDA MOTOR Tahun 2014, HASIL SENDIRI Rp 15.925.000

    4. MOTOR, KAWASAKI KLX Tahun 2016, HASIL SENDIRI Rp 15.000.000                             

    5. MOBIL, MITSUBISHI XPANDER 1.5L SPORT-L 4X2 A/T Tahun 2021, HASIL SENDIRI Rp 260.000.000.

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp 31.890.000                                   

    D. SURAT BERHARGA Rp 0                                  

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp 786.095.739                                  

    F. HARTA LAINNYA Rp 1.641.000.000.

    Ngesti Nugraha tercatat memiliki hutang sebesar Rp 520.514.083, sehingga total kekayaan yang dimiliki saat ini mencapai Rp 3.687.646.656.

    (Tribunnews.com/David Adi)

  • 3 Tersangka Pemerasan Dokter Aulia Belum Ditahan, Undip dan IDI Beri Bantuan Hukum untuk Tersangka – Halaman all

    3 Tersangka Pemerasan Dokter Aulia Belum Ditahan, Undip dan IDI Beri Bantuan Hukum untuk Tersangka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polda Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemerasan terhadap dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    Diduga dokter Aulia tak kuat menjalani PPDS Anestesi di Undip dan memilih mengakhiri hidupnya.

    Jasad korban ditemukan di kamar kosnya di Semarang, Jawa Tengah pada Senin (12/8/2024).

    Ketiga tersangka pemerasan adalah TEN, Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, SM, kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA, senior dokter Aulia.

    Hingga kini ketiga tersangka belum ditahan dan belum mendapat sanksi dari pihak Undip.

    Kuasa hukum keluarga dokter Aulia, Misyal Achmad, meminta Polda Jateng segera menahan ketiga tersangka agar tak ada barang bukti yang hilang.

    Menurutnya, ada upaya intimidasi yang dilakukan para tersangka kepada saksi sehingga penyelidikan kasus ini lamban.

    Bahkan, ada saksi yang mencabut keterangannya setelah diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng. 

    “Kalau mereka (para tersangka) terus dibiarkan di luar, nanti saksi ini bakal diintimidasi sama mereka lagi.” 

    “Polisi berhak tidak menahan kalau yakin para tersangka tidak menghilangkan barang bukti dan sebagainya,” bebernya, Rabu (25/12/2024), dikutip dari TribunJateng.com.

    Selain tak ditahan, ketiga tersangka juga masih aktif bekerja di Undip.

    Ia berharap pimpinan Undip menonaktifkan para tersangka terlebih dahulu untuk mempermudah proses hukum.

    “Mereka baru diberhentikan setelah mereka ditahan,” imbuhnya.

    Tersangka TEN dan ZYA juga masih aktif dalam keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

    Misyal Achmad mengungkapkan pihak Undip sejak awal membantah adanya perundungan terhadap dokter Aulia.

    “Dari pertama kasus ini muncul mereka (Undip) enggak mengakui kalau ada bullying dan pemerasan. Jadi biarkan saja, itu versi mereka. Kita buktikan ending-nya di Pengadilan,” pungkasnya.

    Sementara itu, Kepala Kantor Hukum Undip, Yunanto, menyatakan ketiga tersangka tidak bersalah dan kampus akan memberikan pendampingan hukum.

    “Kami komitmen membantu mereka karena dari awal mereka tidak salah,” tegasnya, Rabu (25/12/2024).

    Ketiga tersangka telah berkonsultasi tentang status hukum mereka.

    “Secara teknis kita komunikasi dengan pihak kampus,” sambungnya.

    Hal yang sama juga diungkapkan Ketua IDI Jateng Telogo Wismo Agung Durmanto yang akan mendampingi proses hukum dokter TEN dan ZYA.

    Meski dokter Aulia tercatat sebagai anggota IDI, keluarganya tak membuat laporan kepada pengurus IDI.

    “Kami bisa mengetahui anggota terlibat sebuah masalah jika melapor. Kalau tidak melapor kami tidak tahu,” katanya.

    Menurutnya, langkah hukum yang diambil IDI sudah sesuai dengan anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART).

    “Soal membantunya sampai di ranah mana, itu terserah yang bersangkutan,” katanya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Peran 3 Dokter Tersangka Pemerasan Mahasiswi PPDS Undip Semarang, Kuasa Hukum: Segera Ditahan!

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJateng.com/Raka F Pujangga)

  • Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus dr Aulia, Komisi X Minta PPDS di Kampus Lain Terus Berbenah

    Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus dr Aulia, Komisi X Minta PPDS di Kampus Lain Terus Berbenah

    Jakarta (beritajatim.com) – Kepolisian menetapkan tiga tersangka kasus kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Ketiga tersangka itu adalah Kepala Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) dr Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anastesi Undip Sri Maryani, dan senior dr Aulia berinsial ZYA.

    Wakil Ketua Komisi X Fraksi PKB DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia. Walaupun penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.

    “Kami apresiasi kerja keras polisi dalam mengusut dan menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang menyebabkan kematian dr Aulia,” kata Lalu Ari, Kamis (26/12/2024).

    Dia pun mengingatkan, kasus bullying dr Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya. Kasus tersebut betul-betul mencoreng nama baik kampus, terutama pada pendidikan kedokteran.

    Menurutnya, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik yang menyimpang.

    “Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Stop!,” tegas Lalu Ari.

    Dia pun mengungkapkan, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran. Hasil kajian KPK mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut.

    Misalnya, terkait biaya tambahan mulai Rp 1 juta hingga Rp 25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

    Selain biaya tambahan, ada juga pungutan dari peserta PPDS yang digunakan untuk berbagai hal. Misalnya, kebutuhan dosen untuk touring motor atau sepeda.

    Temuan KPK mengungkapkan bahwa peserta PPDS biasanya bekerja sama dengan teman seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior mereka. Hal itu jelas memberatkan peserta PPDS.

    Tidak hanya itu, peserta PPDS juga diminta menunjukkan saldo rekening saat tahapan wawancara dalam proses seleksi PPDS. Berdasarkan survei KPK, terdapat 58 responden yang mengaku diminta untuk menunjukkan saldo tabungannya.

    Sebanyak 6 responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp 500 juta, 4 responden dengan saldo Rp 250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp 100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp 100 juta.

    “Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban,” ujar Lalu Ari. [hen/suf]

  • DPR minta kampus lain berbenah usai 3 orang jadi tersangka kasus PPDS

    DPR minta kampus lain berbenah usai 3 orang jadi tersangka kasus PPDS

    Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani meminta kampus lain berbenah usai adanya penetapan tiga tersangka kasus perundungan hingga meninggalnya dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Dia pun mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia walaupun penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.

    “Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying (perundungan, red), jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Setop,” kata Lalu Ari dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Dia mengatakan kasus perundungan terhadap dr Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya, karena kasus tersebut betul-betul mencoreng nama baik kampus, terutama pada pendidikan kedokteran.

    Menurut dia, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik yang menyimpang.

    Selain itu, menurut dia, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran karena mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut.

    Misalnya, kata dia, terkait biaya tambahan mulai Rp1 juta hingga Rp25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Dia menilai biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

    “Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban,” ujar Legislator asal Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) II itu.

    Sebelumnya pada Selasa (24/12), Polda Jawa Tengah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan pada PPDS program studi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip Semarang yang diduga menjadi pemicu Aulia Risma Lestari bunuh diri.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • IDI Jateng dan Kampus Bela 3 Tersangka Pemerasan terhadap Aulia Risma, Undip: Mereka Tidak Salah – Halaman all

    IDI Jateng dan Kampus Bela 3 Tersangka Pemerasan terhadap Aulia Risma, Undip: Mereka Tidak Salah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tiga orang sudah ditetapkan jadi tersangka atas kasus pemerasan dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    baru-baru ini, pihak universitas buka suara soal penetapan tiga tersangka tersebut.

    Pihak universitas meyakini tiga tersangka yang merupakan bagian dari Undip ini tidak bersalah.

    Demikian yang diungkapkan Kepala Kantor Hukum Undip, Yunanto.

    “Kami komitmen membantu mereka karena dari awal mereka tidak salah,” ujarnya, dikutip dari TribunJateng.

    Diketahui, tiga tersangka tersebut adalah Kaprodi Anestesiologi FK Undip bernama TEN (pria).

    Lalu ada SM (wanita) yang merupakan staf administrasi prodi Anestesiologi.

    Ketiga ZYA (wanita), senior korban di program anestesi.

    Yunanto menuturkan, pihaknya tak kaget setelah tiga orang tersebut ditetapkan jadi tersangka.

    Sebab, mereka dari awal sudah mengikuti prosedur hukum yang ada.

    “Ketika ditetapkan (sebagai tersangka) ya seperti itu konsekuensinya,” jelasnya.

    Sementara itu, Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar menuturkan, setelah ketiganya mendapatkan surat pemberitahuan sebagai tersangka, mereka konsultasi dengan pendamping hukum.

    “Secara teknis kita komunikasi dengan pihak kampus,” terangnya.

    Khaerul juga akan mendampingi ketiga tersangka untuk mengikuti proses hukum yang ada.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, ketiganya juga masih bekerja seperti biasa lantaran tak ada penahanan.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” ungkapnya.

    IDI Jateng Bela Tersangka

    Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jateng mengatakan bahwa mereka lebih memilih membela tiga tersangka ketimbang keluarga korban.

    Diketahui, Aulia, TEN, dan ZYA merupakan anggota IDI Jawa Tengah.

    Namun, IDI Jateng memilih mendampingi TEN dan ZYA lantaran keduanya melakukan pelaporan.

    Sementara itu, keluarga Aulia tidak melapor.

    “Kami bisa mengetahui anggota terlibat sebuah masalah jika melapor.”

    “Kalau tidak melapor kami tidak tahu.”

    “Untuk (keluarga) Aulia tidak melapor ke IDI,” jelas Ketua IDI Jateng, Telogo Wismo Agung Durmanto kepada Tribunjateng.com, Rabu (25/12/2024) malam.

    Telogo Wismo menuturkan, pihaknya sudah beberapa kali mendatangi  keluarga korban dan melakukan koordinasi untuk pendampingan.

    “Namun, keluarganya sudah menyerahkan ke pihak pengacara,” terangnya.

    Kemudian saat ditanya soal pencopotan anggota IDI, Telogo Wismo mengatakan bahwa tidak akan buru-buru.

    “Kasus ini sudah ada penetapan tersangka, jadi nanti ada proses pengadilan.”

    “Di situlah akan dibahas masuk perundungan atau pemerasan (untuk menyimpulkan pelanggaran etik),” tuturnya.

    Ia berharap, kasus ini bisa menjadi bahan perbaikan dalam sistem pendidikan kedokteran.

    “Kasus ini adalah momentum untuk bisa menjadi titik tolak untuk perbaikan,” ungkapnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul IDI Jateng Bela 3 Tersangka Kasus Pemerasan Terhadap Aulia Risma Mahasiswi PPDS Undip, Kenapa?

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Iwan Arifianto)

  • 3 Tersangka Pemerasan Dokter Aulia Belum Ditahan, Undip dan IDI Beri Bantuan Hukum untuk Tersangka – Halaman all

    3 Orang Jadi Tersangka di Kasus dr Aulia Risma, Undip: Kami Bantu, Mereka Tidak Salah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Semarang – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mengonfirmasi penetapan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus pemerasan yang melibatkan dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi.

    Pihak Undip menyatakan bahwa mereka akan memberikan pendampingan penuh kepada ketiga tersangka yang merupakan civitas akademika kampus.

    Kepala Kantor Hukum Undip, Yunanto, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk membantu ketiga tersangka karena mereka yakin bahwa ketiga orang tersebut tidak bersalah.

    “Kami komitmen membantu mereka, karena dari awal mereka tidak salah,” ujar Yunanto saat dihubungi pada Rabu, 25 Desember 2024.

    Menurut informasi dari Polda Jawa Tengah, ketiga tersangka terdiri dari TEN, Ketua Program Studi Anestesiologi, SM, seorang staf administrasi, dan ZYA, seorang senior di program PPDS Anestesiologi.

    Penetapan tersangka dilakukan pada Selasa, 24 Desember 2024.

    Klarifikasi dari Pihak Undip

    Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar, memberikan klarifikasi mengenai status ketiga tersangka.

    “Kami mau ralat satu tersangka, Kaprodi TEN, dan SM itu staf biasa, bukan kepala staf. Dia staf admin, bukan dokter,” jelas Khaerul.

    Khaerul juga menyatakan bahwa ketiga tersangka telah menerima surat pemberitahuan sebagai tersangka dari Polda pada Senin, 23 Desember 2024 malam.

    Mereka telah berkonsultasi dengan pendamping hukum dan akan terus didampingi selama proses hukum berlangsung.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” tambahnya.

    Undip juga berencana mengadakan konferensi pers terkait penetapan tersangka ini.

    “Nanti detailnya kami jelaskan saat press rilis, kalau tidak Sabtu ya Minggu, 28-29 Desember 2024,” tutup Khaerul.

    Proses Hukum Berlanjut

    Kombes Artanto, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jateng, mengungkapkan bahwa ketiga tersangka belum ditahan karena mereka kooperatif dengan penyidik.

    “Normal, tidak ada pencekalan. Intinya, mereka sudah diberikan surat penetapan tersangka dan diinformasikan,” kata Artanto.

    Setelah penetapan tersangka, penyidik akan melengkapi berkas perkara, termasuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang akan dilakukan secepatnya.

    Berkas tersebut nantinya akan diserahkan ke Kejaksaan.

    (TribunJateng.com/iwan Arifianto)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kuasa hukum keluarga dr. Aulia Risma, Misyal Achmad, mengajukan permohonan penahanan terhadap tiga tersangka kasus pemerasan yang melibatkan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Tiga tersangka tersebut adalah TEN, SM, dan ZYA.

    Permohonan ini telah disampaikan kepada Polda Jawa Tengah (Jateng) dan diterima pada Rabu, 25 Desember 2024.

    Menurut Misyal, alasan utama pengajuan penahanan adalah kekhawatiran para tersangka dapat mengintimidasi saksi-saksi yang terlibat dalam kasus ini.

    Dia mengklaim, sebelumnya ada dugaan para saksi diintimidasi, sehingga proses hukum ini berjalan alot.

    Ia menambahkan beberapa saksi bahkan mencabut keterangan yang telah diberikan kepada penyidik.

    Bahkan, ada saksi yang mencabut keterangannya.

    Misyah menegaskan jika para tersangka dibiarkan bebas, kemungkinan besar saksi akan kembali diintimidasi.

    “Kalau mereka (para tersangka) terus dibiarkan di luar, nanti saksi ini bakal diintimidasi sama mereka lagi,” jelas Misyal saat dihubungi, Rabu (25/12/2024) malam.

    Tindakan Terhadap Tersangka

    Namun, ia juga mengakui keputusan untuk menahan tersangka sepenuhnya berada di tangan kepolisian.

    “Polisi berhak tidak menahan jika yakin para tersangka tidak menghilangkan barang bukti,” jelasnya.

    Misyah juga mengungkapkan keprihatinan ketika mengetahui para tersangka masih aktif bekerja di Undip.

    Ia berpendapat mereka seharusnya dinonaktifkan untuk fokus pada proses hukum yang sedang berlangsung.

    Penjelasan Pihak Undip

    Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar, menjelaskan ketiga tersangka telah menerima surat pemberitahuan sebagai tersangka dari Polda Jawa Tengah.

    Dia pun mengakui, ketiga tersangka belum dilakukan penahanan dan masih bekerja seperti biasa.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” ungkapnya.

    Undip Semarang juga bakal melakukan konferensi pers buntut penetapan tiga tersangka ini.

    “Nanti detailnya kami jelaskan saat press rilis, kalau ga Sabtu ya Minggu (28-29 Desember 2024,” ucapnya.

    Proses Hukum dan Ancaman Hukum

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jateng, Kombes Artanto, menyatakan ketiga tersangka belum ditahan karena mereka kooperatif dengan penyidik.

    Artanto menjelaskan peran para tersangka dalam kasus ini meliputi pemanfaatan senioritas untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Ketiga tersangka dijerat dengan tiga pasal berlapis, yaitu pemerasan (Pasal 368 ayat 1 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan pengancaman (Pasal 335 KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

    Kasus ini mulai bergulir sejak 4 September 2024, setelah ibunda Risma melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Tengah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).