Institusi: Universitas Diponegoro (Undip)

  • Kasus Dokter Aulia: Dugaan Pungli Rp2 Miliar, Jubir Undip Sebut Tunggu Pembuktian di Pengadilan – Halaman all

    Kasus Dokter Aulia: Dugaan Pungli Rp2 Miliar, Jubir Undip Sebut Tunggu Pembuktian di Pengadilan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memilih untuk tidak memberikan komentar terkait dugaan perputaran uang hingga miliaran rupiah dalam kasus dugaan pungutan liar yang melibatkan dr. Aulia Risma Lestari, seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi.

    Polda Jawa Tengah sebelumnya mengungkap adanya dugaan perputaran dana sebesar Rp2 miliar dalam program pendidikan tersebut. Temuan ini disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio.

    “Kami tidak mau bilang (informasi) itu benar atau tidak benar, kami takut salah. Misal ada nanti buktikan saja di pengadilan,” ujar Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar, ketika dikonfirmasi oleh Tribunjateng.com pada Sabtu (28/12/2024).

    Tiga Tersangka Kasus Pungli PPDS

    Kasus ini telah menyeret tiga tersangka, yakni TEN, Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip; SM, staf administrasi di prodi yang sama; serta ZYA, senior korban di program PPDS Anestesi. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (24/12/2024) sore.

    Dua dari tersangka merupakan dokter senior korban, sementara satu tersangka lainnya adalah staf administrasi di program tersebut.

    Khaerul menyebut bahwa para tersangka bersikap kooperatif dalam proses hukum. “Mereka semua kooperatif untuk mengikuti prosedur hukum yang ada,” ujarnya.

    Mengenai pencekalan para tersangka, pihak Undip mengaku belum menerima dokumen resmi terkait hal tersebut. “Hal ini sudah kami konfirmasikan ke internal Undip. Kami juga baru tahu dari pemberitaan (media),” jelas Khaerul.

    Kasus ini kini tengah ditangani pihak kepolisian, dengan perhatian publik yang terus meningkat terhadap transparansi dan akuntabilitas di lembaga pendidikan tinggi.

    Kronologi Kasus

    Berikut ringkasan kasus dugaan pemerasan dan perundungan yang dialami oleh dr. Aulia Risma Lestari, seorang dokter yang sedang menempuh pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), hingga bunuh diri.

    Latar Belakang: dr. Aulia ditemukan meninggal di kamar kosnya pada 15 Agustus 2024. Diduga ia bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan selama menjalani PPDS.

    Ia sering dimintai uang, rokok, dan makanan oleh seniornya. Terdapat pula rekaman suara dr. Aulia yang menangis dan menceritakan ketidakkuatannya kepada ayahnya.

    Laporan dan Investigasi: Ibu dr. Aulia melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Tengah pada September 2024. Setelah memeriksa 36 saksi, polisi menetapkan tiga tersangka:

    Ketua Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi, yang dianggap bertanggung jawab karena membiarkan praktik yang tidak pantas terjadi.

    Bagian keuangan, yang bertugas mengumpulkan uang dari mahasiswa PPDS.
    Seorang senior dr. Aulia.

    Tuntutan dan Harapan Keluarga: Keluarga dr. Aulia merasa puas dengan penetapan tersangka, tetapi menyayangkan pihak kepolisian yang belum melakukan penahanan.

    Mereka khawatir para tersangka akan menghilangkan barang bukti. Kuasa hukum keluarga juga menyebutkan kemungkinan adanya tersangka lain.

    Pasal yang Dikenakan: Ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis, meliputi pemerasan (Pasal 368 ayat 1 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan pengancaman atau teror (Pasal 335 KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.

    Barang Bukti: Polisi menyita barang bukti uang sebesar Rp97.770.000 dari ketiga tersangka.

     

  • Top 5 News: Pengalaman Buruk Liburan Teuku Zacky hingga Penangkapan Teroris di Tasikmalaya

    Top 5 News: Pengalaman Buruk Liburan Teuku Zacky hingga Penangkapan Teroris di Tasikmalaya

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah artikel di Beritasatu.com menjadi perhatian pembaca dan masuk dalam top 5 news hari ini, Sabtu (28/12/2024). Artikel yang diminati pembaca beragam, terkait pengalaman buruk liburan Teuku Zacky di Labuan Bajo hingga penangkapan terduga teroris di Tasikmalaya.

    Berikut top 5 news hari ini:

    1. Kapal Mogok di Laut, Teuku Zacky Ungkap Pengalaman Buruk Liburan di Labuan Bajo

    Selebritas Teuku Zacky yang tengah menikmati liburannya di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkapkan pengalaman buruk yang dialaminya akibat tertipu agen perjalanan wisata yang mengurus perjalanan tersebut. 

    Tidak hanya kehilangan waktu dan uang hingga puluhan juta rupiah, Zacky bahkan sempat terkatung-katung di tengah laut karena kapal wisata yang ditumpanginya mengalami kerusakan.

    Peristiwa ini membuat Teuku Zacky terpaksa meminta bantuan dari teman-temannya dan netizen, setelah agen wisata yang bersangkutan menghilang tanpa kabar. Unggahan Zacky di media sosial menjadi sarana untuk mengungkapkan keluhannya.

    2. Pembatalan Pameran Lukisan Yos Suprapto, Jokowi Tegaskan Kreativitas Seni Harus Dihargai

    Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), memberikan pendapatnya mengenai pembatalan pameran tunggal pelukis Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta, yang seharusnya dibuka pada 19 Desember 2024 lalu.

    Mantan wali kota Solo itu menekankan, kreativitas seniman seharusnya dihargai sebagai bentuk aspirasi apa pun, termasuk yang dilukiskan adalah berkaitan dengan politik

    3. Perputaran Uang Pemerasan PPDS Undip Capai 2 Miliar Per Semester

    Top 5 news selanjutnya mengenai, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Dwi Subagio mengungkapkan perputaran uang hasil pemerasan atau pungutan di kalangan mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), jumlahnya mencapai Rp 2 miliar dalam satu semester.

    Polisi menemukan salah satu catatan terkait pengumpulan uang di PPDS Prodi Anestesi Undip. Dalam catatan itu tertulis perputaran uang Rp 2 miliar hasil pemerasan satu semester kepada junior PPDS Anestesi Undip. Polisi juga menyita Rp 97 juta sebagai barang bukti.

    4. Pemilu 2024 Sukses, Indonesia Buktikan Kematangan Demokrasi

    Pemilu dan Pilkada 2024 mencatatkan sejarah baru bagi demokrasi Indonesia. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata kematangan demokrasi Indonesia sekaligus modal penting untuk memperkuat konsolidasi demokrasi di masa depan.

    Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Ujang Komarudin menyampaikan apresiasi Presiden Prabowo Subianto kepada masyarakat dan seluruh penyelenggara pemilu, termasuk KPU, Bawaslu, dan petugas KPPS, atas kesuksesan pesta demokrasi terbesar dalam sejarah Indonesia.

    5. Penangkapan Terduga Teroris di Tasikmalaya Hebohkan Warga

    Top 5 news yang terakhir mengenai penangkapan seorang pria terduga teroris di Kampung Urug, Desa Jayaratu, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (27/12/2024) pagi, mengagetkan warga setempat. 

    Penangkapan terduga teroris di Tasikmalaya itu dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri. Densus juga menggeledah rumah warga yang disinggahi terduga teroris tersebut. 

    Seorang warga Jayaratu Ridwan mengaku kaget saat mengetahui ada penangkapan terduga teroris di kampungnya oleh Densus 88. Menurutnya, pria yang diamankan petugas itu bukan warga Desa Jayaratu, tetapi pendatang. 

  • 5 Populer Regional: Viral Ibu Hamil Dikeroyok Pak Ogah di Puncak Bogor – Mahasiswi UPI Tewas  – Halaman all

    5 Populer Regional: Viral Ibu Hamil Dikeroyok Pak Ogah di Puncak Bogor – Mahasiswi UPI Tewas  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berita populer regional dimulai dari viralnya ibu hamil dikeroyok pak ogah di Puncak Bogor, Jawa Barat.

    Kasus ini berbuntut panjang setelah korban berinisial V enggan berdamai.

    Satu dari sejumlah alasan yang membuatnya enggan berdamai lantaran uang ganti rugi yang ia minta hanya dibayar Rp 53 ribu. 

    Kini sudah ada dua orang ditetapkan sebagai tersangka.

    Kemudian ada kasus tewasnya mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung berinisial AM (21).

    Jasad AM ditemukan pertama kali oleh mahasiswa lainnya pada pukul 15.00 WIB.

    Tak ada luka di kepala korban, tetapi hidung banyak mengeluarkan darah dan patah kaki sebelah kanan.

    Kasus tewasnya mahasiswi UPI hingga kini masih misteri.

    Berikut rangkuman berita populer regional selengkapnya selama 24 jam di Tribunnews.com:

    Sejumlah alasan membuat V, ibu hamil yang dikeroyok tukang parkir alias Pak Ogah di jalur alternatif Puncak Bogor enggan berdamai. 

    V menolak berdamai dengan dua pelaku yang kini sudah menjadi tersangka. 

    Satu dari sejumlah alasan yang membuatnya enggan berdamai lantaran uang ganti rugi yang ia minta hanya dibayar Rp 53 ribu. 

    Padahal ia meminta uang ganti rugi untuk biaya cek kandungan dan pengobatan luka memar di muka yang dialami sang suami. 

    V dan sang suami, IH, mengaku disepelekan.

    “Kalau kalian enggak ada itikad baik, enggak ada kekeluargaan. Kalian bukan keluarga saya. Pikirin aja gimana. Saya enggak mau duit receh ini,” kata V, Kamis (27/12/2024) dikutip dari TribunnewsBogor.com. 

    V mengatakan, dirinya sempat memberi kelonggaran untuk membayar ganti rugi dalam jangka satu bulan. 

    Tapi, kata V, mereka tetap enggan membayar uang yang diminta. 

    Alasan lain, V tak mau berdamai dengan Pak Ogah adalah karena pelaku tidak punya itikad baik untuk menyelesaikan perkara.

    Terlebih saat dimintai identitasnya, para pelaku mengelak dan mengaku tidak punya KTP.

    “Kami sempat menawarkan kesempatan satu bulan buat pikirin biaya ganti rugi ke kami. Tapi tetap mereka tidak ada dana, dan untuk jaminan ke kami seperti KTP pun dari ketiga pelaku tidak ada yang mempunyai identitas,” kata V.

    Baca selengkapnya.

    Dokter koas bernama Fladiniyah Puluhulawa kembali viral. Setelah pada tahun lalu, dia viral karena cekcok soal lahan parkir, kini dia kembali menjadi sorotan setelah melakukan penganiayaan terhadap penjual makanan. (Tribun Medan)

    Kasus penganiayaan yang dilakukan seorang dokter perempuan kepada penjual roti bakar di Medan, Sumatra Utara, masih diselidiki.

    Aksi penganiayaan yang terjadi pada Kamis (19/12/2024) lalu terekam kamera CCTV dan viral di media sosial.

    Setelah ditelusuri, pelaku penganiayaan bernama Fladiniyah Puluhulawa yang berstatus dokter koas.

    Fladiniyah Puluhulawa sempat menjadi dokter koas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pirngadi, Medan.

    Kepala Humas RS Pirngadi Medan, Gibson Girsan, menyatakan pihaknya sudah mengembalikan Fladiniyah Puluhulawa ke kampusnya sejak Juli 2024.

    Selama menjadi dokter koas, Fladiniyah Puluhulawa sering tak akur dengan rekan-rekannya saat bekerja.

    “Sejak bulan Juli kemarin sudah dikembalikan ke kampusnya untuk pembinaan kembali,” bebernya, Kamis (26/12/2024).

    Gibson Girsan tak menjelaskan secara rinci masalah yang dibuat Fladiniyah Puluhulawa selama bekerja di sana.

    “Karena kemarin kurang harmonis dengan teman-teman lainnya,” tukasnya.

    Kapolrestabes Medan, Kombes Gidion Arif Setyawan, menyatakan pelapor bernama Fitra Samosir (26) telah dimintai keterangan terkait kasus penganiayaan yang dialaminya.

    Baca selengkapnya.

    Ilustrasi PSK. (Tribun Bali)

    Seorang pria berinisial DS diringkus jajaran Satreskrim Polres Cianjur, Jawa Barat atas kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

    Kasus TPPO ini terbongkar setelah korban berinsial DR meninggal dunia diduga overdosis setelah dijual ke warga negara asing (WNA) asal Arab Saudi.

    AKP Tono Listianto, Kasat Reskrim Polres Cianjur menuturkan bahwa mulanya pihak kepolisian mendapatkan laporan dari orang tua korban.

    Orang tua korban tersebut melapor bahwa anaknya telah menjadi korban TPPO.

    “Berdasarkan laporan orang tua korban, anaknya menjadi korban perdagangan orang,”

    “Korban diduga dijajakan oleh pelaku berinisial DS kepada warga negara asing dengan modus menawarkan jasa pekerja seks komersial,” ucapnya pada wartawan, Kamis (26/12/2024).

    Kasus TPPO ini bermula pada Jumat (13/12/2024) lalu saat pelaku DS menjemput gadis berinisial DR menggunakan mobil.

    DR lalu dibawa ke sebuah villa di kawasan Bogor, Jawa Barat untuk dijajakan sebagai PSK.

    “Ketika di Villa, korban kemudian dijajakan kepada WNA Timur Tengah sebagai PSK, dengan tarif sebesar Rp700 ribu hingga Rp1 juta per satu kali kencan,”

    “Akhirnya korban harus melayani WNA asal Arab Saudi selama dua hari,” kata AKP Tono, dikutip dari TribunJabar.id.

    Baca selengkapnya.

    (Kiri) dokter Aulia Risma Lestari dan (Kanan) Kaprodi Anestesi FK Undip Taufik Eko Nugroho yang menjadi tersangka kasus pemerasan. (Kolase Tribunnews.com)

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Dwi Subagio mengungkap ada perputaran uang sebesar Rp 2 miliar per semester dalam pusaran kasus pemerasan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Semarang.

    Diketahui, kasus pemerasan di lingkungan PPDS Undip tersebut terungkap setelah meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesi Undip.

    “Iya, ada perputaran uang per semester sekitar Rp2 miliar,” kata Kombes Dwi Subagio di Mapolda Jateng, Jumat (27/12/2024).

    Besaran uang tersebut berdasarkan data yang tertulis yang menjadi barang bukti dalam kasus tersebut.

    Adapun barang bukti yang berhasil disita sebesar Rp 97 juta.

    “Uang itu sebagai dana operasional yang dipungut di luar ketentuan,” katanya.

    Selain mengungkap fakta baru tersebut, Polda Jateng telah mencegah tiga tersangka bepergian ke luar negeri untuk memudahkan proses penyidikan yang dilakukan polisi.

    “Kami sudah melakukan pencekalan, dilarang ke luar negeri. Permohonan pencekalan sudah kami kirimkan (ke Imigrasi),” kata Kombes Dwi Subagio.

    Polda Jawa Tengah mencegah tiga tersangka kasus pemerasan dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Tiga tersangka dicegah bepergian ke luar negeri untuk memudahkan proses penyidikan yang dilakukan polisi.

    Baca selengkapnya.

    Ilustrasi tewas. (ThinkStock via Kompas)

    Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung berinisial AM (21) ditemukan tewas dengan kondisi telungkup di Gedung Gymnasium, Kamis (26/12/2024).

    Jasad AM ditemukan pertama kali oleh mahasiswa lainnya pada pukul 15.00 WIB.

    Kasat Reskrim Polrestabes Bandung, AKBP Abdul Rachman, sedang mendalami peristiwa mahasiswi tewas di UPI.

    “Itu betul ditemukan adanya mahasiswi UPI ditemukan meninggal.” 

    “Berdasarkan hasil pemeriksaan awal yang dilakukan Unit Inafis Polrestabes Bandung, ada beberapa luka yang ditemukan pada mahasiswi tersebut,” tuturnya, dilansir Tribun Jabar, Kamis.

    Abdul Rachman mengatakan, tak ada luka di kepala korban, tetapi hidung banyak mengeluarkan darah dan patah kaki sebelah kanan.

    Namun, untuk pastinya masih menunggu hasil pemeriksaan tim kedokteran dari rumah sakit.

    “Sudah ada tiga orang saksi yang dimintai keterangan, salah satu yang dimintai keterangan merupakan orang yang pertama kali melihat mahasiswi tersebut,” terangnya.

    Baca selengkapnya.

    (Tribunnews.com)

  • Kasus Dokter Aulia: Dugaan Pungli Rp2 Miliar, Jubir Undip Sebut Tunggu Pembuktian di Pengadilan – Halaman all

    Polda Jateng Cekal 3 Tersangka Pemerasan Mahasiswi PPDS Undip ke Luar Negeri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Semarang – Polda Jawa Tengah telah mencekal tiga tersangka dalam kasus pemerasan yang menimpa dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Tindakan pencekalan ini dilakukan untuk mencegah ketiga tersangka melarikan diri ke luar negeri.

    Adapun identitas ketiga tersangka:

    1. TEN, pria, Ketua Program Studi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip.

    2. ZYA, perempuan, senior korban di program PPDS.

    3. SM, perempuan, staf administrasi di prodi Anestesiologi.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Dwi Subagio, mengonfirmasi bahwa permohonan pencekalan telah dikirimkan ke pihak Imigrasi.

    “Iya, kami sudah melakukan pencekalan dilarang ke luar negeri,” ujarnya kepada Tribun di Mapolda Jateng, Jumat (27/12/2024).

    Proses Hukum yang Berlanjut

    Ketiga tersangka telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian pada Senin (23/12/2024) malam.

    Dwi Subagio menyatakan, pihaknya akan memanggil tersangka untuk diperiksa pada awal Januari 2025 guna melengkapi berkas penyidikan yang telah dilakukan sebelumnya.

    Ia juga menambahkan bahwa ada potensi tersangka baru dalam kasus ini.

    “Namun, sikap dari ketiga tersangka berimbas pula terhadap kebijakan penyidik. Jika mereka tidak kooperatif, kami tidak segan untuk menahan mereka,” tegasnya.

    Dwi mengapresiasi Kementerian Kesehatan, Undip, dan RSUP Kariadi yang telah kooperatif dalam pengungkapan kasus ini.

    “Mereka juga telah mencanangkan zero bullying yang menjadi muara kasus Aulia,” tambahnya.

    (TribunJateng.com/Iwan Arifianto)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Perputaran Uang Pemerasan PPDS Undip Capai 2 Miliar Per Semester

    Perputaran Uang Pemerasan PPDS Undip Capai 2 Miliar Per Semester

    Semarang, Beritasatu.com – Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Dwi Subagio mengungkapkan perputaran uang hasil pemerasan atau pungutan di kalangan mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), jumlahnya mencapai Rp 2 miliar dalam satu semester.

    Polisi menemukan salah satu catatan terkait pengumpulan uang di PPDS Prodi Anestesi Undip. Dalam catatan itu tertulis perputaran uang Rp 2 miliar hasil pemerasan satu semester kepada junior PPDS Anestesi Undip. Polisi juga menyita Rp 97 juta sebagai barang bukti.

    “Barang bukti Rp 97 juta itu yang berhasil diamankan. Perputaran uang dalam satu semester, satu angkatan itu cukup banyak. Sekitar Rp 2 miliar, itu data yang tertulis di barang bukti. Uang itu sebagai dana operasional yang dipungut di luar ketentuan,” kata Subagio, Jumat (27/12/2024).

    Tiga tersangka dalam kasus kematian mahasiswa PPDS Undip dokter Aulia Risma, dicegah ke luar negeri. Pencegahan dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan yang sampai saat ini masih terus berlangsung.

    Tiga tersangka yakni Kaprodi Anestesiologi di FK Undip dr Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anastesi Undip Sri Maryani dan dokter residen yang juga senior korban berinsial ZYA. Ketiganya menerima  surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sebagai tersangka dari kepolisian pada Senin (23/12/2024) malam.

    Dwi menyebut akan memanggil tersangka pada awal Januari 2025. Pemeriksaan tersebut untuk melengkapi berkas penyidikan yang telah dilakukan sebelumnya. Termasuk potensi adanya tersangka baru dalam kasus PPDS Undip. “Potensi adanya tersangka baru bisa saja terjadi,” imbuhnya.

  • Perputaran Uang Pemerasan PPDS Capai Rp2 miliar Per Semester

    Perputaran Uang Pemerasan PPDS Capai Rp2 miliar Per Semester

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Dwi Subagio menyebut terjadi perputaran uang sebesar Rp2 miliar per semester dalam pusaran kasus pemerasan mahasiswi dr Aulia mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip Semarang.

    “Iya, ada perputaran uang per semester sekitar Rp2 miliar,” jelasnya di Mapolda Jateng, Jumat (27/12/2024).

    Menurut Dwi, besaran uang tersebut berdasarkan data yang tertulis yang menjadi barang bukti peristiwa tersebut. Adapun barang bukti yang berhasil disita sebesar Rp 97 juta. 

    “Uang itu sebagai dana operasional yang dipungut di luar ketentuan,” katanya.

    Cekal Tersangka 

    Polda Jawa Tengah mencekal tiga tersangka kasus pemerasan mahasiswi dr Aulia mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Pencekalan dilakukan untuk mencegah tiga tersangka melarikan diri ke keluar negeri.

    “Iya kami sudah melakukan pencekalan dilarang ke luar negeri. Permohonan pencekalan sudah kami kirimkan (ke Imigrasi),” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Dwi Subagio kepada Tribun di Mapolda Jateng, Jumat (27/12/2024).

    Kasus pemerasan tersebut sebelumnya menyeret dua senior Aulia, TEN (pria) Ketua Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip dan ZYA (perempuan) senior korban di program PPDS.

    Satu tersangka lainnya, SM (perempuan) merupakan staf administrasi di prodi anestesiologi di Fakultas Kedokteran Undip.

    Ketiganya menerima  Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebagai tersangka dari kepolisian pada Senin (23/12/2024) malam.

    Dwi menyebut, bakal memanggil tersangka pada awal Januari 2025. Pemeriksaan tersebut untuk melengkapi berkas penyidikan yang telah dilakukan sebelumnya.

    “Potensi adanya tersangka baru bisa saja terjadi,” sambung Dwi.

    Namun, lanjut Dwi, sikap dari ketiga tersangka berimbas pula nanti terhadap kebijakan penyidik.

    Semisal ketiga tersangka ini tidak kooperatif dalam pemeriksaan berikutnya maka pihaknya tak segan-segan untuk menahan mereka.

    “Kalau mereka menghambat kami tahan,”  bebernya.

    Lepas dari itu, dia mengapresiasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Undip dan RSUP Kariadi yang telah kooperatif dalam mengungkap kasus ini. “Mereka juga telah mencanangkan zero bullying yang menjadi muara kasus Aulia,” terangnya.

    Keluarga Risma Layangkan Surat Permohonan Penahanan

    Kuasa hukum keluarga Aulia Risma, Misyal Achmad telah mengajukan permohonan penahanan terhadap tiga tersangka kasus pemerasan dr Aulia mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Keluarga dalam surat tersebut memohon kepada Polda Jawa Tengah untuk menahan tiga tersangka meliputi TEN, SM, dan ZYA.

    “Surat itu sudah di tangan polisi, Kamis,26 Desember 2024,” kata Misyal saat dihubungi.

    Alasan misyal melakukan pengajuan penahan tersangka karena khawatir para tersangka menghilangkan barang bukti dan mengintimidasi para saksi-saksi.

    Dia mengklaim, sebelumnya ada dugaan para saksi diintimidasi sehingga proses hukum ini berjalan alot.

    Para saksi tersebut banyak berubah memberi keterangan kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).

    Bahkan, ada saksi yang mencabut keterangannya.

    “Kalau mereka (para tersangka) terus dibiarkan di luar, nanti saksi ini bakal diintimidasi sama mereka lagi,” jelas Misyal.

    Namun, Misyal mengaku tak mau melangkahi kewenangan kepolisian.

    Artinya, ketika polisi yakin para tersangka tidak melakukan hal yang dikhawatirkannya maka berhak tidak menahan.

    “Polisi berhak tidak menahan kalau yakin para  tersangka tidak  menghilangkan barang bukti dan sebagainya,” bebernya.

    Di sisi lain, Misyal kaget ketika para tersangka ternyata masih aktif bekerja di Undip.

    Dia menilai, para tersangka seharusnya dinonaktifkan terlebih dahulu.

    Mereka harus dinonaktifkan agar mereka lebih fokus untuk proses  hukum yang mereka sedang lalui.

    “Mereka baru diberhentikan  setelah mereka ditahan,” terangnya.

    Sebaliknya soal status keanggotan bagi kedua tersangka yakni TEN dan ZYA di Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Misyal menilai tidak perlu terburu-buru dicopot.

    “Nanti nunggu saja selepas putusan Pengadilan,” katanya.

    Berkaitan Undip hendak melakukan konferensi pers selepas penetapan tersangka, bagi Misyal itu sah-sah saja.

    “Dari pertama kasus ini muncul mereka (Undip) enggak mengakui kalau ada bullying dan pemerasan. Jadi biarkan saja, itu versi mereka. Kita buktikan endingnya di Pengadilan,” ungkap Misyal.

    Penetapan Tersangka

    Polda Jawa Tengah mengumumkan tiga tersangka kasus pemerasan mahasiswi PPDS Undip Aulia Risma meliputi TEN (pria) Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran UNDIP,  SM  (perempuan)  staf administrasi di prodi Anestesiologi dan ZYA (perempuan) senior korban di program anestesi pada Selasa (24/12/2024) sore.

    Tiga tersangka tersebut terdiri dari dua dokter meliputi Kaprodi dan senior PPDS serta satunya adalah staf keuangan Undip.

    “Jadi kami mau ralat, satu (tersangka) itu KPS (kaprodi/TEN) , Bu SM itu staf biasa bukan kepala staf. Dia staf admin bukan dokter.”

    “Kemudian satunya adalah dokter PPDS senior jadi kakak tingkatnya almarhum. Jadi mereka bukan pejabat teras Undip,” terang Juru Bicara Undip, Khaerul Anwar.

    Menurut Khaerul, ketiganya mendapatkan surat pemberitahuan sebagai tersangka dari Polda Jawa Tengah pada Senin (23/12/2024) malam.

    Selepas ketiganya mendapat surat tersebut, mereka konsultasi dengan pendamping hukum. “Secara teknis kita komunikasi dengan pihak kampus,” terangnya.

    Khaerul menyebut,   akan terus mendampingi ketiga tersangka untuk mengikuti proses hukum yang ada.

    Dia pun mengakui, ketiga tersangka belum dilakukan penahanan dan masih bekerja seperti biasa.

    “Selama ini nggak ada masalah, mereka kerja seperti biasa,” ungkapnya.

    Undip Semarang juga bakal melakukan konferensi pers buntut penetapan tiga tersangka ini.

    “Nanti detailnya kami jelaskan saat press rilis, kalau ga Sabtu ya Minggu (28-29 Desember 2024,” ucapnya.

    Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Artanto mengatakan, ketiga tersangka belum ditahan karena mereka  kooperatif sama penyidik.

    “Mereka sudah diberikan surat penetapan tersangka, sudah diinformasikan dan diberitahu ke yang bersangkutan,” jelas Artanto.

    Peran Tiga Tersangka

    Artanto melanjutkan, peran para tersangka dalam kasus ini meliputi TEN  memanfaatkan senioritasnya di kalangan PPDS untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP)  yang tidak diatur dalam akademik.

    Tersangka SM turut serta meminta uang BOP yang tidak diatur akademi dengan meminta langsung ke bendahara PPDS.

    Tersangka ZYA dikenal sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan , melakukan bullying dan makian.

    “Dari ketiga tersangka kami menyita barang bukti sebesar Rp97.770.000 .Hasil dari rangkaian dari peristiwa tersebut,” sambung Artanto.

    Ketiga tersangka, kata Artanto, dijerat tiga pasal berlapis meliputi kasus pemerasan pasal 368 ayat 1 KUHP, penipuan pasal 378 KUHP,  pasal 335 soal pengancaman atau teror terhadap orang lain.

    “Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun,” ujarnya.

    Kasus tersebut sudah bergulir sejak 4 september 2024 ketika ibunda Risma Nuzmatun Malinah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Tengah.

    Kasus tersebut dilaporkan ke polisi selang hampir satu bulan sejak kematian Risma di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.

    Polisi menetapkan tersangka selepas memeriksa sebanyak 36 saksi. (Iwn)

  • Kata IDI soal Bantuan Hukum 3 Tersangka Kasus Bullying ‘dr ARL’ PPDS Undip

    Kata IDI soal Bantuan Hukum 3 Tersangka Kasus Bullying ‘dr ARL’ PPDS Undip

    Jakarta

    Polda Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka terkait kasus kematian dokter ARL yang diduga bunuh diri terkait perundungan atau bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Diponegoro (Undip). Ketiga orang berinisial dokter TE, SM, dan dokter ZR ditetapkan tersangka pada Selasa (24/12/2024).

    Dokter TE merupakan Kaprodi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, sementara SM adalah staf administrasi Prodi Anestesiologi, lalu dokter ZR yakni senior korban di program pendidikan tersebut.

    Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria menyebut pihaknya tengah memberikan pendampingan kepada tiga tersangka terkait, sebagai langkah bantuan hukum.

    “Hari ini Tim PB IDI sedang berusaha terus berkomunikasi dengan tersangka dan kuasa hukum Undip,” beber Beni kepada detikcom, Jumat (27/12/2024).

    Beni menyebut bantuan ini tidak lantas diartikan pengabaian hak korban, tetapi IDI mengedepankan asas praduga tak bersalah, hingga benar-benar terbukti sebagai keputusan hukum yang berkekuatan tetap.

    “Oleh karena itu, sikap IDI yang memberikan dukungan kepada seorang dokter yang menjadi tersangka tidak bisa langsung diartikan sebagai pembenaran atas dugaan tindakan yang dilakukannya, melainkan lebih kepada memastikan bahwa hak-hak hukum dokter tersebut terpenuhi selama proses peradilan berlangsung,” terang Beni.

    Tersangka maupun korban dijelaskan Beni, memiliki hak yang sama di mata hukum untuk mendapatkan pendampingan maupun perindungan. IDI, dalam kasus ini, menjadi organisasi profesi yang bertanggung jawab secara moral dan hukum demi memberikan dukungan kepada anggota mereka, termasuk tersangka, selama proses hukum berlangsung.

    “IDI sebatas memastikan proses hukum berjalan adil dan tidak melanggar hak-hak anggota IDI. Proses hukum harus berjalan secara seimbang dan tidak memihak,” tegas Beni.

    “IDI mendukung tersangka dalam konteks memastikan hak-haknya terlindungi, bukan dalam kapasitas membela tindakan yang belum terbukti,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Jadi Tersangka Pemerasan PPDS, Kaprodi dan Staf Keuangan Undip Masih Bertugas
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 Desember 2024

    Jadi Tersangka Pemerasan PPDS, Kaprodi dan Staf Keuangan Undip Masih Bertugas Regional 27 Desember 2024

    Jadi Tersangka Pemerasan PPDS, Kaprodi dan Staf Keuangan Undip Masih Bertugas
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Universitas Diponegoro (
    Undip
    ) buka suara setelah Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka kasus pemerasan Program Pendidikan Dokter Spesialis (
    PPDS
    ) Prodi Anestesi Undip.
    Tiga tersangka yang ditetapkan adalah Kaprodi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Taufik Eko Nugroho, SM sebagai staf keuangan Undip dan Z sebagai dokter senior di program tersebut.
    Kuasa Hukum Undip, Kairul Anwar, mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan bantuan hukum kepada ketiga tersangka itu.
    “Dengan harapan mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran senyatanya bukan berdasarkan kepentingan pihak tertentu,” kata Kairul dalam keterangannya, Jumat (27/12/2024).
     
    Saat ini, kata dia, ketiga tersangka masih bertugas di Undip. Kairul menyebut bahwa Undip berpegang pada prinsip praduga tak bersalah.
    “Kita akan ikuti proses hukumnya,” ujarnya.
     
    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto membenarkan bahwa sampai saat ini tiga tersangka PPDS Undip belum ditahan.
    “Belum, karena pertimbangan penyidik. Nanti penyidik yang menjelaskan,” kata Artanto di Mapolda Jawa Tengah, Selasa (24/12/2024).
    Namun, dia menegaskan bahwa penyidikan tersebut sudah berlangsung sesuai prosedur.
    “(Ada kendala?) Pada prinsipnya enggak ada, semua berjalan secara normal,” tambah dia.
    Adapun, tersangka dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan, dan atau Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan dan Pasal 355 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukumannya maksimal 9 tahun.
    “(Barang bukti?) Total Rp 97.077.500, uang hasil semua rangkaian dari peristiwa tersebut,” ucap dia.
    Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan praktik PPDS Anestesia FK Undip di RSU Kariadi Semarang setelah meninggalnya dokter ARL.
    Kemenkes juga menghentikan praktik klinis Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko di RSUP Dr Kariadi.
    FK Undip dan RSUP Dr Kariadi Semarang juga sudah mengakui adanya perundungan yang menimpa korban selama menempuh perkuliahan.
    Kini, pihak keluarga korban telah mempolisikan sejumlah senior korban ke Polda Jateng. Laporan itu dilayangkan langsung oleh Nuzmatun Malinah, ibunda korban. 
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Dokter Aulia: Dugaan Pungli Rp2 Miliar, Jubir Undip Sebut Tunggu Pembuktian di Pengadilan – Halaman all

    3 Tersangka Pemerasan Dokter Aulia Belum Ditahan, Undip dan IDI Beri Bantuan Hukum untuk Tersangka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polda Jawa Tengah menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemerasan terhadap dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.

    Diduga dokter Aulia tak kuat menjalani PPDS Anestesi di Undip dan memilih mengakhiri hidupnya.

    Jasad korban ditemukan di kamar kosnya di Semarang, Jawa Tengah pada Senin (12/8/2024).

    Ketiga tersangka pemerasan adalah TEN, Ketua Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip, SM, kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi Undip, dan ZYA, senior dokter Aulia.

    Hingga kini ketiga tersangka belum ditahan dan belum mendapat sanksi dari pihak Undip.

    Kuasa hukum keluarga dokter Aulia, Misyal Achmad, meminta Polda Jateng segera menahan ketiga tersangka agar tak ada barang bukti yang hilang.

    Menurutnya, ada upaya intimidasi yang dilakukan para tersangka kepada saksi sehingga penyelidikan kasus ini lamban.

    Bahkan, ada saksi yang mencabut keterangannya setelah diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng. 

    “Kalau mereka (para tersangka) terus dibiarkan di luar, nanti saksi ini bakal diintimidasi sama mereka lagi.” 

    “Polisi berhak tidak menahan kalau yakin para tersangka tidak menghilangkan barang bukti dan sebagainya,” bebernya, Rabu (25/12/2024), dikutip dari TribunJateng.com.

    Selain tak ditahan, ketiga tersangka juga masih aktif bekerja di Undip.

    Ia berharap pimpinan Undip menonaktifkan para tersangka terlebih dahulu untuk mempermudah proses hukum.

    “Mereka baru diberhentikan setelah mereka ditahan,” imbuhnya.

    Tersangka TEN dan ZYA juga masih aktif dalam keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

    Misyal Achmad mengungkapkan pihak Undip sejak awal membantah adanya perundungan terhadap dokter Aulia.

    “Dari pertama kasus ini muncul mereka (Undip) enggak mengakui kalau ada bullying dan pemerasan. Jadi biarkan saja, itu versi mereka. Kita buktikan ending-nya di Pengadilan,” pungkasnya.

    Sementara itu, Kepala Kantor Hukum Undip, Yunanto, menyatakan ketiga tersangka tidak bersalah dan kampus akan memberikan pendampingan hukum.

    “Kami komitmen membantu mereka karena dari awal mereka tidak salah,” tegasnya, Rabu (25/12/2024).

    Ketiga tersangka telah berkonsultasi tentang status hukum mereka.

    “Secara teknis kita komunikasi dengan pihak kampus,” sambungnya.

    Hal yang sama juga diungkapkan Ketua IDI Jateng Telogo Wismo Agung Durmanto yang akan mendampingi proses hukum dokter TEN dan ZYA.

    Meski dokter Aulia tercatat sebagai anggota IDI, keluarganya tak membuat laporan kepada pengurus IDI.

    “Kami bisa mengetahui anggota terlibat sebuah masalah jika melapor. Kalau tidak melapor kami tidak tahu,” katanya.

    Menurutnya, langkah hukum yang diambil IDI sudah sesuai dengan anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART).

    “Soal membantunya sampai di ranah mana, itu terserah yang bersangkutan,” katanya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Peran 3 Dokter Tersangka Pemerasan Mahasiswi PPDS Undip Semarang, Kuasa Hukum: Segera Ditahan!

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJateng.com/Raka F Pujangga)

  • Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus dr Aulia, Komisi X Minta PPDS di Kampus Lain Terus Berbenah

    Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus dr Aulia, Komisi X Minta PPDS di Kampus Lain Terus Berbenah

    Jakarta (beritajatim.com) – Kepolisian menetapkan tiga tersangka kasus kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

    Ketiga tersangka itu adalah Kepala Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) dr Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anastesi Undip Sri Maryani, dan senior dr Aulia berinsial ZYA.

    Wakil Ketua Komisi X Fraksi PKB DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia. Walaupun penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.

    “Kami apresiasi kerja keras polisi dalam mengusut dan menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang menyebabkan kematian dr Aulia,” kata Lalu Ari, Kamis (26/12/2024).

    Dia pun mengingatkan, kasus bullying dr Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya. Kasus tersebut betul-betul mencoreng nama baik kampus, terutama pada pendidikan kedokteran.

    Menurutnya, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik yang menyimpang.

    “Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Stop!,” tegas Lalu Ari.

    Dia pun mengungkapkan, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran. Hasil kajian KPK mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut.

    Misalnya, terkait biaya tambahan mulai Rp 1 juta hingga Rp 25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

    Selain biaya tambahan, ada juga pungutan dari peserta PPDS yang digunakan untuk berbagai hal. Misalnya, kebutuhan dosen untuk touring motor atau sepeda.

    Temuan KPK mengungkapkan bahwa peserta PPDS biasanya bekerja sama dengan teman seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior mereka. Hal itu jelas memberatkan peserta PPDS.

    Tidak hanya itu, peserta PPDS juga diminta menunjukkan saldo rekening saat tahapan wawancara dalam proses seleksi PPDS. Berdasarkan survei KPK, terdapat 58 responden yang mengaku diminta untuk menunjukkan saldo tabungannya.

    Sebanyak 6 responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp 500 juta, 4 responden dengan saldo Rp 250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp 100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp 100 juta.

    “Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban,” ujar Lalu Ari. [hen/suf]