Institusi: Universitas Airlangga

  • Minta Pemenang Pilkada Tak Bangga, Henri Subiakto: Kejadian di Lapangan Banyak Kecurangan dan Pelanggaran

    Minta Pemenang Pilkada Tak Bangga, Henri Subiakto: Kejadian di Lapangan Banyak Kecurangan dan Pelanggaran

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Henri Subiakto meminta para pemennang Pilkada tak berbangga. Mengingat banyaknya kecurangan.

    “Tidak usah bangga dengan kemenangan. Toh kejadian-kejadian di lapangan begitu banyak kecurangan dan pelanggaran,” kata Henri dikutip dari unggahannya di X, Senin (2/12/2024).

    Ia memberi contoh, salah satu kecurangan yang diungkap di Komisi 2 DPR RI. Saat para kepala desa du Jawa Tengah mendeklrasikan Ahmad Lutfi.

    “Di forum terhormat DPR RI Komisi 2 saja ada bukti kecurangan yang sampai diputar untuk disaksikan, apalagi di daerah-daerah yang pengawasannya lemah,” ucapnya.

    Ia menulai, politik di Indonesia seperti menormalisasi kecurangan. Bahkan sudah menjadi kebiasaan.

    “Dalam berpolitik di negeri ini, pelanggaran dan kecurangan seolah sudah menjadi kebiasaan atau bahkan keharusan bagi mereka yang ingin kemenangan dengan dukungan kekuatan pusat pemerintahan,” ujarnya.

    “Pelanggaran dan kecurangan yang melibatkan aparat itu malah sepertinya banyak dibiarkan, menjadi tradisi yang ujung ujungnya sekedar jadi catatan. Kalau ada yang protes, mereka hanya dipandang sebagai kelompok yang tidak bisa menerima kekalahan,” tambahnya.

    Kecenderungannya, pelanggaran itu gampang dilupakan. Mereka yang curang tetap dilantik.

    “Lama-lama juga akan dilupakan. Pelaku kecurangan tetap dimenangkan dan dilantik sebagai para pejabat negara yang telah memenangkan pemilihan,” bebernya.

    Hal tersebut dinilainya berdampak pada kualitas pemimpin.

    “Hasilnya yang menjadi pemimpin negeri ini adalah orang orang yang seolah negarawan padahal aslinya tak lebih dari mereka yang tidak punya malu dan tidak merasa bersalah sebagai pihak yang melakukan kecurangan dan pelanggaran,” jelasnya.

  • Pengamat Nilai Rencana Pemerintah Naikkan PPN Tak Berpihak pada Rakyat

    Pengamat Nilai Rencana Pemerintah Naikkan PPN Tak Berpihak pada Rakyat

    Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengkritik rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan mengurangi subsidi energi di tengah proyeksi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp600 triliun.

    Dia menilai kebijakan tersebut tidak berpihak kepada rakyat dan hanya menambah beban masyarakat kecil.

    Menurut Hardjuno, salah satu solusi untuk menekan defisit APBN adalah dengan menghentikan pembayaran obligasi rekapitalisasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang selama ini dianggap membebani anggaran negara tanpa manfaat langsung bagi rakyat.

    “Setiap tahun, Rp50-70 triliun dari APBN dialokasikan untuk membayar obligasi rekap ini. Sementara itu, rakyat diminta untuk menanggung kenaikan PPn dan subsidi energi dipangkas. Di mana keberpihakan pemerintah?” tegasnya saat ditemui di Surabaya, Minggu (1/12/2024).

    Kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga ini menjelaskan bahwa anggaran besar yang dialokasikan untuk obligasi rekap BLBI lebih baik digunakan untuk kebutuhan rakyat. Dia menegaskan bahwa kebijakan tersebut sudah tidak relevan dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan fiskal.

    “Dana sebesar itu lebih baik dialihkan untuk subsidi energi atau program lain yang lebih langsung menyentuh kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

    Hardjuno juga mengusulkan bahwa jika pemerintah menghentikan pembayaran obligasi rekap BLBI, maka dana Rp50-70 triliun per tahun dapat dimanfaatkan untuk menutup sebagian defisit APBN tanpa harus membebani rakyat dengan kenaikan pajak atau pengurangan subsidi.

    “Langkah ini tidak hanya akan meringankan beban APBN, tetapi juga memberikan kelegaan bagi rakyat yang sudah terbebani oleh kenaikan harga-harga dan inflasi,” katanya.

    Namun, dia menyadari bahwa langkah untuk menghentikan pembayaran obligasi rekap BLBI memerlukan keberanian politik yang besar. Menurutnya, resistensi dari pihak-pihak yang diuntungkan oleh kebijakan tersebut menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah.

    “Namun, jika pemerintah benar-benar berpihak pada rakyat, ini adalah langkah yang harus diambil. BLBI adalah masa lalu yang sudah selesai, dan beban yang ditimbulkan tidak seharusnya terus menjadi warisan untuk generasi mendatang,” tegas dia.

    Lebih jauh, Hardjuno mengingatkan bahwa subsidi energi adalah kebutuhan mendasar bagi masyarakat kecil, dan pengurangannya hanya akan memperlebar ketimpangan sosial. Ia meminta pemerintah untuk tidak mengambil jalan pintas dengan membebani rakyat.

    “Jangan sampai pemerintah memilih jalan mudah dengan membebani rakyat melalui kenaikan PPN dan pengurangan subsidi energi, sementara beban berat BLBI tetap dibiarkan,” tandasnya.

    Dengan menghentikan pembayaran obligasi rekap BLBI, Hardjuno optimis bahwa pemerintah dapat menciptakan ruang fiskal yang lebih besar untuk program pembangunan yang pro-rakyat.

    “Keputusan ini bukan hanya soal angka, tetapi juga soal keberpihakan pemerintah. Apakah ingin mengutamakan kepentingan rakyat, atau terus tunduk pada warisan kebijakan yang sudah tidak relevan?” pungkasnya. [asg/but]

  • Dekan FH Unisla Sebut Usulan Polri di Bawah Kemendagri Berpotensi Ganggu Fungsi Penegakan

    Dekan FH Unisla Sebut Usulan Polri di Bawah Kemendagri Berpotensi Ganggu Fungsi Penegakan

    Lamongan (beritajatim.com) – Pakar hukum ilmu pidana Unisla (Universitas Islam Lamongan) Ayu Dian Ningtias, memberikan tanggapan mengenai usulan penempatan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Menurut wanita yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Unisla itu, sistem peradilan pidana dimulai dari subsistem kepolisian, yakni Gatekeepers of the Criminal Justice System.

    “Mengutip pendapat Didik Endro Purwoleksono dalam bukunya Hukum Acara Pidana, kepolisian berkaitan erat dengan fungsi represif terhadap kejahatan. Kecepatan jajaran kepolisian untuk mengungkap suatu kasus sangat menentukan peran dan kinerja dari subsistem peradilan pidana,” kata Dian, Minggu (1/12/2024)

    Ayu menjelaskan, pada sistem peradilan pidana terdapat subsistem yang berperan penting dalam mencapi tujuan dari sistem peradilan pidana. Di mana terdapat empat aparat penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

    Lulusan Magister Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menambahkan, apabila dikembalikan Kepolisian sebagai gatekeepers sistem peradilan pidana di bawah institusi TNI atau Kemendagri, akan menggangu fungsi penegakan hukum dan peran sentral dalam sistem peradilan pidana.

    Menurut Ayu, hal tersebut telah dikaji dalam naskah akademik Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, status Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI.

    Hal ini dikarenakan adanya perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan TNI dan Polri Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

    Kepolisian sesuai dengan Hukum Acara Pidana merupakan aparat penegak hukum yang menjalankan tugas, kekuasaan, penyelidikan dan penyidikan. Dalam menjalankan tugasnya kepolisian harus mandiri dan harus langsung di bawah Presiden.

    Ayu menambahkan, sebagai institusi yang melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem peradilan pidana.

    “Di dalam sistem peradilan pidana masing-masing komponen harus mempunyai kesamaan dalam bertanggung jawab dan pertimbangan dalam menangani suatu perkara kejahatan, perlu adanya koordinasi serta perencanaan. Pembagian kewenangan juga haruslah jelas agar tidak terjadi tumpang tindih antar subsistem,” tuturnya. [fak/suf]

  • Kotak Kosong Lawan Paslon di Pilkada, Minoritas yang Termarginalkan

    Kotak Kosong Lawan Paslon di Pilkada, Minoritas yang Termarginalkan

    Catur juga melihat kotak kosong ibarat kaum minoritas yang termarginalkan. Karena intimidasi dan tidak adanya dukungan finansial, para pendukung kotak kosong akhirnya memilih beraktivitas di media sosial (medsos).

    Media sosial pun akhirnya menjadi semacam “area perang” bagi pendukung maupun yang berlawanan dengan kehadiran kotak kosong.

    Dosen Universitas Brawijaya itu mengungkapkan, pasangan calon memang masih mempertimbangkan kampanye lewat media mainstream.

    ”Secara umum, media arus utama sangat struggling, terutama dalam hal perebutan iklan,” imbuhnya.

    Anang menjelaskan, biaya ”belanja” tertinggi masih dikucurkan untuk TV, disusul medsos. ”Pertimbangannya, gen Z dan milenial sekarang jarang mengakses TV. Akhirnya, user-generated content terkait calon akhirnya masif,” ujar guru besar FISIP Universitas Brawijaya itu.

    Fenomena menjadikan medsos sebagai ”senjata” juga dipaparkan Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Henri Subiakto.

    Menurut Henri, internet adalah ajang perang komunikasi. Kelebihannya, para calon bisa bebas menciptakan framing maupun citra lewat beragam kemasan konten. Kelemahannya, medsos akhirnya digunakan sebagai alat disinformasi lewat buzzer dan cyber army.

    Sementara itu, Kacung Marijan menilai, kotak kosong salah satunya muncul karena budaya pengelompokan kekuatan menjadi suatu kekuatan terpusat sehingga kompetisi berkurang.

    ”Hal ini juga didorong personalisasi dan sosok kuat calon tunggal yang akhirnya memunculkan pemikiran ’siapa yang lawan ya akan kalah’,” ujarnya.

  • Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto Desak Polres Polman Tangkap Pelaku Politik Uang

    Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto Desak Polres Polman Tangkap Pelaku Politik Uang

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mendesak Kepolisian Resor (Polres) Polewali Mandar (Polman) untuk menangkap pelaku politik uang dalam tahapan pelaksanaan Pilkada. Bambang meminta Kapolres Polman AKBP Anjar Purwoko mengusut tuntas dalang pemberian politik uang di Pilkada Polman.

    “Saya kira informasi soal politik uang sudah jelas. Nama-nama sudah disebut. Bahkan diduga melibatkan salah satu kandidat. Saya kira penting bagi Polres untuk mengusut kasus ini agar tidak ada tudingan kepada pihak-pihak tertentu,” ujar Bambang dalam keterangan kepada awak media, Senin 25 November 2024.

    Bambang mengingatkan Polres Polman untuk menggunakan pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada saat menjerat tindak pidana politik uang. Menurutnya, beleid tersebut sudah memuat secara tegas larangan dan sanksi bagi mereka yang berani melakukan politik uang.

    “Bawaslu juga harus proaktif memberikan informasi pada penegak hukum. Dan aturan hukumnya dan sanksinya jelas. Jadi tidak boleh ada keraguan bagi Kapolres Polman untuk menangkap dan menghukum pelaku politik uang. Harus Menangkap. Politik uang adalah kejahatan politik yang harus dihentikan!,” ucapnya.

    Menurut Bambang, keberanian Polda atau Polres untuk mengungkap tindakan politik uang dimanapun selama pelaksanaan pilkada akan menjadi prestasi. Pasalnya, kepolisian setempat dianggap berhasil menjaga kualitas demokrasi dan kondusifitas pilkada di wilayah tersebut. Alumni Ilmu Politik Universitas Airlangga ini pun mengklaim keberhasilan tersebut akan menjadi penilaian institusi Polri terhadap anggotanya.

  • Kuasa Hukum Tom Lembong Laporkan Saksi Ahli Kejagung ke Polda Metro Jaya, Hamdan Soelva: Preseden Buruk bagi Peradilan

    Kuasa Hukum Tom Lembong Laporkan Saksi Ahli Kejagung ke Polda Metro Jaya, Hamdan Soelva: Preseden Buruk bagi Peradilan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dua saksi ahli yang dihadirkan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong bakal berurusan dengan pidana.

    Pasalnya tim kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi impor gula Tom Lembong, Ari Yusuf Amir melaporkannya ke Polda Metro Jaya.

    Saksi ahli yang dilaporkan yakni, Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Hibnu Nugroho, dan Akademisi Universitas Airlangga (Unair), Taufik Rachman.

    Mereka dituding melakukan tindak pidana sumpah palsu dan memberikan keterangan palsu dalam sidang praperadilan.

    Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva menyebut, keterangan lisan dan tertulis saksi ahli di dalam persidangan tidak dapat dipisahkan. Sebab, keterangan ahli di persidangan telah di bawah sumpah.

    “Keterangan lisan dan tertulis di persidangan itu dua hal yang tidak bisa dipisahkan, ditanda tangani dan di bawah sumpah,” kata Hamdan kepada wartawan, Minggu (24/11).

    Menurut Hamdan, jika itu benar keterangan palsu maka merupakan pelanggaran etik dan sumpah palsu. Sebab, keterangan lisan dan tertulis merupakan dua hal yang
    tidak terpisahkan.

    “Ini preseden buruk bagi peradilan kita. Ahli diminta pendapatnya karena integritas keilmuannya,” ujar Hamdan.

    Karena itu, Hamdan mengingatkan Kejagung agar kasus yang melibatkan Tom Lembong tidak mengotori kinerja positif Korps Adhyaksa yang selama ini telah dibangun dengan membongkar kasus-kasus besar.

    “Publik memuji Kejaksaan Agung karena kinerjanya dalam mengungkap kasus-kasus besar. Nah jangan sampai kasus yang tidak jelas ini mengotori kinerja positif yang sudah dibangun,” ucap Hamdan.

  • Rocky Gerung: Pemuda Surabaya Harus Pilih Pemimpin dengan Etikabilitas dan Intelektualitas

    Rocky Gerung: Pemuda Surabaya Harus Pilih Pemimpin dengan Etikabilitas dan Intelektualitas

    Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat politik Rocky Gerung mengajak generasi muda di Surabaya untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin pada Pemilu 2024. Rocky menekankan pentingnya pemimpin dengan etikabilitas dan intelektualitas sebelum dinilai berdasarkan elektabilitas.

    Dalam diskusi bertajuk “Mengasah Nalar Kritis Anak Muda di Era Disrupsi Informasi” yang digelar di Bento Kopi Surabaya pada Sabtu (23/11/2024), Rocky menguraikan bahwa etikabilitas mencakup rekam jejak bersih dari kasus korupsi dan pemahaman mendalam terhadap kondisi rakyat.

    “Kalau seorang pemimpin lolos etikabilitas dan intelektualitas, barulah dia layak diuji melalui elektabilitas,” ujar Rocky di hadapan sekitar 400 peserta, mayoritas mahasiswa.

    Rocky secara tegas menyampaikan kritik terhadap kandidat yang memanfaatkan fasilitas kekuasaan. Menurutnya, hal ini berpotensi memperkuat politik dinasti yang merugikan demokrasi.

    “Saya mau menghalangi kandidat-kandidat yang menebeng pada kekuasaan dan menggunakan fasilitas kekuasaan,” tambahnya.

    Rocky mengingatkan bahwa pemuda memiliki tanggung jawab moral untuk tidak asal memilih pemimpin yang hanya menjadi alat politik.

    Diskusi ini juga menghadirkan dosen FISIP Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, yang menyoroti pentingnya menilai rekam jejak calon pemimpin.

    “Apakah orang yang kita pilih itu bersih, tahu persoalan atau tidak, dan memiliki jejak langkah yang menunjukkan keberhasilan dalam memimpin,” kata Airlangga.

    Dia menekankan bahwa memilih pemimpin bukan hanya soal menggunakan hak pilih, tetapi juga memikirkan dampaknya bagi masyarakat luas.

    Ketua Komunitas Pemuda Lingkar Kritis, Raden Arkan, mengapresiasi antusiasme peserta dalam diskusi yang digelar mendadak ini. Ia berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran pemuda dalam menyaring informasi dan mengasah nalar kritis di tengah derasnya arus informasi di era digital.

    “Harapannya, masyarakat, khususnya pemuda, dapat lebih kritis dalam mengelola informasi dan menentukan pilihan pemimpin,” tutupnya. [beq]

  • Rocky Gerung Ajak Pemuda Surabaya Pilih Pemimpin dengan Nalar Kritis

    Rocky Gerung Ajak Pemuda Surabaya Pilih Pemimpin dengan Nalar Kritis

    Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat politik Rocky Gerung mengajak pemuda Surabaya memilih pemimpin dengan nalar kritis. Rocky secara tegas meminta generasi muda tidak asal memilih calon Gubernur Jawa Timur, terutama yang didukung Presiden ke-7 Joko Widodo.

    Rocky mengungkapkan bahwa pemimpin ideal harus memenuhi kriteria etikabilitas dan intelektualitas sebelum diuji oleh elektabilitas. “Nalar kritis dimaksudkan untuk diuji dan diuji,” ujar Rocky salam diskusi bertajuk “Mengasah Nalar Kritis Anak Muda di Era Disrupsi Informasi” yang digelar di Bento Kopi Surabaya, Sabtu (23/11/2024).

    Dia menekankan bahwa etikabilitas mencakup pemahaman mendalam seorang pemimpin terhadap kondisi rakyatnya serta rekam jejak bersih tanpa keterlibatan kasus korupsi. “Kalau dia lolos itu (etikabilitas dan intelektualitas), barulah kita ijinkan dia untuk diuji oleh elektabilitas,” tegasnya.

    Rocky juga menyampaikan kritik keras terhadap kandidat yang mendapat dukungan dari Jokowi, yang menurutnya hanya memperkuat politik dinasti dan memanfaatkan kekuasaan. Dia berharap anak muda dapat menggunakan akal sehat untuk tidak memilih pemimpin yang sekadar menjadi alat politik.

    “Saya mau menghalangi kandidat-kandidat yang menebeng pada kekuasaan dan menggunakan fasilitas kekuasaan,” katanya.

    Diskusi ini turut menghadirkan dosen FISIP Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, sebagai panelis. Airlangga menekankan pentingnya menilai rekam jejak calon pemimpin, termasuk keberhasilannya dalam mengelola persoalan masyarakat sebelumnya.

    “Apakah orang yang kita pilih itu bersih, tahu persoalan atau tidak, dan memiliki jejak langkah yang menunjukkan keberhasilan dalam memimpin,” ujar Airlangga.

    Dia mengingatkan bahwa memilih pemimpin tidak hanya soal menggunakan hak pilih, tetapi juga berpikir matang sebelum menentukan pilihan. “Jadi memilih itu bukan hanya menggunakan hak, tapi menggunakan pikiran kita terlebih dahulu,” tambahnya.

    Ketua Komunitas Pemuda Lingkar Kritis, Raden Arkan, mengapresiasi antusiasme peserta dalam diskusi ini, yang dihadiri oleh sekitar 400 mahasiswa. “Alhamdulillah, meskipun acara dapat dikatakan cukup mendadak, namun mendapat respon positif dari masyarakat,” ungkap Raden Arkan.

    Ia berharap kegiatan ini mampu meningkatkan kesadaran pemuda dalam menyaring informasi dan mengasah nalar kritis, terutama di era digital yang penuh dengan manipulasi opini. “Harapannya, masyarakat, khususnya pemuda, dapat lebih kritis dalam mengelola informasi,” tutupnya. [asg/suf]

  • Akhiri Kampanye, Eri Cahyadi Ajak Masyarakat Lanjutkan Kolaborasi Bangun Surabaya

    Akhiri Kampanye, Eri Cahyadi Ajak Masyarakat Lanjutkan Kolaborasi Bangun Surabaya

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Calon Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengajak masyarakat Kota Surabaya untuk bersama-sama melanjutkan membangun Surabaya.

    Menurutnya, keberhasilan Kota Pahlawan dalam berbagai bidang juga hasil dari kontribusi warganya.

    Hal ini disampaikan Calon Wali Kota Surabaya nomor urut 1 tersebut, memasuki hari terakhir masa kampanye Pilkada Surabaya 2024, Sabtu (23/11/2024).

    Menurutnya, semangat membangun Surabaya dengan bergotong royong itulah yang terus ia gelorakan.

    Tak hanya saat kampanye, namun juga sejak ia mulai menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pada 2021 lalu.

    Tak heran, kesamaan paham antara rakyat dan pemimpinnya tersebut, yang menurut Cak Eri, sapaan Eri Cahyadi, menjadi bekal membangun kota.

    ”Kami selama menjadi wali kota, setiap hari juga bertemu dengan masyarakat. Insyaallah warga Surabaya tahu soal program-program kita sudah sejak lama,” kata Cak Eri ketika dikonfirmasi di sela kegiatannya.

    Capaian-capaian yang sudah baik tersebut layak dilanjutkan menuju Surabaya menjadi kota dunia.

    “Prinsipnya, kami ingin membangun Surabaya dengan kebersamaan. Inilah ciri khas Surabaya yang membuat saya bangga,” kata pria asli Surabaya ini.

    Dia menegaskan, kemajuan Surabaya yang dicapai bukan sekadar peran wali kota semata.

    Pemerintah bersama rakyatnya membangun sumber daya, infrastruktur, serta berbagai aspek lainnya secara bersama.

    “Semuanya ikut bergerak. Tidak bisa kita bergerak sendiri, tidak bisa kita menjadi Superman. Sehingga, akhirnya membangun Surabaya ini butuh kerja sama. Surabaya bisa karena bersama-sama. Inilah yang membuat kita bangga,” tegas peraih gelar Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.

    Ketua DPC PDIP Surabaya, Adi Sutarwijono optimistis masyarakat memahami berbagai program pasangan yang mereka usung tersebut.

    Selama masa kampanye, kader PDIP juga telah turun dari kampung ke kampung untuk melaksanakan kampanye dari rumah ke rumah (door to door).

    “Kami terus berupaya meningkatkan partisipasi publik. Pasukan darat kami telah melakukan metode kampanye dengan door to door, berangkat dari kampung ke kampung, serta mengefektifkan berbagai metode kampanye lainnya untuk mensosialisasikan program Mas Eri dan Cak Armuji,” kata Adi saat dikonfirmasi terpisah.

    Partai pengusung lainnya pun demikian.

    Ketua DPD Golkar Surabaya, Arif Fathoni optimistis pasangan tunggal yang mereka usung tersebut bisa meraih kemenangan tebal di pilkada.

    “Mas Eri dan Cak Armuji telah menjelaskan secara gamblang soal Surabaya akan dibawa kemana,” kata Fatoni saat dikonfirmasi terpisah.

    Menurut Wakil Ketua DPRD Surabaya ini, berbagai keberhasilan program Pemkot Surabaya selama ini layak dilanjutkan.

    “Bagaimanapun juga, Surabaya butuh keberlanjutan pembangunan,” kata Fathoni.

    “Surabaya bisa menjadi pintu gerbang bagi IKN (Ibu Kota Nusantara). Itu hanya bisa diwujudkan oleh pasangan calon yang memiliki visi dan misi. Saat ini, calon tersebut adalah Eri-Armuji. Menurut kami, semakin mempertebal untuk datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) memilih Cak Eri dan Cak Armuji,” kata Fathoni.

  • Sidang Praperadilan Tom Lembong, Jaksa Bantah Saksi Ahlinya Lakukan Penjiplakan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 November 2024

    Sidang Praperadilan Tom Lembong, Jaksa Bantah Saksi Ahlinya Lakukan Penjiplakan Nasional 22 November 2024

    Sidang Praperadilan Tom Lembong, Jaksa Bantah Saksi Ahlinya Lakukan Penjiplakan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Perwakilan
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) Zulkifli menolak tuduhan bahwa
    saksi ahli
    yang dihadirkan dalam sidang praperadilan
    Tom Lembong
    telah melakukan
    penjiplakan
    .
    Penolakan ini disampaikan Zulkifli usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menanggapi pernyataan Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir yang menyebut bahwa kedua ahli dari Kejagung adalah identik, yang menurutnya mengindikasikan adanya penjiplakan.
    Dua saksi ahli yang dimaksud adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.Hum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Taufik Rachman, S.H., LLM., Ph.D.
    “Untuk sidang hari ini, termohon mengajukan lima ahli, dan kami telah menghadirkan dua di antaranya. Terdapat pertanyaan mengenai kesamaan keterangan yang diberikan, dan tuduhan adanya penjiplakan. Ini kami tidak terima,” ujar Zulkifli dalam persidangan, Jumat (22/11/2024).
    “Penilaian terhadap keterangan ahli itu tidak bisa dinilai sendiri oleh penasihat hukum. Kami menghadirkan dua ahli, dan (keterangannya) berbeda,” sambung Zulkifli.
    Lebih lanjut, Zulkifli menegaskan bahwa penasihat hukum kubu Tom Lembong terlalu terburu-buru dalam menilai.
    “Ada 17 poin hukum yang diterangkan oleh Pak Hibnu Nugroho, dan ada 9 poin yang diterangkan oleh Pak Taufik Rachman. Di bagian mana yang sama?” tambahnya.
    Zulkifli juga menjelaskan bahwa mengutip putusan atau peraturan adalah hal yang biasa dalam konteks hukum, dan tidak serta merta menunjukkan indikasi penjiplakan.
    “Kalau kita bicara kutipan, memang ahli mengutip beberapa putusan dan peraturan. Ketika kutipan itu sama, apakah itu dinilai sebagai penjiplakan?” ujarnya.
    Dia menegaskan keberatan dan ketidakpuasan terhadap tuduhan yang dilontarkan oleh kuasa hukum Tom Lembong, mengingat para saksi ahli adalah akademisi dan guru besar dari universitas ternama.
    “Kami keberatan dan tidak terima, karena istilah itu sangat serius. Apalagi mereka adalah akademisi dan guru besar di kampus ternama,” jelasnya.
    Zulkifli menambahkan bahwa pemilihan ahli yang dihadirkan bertujuan untuk mendukung pendapat mengenai pembuktian dalam kasus yang sedang disidangkan.
    “Ahli ini memiliki pendapat yang sama terkait pembuktian yang kami ajukan. Terkait penetapan tersangka, apa salahnya jika dua ahli ini menyatakan bahwa penetapan tersangka itu cukup dengan dua alat bukti?” ungkapnya.
    Sementara itu, Ari Yusuf Amir menegaskan bahwa keterangan tertulis tidak dapat dipisahkan dari keterangan yang disampaikan di pengadilan.
    Ia menilai bahwa jika keterangan dari dua ahli yang sama persis, ada kemungkinan besar terjadinya penjiplakan atau rekayasa.
    “Karena mereka ahli, kami akan tanyakan ke universitas masing-masing, siapa yang mencontoh siapa. Atau jika bukan mereka yang membuat, lantas siapa? Jaksa? Rekayasa lagi?” tegasnya.
    Kejaksaan Agung menghadirkan lima saksi ahli dalam sidang praperadilan Tom Lembong.
    Selain Hibnu Nugroho dan Taufik Rachman, Kejagung juga menghadirkan  Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pancasila Agus Surono, Ahli Hukum Administrasi Negara Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur Ahmad Redi, dan Direktur Investigasi I Deputi Bidang Investigasi BPKP Evenri Sihombing.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.