Institusi: Universitas Airlangga

  • DPRD Tuban Beri Penting untuk Peserta Ujian CAT Seleksi Perangkat Desa

    DPRD Tuban Beri Penting untuk Peserta Ujian CAT Seleksi Perangkat Desa

    Tuban (beritajatim.com) – DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Tuban kembali berperan dalam menyukseskan pelaksanaan seleksi perangkat desa. Kali ini, DPRD Tuban turut serta menyosialisasikan persiapan ujian Computer Assisted Test (CAT) dalam rangka seleksi perangkat desa se-Kecamatan Jenu.

    Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi dengan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang bertujuan untuk memantau, mengawasi, serta memberikan informasi yang diperlukan oleh peserta tes.

    Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni, yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan pesan penting kepada peserta ujian. “Kami berpesan kepada seluruh peserta tes, untuk terus mempersiapkan diri belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa lolos dalam tes perangkat desa,” ujar Fahmi Fikroni.

    Sosialisasi ini diadakan pada Senin, 1 Desember 2025, dan bertujuan untuk memastikan transparansi dan integritas pelaksanaan tes.

    Fahmi juga menekankan agar peserta tidak mudah percaya dengan pihak-pihak yang menawarkan iming-iming kelulusan atau memberi kisi-kisi soal dengan imbalan uang. “Jangan pernah percaya, karena setiap kali tes perangkat desa dilaksanakan pasti selalu ada riak-riak seperti ini,” tegas Fahmi. Menurutnya, praktik-praktik tersebut hanya merugikan peserta dan tidak menjamin kelulusan.

    Selanjutnya, Fahmi mengingatkan agar peserta selalu percaya pada kemampuan diri sendiri dan berdoa kepada Allah agar tes berjalan lancar. “Sebelum tes untuk belajar terlebih dahulu,” pesannya.

    Ia juga memberikan keyakinan kepada peserta bahwa tes yang diselenggarakan oleh Unair sudah teruji kredibilitasnya dan tidak akan ada pihak yang berani bermain curang dalam pelaksanaan ujian.

    Sebagai bentuk komitmen dalam menjaga transparansi, Fahmi menjelaskan bahwa Komisi II DPRD Tuban, yang membidangi hukum dan pemerintahan, akan terus mengawasi jalannya tes perangkat desa ini. “Kami akan mengawal, mengawasi, dan memantau langsung pelaksanaan tes ini,” kata Fahmi yang juga merupakan anggota fraksi PKB.

    Dalam kesempatan tersebut, Fahmi mengucapkan terima kasih kepada Unair yang telah menyelenggarakan tes perangkat desa dengan baik, jujur, dan transparan. “Alhamdulillah selama ini tes perangkat desa yang diadakan langsung di kampus Unair berjalan dengan baik jujur dan sangat transparan,” imbuhnya.

    Fahmi berharap kerjasama antara DPRD Tuban dan Unair terus berlanjut demi menghasilkan perangkat desa yang berkompeten dan layak menjabat. “Berdasarkan Perbup No 11 Tahun 2022, tes perangkat desa menguji lima aspek, yakni Bahasa Indonesia, pengetahuan pemerintahan desa, komputer, pendidikan agama, dan pengetahuan umum,” pungkas Fahmi. [dya/suf]

  • DPRD Tuban Beri Penting untuk Peserta Ujian CAT Seleksi Perangkat Desa

    DPRD Tuban Beri Pesan Penting untuk Peserta Ujian CAT Seleksi Perangkat Desa

    Tuban (beritajatim.com) – DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Tuban kembali berperan dalam menyukseskan pelaksanaan seleksi perangkat desa. Kali ini, DPRD Tuban turut serta menyosialisasikan persiapan ujian Computer Assisted Test (CAT) dalam rangka seleksi perangkat desa se-Kecamatan Jenu.

    Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi dengan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang bertujuan untuk memantau, mengawasi, serta memberikan informasi yang diperlukan oleh peserta tes.

    Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni, yang hadir dalam acara tersebut menyampaikan pesan penting kepada peserta ujian. “Kami berpesan kepada seluruh peserta tes, untuk terus mempersiapkan diri belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa lolos dalam tes perangkat desa,” ujar Fahmi Fikroni.

    Sosialisasi ini diadakan pada Senin, 1 Desember 2025, dan bertujuan untuk memastikan transparansi dan integritas pelaksanaan tes.

    Fahmi juga menekankan agar peserta tidak mudah percaya dengan pihak-pihak yang menawarkan iming-iming kelulusan atau memberi kisi-kisi soal dengan imbalan uang. “Jangan pernah percaya, karena setiap kali tes perangkat desa dilaksanakan pasti selalu ada riak-riak seperti ini,” tegas Fahmi. Menurutnya, praktik-praktik tersebut hanya merugikan peserta dan tidak menjamin kelulusan.

    Selanjutnya, Fahmi mengingatkan agar peserta selalu percaya pada kemampuan diri sendiri dan berdoa kepada Allah agar tes berjalan lancar. “Sebelum tes untuk belajar terlebih dahulu,” pesannya.

    Ia juga memberikan keyakinan kepada peserta bahwa tes yang diselenggarakan oleh Unair sudah teruji kredibilitasnya dan tidak akan ada pihak yang berani bermain curang dalam pelaksanaan ujian.

    Sebagai bentuk komitmen dalam menjaga transparansi, Fahmi menjelaskan bahwa Komisi II DPRD Tuban, yang membidangi hukum dan pemerintahan, akan terus mengawasi jalannya tes perangkat desa ini. “Kami akan mengawal, mengawasi, dan memantau langsung pelaksanaan tes ini,” kata Fahmi yang juga merupakan anggota fraksi PKB.

    Dalam kesempatan tersebut, Fahmi mengucapkan terima kasih kepada Unair yang telah menyelenggarakan tes perangkat desa dengan baik, jujur, dan transparan. “Alhamdulillah selama ini tes perangkat desa yang diadakan langsung di kampus Unair berjalan dengan baik jujur dan sangat transparan,” imbuhnya.

    Fahmi berharap kerjasama antara DPRD Tuban dan Unair terus berlanjut demi menghasilkan perangkat desa yang berkompeten dan layak menjabat. “Berdasarkan Perbup No 11 Tahun 2022, tes perangkat desa menguji lima aspek, yakni Bahasa Indonesia, pengetahuan pemerintahan desa, komputer, pendidikan agama, dan pengetahuan umum,” pungkas Fahmi. [dya/suf]

  • Kekerasan Simbolik di Balik Krisis Ekologis
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 November 2025

    Kekerasan Simbolik di Balik Krisis Ekologis Nasional 30 November 2025

    Kekerasan Simbolik di Balik Krisis Ekologis
    Mahasiswa S3 Ilmu Sosial Universitas Airlangga, dosen Universitas Muhammadiyah Malang
    BENCANA
    sejatinya tidak pernah lahir dari ruang hampa, dan tidak terjadi secara alamiah. Bencana yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sekitarnya adalah potret nyata bahwa bencana merupakan akumulasi dari perselingkuhan antara kekuatan politik dan logika kapitalisme.
    Tragedi itu menyingkap siapa yang berkuasa, siapa yang punya modal, dan siapa yang menanggung akibat dari semua itu.
    Kasus di berbagai wilayah Sumatera menunjukkan pola yang sama terjadinya deforestasi struktural, ekspansi ekonomi ekstraktif, serta lemahnya regulasi dan pengawasan yang pada akhirnya membuat masyarakat menjadi korban dari keputusan besar yang tidak pernah mereka buat.
    Filsuf Perancis Pierre Bourdieu menyebutnya sebagai kekerasan simbolik. Ini adalah sebuah bentuk kekerasan yang paling berbahaya karena bekerja tanpa tampak sebagai kekerasan. Kekerasan ini hadir ketika sebuah sistem membuat ketidakadilan terlihat normal, bahkan seolah dapat diterima melalui bahasa dan narasi.
    Dalam konteks bencana ekologis, kekerasan simbolik bekerja setiap kali pemerintah menyebut banjir sebagai musibah alam, bukan sebagai kegagalan tata kelola. Pembukaan hutan dibingkai sebagai narasi pengembangan wilayah, dan alih fungsi lahan dibingkai sebagai narasi pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi.
    Lalu, masyarakat diminta menjaga alam dan lebih sadar lingkungan, padahal yang merusak ekosistem secara masif adalah
    pemegang modal
    yang bahkan tidak tinggal di wilayah tersebut.
    Dengan begitu, banjir bukan hanya air yang meluap, tetapi juga narasi yang meluap. Narasi ini mengaburkan relasi kuasa di baliknya. Bourdieu menyebutnya sebagai
    misrecognition
    , adanya ketidaksetaraan yang terang-terangan.
    Di Sumatera dan juga berbagai wilayah lain di tanah air, masyarakat menerima banjir sebagai siklus tahunan. Padahal siklus itu sesungguhnya buatan manusia yang lahir sebagai produk dari ekspansi sawit, pembalakan, pemutihan izin, dan tumpang tindih wewenang dan seterusnya, yang diselimuti dengan bahasa pembangunan dan pengembangan ekonomi.
    Konsep Bourdieu tentang lapangan (
    field
    ) kekuasaan menjadi penting untuk memahami bahwa setiap kebijakan lingkungan bukan lahir di ruang hampa. Setiap kebijakan lahir dari negosiasi antara aktor-aktor dengan kekuatan beragam, mulai perusahaan, politisi, birokrat, aparat penegak hukum, hingga kelompok masyarakat sipil yang tidak memiliki kekuatan setara.
    “Lapangan” itu tidak simetris. Bagi yang punya modal ekonomi dan politik bukan hanya mampu membuka hutan, tetapi juga mampu mendefinisikan apa yang dianggap rasional, progresif, dan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi.
    Maka, banjir di berbagai wilayah di Sumatera dengan demikian adalah hasil dari persaingan dalam “lapangan kekuasaan” tersebut, di mana aktor yang paling kuat bukan hanya memenangkan kebijakan, tetapi juga memenangkan definisi kebanaran menurut versinya.
    Dalam kasus di Sumatera, warga yang kehilangan rumah, sawah, penghidupan, bahkan anggota keluarga, tidak pernah hadir dalam rapat perizinan. Mereka tidak punya ruang representasional dalam lapangan kekuasaan. Suara mereka kerap disingkirkan karena dianggap tidak memahami kompleksitas ekonomi, padahal merekalah yang paling memahami dampaknya.
    Nancy Fraser, seorang filsuf politik dan feminis Amerika, menyebut ini sebagai
    misframing
    , yakni proses ketika suatu kelompok disingkirkan dari kerangka keputusan yang menentukan hidup mereka.
    Bagi Fraser, krisis lingkungan adalah masalah keadilan. Bukan sekadar keadilan distributif tentang siapa mendapatkan apa, tetapi juga keadilan representasi dan pengakuan (
    recognition
    ). Krisis ekologis, menurut Fraser, adalah gejala dari model ekonomi-politik yang mengutamakan akumulasi dan mengorbankan reproduksi sosial dan ekologis.
    Singkatnya, alam diperlakukan sebagai
    underpaid labor
    , dipaksa bekerja terus-menerus untuk menopang keuntungan segelintir pihak, tetapi tidak pernah diakui kontribusinya. Maka ketika alam murka, air meluap, tanah longsor, dan bencana datang, kelompok yang tidak menikmati keuntungan justru menjadi kelompok yang menanggung biaya paling mahal.
    Pada titik ini, bisakah kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa apa yang terjadi di banyak daerah Sumatera hari ini sesungguhnya adalah kegagalan moral-politik dan keserakahan moral-ekonomi?
    Pertanyaannya kemudian, apa yang bisa dilakukan? Di ruang publik, pemerintah bisa terus membangun narasi baru tentang pembangunan hijau, tetapi tanpa redistribusi kekuasaan dalam lapangan politik dan tanpa demokratisasi proses perizinan, siklus bencana akan terus berulang.
    Masyarakat sipil perlu didorong bukan hanya untuk bergotong royong membersihkan lumpur dan memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi lebih jauh juga harus masuk ke lapangan kuasa guna mengawal kebijakan, mengawasi perizinan, menuntut akuntabilitas korporasi, dan memperjuangkan representasi masyarakat lokal dalam setiap keputusan yang mempengaruhi hidup mereka.
    Sejak awal, ini bukan tentang alam. Ini tentang siapa yang berkuasa mendefinisikan kenyataan, dan siapa yang dipaksa hidup dalam konsekuensinya. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • ECOTON Ingatkan Warga Surabaya soal Ancaman Mikroplastik dalam Darah

    ECOTON Ingatkan Warga Surabaya soal Ancaman Mikroplastik dalam Darah

    Surabaya (beritajatim.com) – ECOTON kembali mengingatkan bahaya paparan mikroplastik setelah temuan 23 bahan kimia plastik berbahaya ditemukan dalam darah pemilah sampah di Gresik.

    Temuan ini menjadi peringatan dini bagi warga Surabaya dan Jawa Timur untuk mengurangi konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) serta plastik sekali pakai.

    Aksi keprihatinan digelar ECOTON bersama mahasiswa Unesa dan Unair di Perempatan Jalan Mulyorejo, Surabaya. Mereka membentang poster dan menyerukan penghentian penggunaan plastik sekali pakai, terutama botol air minum kemasan.

    “Temuan senyawa kimia plastik dalam darah pemulung di Gresik harus menjadi pelajaran. Kita harus stop penggunaan air minum dalam kemasan plastik,” kata Koordinator Kampanye Mikroplastik ECOTON, Alaika Rahmatullah, Jumat (28/11/2025).

    Ia menjelaskan bahwa 50 persen polimer mikroplastik yang terdeteksi merupakan PET dan ftalat, komponen utama botol plastik AMDK.

    Sebanyak 20 aktivis lingkungan dari ECOTON, Growgreen, River Warrior, dan mahasiswa Unair Kampus C ikut dalam aksi tersebut. Mereka menyoroti sampah botol plastik yang terus mencemari sungai, laut, dan perairan.

    “Botol plastik menjadi sumber mikroplastik yang mengancam kesehatan manusia. Sudah saatnya warga Jawa Timur menghentikan penggunaan plastik sekali pakai,” ujar Anjar, mahasiswa Komunikasi Universitas Negeri Surabaya.

    Temuan 23 bahan kimia plastik ini berasal dari biomonitoring Wonjin Institute for Occupational Environmental Health (WIOEH) Korea Selatan, ECOTON, dan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

    Penelitian dilakukan pada 32 perempuan pemilah sampah di Gresik. Analisis terhadap 65 jenis bahan kimia menunjukkan seluruh peserta terpapar 23 bahan kimia berbahaya, dengan kadar jauh lebih tinggi pada pekerja pemilah.

    “Pekerja pemilah sampah terpapar bahan kimia plastik berbahaya pada tingkat yang jauh lebih tinggi dibanding populasi umum. Ini tidak boleh diabaikan,” kata Dr. Won Kim dari WIOEH.

    Ia menyebut paparan kronis senyawa seperti BPA dan ftalat berpotensi mengganggu hormon, metabolisme, hingga kesehatan reproduksi.

    Kadar BPA pada peserta bahkan tercatat 2,3 kali lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, 10 kali lebih tinggi dari perempuan Korea, dan 7 kali lebih tinggi dari perempuan Amerika Serikat.

    Senyawa ftalat, PAH, hingga flame retardants juga terdeteksi pada kadar 2–3 kali lebih tinggi dari populasi umum. Seluruh peserta juga memiliki kadar timbal melebihi standar negara maju.

    Situasi ini disebut sebagai risiko kesehatan serius akibat paparan plastik, debu mikroplastik, dan asap pembakaran yang terjadi setiap hari di lingkungan kerja.

    “Paparan setinggi ini sangat mengkhawatirkan, terutama bagi pekerja perempuan. Indonesia perlu standar perlindungan pekerja yang lebih baik,” ujar Dr. Lestari Sudaryanti dari Fakultas Kedokteran Unair.

    Direktur Ecoton Foundation, Dr. Daru Setyorini, menegaskan temuan tersebut mencerminkan buruknya sistem pengelolaan sampah di Indonesia. Ia menyebut 60 persen sampah plastik tidak terkelola dan sebagian besar berakhir di sungai atau ruang terbuka.

    “Ini harus menjadi alarm keras bagi pemerintah. Pengurangan plastik sekali pakai dan perlindungan bagi pekerja sektor informal tidak bisa lagi ditunda,” ujarnya. [ipl/kun]

  • Respons Eks Kapolri Badrodin Haiti Soal Fenomena Masyarakat Lapor Damkar

    Respons Eks Kapolri Badrodin Haiti Soal Fenomena Masyarakat Lapor Damkar

    Bisnis.com, SURABAYA – Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Badrodin Haiti merespons fenomena masyarakat yang lebih memilih melapor kepada pemadam kebakaran (damkar) dibandingkan dengan polisi saat terjebak permasalahan.

    Menurut Badrodin, fenomena tersebut merupakan suatu kenyataan yang dirasakan oleh masyarakat. Dia menyebut bahwa masyarakat membutuhkan kecepatan petugas dalam merespons dan meminta bantuan untuk mengatasi problem yang tengah dihadapi.

    “Tidak hanya ke polisi, mungkin lapor, ada keperluan misalnya ke balai desa, ke aparat pemerintah yang lain, kepolisian, memang memerlukan respon yang cepat,” ungkap Badrodin usai diskusi publik dan penyampaian aspirasi agenda reformasi kepolisian di Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (27/11/2025).

    Mantan Kapolri periode 2015-2016 ini menyebut, salah satu penyebab polisi agak lamban merespons keluhan masyarakat karena terlalu banyak rantai birokrasi yang tumbuh di manajemen kepolisian. Sehingga, masyarakat akan memilih institusi yang lebih cepat merespons permasalahan di lapangan.

    Atas berbagai realita yang terjadi itu, Badrodin pun menyerukan kepada institusi kepolisian untuk segera berbenah.

    “Polisi sudah ada mengaktifkan [layanan hotline] kembali, harapannya bisa lebih cepat merespon. Mungkin juga bisa, beberapa kota itu dilakukan digitalisasi dengan sistem,  sehingga secara online itu bisa dilihat responnya itu berapa lama sih. Kalau orang lapor terus di responnya itu berapa menit, itu bisa diukur,” paparnya.

    Walau begitu, Badrodin menyebut bahwa respons cepat polisi atas laporan masyarakat juga tidak melulu dihitung dengan waktu. Menurutnya, sifat keikhlasan, jiwa “civilian police” dari masing-masing aparat juga penting untuk dilaksanakan.

    “Kalau dia melayani dengan grundel, dengan muka yang tidak bersahabat kan, juga masyarakat juga tidak nyaman dengan seperti itu. Oleh karena itu, keikhlasan dia meneladani itu juga perlu gitu buat polisi,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo mengakui minimnya respons Polri terhadap laporan masyarakat masih lambat dibandingkan dengan Pemadam Kebakaran (Damkar). 

    Berdasarkan data yang ada, respons cepat aduan masyarakat di Polri rata-rata masih di atas 10 menit. Sebaliknya, Damkar justru lebih cepat merespons aduan masyarakat dibandingkan dengan Polri.

    “Saat ini masyarakat lebih mudah melaporkan segala sesuatu ke Damkar karena Damkar quick response-nya cepat,” ujar Dedi saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025).

  • Putusan MK Larang Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Badrodin: Eksekusinya Ada di Tangan Kapolri

    Putusan MK Larang Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Badrodin: Eksekusinya Ada di Tangan Kapolri

    Bisnis.com, SURABAYA — Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Badrodin Haiti angkat suara mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tentang larangan bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar institusi kepolisian atau jabatan sipil selama masih berstatus aktif.

    Badrodin menjelaskan bahwa implementasi atau pelaksanaan atas putusan yang menghapus Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002–yang menurut MK bertentangan dengan UUD 1945 tersebut menjadi kewenangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sepenuhnya

    “Ini [Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025] sangat tergantung dari pada penilaian Kapolri,” ungkap Badrodin kepada Bisnis usai diskusi publik dan penyampaian aspirasi agenda reformasi kepolisian di Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (27/11/2025).

    Mantan Kapolri periode 2015-2016 ini juga menegaskan bahwa putusan MK tersebut sudah sepatutnya untuk segera dilaksanakan sepenuhnya oleh instansi kepolisian. Dia menyebut, sudah banyak pakar hukum yang telah membahas mengenai putusan MK tersebut, hingga mendesak agar kepolisian aktif untuk segera menanggalkan jabatannya di institusi sipil.

    “Kalau secara hukum kan sudah ada banyak pakar-pakar yang sudah berbicara tentang keputusan MK itu, dan sudah memang bunyinya seperti itu, dan harus dilaksanakan, tetapi dilaksanakan atau tidak, bukan dari kami, tapi dari Kapolri sendiri,” tegasnya.

    Badrodin juga menerangkan, pasca Reformasi 1998 saat institusi TNI dan Polri secara resmi dipisahkan, pada tahun 2000 terbit beleid yang menyatakan bahwa polisi merupakan bagian dari sipil.

    Walau polisi sudah dinyatakan sebagai bagian dari sipil sejak 25 tahun silam, tetapi Badrodin menegaskan bahwa jajaran aparat kepolisian belum sepenuhnya menunjukkan sifat sebagai seorang “civilian police”. 

    Menurutnya, hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih kentalnya kultur militeristik yang terjadi pada tubuh kepolisian hingga saat ini. Apalagi, sebut Badrodin, budaya tersebut yang justru menghambat usaha pelayanan dan pengayoman yang dilakukan polisi kepada masyarakat. 

    “Kalau tadi ada penilaiannya bahwa polisi itu memang sudah sipil sejak tahun 2000, tetapi perilakunya yang masih belum menunjukkan civilian police. Jadi, masih kultur militernya itu masih cukup kental, sehingga ini yang seringkali menjadi problem yang dihadapi oleh masyarakat,” pungkasnya. 

    Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri mengungkap data anggota polisi yang saat ini menduduki jabatan sipil mencapai 300 orang. 

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan ratusan orang itu menduduki jabatan manajerial di kementerian maupun lembaga. Hanya saja, Sansi tidak memerinci ratusan orang yang menjabat di luar struktur itu. 

    “Ada sekitar 300 orang yang [anggota duduki jabatan sipil],” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Dia menambahkan, ratusan orang itu berasal dari 4.132 anggota yang terdiri dari staf, ajudan, pengawal hingga pendukung di Kementerian/Lembaga terkait.

    Adapun, kata Sandi, ribuan orang ini tidak dilibatkan dalam manajerial pada struktur kementerian maupun lembaga. “Sisanya adalah jabatan-jabatan pendukung non-manajerial. Seperti yang saya sampaikan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Sandi menegaskan bahwa selama ini penugasan anggota Polri di luar struktur merupakan permintaan dari kementerian maupun lembaga terkait. 

    Setelah permintaan itu, Kapolri menunjuk AS SDM untuk melakukan asesmen pejabat yang relevan dengan permintaan kementerian/lembaga. Selanjutnya, Kapolri mengeluarkan surat perintah terkait penugasan itu. 

    Khusus anggota Polri dengan pangkat bintang dua ke atas, maka harus diusulkan terlebih dahulu ke Presiden. Sementara, anggota Polri di bawah bintang dua maka akan diusulkan ke pejabat setingkat menteri.

    “Selama ini pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota Polri yang bekerja di luar struktur didasarkan pada mekanisme yang ditentukan undang-undang. Jadi, penentuan untuk penugasan di luar struktur, itu karena adanya permintaan dari kementerian lembaga terkait,” pungkasnya.

  • Dua Inovasi Banyuwangi Masuk Finalis Kovablik 2025: Jagoan Tani dan I-Care Dapat Apresiasi Juri

    Dua Inovasi Banyuwangi Masuk Finalis Kovablik 2025: Jagoan Tani dan I-Care Dapat Apresiasi Juri

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Dua inovasi andalan Banyuwangi, Jagoan Tani dan I-Care, berhasil masuk sebagai finalis Top Inovasi Terbaik dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Kovablik) Tahun 2025 yang digelar Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, mempresentasikan kedua inovasi tersebut di hadapan dewan juri, Kamis (27/11/2025).

    Presentasi dilakukan di hadapan tim juri yang terdiri dari Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, Prof. Dr. Jusuf Irianto; Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Jawa Timur, Dr. Andriyanto, SH, M.Kes; serta Hariatni Novitaari dari kalangan praktisi media.

    Sesi presentasi dan wawancara ini menjadi penilaian terakhir sebelum ditetapkan peraih predikat Outstanding Public Service Innovation 2025.

    Dalam pemaparannya, Ipuk menerangkan bahwa Jagoan Tani merupakan program inkubasi yang dirancang untuk mendorong anak-anak muda terjun ke sektor pertanian. Setiap tahun, ratusan peserta yang telah memiliki rintisan usaha mengikuti program ini untuk mengembangkan bisnis agribisnis mereka.

    “Kami hadirkan sejumlah mentor berpengalaman dari kalangan praktisi hingga akademisi untuk scaling-up bisnis mereka. Kami juga koneksikan mereka dengan perbankan, jaringan dunia usaha, hingga stimulus modal untuk pengembangan usahanya,” ujar Ipuk.

    Hingga kini, Jagoan Tani telah melahirkan sekitar 4.000 wirausaha muda di sektor agribisnis. Berbekal pendampingan inkubasi, mereka mampu mengembangkan usaha pertanian secara lebih modern. Program ini bahkan telah menjadi percontohan nasional dan menarik kunjungan dari berbagai daerah.

    Selain itu, Ipuk juga menjelaskan inovasi I-Care yang diinisiasi RSUD Blambangan. Program ini memfasilitasi rujukan cepat pasien stroke untuk meningkatkan keberhasilan penanganan pada golden period, yakni sebelum 4,5 jam sejak serangan awal.

    Layanan I-Care menggabungkan edukasi, teknologi aplikasi, dan gotong royong masyarakat. Akses layanan dapat dilakukan melalui superApps Smart Kampung. Pasien cukup membuka menu I-Care, melakukan cek mandiri risiko stroke, kemudian memilih ambulans terdekat agar segera menuju rumah sakit.

    “Tujuannya, mempercepat pasien tiba di rumah sakit. Dengan penanganan tepat di masa golden period, untuk mengurangi risiko cacat permanen hingga kematian pada penderita,” kata Ipuk.

    Inovasi tersebut membawa dampak signifikan. Sepanjang 2024, jumlah pasien stroke yang datang dalam golden period meningkat, sehingga angka kefatalan pasien menurun menjadi 16,18 persen dari sebelumnya 82 persen. Sebanyak 83,82 persen pasien juga dapat kembali produktif.

    Berkat keberhasilan ini, sejak 2023 I-Care telah ditetapkan sebagai percontohan nasional untuk layanan terintegrasi kegawatan stroke dan meraih Diamond Status dari World Stroke Organization (WSO) selama 2021–2025, serta Diamond Award dalam Indonesia Health Care Innovation Award 2023.

    Mendengar pemaparan tersebut, dewan juri memberikan apresiasi terhadap inovasi Banyuwangi. “Saya sangat appreciate dengan inovasi I-Care. Ini memperkuat upaya kuratif sebagai salah satu fungsi di RS,” jelas Prof. Jusuf. [alr/beq]

  • ICW Soroti Intervensi Prabowo di Kasus Korupsi, Wamenko Otto: Tidak Tepat & Terlalu Subjektif

    ICW Soroti Intervensi Prabowo di Kasus Korupsi, Wamenko Otto: Tidak Tepat & Terlalu Subjektif

    Bisnis.com, SURABAYA — Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Otto Hasibuan angkat suara mengenai desakan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Presiden Prabowo Subianto untuk tidak mengintervensi putusan pengadilan tindak pidana korupsi karena dikhawatirkan dapat merusak tatanan sistem peradilan pidana.

    Otto menegaskan bahwa pernyataan ICW tersebut tidaklah tepat karena presiden memiliki hak prerogatif yang telah diatur dalam undang-undang dasar. Menurutnya, presiden memiliki kewenangan untuk menggunakan hak prerogatif tersebut, termasuk dalam melakukan rehabilitasi, yang telah diamanatkan konstitusi.

    “Ada suatu rehabilitasi yang dilakukan secara yuridis, tetapi kalau soal hak apa untuk memberikan rehabilitasi itu adalah kewenangan yang dimiliki oleh presiden yang diberikan oleh konstitusi, khususnya dalam pasal 14 undang-undang dasar,” ucap Otto kepada Bisnis usai diskusi publik dan penyampaian aspirasi agenda reformasi kepolisian di Universitas Airlangga, Surabaya, Kamis (27/11/2025).

    Otto juga menuding bahwa pernyataan ICW yang menyebutkan hak prerogatif tersebut dapat berpotensi mengacaukan sistem peradilan pidana, bersifat terlalu subjektif. Ia menegaskan kembali bahwa hak prerogatif tersebut melekat pada diri presiden, sebagaimana telah diamanatkan oleh undang-undang dasar.

    “Jadi, bagaimana kita bisa mengatakan seorang presiden itu merusak tatanan hukum karena dia melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dasar, kan enggak mungkin. Jadi, itu saya kira pendapat yang terlalu subjektif ya,” tegasnya.

    Otto yang juga dikenal sebagai pengacara kondang ini menyatakan bahwa hak prerogatif yang dijalankan presiden terhadap peradilan tindak pidana korupsi tersebut dilakukan semata-mata hanya untuk kepentingan umum. Maka, pemberian rehabilitasi, abolisi, ataupun amnesti seyogyanya sah di mata hukum karena berlandaskan konstitusi negara.

    “Percayalah, bahwa presiden menggunakan kewenangannya itu dengan sebaik-baiknya dan pasti untuk kepentingan umum dan kepentingan yang lebih besar. Begitu kira-kira. [Hak prerogatif presiden] sah karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar,” pungkasnya. 

    Diberitakan sebelumnya, ICW mendesak Presiden Prabowo Subianto tidak mengintervensi hasil putusan pengadilan tindak pidana korupsi. 

    Hal ini buntut dari pemberian rehabilitasi bagi Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran tahun 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan tahun 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono. 

    Mereka sebelumnya dinyatakan bersalah korupsi oleh pengadilan Tipikor dalam kasus akuisisi kapal PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP). Terlebih, sebelumnya Prabowo juga memberikan abolisi bagi Thomas Trikasih Lembong dan amnesti bagi Hasto Kristiyanto. ICW menilai, intervensi presiden memperlemah putusan pengadilan.

    “Intervensi Presiden terhadap putusan pengadilan merupakan bentuk pelemahan terhadap lembaga yudikatif dan pengabaian terhadap prinsip pemisahan cabang kekuasaan. Terlebih, kasus ini masih belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap,” tulis ICW melalui laman resminya, Kamis (27/11/2025). 

    Apalagi pemberian rehabilitasi sebelum putusan berstatus tetap atau inkrah. Diketahui, Ira dijatuhi vonis pada 20 November 2025 dan diberikan waktu tujuh hari untuk mengajukan banding yang dalam hal ini tenggat waktu sampai 27 November 2025.

    Menurut, ICW lembaga yudikatif harus bersifat transparan dan independen, serta bebas dari intervensi politik. Pemberian rehabilitasi maupun amnesti tanpa pertimbangan yang jelas dapat mencederai prinsip tersebut. 

    “Dalam institusi peradilan seharusnya Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung diposisikan sebagai ruang koreksi yuridis untuk menguji ketepatan pertimbangan hukum pengadilan yang berada di bawahnya,” lanjut rilis tersebut.

    ICW khawatir pemberian rehabilitasi maupun amnesti dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi dengan membangun narasi-narasi belas kasih sehingga memperoleh hak prerogatif presiden. 

    Selain itu, mudahnya menggunakan hak prerogatif berpotensi mengacaukan sistem peradilan pidana yang patutnya bersifat objektif. 

    Selain menuntut batasan pemberian rehabilitasi hingga amnesti, ICW juga mendesak DPR segera mengatur pemberian hak prerogatif presiden sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

  • Peneliti Unair Temukan Mikroplastik dalam Air Ketuban-Urine, Bisa Begini Dampaknya

    Peneliti Unair Temukan Mikroplastik dalam Air Ketuban-Urine, Bisa Begini Dampaknya

    Jakarta

    Penelitian mengenai keberadaan mikroplastik dalam tubuh manusia kembali menunjukkan kenyataan yang mengkhawatirkan. Hal itu diungkapkan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Dr Lestari Sudaryanti dr MKes dalam penelitian yang dilakukan di daerah Gresik, Jawa Timur.

    Ia mengungkap temuan mikroplastik tidak hanya pada pekerja pemilah sampah, tetapi juga pada air ketuban ibu hamil, darah, dan urine.

    Fakta tersebut ia temukan berdasarkan sampel yang diambil dari pekerja pemilah sampah di tiga daerah, yakni (Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ngitik, Bawean, dan Wringin Anom. Juga, pada air ketuban ibu hamil di Puskesmas dan rumah sakit di Gresik, berkolaborasi dengan NGO Wonjin dari Korea untuk analisis darah dan urine.

    “Untuk air ketuban itu, total sampel sekitar 48 dan semuanya positif mengandung mikroplastik,” ungkapnya, dikutip dari laman Unair, Kamis (27/11/2025).

    Dr Lestari menambahkan mikroplastik juga ditemukan dalam urine dengan jumlah partikel yang berbeda-beda. Semua perhitungan dilakukan menggunakan mikroskop untuk mengetahui jumlah partikel per mililiter.

    Adapun hasil identifikasi lengkap dari Korea masih dalam proses, namun secara garis besar diketahui bahwa jenis mikroplastik yang ditemukan terutama dari golongan phthalates. Selain itu, analisis awal menunjukkan keberadaan berbagai senyawa seperti naphthalene, fluorine, pyrene, styrene, serta logam berat seperti kadmium (Cd), timbal, krom (Cr), dan nikel.

    “Plastik yang lentur-lentur itu banyak mengandung phthalates, terutama plastik sekali pakai,” jelasnya.

    Menurutnya, logam berat dapat melekat pada plastik sebagai stabilisator sehingga ikut masuk ke dalam. Untuk memahami bagaimana mikroplastik masuk ke air ketuban, tim peneliti juga menganalisis darah ibu.

    Pengiriman sampel ke luar negeri dilakukan dalam bentuk plasma dan whole blood karena lebih memungkinkan daripada membawa sampel air ketuban.

    Dampak Mikroplastik

    Secara teori, paparan mikroplastik dapat memicu stres oksidatif dan inflamasi, yang kemudian mempengaruhi metabolisme tubuh, termasuk hormon.

    “Plastik itu bersifat estrogenik, jadi berisiko pada penyakit-penyakit yang terkait estrogen, misalnya PCOS,” jelasnya.

    Dr Lestari memaparkan bahwa mikroplastik dapat masuk melalui inhalasi, oral, maupun kulit. Pada sistem pernapasan, mikroplastik dapat terdeposit di alveoli dan berdampak pada gangguan pernapasan seperti PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

    Lebih jauh lagi, akumulasi plastik dapat mempengaruhi insulin dan metabolisme, sehingga berpotensi meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, dan obesitas.

    “Berdasarkan pengukuran objektif pada petugas pemilah sampah perempuan itu, kita melihat angka temuan obesitasnya tinggi, sekitar 48 persen kemudian gizi lebihnya itu 17 persen.” ungkapnya.

    Mikroplastik Bisa Masuk ke Organ Penting Termasuk Otak

    Tak hanya itu, Dr Lestari juga memaparkan mikroplastik bisa menyebar secara sistemik melalui darah dan mencapai organ-organ penting, termasuk otak. Sejumlah riset juga menunjukkan kemampuan mikroplastik menembus sawar otak.

    Dalam pengujian mikroskopis, mikroplastik memiliki beragam bentuk seperti fiber, filament, dan microbeads.

    “Dan microbeads ini yang banyak pada produk skincare yang untuk kaya pembersih muka, untuk mengurangi jerawat.”

    Masuknya mikroplastik ke tubuh manusia juga berkaitan dengan berbagai proses lingkungan, mulai dari kondensasi di awan, turunnya hujan, absorbsi oleh tanaman, hingga masuk ke rantai makanan melalui plankton dan ikan.

    Dampak Mikroplastik pada Bayi

    Di sisi lain, temuan seluruh air ketuban pada 48 sampel mengandung mikroplastik memunculkan kekhawatiran tersendiri.

    Dr Lestari menjelaskan pemeriksaan Malon DLDH menunjukkan peningkatan kadar pada sebagian sampel, meski analisis korelasi dengan jumlah partikel mikroplastik masih berlangsung.

    “Bayi itu makan air ketuban. Jadi pasti ada impact-nya,” ujarnya.

    Meski begitu, ia menegaskan untuk mengetahui dampak lebih spesifik, perlu adanya penelitian lebih lanjut termasuk studi pada hewan coba. Pada penelitian ini, sebagian besar berat badan bayi berada dalam kategori normal, meski ditemukan sejumlah kasus berat badan lahir rendah.

    Ia memberikan beberapa langkah pencegahan terutama bagi masyarakat yang berisiko tinggi terpapar mikroplastik, seperti pekerja di lingkungan TPA. “

    Harus pakai alat pelindung diri, masker, dan cuci tangan dengan bersih. Otomatis juga harus rutin kontrol kesehatan. Karena kecenderungan obesitas dan gizi yang lebih banyak, perempuan yang lebih rentan terhadap plastik membawa risiko itu saat hamil. Bayi dalam lingkungan penuh stres oksidatif pun akan mengalami dampaknya pada metabolisme,” pungkas Dr Lestari.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Komisi E DPRD Jatim Tuntaskan Raperda Kebencanaan, Respons Ancaman 241 Bencana pada 2025

    Komisi E DPRD Jatim Tuntaskan Raperda Kebencanaan, Respons Ancaman 241 Bencana pada 2025

    Surabaya (beritajatim.com) – Komisi E DPRD Jawa Timur menuntaskan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana. Langkah ini ditempuh untuk memperkuat payung hukum sekaligus meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat, khususnya kelompok rentan.

    “Perubahan Perda ini bukan hanya penyesuaian regulasi, tetapi kebutuhan mendesak untuk memastikan negara hadir melindungi seluruh warga, terutama kelompok rentan,” kata Juru Bicara Komisi E DPRD Jatim, Cahyo Harjo Prakoso saat paripurna di DPRD Jatim, Kamis (27/11/2025).

    Cahyo menyebutkan berdasarkan kajian risiko kebencanaan, Provinsi Jawa Timur tercatat memiliki 14 ancaman bencana yang tersebar di 38 kabupaten dan kota, dan selama Januari hingga September 2025 telah terjadi 241 kejadian bencana. Ratusan bencana itu menyebabkan korban jiwa, ribuan rumah rusak, serta puluhan ribu kepala keluarga terdampak.

    “Data BPBD menunjukkan bahwa risiko bencana kita sangat tinggi dan hampir merata di seluruh wilayah Jawa Timur,” ujar Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.

    Komisi E DPRD Jatim menilai Perda Nomor 3 Tahun 2010 sudah tidak relevan dengan perkembangan kondisi kebencanaan saat ini. Dari total 107 pasal, lanjut Cahyo, sebanyak 50 pasal mengalami perubahan, baik berupa revisi, penambahan pasal baru, maupun penghapusan. “Perda ini sudah berlaku 15 tahun, sementara tantangan kebencanaan terus berkembang dan semakin kompleks,” kata Cahyo.

    Dalam revisi tersebut, penguatan perlindungan bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan penyandang disabilitas menjadi salah satu fokus utama. Salah satu langkah konkret yang diatur adalah pembentukan Unit Layanan Disabilitas di lingkungan BPBD.

    “Kelompok rentan harus mendapatkan perlindungan sejak pra bencana, saat tanggap darurat, sampai tahap pemulihan,” tutur alumnus FH Universitas Airlangga Surabaya ini.

    Komisi E juga mendorong penguatan peran relawan sebagai mitra strategis BPBD di daerah. Selain itu, kata dia, pola kolaborasi pentahelix yang melibatkan masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, dan media massa digariskan lebih tegas dalam Perda hasil revisi. “Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, semua unsur harus terlibat,” ujar dia.

    Pengaturan rencana operasi darurat, rencana kontinjensi, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta skema pendanaannya juga masuk dalam materi perubahan. Dengan demikian, penanganan bencana diharapkan tidak lagi bersifat sementara atau reaktif. “Kami ingin seluruh tahapan penanggulangan bencana berjalan sistematis dan terukur,” tutur dia.

    Cahyo berharap revisi Perda ini dapat memperkuat kesiapsiagaan daerah menghadapi berbagai ancaman, mulai dari banjir hingga erupsi gunung api. Dia menilai regulasi yang adaptif menjadi kunci keselamatan masyarakat di tengah perubahan iklim dan dinamika lingkungan. “Tujuan akhirnya adalah melindungi masyarakat Jawa Timur agar lebih siap, lebih aman, dan lebih cepat pulih ketika bencana terjadi,” pungkas Cahyo. [asg/kun]