Institusi: Universitas Airlangga

  • Kritik Kebijakan Kemendikbudristek Soal Pramuka, DPRD Jatim: Tak Hargai Sejarah

    Kritik Kebijakan Kemendikbudristek Soal Pramuka, DPRD Jatim: Tak Hargai Sejarah

    Surabaya (beritajatim.com) – Komisi E bidang pendidikan DPRD Jatim mengkritik kebijakan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang tak lagi mewajibkan para pelajar tingkat SMP-SMA mengikuti ekstrakurikuler pramuka.

    Anggota Komisi E DPRD Jatim, Deni Wicaksono menyebut kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek 12/2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah itu tidak menghargai faktor kesejarahan pramuka.

    Selain itu, dia menilai Kemendikbudristek gagal memahami pentingnya keberadaan Pramuka dalam membentuk karakter pelajar.

    Kehadiran regulasi anyar itu mencabut Permendikbud 63/2014 yang di dalamnya turut mengatur pendidikan kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah.

    “Kebijakan Mendikbudristek Nadiem Makarim layak disesalkan karena menabrak logika dan filosofi pembentukan karakter generasi muda,” ujar Deni, Jumat (5/4/2024).

    Deni menegaskan gerakan kepramukaan mestinya diperkuat, terus disempurnakan. Hal itu untuk membentuk karakter pelajar, bukan malah dikerdilkan.

    “Omong kosong kita bicara penyiapan generasi menyongsong Indonesia Emas 2045 bila urusan pembentukan karakter seperti ini diabaikan, bahkan oleh menteri yang harusnya mengambil tanggung jawab penuh terhadap masa depan generasi,” tegas dia.

    Deni menyebut sejumlah aspek penting mengapa kebijakan Mendikbudristek itu harus dikritisi, dan bahkan perlu ditinjau ulang. Pertama, urgensi pendidikan kepramukaan dalam membentuk karakter pelajar. Pramuka dalam berbagai kegiatannya bertujuan membentuk para anggotanya menjadi pribadi yang berkarakter.

    “Punya jiwa patriotik, disiplin, gotong royong, berjiwa penuh kasih, senang melihat orang lain senang, susah melihat orang lain susah. Bila generasi pelajar kita terus dididik seperti itu, kelak mereka bisa menjadi generasi yang tak hanya menguasai sains, tapi juga penuh karakter khas yang welas asih pada sesama,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.

    Aspek kedua, lanjut Deni, adalah tinjauan sejarah. Pramuka hadir dan berkontribusi untuk Indonesia bukan baru dalam hitungan beberapa tahun, melainkan puluhan tahun silam.

    Bahkan gerakan pramuka memiliki undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, yang menjadi bukti pengakuan negara terhadap eksistensi Pramuka.

    Gerakan Pramuka di Indonesia, terang Deni, hadir sejak 1912 dengan dibentuknya Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).

    Seiring perjalanan waktu, lahirlah berbagai organisasi kepanduan di Indonesia.

    Pada 1928, dibentuklah Persaudaraan Antara Pandu Indonesia yang berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia.

    Pada 1945, lahir organisasi Pandu Rakyat Indonesia melalui Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Solo. Lalu Presiden Soekarno menetapkan seluruh organisasi kepanduan di Indonesia disatukan menjadi Praja Muda Karana (Pramuka) yang diperkenalkan pada 14 Agustus 1961 di Jakarta. Tanggal itulah yang kini diperingati sebagai Hari Pramuka.

    “Berbagai organisasi kepanduan yang telah membentuk Pramuka memiliki rekam jejak panjang dan positif di Indonesia, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata dia.

    Deni mengatakan faktor kesejarahan yang kuat membuktikan kontribusi nyata pramuka dalam mewarnai kehidupan bangsa. Dengan sendirinya, lanjut dia, menjadi bukti bahwa pramuka mampu menghasilkan generasi tangguh untuk Republik Indonesia.

    “Oleh karena itu, kami berharap kepramukaan tetap menjadi ekstrakulikuler wajib di sekolah. Tentu perlu dilakukan berbagai penyempurnaan dan adaptasi terhadap tantangan zaman, tetapi jangan kemudian malah tidak diwajibkan bagi generasi penerus bangsa,” pungkas alumnus Universitas Airlangga Surabaya tersebut.[asg/ted]

  • PPPSRS Watch Siap Kawal Hak Penghuni dan Pemilik Rumah Susun di Surabaya dan Malang

    PPPSRS Watch Siap Kawal Hak Penghuni dan Pemilik Rumah Susun di Surabaya dan Malang

    Surabaya (beritajatim.com) – Di tengah maraknya pembangunan hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen, keberadaan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) menjadi vital untuk memastikan hak-hak penghuni dan pemilik terpenuhi.

    Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak rumah susun dan apartemen yang belum memiliki PPPSRS. Ditambah lagi, konflik antara pengembang, PPPSRS, dan pemilik/penghuni sering terjadi, mulai dari masalah kepengurusan PPPSRS, penetapan biaya layanan, hingga status kepemilikan unit.

    Melihat kondisi tersebut, beberapa aktivis, akademisi, dan penghuni rumah susun menginisiasi pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Watch (PPPSRS Watch) yang diluncurkan pada Selasa, 5 April 2024 di Surabaya di kompek pertokoan Mangga Dua Surabaya.

    Acara perkenalan yang sekaligus dijadikan momentum buka puasa bersama ini mengundang beberapa aktivis, pengurus PPPSRS, jurnalis, lembaga bantuan hukum, dan lembaga-lembaga masyarakat sipil yang bergerak di bidang perlindungan konsumen.

    Misi Melindungi dan Mengadvokasi

    Emanuel Sujatmoko, Pembina PPPSRS Watch, menjelaskan bahwa lembaga ini bertujuan untuk melindungi, memberikan advokasi, dan edukasi kepada pemilik dan penghuni rumah susun/apartemen terkait pembentukan PPPSRS.

    “Keberadaan PPPSRS Watch sangat penting karena selama ini banyak penghuni dan pemilik rumah susun yang tidak paham hak-haknya dan rentan diperlakukan tidak adil,” ujar ahli hukum administrasi negara dari Universitas Airlangga ini.

    Emanuel juga menyoroti peran negara yang belum maksimal dalam mengawasi dan melindungi hak-hak penghuni rumah susun.

    Ketua Penghuni Satuan Rumah Susun Watch (PPPSRS Watch) Sonny Saragih

    Menjadi Corong Aspirasi dan Solusi Konflik

    Ketua PPPSRS Watch, Sonny Saragih, menegaskan bahwa lembaganya akan menjadi corong aspirasi para penghuni dan pemilik rumah susun yang selama ini terabaikan. PPPSRS Watch juga siap memfasilitasi penyelesaian konflik terkait rumah susun, termasuk dengan pihak luar.

    “Sebagai langkah awal, kami akan mengingatkan dan mendorong pemerintah untuk membantu pembentukan PPPSRS di rumah susun yang belum memilikinya,” kata Sonny.

    Tentunya kami juga mengawal dan mengadvokasi bila ada sengketa penghuni wilayah Malang atau di Jawa Timur, namun kami terbentuk di Surabaya lebih dulu.

    Membantu Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Menanggal

    Salah satu contoh permasalahan yang dihadapi penghuni rumah susun adalah di Rumah Susun Menanggal Surabaya. Mujianto, pengurus PPPSRS Rumah Susun Menanggal, mengungkapkan dua permasalahan krusial di sana: kerusakan sarana dan prasarana dan legalitas kepemilikan unit.

    PPPSRS Watch siap membantu menyelesaikan permasalahan di Rumah Susun Menanggal dan siap menerima aduan dan keluhan dari pemilik dan penghuni rumah susun lainnya.(ted)

    Alamat Sekretariat: Jl. Jagir Wonokromo, Komplek Ruko Mangga Dua Blok B/5 Kel. Jagir, Kec. Wonokromo, Kota Surabaya.

     

  • Alumni S2 Unair Jadi Incaran Parpol di Pilkada Gresik 2024

    Alumni S2 Unair Jadi Incaran Parpol di Pilkada Gresik 2024

    Gresik (beritajatim.com) – Perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Gresik masih beberapa bulan lagi. Namun, sejumlah nama mulai muncul di permukaan. Salah satunya alumni S2 Universitas Airlangga (Unair) dr Titin Ekowati yang juga Dirut Rumah Sakit Wates Husada (RSWH) Balongpanggang.

    Selain menahkodai RSWW, ibu muda ini juga tercatat sebagai pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Gresik bidang hukum serta
    aktif di beberapa kegiatan sosial, termasuk dalam kepengurusan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Condrodipo

    “Iya ada beberapa parpol yang sudah mendekati. Termasuk PKB,” tuturnya, Minggu (30/03/2024).

    Meski demikian dr Titin sapaan akrabnya belum tertarik terjun ke dunia politik. Selain itu, keluarganya juga belum memberikan restu untuk bertarung menjadi pejabat publik. Ditambah lagi pertimbangan anak-anak ada yang masih kecil butuh perhatian lebih.

    “Saya konsentrasi saja untuk mengurus rumah sakit,” kata koordinator Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) wilayah Gresik,” ungkapnya.

    Sebelumnya, secara terpisah Ketua DPD Partai Golkar Gresik Ahmad Nurhamim kepada awak media mengaku parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju di Gresik sudah melakukan komunikasi politik jelang Pilkada 2024. Tetapi, belum ada nama yang mengerucut siapa yang akan diusung diajang Pilkada nanti.

    “Komunikasi sudah berjalan tapi masih dalam tahap inventarisasi siapa yang berpotensial diusung di Pilkada Gresik,” ujarnya.

    Ahmad Nurhamin mengatakan, menjelang Pilkada akan ada kejutan siapa nama yang diusung oleh partainya.

    “Kalau bupati petahana berpasangan dengan dr Asluchul Alif sudah kami prediksi dan itu bukan kejutan,” pungkasnya. [dny/ian]

  • Ketua DPD Tawarkan Gagasan DPR Diisi Non-Partai

    Ketua DPD Tawarkan Gagasan DPR Diisi Non-Partai

    Surabaya (beritajatim.com) – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menawarkan gagasan Anggota DPR RI juga diisi dari unsur non-partai atau jalur independen. Gagasan ini untuk menguatkan fungsi legislasi sekaligus mempermuat sistem bernegara sesuai cita-cita pendiri bangsa.

    LaNyalla menyampaikan gagasan tersebut dalam Ujian Kualifikasi Disertasi Program Doktoral Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Kamis (28/3/2024). Dalam disertasinya, LaNyalla mengangkat tema ‘Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Unsur Non Partai Politik (Independen)’.

    Disertasi LaNyalla diuji oleh tim yang terdiri dari Prof Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono, SE., M.Si, Prof Dr Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum, Prof Dr Mas Rahmah, S.H., M.H., LL.M, Prof Dr Rudi Purwono, S.E., M.SE, Dr Radian Salman, S.H., LL.M, Dr Sri Winarsi, S.H., M.H dan Dr Sukardi, S.H.,M.H.

    Dalam disertasinya, LaNyalla menyebut riset yang dia jalankan berangkat dari implementasi prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Pasal itu menyebutkan prinsip kedaulatan, salah satunya, diterapkan dalam bentuk kedaulatan perwakilan untuk memilih perwakilan-perwakilan rakyat melalui proses Pemilu.

    “Selain itu, pengisian lembaga perwakilan merupakan refleksi dari
    prinsip demokrasi yang berarti rakyat berkuasa (government of rule by the people). Dengan kata lain, secara spesifik hal itu adalah demokrasi perwakilan,” papar LaNyalla.

    Proposal penelitian LaNyalla menarik perhatian dosen pengujinya. Salah satunya seperti disampaikan oleh Prof Dr Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum. Ia meminta Senator asal Jawa Timur itu untuk menjelaskan lebih detail perihal awal mula gagasan tersebut didapat LaNyalla.

    “Kok bisa punya gagasan anggota DPR RI non partai politik atau jalur independen seperti ini. Coba dijelaskan sedikit latar belakang idenya,” kata Prof Suparto.

    LaNyalla pun menjelaskan awal mulanya ketika ia mendorong agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli.

    Saat gagasan itu diwacanakan, LaNyalla menyebut muncul pertanyaan dari anggota DPD RI tentang eksistensi lembaga mereka. “Saat itu muncul pertanyaan, kalau kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli, maka Lembaga DPD RI ini bubar?” kata LaNyalla menirukan pertanyaan anggotanya saat itu.

    LaNyalla tak menampik hal itu. Kembali kepada UUD 1945 naskah asli, Lembaga DPD RI akan bubar. Maka, muncul gagasan agar DPD RI berada satu kamar dengan DPR RI, sekaligus sebagai upaya memperkuat Lembaga DPD RI itu sendiri.

    “DPD RI sebagai peserta pemilu perseorangan, itu dipilih langsung oleh rakyat. Sama dengan DPR RI. Suaranya lebih besar dari perolehan DPR RI. Tetapi soal kewenangan, DPD RI lebih kecil dibanding DPR RI,” ujar LaNyalla seraya menambahkan bahwa produk UU yang secara hukum mengikat seluruh rakyat Indonesia hanya diputuskan oleh anggota DPR yang notabene partai politik saja.

    “Sangat tidak adil dan tidak meaningful bila hanya dikuasai partai politik. Padahal UU itu memaksa seluruh rakyat Indonesia untuk tunduk dan patuh. Kenapa hanya di tangan partai politik?” imbuhnya.

    Selanjutnya, menjawab pertanyaan Dr Sri Winarsi, S.H., dan Prof Dr Rudi Purwono, S.E., M.SE, tentang komparasi model yang diteliti di negara lain dan nama fraksi jika nantinya DPD RI satu kamar dengan DPR RI, LaNyalla menegaskan jika konsep tersebut telah diterapkan di beberapa negara dunia.

    “Sudah ada 12 negara di Uni Eropa dan tahun lalu, April 2023 Afrika Selatan mengadopsi sistem tersebut. Nah mengenai nama fraksi, saat saya presentasikan konsep ini ke anggota DPD RI sempat terjadi perdebatan, apa nama fraksinya. Menurut saya silakan saja, apapun nama fraksinya silakan. Mau fraksi perseorangan, atau fraksi non-partai, itu teknis nanti. Tetapi hakikatnya ada people representative dan ada political representative yaitu unsur partai politik,” ujar LaNyalla.

    Prof Dr Mas Rahmah, S.H., M.H menjelaskan jika banyak pihak menilai DPD RI bukan elemen yang penting, bahkan hanya hiasan demokrasi belaka. Sebagai Ketua DPD RI, ia juga meminta LaNyalla mengkajinya dalam konteks yuridis-empiris dan sosio-legal.

    Dr Radian Salman, S.H., LL.M, meminta agar LaNyalla dalam penelitiannya nanti berbagi pengalaman implementasi yang sudah dilakukan dan evaluasinya. Pun halnya dengan Dr Sukardi, S.H.,M.H yang meminta LaNyalla dalam penelitiannya nanti juga menjelaskan pentingnya anggota DPR RI dari unsur non partai politik sangat penting dalam penyelenggaraan negara.

    Sementara Prof Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono, SE., M.Si menekankan agar Ketua DPD RI menyinggung latar belakang monokameral yang relevan dengan temuan kebijakan dari topik penelitian.

    Setelah menerima masukan tersebut, selanjutnya tim penguji menyatakan jika Ketua DPD RI dinyatakan lulus dan sudah boleh menggunakan titel Doktor (cand).

    “Kami ucapkan selamat kepada peneliti. Karena sudah lulus kualifikasi, maka selanjutnya peneliti sudah boleh menggunakan gelar Doktor (cand),” kata Prof Nafik.

    LaNyalla pun mengucapkan terima kasih kepada tim penguji dan berharap hasil penelitiannya dapat berguna bagi pembangunan dan proses demokratisasi bangsa Indonesia ke depan. [beq]

  • Kota Surabaya Bangun Rumah Sakit Harus Tahan Gempa

    Kota Surabaya Bangun Rumah Sakit Harus Tahan Gempa

    Surabaya (beritajatim.com) – DPRD Surabaya mengingatkan pemerintah kota (pemkot) pembangunan Rumah Sakit (RS) Surabaya Timur harus memperhitungkan konstruksi tahan gempa.

    Hal ini untuk mengantisipasi  dampak gempa Baweab 6,0 SR yang terjadi pada Jumat (22/3/2024) lalu. Akibat gempa tersebut, beberapa bangunan mengalami kerusakan termasuk Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA).

    “Harus diperhitungkan proses pembangunan RS Surabaya Timur, konstruksi bangunan harus tahan gempa agar tidak mengkhawatirkan jika terjadi peristiwa gempa,” ujar anggota Komisi C DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Muklas Ni’am, Rabu (27/3/2024).

    Politisi PDIP ini menyebut selagi pembangunan RS Surabaya Timur masih tahapan proses, maka konstruksi bangunan masih bisa menjadi perhatian serius agar spesifikasinya tidak sia-sia.

    “Ini adalah bangunan rumah sakit, tingkat kerawanannya tinggi ketika terjadi gempa bumi, maka harus betul-betul diperhatikan konstruksi dan spesifikasinya, jangan asal pasang,” kata dia.

    Di sisi lain, Ketua Bamusi Surabaya ini menyampaikan rasa syukurnya karena RS Soewandhie tidak terkena dampak dari peristiwa gempa bumi Bawean yang lalu.

    “Alhamdulillah RSUD kita Soewandhi tidak terdampak masalah apa-apa karena adanya gempa Tuban, saya juga berharap fasilitas umum lain selain RS bisa tahan gempa, seperti lembaga pendidikan dan kantor pemerintahan,” pungkas dia. [asg/but]

  • Pasien di RS Unair Surabaya Sudah Kembali Masuk Gedung

    Pasien di RS Unair Surabaya Sudah Kembali Masuk Gedung

    Surabaya (beritajatim.com) – Pasien Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS Unair) kembali dibawa masuk ke dalam gedung pasca dievakuasi akibat gempa Tuban yang ikut mengguncang Surabaya, sore kemarin.

    “Alhamdulillah, hari ini seluruh pasien yang ada di halaman rumah sakit sudah kita evakuasi masuk ke dalam,” ujar Wakil Direktur Keuangan dan Sumber Daya RS Unair Abdullah Machin, Sabtu (23/3/2024).

    Ada sebanyak 147 dari total 160 pasien yang dievakuasi untuk kembali masuk ke gedung rumah sakit. Selebihnya sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah lantaran dalam kondisi baik.

    “Secara umum, tadi saya ketemu dengan pasien, pasien puas dengan mekanisme dan pelayanan di Rumah Sakit Unair, terutama pada saat tanggap darurat ini,” tuturnya.

    Abdullah Machin memastikan bahwa seluruh upaya yang telah dijalankan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) ketika terjadi bencana gempa bumi.

    “Kita semua turut berduka dengan musibah kemarin, dan kita berkomitmen untuk tetap menjaga kualitas dan mutu layanan, dan juga keselamatan pasien,” katanya.

    Sebagai informasi, hingga pagi tadi, Tuban masih terus dilanda gempa-gempa susulan. BMKG menyebut pada pukul 07.49 WIB, Tuban kembali diguncang gempa berkekuatan 4,1 magnitudo. [ipl/ian]

  • Antisipasi Gempa Susulan, Sebagian Pasien RS Unair Dipulangkan

    Antisipasi Gempa Susulan, Sebagian Pasien RS Unair Dipulangkan

    Surabaya (beritajatim.com) – Sebagian pasien di RS Unair Surabaya dipulangkan oleh pihak rumah sakit. Mengingat, selama beberapa waktu ke depan masih berpotensi terjadinya gempa susulan.

    Manajer Penunjang Medis RS Unair Surabaya Nur Cahyo Wibisono mengatakan, pihaknya telah melakukan klasifikasi pasien untuk selanjutnya diberikan penanganan sesuai dengan tingkat kegawatdaruratan.

    “Pasien saat ini kami evakuasi untuk keselamatan. Tingkat kegawatan ada bermacam-macam, ada gawat sekali, ICU dan pasien ventilator. Ada yang gawat menengah, dan pasien anak-anak atau pediatri,” kata Cahyo, Jumat (22/3/2024).

    Ia memaparkan, total keseluruhan pasien dirawat di RS Unair saat ini ada sekitar 190 pasien. Dari jumlah tersebut, 30 pasien di antaranya telah diperbolehkan pulang ke rumah. Sehingga, sisa pasien yang saat ini dirawat ada sebanyak 160 pasien.

    “Pasien yang sudah baik, tidak ada perawatan khusus, sudah kami pulangkan. Obat sudah kami berikan, sehingga Insya Allah aman untuk pasien,” tandasnya.

    Diberitakan sebelumnya, ratusan pasien dari Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) dan Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS Unair) Surabaya dievakuasi ke luar gedung imbas dari adanya gempa bermagnitudo 6,5.

    Pihak rumah sakit dan pemerintah setempat juga telah memberikan sejumlah penanganan, satu di antaranya dengan mendirikan tenda darurat. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipasi terjadinya gempa susulan. [ipl/suf]

  • BPBD Kota Surabaya Dirikan 3 Tenda Darurat di RS Unair

    BPBD Kota Surabaya Dirikan 3 Tenda Darurat di RS Unair

    Surabaya (beritajatim.com) – BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Surabaya mendirikan tenda darurat bagi para pasien di Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) dan Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS Unair) Surabaya.

    Dari pantauan beritajatim.com di lokasi, tampak puluhan personel dari BPBD Kota Surabaya tengah memasang sejumlah tenda pengungsi berukuran 12×6 meter persegi dengan kapasitas sekitar 12 hingga 14 pasien.

    “Untuk RS Unair ini kita dirikan tenda. Ada tiga tenda dari BPBD kota, provinsi. Dari Dinsos juga ada apabila nanti ada kekurangan,” ujar Kepala BPBD Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro, Jumat (22/3/2024).

    Agus menyebut, pendirian tenda pengungsian ini sebagai langkah antisipasi jika nantinya kembali terjadi gempa susulan. Mengingat, pasien di RS Unair Surabaya juga cukup beragam, mulai dari gawat menengah hingga gawat sekali.

    “Pada prinsipnya, berdasarkan informasi dari BMKG, gempa yang terbesar adalah magnitudo 6,5, sore tadi. Susulannya mungkin magnitudo 3. Kewaspadaan ini harus kita jaga, tapi tidak perlu panik dan cemas,” katanya.

    Selain di RS Unair, BPBD Kota Surabaya juga telah memberikan fasilitas di empat rumah sakit lainnya. “Ada lima laporan, termasuk di Unair, dan sudah kita fasilitasi semua,” lanjutnya.

    Selain itu, pihaknya juga menerima laporan adanya salah seorang korban tertimpa tembok bangunan di wilayah Tambak Adi, Surabaya. “Temboknya memang rapuh, mungkin pas getaran gempa bareng dengan kereta lewat,” tandasnya. [ipl/suf]

  • Rumah dan RS Unair Surabaya Roboh Terdampak Gempa, Satu Pengendara Tertimpa

    Rumah dan RS Unair Surabaya Roboh Terdampak Gempa, Satu Pengendara Tertimpa

    Surabaya (beritajatim.com) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Surabaya menyebut gempa berkekuatan 6,1 magnitudo yang mengguncang Surabaya pada Jumat (22/3/2024) menyebabkan beberapa bangunan roboh dan melukai satu orang.

    Berdasarkan laporan sementara dari BPBD Kota Surabaya, terdapat empat bangunan yang dilaporkan roboh akibat gempa bumi tersebut. Pertama, bangunan kosong di Jalan Tambak Adi Simokerto roboh menimpa pengendara motor

    Dinding bangunan roboh dan menimpa seorang pengendara motor bernama Mohayaroh, warga Kenjeran. Korban mengalami luka dislokasi kaki kanan. Korban lalu dirujuk oleh PMI ke RS Soewandhie.

    Kemudian RS Universitas Airlangga roboh bagian rumah sisi depan, pasien RS juga dievakuasi. Lalu, rumah di Jalan Ngaglik, Kapasari. Rumah ini roboh bagian rumah sisi depan. Rumah dalam keadaan kosong, karena pemilik di luar kota. Selanjutnya, rumah di Jalan Kenjeran, Mulyorejo, kaca sisi atas pecah.

    Kepala BPBD Kota Surabaya, Agus Hebi, mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan pendataan terhadap kerusakan bangunan. “Kami masih melakukan pendataan. Kami imbau kepada masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati,” kata Hebi. [asg/suf]

  • Masyarakat Penyiaran Jatim Dukung Perpanjangan Masa Jabatan KPID

    Masyarakat Penyiaran Jatim Dukung Perpanjangan Masa Jabatan KPID

    Surabaya (beritajatim.com) – Masyarakat penyiaran di Jawa Timur (Jatim) menyatakan dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan Komisioner KPI/KPID dari 3 tahun menjadi 5 tahun. Hal ini disampaikan oleh Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim Ismed Jauhari dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia (ARSSLI) Khusnul Arif pada Rabu (20/3/2024).

    Menurut Ismed, masa jabatan 3 tahun terlalu singkat bagi KPI/KPID untuk beradaptasi dengan dinamika penyiaran yang terus berkembang. Ia pun mencontohkan lembaga negara lain seperti KPK, Komnas HAM, dan OJK yang memiliki masa jabatan 5 tahun.

    “Kami di daerah membutuhkan KPID di tengah dinamika penyiaran. Kalau terlalu cepat pergantiannya kami harus adaptasi. Kalau lembaga lain seperti KPK, Komnas HAM, OJK dan yang lain 5 tahun kenapa KPI dan KPID tidak?” kata Ismed.

    Senada dengan Ismed, Khusnul Arif menambahkan bahwa masa jabatan 5 tahun akan memungkinkan KPI/KPID untuk lebih fokus dalam memperhatikan keberlanjutan usaha radio dan peningkatan SDM radio.

    “Selama ini, KPID Jatim sering menggelar pelatihan peningkatan kapasitas SDM penyiaran dan rutin menggelar diskusi untuk kebijakan penyiaran lokal,” kata Khusnul.

    Dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan KPI/KPID juga datang dari pakar media dan komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo. Menurutnya, masa jabatan 3 tahun saat ini kurang efektif untuk menjalankan fungsi dan kewenangan KPI/KPID.

    “Perpanjangan periode jabatan komisioner menjadi 5 tahun seperti beberapa komisi lainnya penting untuk meningkatkan kapasitas lembaga penyiaran lokal. Waktu 3 tahun terlalu singkat untuk memperkuat lembaga penyiaran lokal,” ujar Suko.

    Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (UB) Anang Sujoko pun sepakat dengan perpanjangan masa jabatan KPI/KPID. Ia menilai masa jabatan 3 tahun tidak sinkron dengan lembaga penyiaran lain dan boros anggaran negara.

    “Masa jabatan KPI yang hanya 3 tahun pemborosan anggaran dalam proses seleksi. Masa jabatan 3 tahun tidak sinkron dengan dengan lembaga-lembaga lain baik itu lembaga penyiaran, mengingat berlakunya izin penyiaran untuk radio 5 tahun dan izin penyiaran televisi untuk 10 tahun,” ujar Anang.

    Permohonan judicial review terkait masa jabatan KPI/KPID saat ini tengah diajukan oleh Komisioner KPID Jawa Barat Syaefurrochman Achmad ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK dijadwalkan akan membacakan putusannya pada 21 Maret 2024.

    Menanggapi aspirasi masyarakat penyiaran, Ketua KPID Jawa Timur Immanuel Yosua Tjiptosoewarno menegaskan bahwa permohonan judicial review ini bukan semata-mata tentang ego sektoral atau motif ekonomi.

    “Soal masa jabatan itu hanya pintu masuk saja. Ketidaksetaraan dengan lembaga negara lainnya seperti KPK, OJK, KPPU dan OJK yang masa jabatannya 5 tahun menjadi alasan utama. Penyetaraan juga membuktikan bahwa urusan frekuensi publik dan hak masyarakat mendapatkan demokrasi informasi setara dengan urusan lain seperti keuangan maupun persaingan usaha,” kata Yosua.

    Yosua pun berharap MK dapat mengabulkan permohonan judicial review ini dan memberikan keadilan bagi KPI/KPID di seluruh Indonesia. [beq]