Institusi: Universitas Brawijaya

  • Profil Benjamin Paulus Dokter dan Kader Gerindra yang Dilantik Prabowo jadi Wamenkes

    Profil Benjamin Paulus Dokter dan Kader Gerindra yang Dilantik Prabowo jadi Wamenkes

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto resmi melantik sejumlah pejabat baru di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025). 

    Salah satunya adalah Wakil Menteri Kesehatan yang diisukan dijabat oleh Benjamin Paulus Octavianus. 

    Adapun, Benjamin merupakan dokter Spesialis Paru-paru. Hal ini ditunjang oleh latar belakang pendidikannya yang merupakan lulusan Spesialisasi Pulmonologi di Universitas Brawijaya pada tahun 2004 dan mendapatkan gelar dokter umum di Universitas Kristen Indonesia. 

    Dia juga tergabung dalam anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 

    Dia berkarier di beberapa rumah sakit seperti Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta Barat serta Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk.

    Selain itu, dia juga kader dari partai Gerindra. Dalam daftar kepengurusan, Benjamin menduduki Ketua Bidang Kesehatan yang berada di bawah naungan Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumarjati Arjoso.

    Sebelumnya, Prabowo resmi melantik Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus dan Benjamin Paulus sebagai Wakil Menteri Kesehatan pada Rabu (9/10/2025).

    Pelantikan tersebut mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 32M Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.

    “Mengangkat sebagai Wakil Menteri Kabinet Merah Putih sisa jabatan 2024-2029 masing-masing Akhmad Wiyagus sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri, Benjamin Paulus Octavianus sebagai Wakil Menteri Kesehatan,” sebut keputusan tersebut.

  • Profil dr Benjamin Paulus Octavianus, Mantan Stafsus Prabowo Kini Jabat Wamenkes – Page 3

    Profil dr Benjamin Paulus Octavianus, Mantan Stafsus Prabowo Kini Jabat Wamenkes – Page 3

    dr Benjamin Paulus Octavianus atau Benny lahir pada 13 September 1963. Dia merupakan putra dari pendiri Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Batu, Malang Jawa Timur, Pdt. Dr. Petrus Octavianus.

    dr Benny merupakan seorang dokter spesialis paru dengan pengalaman panjang dalam menangani berbagai penyakit saluran pernapasan.

    Perjalanan pendidikannya dimulai di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, tempat dia meraih gelar dokter umum pada tahun 1994.

    Gairahnya terhadap ilmu paru-paru kemudian membawanya melanjutkan studi spesialis Pulmonologi di Universitas Brawijaya, Malang. Dia menyelesaikan studinya pada tahun 2004.

    Selama praktiknya, dr Benny dikenal memberikan pelayanan medis yang berfokus pada konsultasi dan penanganan penyakit paru. Dia menjadi salah satu dokter paru yang dipercaya oleh banyak pasien di Jakarta.

    dr Benny pernah menjadi staf khusus bidang kesehatan Menteri Pertahanan. Saat itu, Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan.

     

  • Profil Benjamin Paulus Octavianus, Dokter Paru yang Jadi Wakil Menteri Kesehatan Baru

    Profil Benjamin Paulus Octavianus, Dokter Paru yang Jadi Wakil Menteri Kesehatan Baru

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto melakukan beberapa perombakan pada Kabinet Merah Putih. Termasuk mengangkat Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) yang baru, Benjamin Paulus Octavianus.

    “Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32M tahun 2025 tentang pemberhentian dan pengangkatan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih masa jabatan tahun 2024-2029,” kata Deputi Bidang Administrasi Aparatur, Kementerian Sekretariat Negara, Nanik Purwati di Istana, Rabu (8/10/2025).

    “Dua, Benjamin Paulis Octavianus sebagai Wakil Menteri Kesehatan,” sambungnya.

    Lantas, siapakah Benjamin Paulus? Berikut profilnya.

    Dokter Benjamin Paulus Octavianus, SpP, FISR lahir di Malang, 13 September 1963.

    Sosok yang akrab disapa Benny tersebut adalah seorang dokter spesialis paru yang menempuh pendidikan spesialis di Universitas Brawijaya. Dirinya juga sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

    Dokter Umum, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta 1994Spesialis Pulmonologi, Universitas Brawijaya, Malang 2004

    Pada tahun 2023 silam, dr Benjamin juga dikukuhkan menjadi Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Kesehatan Indonesia Raya (Kesira) oleh Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).

    (dpy/up)

  • Profil Benjamin Paulus Octavianus, Dokter Paru yang Jadi Wakil Menteri Kesehatan Baru

    Prabowo Lantik dr Benjamin Paulus Jadi Wakil Menteri Kesehatan

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto melantik sejumlah wakil menteri dan kepala badan di Istana Negara, Jakarta, Rabu sore. Dokter Benjamin Paulus, SpP menjadi Wakil Menteri Kesehatan terbaru yang dilantik Prabowo.

    “Benjamin Paulus Octavianus sebagai Wakil Menteri Kesehatan,” demikian bunyi pengumuman penambahan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih tersebut.

    dr Benjamin Paulus Octavianus, Sp.P, FISR adalah seorang dokter spesialis paru yang menempuh pendidikan spesialis di Universitas Brawijaya. Beliau sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

    dr Benjamin mengatakan baru dipanggil oleh Seskab Teddy Indra Wijaya setengah jam lalu. Ia tidak menjawab apakah akan dilantik jadi Wamenkes.

    “Saya dipanggil Pak Teddy satu setengah jam lalu. Saya nggak tahu (ditugaskan sebagai apa), cuma dipanggil Pak Teddy tolong datang setengah 3,” ujarnya.

    (kna/naf)

  • FAA PPMI Gelar Temu Alumni Pers Mahasiswa Nasional di Malang

    FAA PPMI Gelar Temu Alumni Pers Mahasiswa Nasional di Malang

    Malang (beritajatim.com) – Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) bersama Universitas Brawijaya siap menggelar Seminar Nasional sekaligus Reuni Alumni Pers Mahasiswa Seluruh Indonesia.

    Acara bertema “Oase Gelap Terang Indonesia” ini akan berlangsung pada 25 Oktober 2025 di kampus Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.

    FAA PPMI, yang resmi berdiri sejak 24 Januari 2015 di Jakarta, merupakan wadah konsolidasi ribuan alumni pers mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Para anggotanya kini berkiprah di beragam sektor, antara lain akademisi, media, politik, bisnis, seni, dan pendidikan.

    “FAA PPMI menjadi ruang bertemunya gagasan dan jejaring lintas sektor, sekaligus menjaga idealisme aktivis pers mahasiswa agar tetap relevan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar panitia penyelenggara dalam keterangannya.

    Selama satu dekade terakhir, FAA PPMI konsisten menggelar diskusi publik terkait isu-isu strategis nasional. Forum ini telah melahirkan banyak gagasan yang turut memengaruhi pemberitaan media, membentuk opini publik, serta memberi masukan konstruktif bagi pengambil kebijakan.

    Memperingati 10 tahun perjalanan, simposium dan reuni nasional ini akan menjadi ajang silaturahmi lintas generasi sekaligus refleksi atas dinamika sosial-politik bangsa. Tema “Oase Gelap Terang Indonesia” diangkat sebagai bentuk pembacaan ulang arah perjalanan republik, sekaligus upaya merumuskan kontribusi alumni pers mahasiswa terhadap tantangan kebangsaan hari ini.

    Sejumlah tokoh nasional akan hadir sebagai narasumber, di antaranya Wakil Menteri Komunikasi dan Digital RI Nezar Patria, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ahmad Erani Yustika, aktivis sosial Inayah Wahid, serta pakar hukum tata negara Bivitri Susanti.

    “Melalui forum ini, kami berharap lahir pemikiran segar untuk memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa dan menata masa depan Indonesia yang lebih baik,” jelas perwakilan FAA PPMI. (ted)

  • Infografis Perbandingan Harga Rokok Legal Vs Ilegal – Page 3

    Infografis Perbandingan Harga Rokok Legal Vs Ilegal – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB UB) merilis hasil kajian terbaru terkait Dinamika Regulasi dan Masa Depan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia.

    Seperti apa hasilnya? Studi ini menyoroti ketidakseimbangan regulasi antara rokok tembakau konvensional, rokok ilegal, dan rokok elektrik yang memicu perubahan perilaku konsumsi masyarakat serta berdampak serius terhadap keberlangsungan industri kretek nasional.

    Direktur PPKE FEB UB Prof Candra Fajri Ananda mengatakan, kondisi Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia kian tertekan oleh penerapan regulasi yang semakin ketat.

    Merujuk data Bea dan Cukai (2023), terjadi penurunan signifikan pada volume produksi rokok, yaitu dari 348,1 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 318,15 miliar batang pada tahun 2023.

    “Penurunan tersebut menggambarkan besarnya tekanan yang dihadapi industri kretek, padahal sektor ini memiliki peran penting tidak hanya sebagai penyokong perekonomian nasional, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya bangsa,” kata Prof. Candra Fajri Ananda dalam keterangan resmi di Jakarta Senin (29/09/2025).

    Sementara, dari sisi daya beli, hasil kajian PPKE FEB UB menyatakan, perokok legal dan perokok ganda umumnya bersedia membayar harga rokok maksimum pada kisaran Rp2.500–Rp3.499 per batang.

    Sebaliknya, perokok ilegal hanya mampu membayar di bawah Rp1.000, atau antara Rp1.000–Rp1.499 per batang.

    Lantas, seperti apa perbandingan harga rokok vs ilegal? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Pakar Hukum Wanti-wanti Revisi KUHAP, Termasuk Pemberian Judul

    Pakar Hukum Wanti-wanti Revisi KUHAP, Termasuk Pemberian Judul

    Bisnis.com, JAKARTA – Guru Besar Antopologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, I Nyoman Nurjaya menyebut Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) harus dilakukan secara tepat, salah satunya adalah pemberian judul.

    Nurjaya menjabarkan saat ini sistem perundang-undangan di Indonesia masih menganut peninggalan pemerintah Belanda pada zaman penjajahan.

    Selain itu, jika dinamakan ‘Kitab’, maka harus terdiri dari beberapa buku yang menjadi acuan dalam proses pelaksanaan penagakan hukum pidana.

    Sedangkan, menurutnya RKUHAP tidak terdiri dari beberapa buku sehingga perlu pertimbangan dalam memberikan judul.

    “Sebenarnya ini apakah nanti judulnya KUHAP, kitab undang-undang atau hukum acara pidana. Karena ada konsekuensi kalau itu disebut KUHAP, kitab undang-undang itu terdiri dari beberapa buku. Buku satu, buku dua, buku tiga,” katanya dalam RDPU dengan Komisi III DPR RI, Senin (29/9/2025).

    Dia mencontohkan seperti KUHP yang terdiri dari tiga buku Buku, yaitu buku peraturan umum, buku kejahatan, dan buku pelanggaran. 

    “Nah, kalau KUHP Undang-Undang No.1 tahun 2023, ini kan terdiri dari dua buku. Buku satu peraturan umum, buku dua kejahatan pelanggaran sudah tidak diatur lagi. Kalau nanti KUHAP, nah ini enggak ada buku satu, buku dua. Di pertimbangkan nanti judulnya,” terangnya.

    Tak hanya itu, dia menyampaikan pembentukan KUHAP perlu harmonisasi dengan tuntutan dan aspek lainnya agar isi KUHAP dapat mengakomodir pelaksanaan penegakan hukum.

    Sebab, isi KUHAP memiliki keterkaitan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    “Karena ada kosekuensinya nanti. Terminologi hukum yang digunakan dalam KUHAP harus sesuai dengan hukum pidana materialnya, KUHP,” tuturnya.

    Lebih dalam, dia menjelaskan harmonisasi KUHAP dipadukan dengan isi Undang-Undang Kepolisian, kejaksaan, dan juga pemasyarakatan.

    Namun, Nurjaya menggaris bawahi bahwa pembentukan KUHAP harus berorientasi terhadap Hak Asasi Manusia dan keadilan, mengingat KUHAP menjadi landasan bagi aparat untuk melaksanakan penegakan hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi.

    “Proses lebih dipentingkan. Perhatian terhadap hak asasi, keadilan perlakuan negara terhadap warga negaranya , itu harus ditegaskan betul dan dikuatkan. Sehingga kemudian salah satu unsurnya itu adalah asas praduga tak bersalah itu yang dikedepankan,” jelas Nurjaya.

  • Tak Hanya Reformasi Polri, Pakar Hukum Sebut Perlu Reformasi Jaksa dan APH lainnya

    Tak Hanya Reformasi Polri, Pakar Hukum Sebut Perlu Reformasi Jaksa dan APH lainnya

    Bisnis.com, JAKARTA – Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, I Nyoman Nurjaya menyoroti gerakan reformasi polri. Menurutnya juga perlu pembentukan komite atau tim reformasi jaksa maupun reformasi aparat penegak hukum (APH) lainnya.

    Nurjaya memahami dalam proses investigasi, polisi adalah penegak hukum yang paling disorot oleh publik, padahal penyidik atau penegak hukum tidak hanya berasal dari kepolisian. 

    Bukan tanpa alasan, dia menjelaskan polisi kerap dihadapkan dengan kondisi lapangan yang tidak dapat diprediksi ketika menjalankan penegakan hukum sehingga memicu terjadinya kesalahan penggunaan wewenang.

    Kata Nurjaya, penyalahgunaan wewenang juga bisa terjadi di instansi atau lembaga penegak hukum lainnya. 

    “Kita juga harus jelas dan jujur. Kita juga harus subjektif. Oleh karena itu, apa yang sedang dikembangkan dalam reformasi kepolisian, menurut saya, harus konsisten, tidak hanya di kepolisian, tetapi juga di sistem penegakan hukum kita,” terangnya saat RDPU bersama Komisi III DPR RI, Senin (29/9/2025).

    Dia menjelaskan perlu mereformasi penegak hukum, hakim, polisi, dan sebagainya. Meski begitu, dia menekankan pembentukan komite reformasi polri merupakan konsekuensi dari polisi itu sendiri.

    Nurjaya menyampaikan perlu adanya sinkronisasi fungsi dari setiap penegak hukum agar sistem berjalan bersamaan. Sebab, dia menilai masih adanya penegak hukum yang merasa superior.

    “Prinsip diferensiasi fungsional, pembagian fungsi, dan fungsi harus disusun secara konsisten oleh setiap aparat penegak hukum pada tahapan tersebut. Satu kesatuan untuk bergerak bersama. Jangan ada yang merasa superior, yang lain harus merasa inferior,” ujarnya.

    Dia menekankan tidak boleh penegak hukum merasa paling berkuasa dalam urutan tertentu lalu mendominasi secara menyeluruh.

    “Tidak seorang pun boleh merasa paling berkuasa, atau dalam urutan tertentu, lalu ada yang mendominasi, juga tidak,” ucapnya.

  • RKUHAP, Koalisi Disabilitas Dorong Jamin Kesaksian Seorang Penyandang Disabilitas

    RKUHAP, Koalisi Disabilitas Dorong Jamin Kesaksian Seorang Penyandang Disabilitas

    Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas meminta agar kesaksian seorang penyandang disabilitas dijamin dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasalnya terdapat beberapa poin yang dinilai mendiskriminasi bagi penyandang disabilitas.

    Pernyataan itu disampaikan oleh Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, terkait Rancangan KUHAP (RKUHAP), Senin (29/9/2025).

    Fajri selaku perwakilan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, menjelaskan jaminan kesaksian dari seorang penyandang disabilitas belum terpenuhi. Di dalam KUHAP, pasal 1 dan pasal 45 disampaikan bahwa saksi dapat memberikan keterangan suatu peristiwa ketika melihat, mendengar, dan dialaminya sendiri.

    Fajri menilai pada diksi melihat dan mendengar menjadi hambatan bagi seorang penyandang disabilitas dalam memberikan saksi ketika mengalami peristiwa pidana.

    “Tidak semua manusia memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dengan mendengar dan melihat. Hal inilah yang membuat perkataan yang didengarnya sendiri dan perkataan yang dialaminya sendiri menjadi diskriminatif,” kata Fajri.

    Fajri menjelaskan bahwa pada pasal 65 ayat 10 UUD 1945 menyatakan bahwa pengertian saksi dalam UUD 1945 sepanjang tidak dimaksudkan sebagai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan atas suatu tindak pidana yang tidak selalu didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri, dan dialaminya sendiri.

    Oleh karenanya, dia menyarankan agar diksi melihat dan mendengar dihilangkan dan diganti agar kesaksian dari seorang penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Baginya selama kesaksian yang disampaikan relevan maka dapat digunakan untuk kepentingan pengadilan.

    “Ada langkah reduksi alternatif yaitu menghilangkannya sepenuhnya karena masalah bagaimana seseorang mendapatkan informasi sebenarnya menjadi sesuatu yang tidak perlu kaku seperti itu,” ujarnya.

    Fajri menyebut beberapa kasus terhenti karena kegagalan komunikasi antara penegak hukum dan penyandang disabilitas dalam menyampaikan bukti atau kesaksian. 

    Dia meminta penegak hukum dapat mengakomodasi atau memfasilitasi bagi penyandang disabilitas agar pesan tersampaikan secara baik.

    “Keberadaan akomodasi yang memadai sangat penting bagi penyandang disabilitas yang terlibat dalam pemeriksaan,” ucapnya.

    Senada, Yeni Rosa Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) menyampaikan penyandang disabilitas kerap dianggap lemah di mata hukum. 

    Dia menilai penyandang disabilitas dianggap tidak sah secara hukum ketika memberikan saksi. Padahal, katanya, ketika penyandang disabilitas dapat terjerat kasus, mereka dapat di sanksi sesuai pelanggaran yang dibuat.

    Dia mengkritisi pasal 208 bahwa orang dengan amnesia dan gangguan jiwa tidak terkait sumpah. Dia meminta agar diksi ‘penyakit mental’ dan ‘amnesia’ tidak digunakan lagi.

    “Nah, saya ingin menggaris bawahi berapa berbahayanya jika kesaksian seorang penyandang disabilitas mental tidak di bawah sumpah,” katanya.

    Dia berharap pasal 208 yang menyatakan bahwa mereka yang tidak dapat memberikan kesaksian tanpa sumpah adalah penyandang gangguan jiwa, untuk dihapus.

    Sebagai informasi, rapat ini dihadiri oleh Ketua Komisi III, Habiburokhman; Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, I Nyoman Nurjaya; Direktur Eksekutif Lokataru Foundation; dan Perwakilan Aliansi Advokat Pemerhati Keadilan (AAPK).

  • Segini Perbandingan Harga Rokok Legal dan Ilegal, Pantas Bikin Konsumen Beralih – Page 3

    Segini Perbandingan Harga Rokok Legal dan Ilegal, Pantas Bikin Konsumen Beralih – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB UB), merilis hasil kajian terbaru terkait Dinamika Regulasi dan Masa Depan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia.

    Studi ini menyoroti ketidakseimbangan regulasi antara rokok tembakau konvensional, rokok ilegal, dan rokok elektrik yang memicu perubahan perilaku konsumsi masyarakat serta berdampak serius terhadap keberlangsungan industri kretek nasional.

    Direktur PPKE FEB UB, Prof Candra Fajri Ananda mengatakan, kondisi Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia kian tertekan oleh penerapan regulasi yang semakin ketat.

    Merujuk data Bea dan Cukai (2023), terjadi penurunan signifikan pada volume produksi rokok, yaitu dari 348,1 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 318,15 miliar batang pada tahun 2023.

    “Penurunan tersebut menggambarkan besarnya tekanan yang dihadapi industri kretek, padahal sektor ini memiliki peran penting tidak hanya sebagai penyokong perekonomian nasional, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya bangsa,” kata Prof. Candra Fajri Ananda dalam keterangan resmi di Jakarta Senin (29/09/2025).

    Berdasarkan hasil survey PPKE FEB UB (2025), apabila dilihat dari harga rokok yang dikonsumsi, mayoritas perokok ilegal memilih rokok dengan harga sangat murah, yakni di bawah Rp1.000 per batang, dengan persentase 55,3%.

    Sementara itu, perokok ganda cenderung memiliki pola konsumsi ringan, yaitu 1–6 batang per hari, dengan persentase mencapai 47%. Sebaliknya, konsumsi berat (≥19 batang per hari) lebih banyak terjadi pada kelompok perokok ilegal, dengan persentase 21,3%.

    “Hal ini menunjukkan bahwa perokok ilegal cenderung membeli rokok dalam jumlah banyak dengan harga yang sangat murah,” ujar Prof. Candra.