Institusi: Universitas Diponegoro (Undip)

  • DPR minta kampus lain berbenah usai 3 orang jadi tersangka kasus PPDS

    DPR minta kampus lain berbenah usai 3 orang jadi tersangka kasus PPDS

    Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani meminta kampus lain berbenah usai adanya penetapan tiga tersangka kasus perundungan hingga meninggalnya dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Dia pun mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia walaupun penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.

    “Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying (perundungan, red), jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Setop,” kata Lalu Ari dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Dia mengatakan kasus perundungan terhadap dr Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya, karena kasus tersebut betul-betul mencoreng nama baik kampus, terutama pada pendidikan kedokteran.

    Menurut dia, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik yang menyimpang.

    Selain itu, menurut dia, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran karena mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut.

    Misalnya, kata dia, terkait biaya tambahan mulai Rp1 juta hingga Rp25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Dia menilai biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

    “Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban,” ujar Legislator asal Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) II itu.

    Sebelumnya pada Selasa (24/12), Polda Jawa Tengah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan pada PPDS program studi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip Semarang yang diduga menjadi pemicu Aulia Risma Lestari bunuh diri.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • IDI Jateng dan Kampus Bela 3 Tersangka Pemerasan terhadap Aulia Risma, Undip: Mereka Tidak Salah – Halaman all

    IDI Jateng dan Kampus Bela 3 Tersangka Pemerasan terhadap Aulia Risma, Undip: Mereka Tidak Salah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tiga orang sudah ditetapkan jadi tersangka atas kasus pemerasan dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    baru-baru ini, pihak universitas buka suara soal penetapan tiga tersangka tersebut.

    Pihak universitas meyakini tiga tersangka yang merupakan bagian dari Undip ini tidak bersalah.

    Demikian yang diungkapkan Kepala Kantor Hukum Undip, Yunanto.

    “Kami komitmen membantu mereka karena dari awal mereka tidak salah,” ujarnya, dikutip dari TribunJateng.

    Diketahui, tiga tersangka tersebut adalah Kaprodi Anestesiologi FK Undip bernama TEN (pria).

    Lalu ada SM (wanita) yang merupakan staf administrasi prodi Anestesiologi.

    Ketiga ZYA (wanita), senior korban di program anestesi.

    Yunanto menuturkan, pihaknya tak kaget setelah tiga orang tersebut ditetapkan jadi tersangka.

    Sebab, mereka dari awal sudah mengikuti prosedur hukum yang ada.

    “Ketika ditetapkan (sebagai tersangka) ya seperti itu konsekuensinya,” jelasnya.

    Sementara itu, Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar menuturkan, setelah ketiganya mendapatkan surat pemberitahuan sebagai tersangka, mereka konsultasi dengan pendamping hukum.

    “Secara teknis kita komunikasi dengan pihak kampus,” terangnya.

    Khaerul juga akan mendampingi ketiga tersangka untuk mengikuti proses hukum yang ada.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, ketiganya juga masih bekerja seperti biasa lantaran tak ada penahanan.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” ungkapnya.

    IDI Jateng Bela Tersangka

    Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jateng mengatakan bahwa mereka lebih memilih membela tiga tersangka ketimbang keluarga korban.

    Diketahui, Aulia, TEN, dan ZYA merupakan anggota IDI Jawa Tengah.

    Namun, IDI Jateng memilih mendampingi TEN dan ZYA lantaran keduanya melakukan pelaporan.

    Sementara itu, keluarga Aulia tidak melapor.

    “Kami bisa mengetahui anggota terlibat sebuah masalah jika melapor.”

    “Kalau tidak melapor kami tidak tahu.”

    “Untuk (keluarga) Aulia tidak melapor ke IDI,” jelas Ketua IDI Jateng, Telogo Wismo Agung Durmanto kepada Tribunjateng.com, Rabu (25/12/2024) malam.

    Telogo Wismo menuturkan, pihaknya sudah beberapa kali mendatangi  keluarga korban dan melakukan koordinasi untuk pendampingan.

    “Namun, keluarganya sudah menyerahkan ke pihak pengacara,” terangnya.

    Kemudian saat ditanya soal pencopotan anggota IDI, Telogo Wismo mengatakan bahwa tidak akan buru-buru.

    “Kasus ini sudah ada penetapan tersangka, jadi nanti ada proses pengadilan.”

    “Di situlah akan dibahas masuk perundungan atau pemerasan (untuk menyimpulkan pelanggaran etik),” tuturnya.

    Ia berharap, kasus ini bisa menjadi bahan perbaikan dalam sistem pendidikan kedokteran.

    “Kasus ini adalah momentum untuk bisa menjadi titik tolak untuk perbaikan,” ungkapnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul IDI Jateng Bela 3 Tersangka Kasus Pemerasan Terhadap Aulia Risma Mahasiswi PPDS Undip, Kenapa?

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Iwan Arifianto)

  • 3 Orang Jadi Tersangka di Kasus dr Aulia Risma, Undip: Kami Bantu, Mereka Tidak Salah – Halaman all

    3 Orang Jadi Tersangka di Kasus dr Aulia Risma, Undip: Kami Bantu, Mereka Tidak Salah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Semarang – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mengonfirmasi penetapan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus pemerasan yang melibatkan dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi.

    Pihak Undip menyatakan bahwa mereka akan memberikan pendampingan penuh kepada ketiga tersangka yang merupakan civitas akademika kampus.

    Kepala Kantor Hukum Undip, Yunanto, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk membantu ketiga tersangka karena mereka yakin bahwa ketiga orang tersebut tidak bersalah.

    “Kami komitmen membantu mereka, karena dari awal mereka tidak salah,” ujar Yunanto saat dihubungi pada Rabu, 25 Desember 2024.

    Menurut informasi dari Polda Jawa Tengah, ketiga tersangka terdiri dari TEN, Ketua Program Studi Anestesiologi, SM, seorang staf administrasi, dan ZYA, seorang senior di program PPDS Anestesiologi.

    Penetapan tersangka dilakukan pada Selasa, 24 Desember 2024.

    Klarifikasi dari Pihak Undip

    Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar, memberikan klarifikasi mengenai status ketiga tersangka.

    “Kami mau ralat satu tersangka, Kaprodi TEN, dan SM itu staf biasa, bukan kepala staf. Dia staf admin, bukan dokter,” jelas Khaerul.

    Khaerul juga menyatakan bahwa ketiga tersangka telah menerima surat pemberitahuan sebagai tersangka dari Polda pada Senin, 23 Desember 2024 malam.

    Mereka telah berkonsultasi dengan pendamping hukum dan akan terus didampingi selama proses hukum berlangsung.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” tambahnya.

    Undip juga berencana mengadakan konferensi pers terkait penetapan tersangka ini.

    “Nanti detailnya kami jelaskan saat press rilis, kalau tidak Sabtu ya Minggu, 28-29 Desember 2024,” tutup Khaerul.

    Proses Hukum Berlanjut

    Kombes Artanto, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jateng, mengungkapkan bahwa ketiga tersangka belum ditahan karena mereka kooperatif dengan penyidik.

    “Normal, tidak ada pencekalan. Intinya, mereka sudah diberikan surat penetapan tersangka dan diinformasikan,” kata Artanto.

    Setelah penetapan tersangka, penyidik akan melengkapi berkas perkara, termasuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang akan dilakukan secepatnya.

    Berkas tersebut nantinya akan diserahkan ke Kejaksaan.

    (TribunJateng.com/iwan Arifianto)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kuasa hukum keluarga dr. Aulia Risma, Misyal Achmad, mengajukan permohonan penahanan terhadap tiga tersangka kasus pemerasan yang melibatkan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Tiga tersangka tersebut adalah TEN, SM, dan ZYA.

    Permohonan ini telah disampaikan kepada Polda Jawa Tengah (Jateng) dan diterima pada Rabu, 25 Desember 2024.

    Menurut Misyal, alasan utama pengajuan penahanan adalah kekhawatiran para tersangka dapat mengintimidasi saksi-saksi yang terlibat dalam kasus ini.

    Dia mengklaim, sebelumnya ada dugaan para saksi diintimidasi, sehingga proses hukum ini berjalan alot.

    Ia menambahkan beberapa saksi bahkan mencabut keterangan yang telah diberikan kepada penyidik.

    Bahkan, ada saksi yang mencabut keterangannya.

    Misyah menegaskan jika para tersangka dibiarkan bebas, kemungkinan besar saksi akan kembali diintimidasi.

    “Kalau mereka (para tersangka) terus dibiarkan di luar, nanti saksi ini bakal diintimidasi sama mereka lagi,” jelas Misyal saat dihubungi, Rabu (25/12/2024) malam.

    Tindakan Terhadap Tersangka

    Namun, ia juga mengakui keputusan untuk menahan tersangka sepenuhnya berada di tangan kepolisian.

    “Polisi berhak tidak menahan jika yakin para tersangka tidak menghilangkan barang bukti,” jelasnya.

    Misyah juga mengungkapkan keprihatinan ketika mengetahui para tersangka masih aktif bekerja di Undip.

    Ia berpendapat mereka seharusnya dinonaktifkan untuk fokus pada proses hukum yang sedang berlangsung.

    Penjelasan Pihak Undip

    Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar, menjelaskan ketiga tersangka telah menerima surat pemberitahuan sebagai tersangka dari Polda Jawa Tengah.

    Dia pun mengakui, ketiga tersangka belum dilakukan penahanan dan masih bekerja seperti biasa.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” ungkapnya.

    Undip Semarang juga bakal melakukan konferensi pers buntut penetapan tiga tersangka ini.

    “Nanti detailnya kami jelaskan saat press rilis, kalau ga Sabtu ya Minggu (28-29 Desember 2024,” ucapnya.

    Proses Hukum dan Ancaman Hukum

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jateng, Kombes Artanto, menyatakan ketiga tersangka belum ditahan karena mereka kooperatif dengan penyidik.

    Artanto menjelaskan peran para tersangka dalam kasus ini meliputi pemanfaatan senioritas untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Ketiga tersangka dijerat dengan tiga pasal berlapis, yaitu pemerasan (Pasal 368 ayat 1 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan pengancaman (Pasal 335 KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

    Kasus ini mulai bergulir sejak 4 September 2024, setelah ibunda Risma melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Tengah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Minta 3 Tersangka Pemerasan Ditahan, Khawatirkan Ini – Halaman all

    Kuasa Hukum Keluarga Dokter Aulia Risma Heran Dengan Sikap IDI: Kok Bela Pelaku, Bukan Korban? – Halaman all

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku heran dengan sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memberikan pendampingan hukum kepada tiga tersangka kasus pemerasan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Sekadar informasi, Polda Jawa Tengah sudah menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap almarhum dokter Aulia Risma Lestari.

    Ketiga tersangka tersebut di antaranya TEN, Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP;  SM  (perempuan) Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi; dan ZYA (perempuan) senior dokter Aulia.

    Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (BHP2A PB IDI) pun menyiapkan langkah pembelaan dan bantuan hukum kepada tiga dokter yang jadi tersangka pemerasan tersebut.

    Misyal menyayangkan langkah dari IDI tersebut.

    Ia mengatakan korban Aulia yang juga anggota IDI malah keluarganya tidak didampingi penasihat hukum dari IDI.

    Hingga akhirnya Misyal sendiri yang mendampingi keluarga dokter Aulia.

    “Harusnya bukan saya yang mendampingi tapi dari IDI yang menyiapkan lawyer. Kok dia pilih pelaku bukan korbannya, aneh ini,” kata Misyalsaat dihubungi, Selasa (24/12/2024).

    Di samping itu, Misyal mengaku telah mengajukan surat permohonan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera membentuk Satgas  Anti  Bullying yang anggotanya terdapat unsur kepolisian, kejaksaan, dan praktisi hukum.

    Pengajuan pembentukan Satgas lintas sektoral ini dengan harapan kasus yang menimpa Aulia Risma tak terulang kembali.

    “Satgas yang dibentuk selama ini kurang efektif jadi perlu ada lembaga-lembaga lain yang terlibat agar semua pelaku bullying bisa diproses pidana,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Misyal pun meminta pencopotan status dokter ketiga tersangka.

    Misyal menilai, pencopotan status dokter terhadap tiga tersangka perlu dilakukan karena mereka dianggap telah sakit secara mental sehingga sudah tak memiliki empati.

    “Kalau orang sakit secara mental bagaimana mereka bisa mengobati orang sakit?” ujarnya.

    Pihaknya kini masih menyiapkan skema untuk bisa mencabut izin dokter yang dimiliki oleh para tersangka.

    Termasuk izin praktik dan izin mengajar di kampus.

    “Saya akan berjuang untuk mencabut status dokter dari para tersangka ini supaya mereka tidak lagi bisa menjadi dokter sampai kapanpun, itu akan saya perjuangkan,” katanya.

    Dia pun jengah dengan kasus pemerasan yang dilakukan di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Ketika pemerasan dilakukan oleh kaum intelektual, baginya sangat berbahaya sekali.

    “Orang-orang pintar melakukan kejahatan sangat membahayakan. Makanya ini harus diusut tuntas,” ujarnya.

    Ketua BHP2A PB IDI Beni Satria mengakui bila pihaknya kini tengah melakukan diskusi bersama dengan BHP2A IDI Cabang Semarang untuk membantu 3 dokter yang jadi tersangka menjalani proses hukum.

    “Kami berdiskusi dan mendampingi serta menyiapkan langkah pembelaan dan bantuan hukum kepada sejawat dokter yang sudah jadi tersangka,” kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (25/12/2024).

    Beni menyebut tim IDI sedang berdiskusi dengan tim hukum dari Universitas Diponegoro (Undip).

    Ia mengatakan sikap IDI yang memberikan dukungan kepada seorang dokter yang menjadi tersangka tidak bisa langsung diartikan sebagai pembenaran atas dugaan tindakan yang dilakukannya, melainkan lebih kepada memastikan bahwa hak-hak hukum dokter tersebut terpenuhi selama proses peradilan berlangsung.

    Dukungan ini tidak bermaksud mengabaikan hak korban, melainkan sebatas memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak-hak anggota IDI.

    “Baik tersangka maupun korban memiliki hak yang sama di mata hukum untuk mendapatkan pendampingan dan perlindungan.”

    “IDI sebagai organisasi profesi, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan dukungan kepada anggotanya, termasuk tersangka, selama proses hukum berlangsung. Proses hukum harus berjalan secara seimbang dan tidak memihak,” tegas dokter Beni.

    Dalam hal ini, dukungan IDI terhadap anggota yang menjadi tersangka adalah bagian dari mekanisme organisasi untuk menjaga integritas anggotanya sampai ada putusan hukum yang mengikat.

    Semua pihak diharapkan menahan diri dari penilaian sepihak dan memberi ruang bagi proses hukum untuk berjalan.

    “Jika nantinya tersangka terbukti bersalah, IDI juga wajib mengambil langkah sesuai kode etik profesi dan peraturan yang berlaku,” ujar dia.

    Peran Tiga Tersangka

    Adapun ketiga dokter yang menjadi tersangka memiliki peran masing-masing dalam kasus pemerasan tersebut.

    TEN  Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi Undip turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian.

    Para tersangka dijerat Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan/atau tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan/atau secara melawan hukum memaksa orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP.

    Ketiganya terancam hukuman penjara maksimal 9 tahun.

    Kasus dokter Aulia Risma menjadi sorotan lantaran kasusnya terjadi di dunia pendidikan kedokteran.

    Dokter Aulia menjadi korban bullying yang berujung kematian.

    Dokter Aulia merupakan mahasiswa PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

     
    (Tribunjateng.com/ iwan Arifianto/ Tribunnews.com/ Rina Ayu)

    Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Kuasa Hukum Keluarga Mendiang Dokter Aulia Risma Sayangkan IDI Malah Siapkan Lawyer Bela Tersangka

  • Respons PB IDI Soal Tiga Dokter Undip Jadi Tersangka Kasus Aulia Risma Lestari – Halaman all

    Respons PB IDI Soal Tiga Dokter Undip Jadi Tersangka Kasus Aulia Risma Lestari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (BHP2A PB IDI) Beni Satria turut merespons penetapan tiga dokter jadi tersangka dalam kasus Aulia Risma Lestari.

    Pihaknya kini tengah melakukan diskusi bersama dengan BHP2A IDI Cabang Semarang, Jawa Tengah untuk membantu rekan sejawat tersebut dalam proses hukum.

    “Kami berdiskusi dan mendampingi serta menyiapkan langkah pembelaan dan bantuan hukum kepada sejawat dokter yang sudah jadi tersangka,” kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (25/12/2024).

    Beni menyebut juga, tim IDI sedang berdiskusi dengan tim hukum dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    Ia memaparkan bahwa sikap IDI yang memberikan dukungan kepada seorang dokter yang menjadi tersangka tidak bisa langsung diartikan sebagai pembenaran atas dugaan tindakan yang dilakukannya, melainkan lebih kepada memastikan bahwa hak-hak hukum dokter tersebut terpenuhi selama proses peradilan berlangsung.

    Dukungan ini tidak bermaksud mengabaikan hak korban, melainkan sebatas memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak-hak anggota IDI.

    “Baik tersangka maupun korban memiliki hak yang sama di mata hukum untuk mendapatkan pendampingan dan perlindungan. IDI sebagai organisasi profesi, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan dukungan kepada anggotanya, termasuk tersangka, selama proses hukum berlangsung. Proses hukum harus berjalan secara seimbang dan tidak memihak,” tegas dokter Beni.

    Dalam hal ini, dukungan IDI terhadap anggota yang menjadi tersangka adalah bagian dari mekanisme organisasi untuk menjaga integritas anggotanya sampai ada putusan hukum yang mengikat.

    Semua pihak diharapkan menahan diri dari penilaian sepihak dan memberi ruang bagi proses hukum untuk berjalan.

    “Jika nantinya tersangka terbukti bersalah, IDI juga wajib mengambil langkah sesuai kode etik profesi dan peraturan yang berlaku,” ujar dia.

    Adapun ketiga dokter yang menjadi tersangka memiliki peran masing-masing. TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian.  Kasus dokter Aulia Risma menjadi sorotan lantaran kasusnya terjadi di dunia pendidikan kedokteran.

    Dokter Aulia menjadi korban perundungan yang berujung kematian. Dokter Aulia merupakan mahasiswa PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

  • Ini Sosok 3 Tersangka Kasus Kematian dr Aulia Mahasiswi PPDS Undip

    Ini Sosok 3 Tersangka Kasus Kematian dr Aulia Mahasiswi PPDS Undip

    Video: Ini Sosok 3 Tersangka Kasus Kematian dr Aulia Mahasiswi PPDS Undip

    7,367 Views | Rabu, 25 Des 2024 09:57 WIB

    Polda Jawa Tengah (Jateng) telah menetapkan 3 tersangka merupakan Kaprodi hingga senior dalam kasus dugaan bullying dan pemerasan yang mengakibatkan tewasnya mahasiswa PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma.

    Tri Aljumanto/Arina Zulfa Ul Haq – 20DETIK

  • Respons Kemenkes Pasca 3 Dokter Jadi Tersangka pada Kasus Bully Lalu Berujung Kematian Dokter Aulia – Halaman all

    Respons Kemenkes Pasca 3 Dokter Jadi Tersangka pada Kasus Bully Lalu Berujung Kematian Dokter Aulia – Halaman all

    Kemenkes mendukung upaya hukum yang tengah berproses dalam kasus dokter Aulia Risma Lestari yang meninggal karena diduga alami bully.

    Tayang: Rabu, 25 Desember 2024 12:36 WIB

    Handout/Tribun Jateng

    Dokter Program Pendidikan Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Aulia Risma Lestari (30), ditemukan tewas diduga bunuh diri di kamar kos kawasan Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (14/8/2024). 

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mendukung upaya hukum yang tengah berproses dalam kasus dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro Semarang yang menjadi korban perundungan hingga berujung kematian.

    Hal ini merespons penetapan tiga tersangka dalam kasus pemerasan terhadap korban dokter Aulia.

    “Karena ini sudah menjadi urusan hukum, maka kami (Kemenkes) no comment dan kami serahkan ke kepolisian,” ujar Dirjen Yankes Kemenkes Azhar Jaya saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (25/12/2024).

    Diketahui ketiga tersangka tersebut berinisial TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA (perempuan) yang merupakan senior dari dr Aulia.

    Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menjelaskan pada Selasa (24/12/2024) bahwa peran para tersangka dalam kasus ini yakni TEN memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian. 

     

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’61’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

    Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Tiga orang tersangka dalam dalam kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, terancam hukuman 9 tahun penjara.

    Tiga orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus itu yakni; TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA (perempuan) yang merupakan senior dari dr Aulia.

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengatakan ketiga tersangka itu dijerat tiga pasal berlapis, meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP, pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

    “Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun,” ujar Artanto dalam jumpa pers di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024).

    Selain menetapkan tiga orang tersangka, penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah juga menyita sejumlah barang bukti.

    Barang bukti yang disita itu di antaranya adalah uang sebesar Rp97.770.000. 

    “Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000. Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut,” kata Kombes Pol Artanto.

    Kombes Pol Artanto juga menjelaskan peran ketiga tersangka dalam kasus pemerasan yang berujung kematian dr Aulia Risma Lestari itu.

    Dijelaskan Artanto, dalam kasus ini TEN memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Kemudian tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian. 

    Meski tiga orang telah menjadi tersangka, Artanto menyebut mereka belum ditahan karena masih menunggu keputusan penyidik. 

    Alasan lainnya, ketiga tersangka juga dinilai kooperatif. 

    “Iya belum (ditahan) itu pertimbangan penyidik. (Kapan ditahan?) Nanti nunggu penyidik,” katanya.

    Kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari ini sudah bergulir sejak 4 September 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah. 

    Kasus ini menjadi perbincangan setelah dr Aulia Risma Lestari ditemukan tewas di kamar kosnya di Kota Semarang, pada Senin (12/8/2024).

    Dokter Aulia mengakhiri hidupnya diduga karena tak kuat menjalani PPDS Anestesi di Undip.

    Menurut sumber yang tak ingin disebutkan identitasnya, korban diduga mengakhiri hidup dengan menyuntikkan obat bius jenis Roculax ke tubuhnya sendiri.

    “Korban diduga melakukan bunuh diri dengan menyuntikkan Roculax di kamar kosnya,” katanya kepada TribunJateng.com, Rabu (14/8/2024).

    dr Aulia adalah seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kardinah Kota Tegal yang sedang menjalani tugas belajar sebagai peserta PPDS Anestesi Undip.

    Tante Dokter Aulia, Vieta mengatakan, keponakannya kerap mendapat tekanan dari senior selama masa pendidikan dokter spesialis.

    Bahkan, dokter Aulia sering diminta membelikan rokok tengah malam dan menyiapkan makanan untuk senior dengan biaya pribadi.

    Belakangan beredar rekaman suara diduga Dokter Aulia saat menjalani PPDS Anestesi di Undip.

    Rekaman suara itu ditujukan untuk ayahnya, Mohamad Fakhruri (65). 

    Pesan suara itu dikirimkan Dokter Aulia melalui pesan WhatsApp.

    Dalam rekaman itu, terdengar suara tangisan Dokter Aulia yang tidak kuat menjalani PPDS.

    Kasus ini kemudian dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian dokter Aulia di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

    Polisi lantas menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi.

    Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku cukup puas dengan penetapan tiga tersangka tersebut.

    Menurut dia, dari tiga tersangka itu Kaprodi adalah sosok yang paling harus bertanggung jawab karena dia dibayar oleh negara untuk mengawal pendidikan, tapi justru membiarkan hal-hal yang tidak pantas tersebut terjadi.

    Kemudian tersangka lainnya dari bagian keuangan itu yang mengumpulkan uang-uang dari mahasiswa PPDS. 

    Tersangka ketiga dari sesama residen atau senior korban saat menempuh pendidikan. 

    “Kami dari keluarga sudah cukup puas, tinggal nanti dikembangkan karena memang kalau saya lihat dapat informasinya itu ada lebih dari satu residen,” paparnya.

    Kendati demikian, pihaknya menyayangkan sikap pihak kepolisian yang belum menahan ketiga tersangka.

    Ia mengakui penahanan tersebut memang wewenang kepolisian, terutama untuk kasus dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.

    Namun, dia berharap para tersangka segera ditahan karena berpotensi menghilangkan barang bukti mengingat proses kasusnya cukup lama.

    “Kami berharap pihak Polda segera melakukan penahanan untuk menjaga supaya tidak ada barang bukti lainnya yang bisa ihilangkan,” katanya.

    Tribun telah mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP), Suharnomo melalui layanan pesan singkat. 

    Namun, konfirmasi tersebut belum direspons.

  • Kaprodi Anestesiologi FK Undip dan Tersangka Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Terancam 9 Tahun Penjara – Halaman all

    Breaking News: 3 Orang Jadi Tersangka Kasus PPDS Undip: Kaprodi, Kepala Staf Medis, Senior dr Aulia – Halaman all

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Polisi akhirnya menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemerasan terhadap dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    Tiga orang yang ditetapkan menjadi tersangka itu yakni; TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, SM (perempuan) kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA (perempuan) yang merupakan senior dari dr Aulia.

    “Iya ada tiga tersangka, mereka para senior korban,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto di Mapolda Jateng, Selasa (24/12/2024).

    Kombes Artanto menjelaskan peran para tersangka dalam kasus ini yakni TEN memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak diatur dalam akademik.

    Sementara tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying dan makian. 

    “Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000. Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut,” sambung Artanto.

    Ketiga tersangka, kata Artanto, dijerat tiga pasal berlapis, meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP,  pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

    “Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun,” ujarnya. 

    Artanto menyebut, ketiga belum ditahan karena masih menunggu keputusan dari penyidik. Alasan lainnya, ketiga tersangka juga dinilai kooperatif. Iya belum (ditahan) itu pertimbangan penyidik. (Kapan ditahan?) Nanti nunggu penyidik.

    Kasus tersebut sudah bergulir sejak S september 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah. 

    Kasus tersebut dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian Risma di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

    Polisi menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi.

    Kuasa hukum keluarga Risma, Misyal Achmad mengaku, cukup puas dengan penetapan tiga tersangka tersebut.

    Ketiganya adalah Kaprodi yang paling harus bertanggung jawab karena dia dibayar oleh negara untuk mengawal pendidikan, tapi justru membiarkan hal-hal yang tidak pantas tersebut terjadi.

    Kemudian tersangka lainnya dari bagian keuangan itu yang mengumpulkan uang-uang dari mahasiswa PPDS. 

    Tersangka ketiga dari sesama residen atau senior korban saat menempuh pendidikan. 

    “Kami dari keluarga sudah cukup puas tinggal nanti dikembangkan karena memang kalau saya lihat dapat informasinya itu ada lebih dari satu residen,” paparnya.

    Kendati demikian, pihaknya menyayangkan kepolisian yang belum menahan tiga tersangka.

    Ia mengakui penahanan tersebut memang wewenang kepolisian, terutama untuk kasus dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun.

    Namun, dia berharap tersangka segera ditahan karena berpotensi dapat menghilangkan barang bukti mengingat proses kasusnya cukup lama.

    “Kami berharap pihak Polda segera melakukan penahanan untuk menjaga supaya tidak ada barang bukti lainnya yang bisa dihilangkan,” jelasnya.

    Tribun telah mengkonfirmasi kejadian tersebut kepada Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP), Suharnomo melalui layanan pesan singkat. 

    Namun, konfirmasi tersebut belum direspon.