KPK OTT di Riau, Gubernur Abdul Wahid Ikut Ditangkap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau, Senin (3/11/2025).
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, Abdul Wahid menjadi salah satu orang yang ditangkap.
“Salah satunya (
Gubernur Riau Abdul Wahid
),” ujarnya kepada Kompas.com.
Dia juga belum mengungkap kasusnya.
Sementara itu, juru bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan KPK menangkap 10 orang dalam OTT ini.
“Benar, ada kegiatan tangkap tangan yang KPK lakukan di wilayah Provinsi Riau. Saat ini, atau sampai dengan saat ini, ada sekitar sejumlah 10 orang yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan,” kata Budi.
Budi mengatakan, saat ini tim KPK masih berada di lapangan. Dia memastikan akan memberikan informasi terbaru terkait operasi senyap.
“Tim masih di lapangan dan masih terus berprogres, jadi nanti kita akan terus
update
perkembangannya,” ujarnya.
Abdul Wahid lahir pada 21 November 1980 di Desa Belaras (kini Desa Cahaya Baru, Dusun Anak Peria, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau).
Ia menempuh pendidikan dasar hingga Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Desa Simbar, Kabupaten Indragiri Hilir.
Setelah itu, ia sempat bersekolah di MAN 1 Tembilahan, kemudian melanjutkan pendidikan ke Pesantren Ashabul Yamin di Lasi Tuo, Kecamatan Ampek Angkek Canduang, Sumatera Barat.
Setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren, Abdul Wahid melanjutkan studi di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: UIN
-

Budi Arie Gabung Gerindra Demi Langgengkan Duet Prabowo-Gibran
GELORA.CO -Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai adanya kemungkinan strategi politik di balik kabar keinginan Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, untuk bergabung dengan Partai Gerindra.
Menurut Adi, langkah itu tidak bisa dilepaskan dari kalkulasi politik yang lebih besar, terutama terkait upaya mempertahankan duet Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka hingga Pilpres 2029.
“Jangan-jangan ini strategi Budi Arie masuk ke Gerindra, terutama untuk mensukseskan duet kembali antara Prabowo dengan Mas Gibran,” ujar lewat kanal Youtube miliknya, Senin, 3 November 2025.
Asumsi ini muncul tak lepas dari kiprah Budi Arie yang dikenal sebagai salah satu tokoh relawan utama pendukung Jokowi.
“Nggak aneh hari ini relawan politik Jokowi atau yang berada di sekitar Jokowi terus punya intensi bahwa 2029 nanti upaya untuk terus menduetkan Prabowo sebagai capres dan Gibran sebagai cawapres itu terus dilanggengkan untuk kedua kalinya,” lanjut Adi.
Di sisi lain, Direktur Parameter Politik Indonesia itu menilai Gerindra tentu akan berhitung matang sebelum membuka pintu bagi sosok yang dikenal sangat dekat dengan Jokowi itu.
“Gerindra pasti mengalkulasi untung ruginya jika Budi Arie bergabung. Tapi sampai detik ini, Budi Arie belum resmi ke Gerindra,” pungkasnya.
-

Permasalahan TKA dan Jalan Tengahnya
Jakarta –
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan menyelenggarakan Tes Kemampuan Akademik (TKA) pada 3-9 November 2025 untuk jenjang SMA/SMK. Saat ini tercatat 3,5 juta siswa telah mendaftar setelah pendaftaran ditutup pada Minggu, 5 Oktober 2025. Salah satu fungsi utama TKA, menurut Toni Toharudin, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), adalah sebagai alat validasi nilai rapor dalam penerimaan mahasiswa baru jalur prestasi.
Selain itu, hasil TKA juga digunakan untuk pendaftaran ke jenjang lebih tinggi di sekolah negeri melalui jalur prestasi. Secara konsep, TKA diharapkan menambah instrumen penilaian yang lebih objektif. Hal ini sejalan dengan kekhawatiran publik bahwa nilai rapor kerap “di-markup” oleh sekolah demi meloloskan siswanya ke perguruan tinggi negeri atau sekolah favorit.
Namun, upaya menciptakan objektivitas melalui tes terstandar menyimpan sejumlah problem dan berpotensi melahirkan bentuk ketimpangan baru. Pertama, potensi munculnya cognitive fatigue atau kelelahan kognitif akibat terlalu banyak tes yang dihadapi siswa. Saat ini dengan Kurikulum Merdeka siswa telah dibebani berbagai asesmen: Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), ujian tengah/akhir semester, serta asesmen berbasis proyek.
Penambahan TKA dapat menambah tekanan psikologis dan beban belajar. Baru-baru ini ada tuntutan dari seorang siswa dalam bentuk petisi pada laman change.org yang meminta pemerintah untuk membatalkan TKA “karena sistem ini menambah tekanan bagi siswa dan siswi”, tutur siswa yang menginisiasi petisi tersebut. Selain itu waktu yang diberikan untuk persiapan TKA juga sangat singkat, 112 hari atau 3,5 bulan dan ada kendala server saat simulasi TKA diadakan (Tempo, 27/10/2025).
Kedua, keberadaan TKA bisa menggeser fokus pembelajaran. Guru dan siswa akan lebih berorientasi pada strategi memperoleh nilai tinggi ketimbang mengembangkan pembelajaran mendalam berbasis proyek, inkuiri, atau pemecahan masalah. Hal ini beralasan karena secara naluriah, mereka akan menaruh perhatian pada apa yang dinilai (Dylan William, 2011). Dan hal ini pun terbukti dari keterangan siswa yang menuntut petisi yang merasakan bahwa kisi-kisi TKA yang dibagikan terlalu luas yang artinya siswa cenderung belajar pada kisi-kisi ujian saja.
Padahal, filosofi Kurikulum Merdeka dan pembelajaran mendalam menekankan pengembangan kompetensi holistik, bukan sekadar skor tes. Dampaknya bisa diidentifikasi sebagaimana studi terdahulu menunjukkan bahwa tes terstandar mengurangi skup dan kualitas muatan pembelajaran, menurunkan peran guru dalam hal kreativitas menyusun pembelajaran yang menarik, dan menjauhkan siswa dari pembelajaran aktif (McNeil, 2009, Standardization, Defensive Teaching, and the Problems of Control).
Ketiga, meski TKA disebut tidak wajib, faktanya hasilnya menjadi syarat penerimaan mahasiswa baru jalur prestasi. Artinya, TKA berubah menjadi ujian dengan konsekuensi besar atau high-stakes test. Hal itulah yang kemudian membuat siswa dan guru akan merasa tertinggal bila tidak ikut, sehingga ujian ini menjadi “wajib” meski tidak secara langsung dinyatakan.
Membludaknya jumlah peserta TKA bisa jadi bukan karena sukarela tetapi ada rasa tidak nyaman ketika tidak mengikuti meskipun tidak benar-benar siap. Apalagi ramai di pemberitaan bahwa TKA akan dijadikan syarat masuk perguruan tinggi dengan jalur prestasi.
Akibatnya, situasi itu bisa menyerupai era Ujian Nasional. Sekolah, guru, siswa dan orang tua terobsesi dengan skor. Industri bimbingan belajar (bimbel) pun kembali bergairah dengan biaya yang tidak murah. Bagi siswa dari keluarga mampu mereka lebih mudah mengakses bimbel dan materi latihan yang berkualitas, sementara siswa yang kurang mampu hanya mengandalkan soal dari laman resmi Kemendikdasmen.
Itupun kalau siswa memiliki akses internet yang bagus dan tidak terkendala servernya. Kondisi semacam itulah yang lagi-lagi memperlebar jurang ketimpangan pada akses pendidikan yang berkualitas.
Meskipun pemerintah mengklaim bahwa TKA merupakan upaya untuk menjamin pendidikan bermutu bagi semua, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, pada kenyataannya pemerintah justru sedang menerapkan rezim neoliberalisme.
Seperti yang dicatat Clarke dan Morgan (2011), rezim semacam ini “melanggengkan ketidakadilan melalui penyangkalan terhadap perbedaan dan penekanan pada kesetaraan formal (yaitu perlakuan yang sama), alih-alih keadilan (yaitu perlakuan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing).
Persoalan lain adalah desain TKA yang menggunakan standar nasional berisiko mengabaikan keragaman konteks daerah. Mata uji yang terbatas pada Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran pilihan tidak cukup mewakili kompleksitas kecerdasan siswa. Juga tes nasional berbasis norma pusat (norm-referenced) seringkali tidak mempertimbangkan perbedaan sumber daya guru, fasilitas sekolah, dan karakteristik sosial budaya dari Sabang sampai Merauke.
Penelitian terbaru oleh Reza Aditia dan Krisztián Széll tahun 2025 dengan judul “Belonging matters: How context and inequalities shape student achievement in Indonesia” menunjukkan bahwa di Indonesia prestasi belajar siswa tidak hanya soal kemampuan individu, tetapi juga asal-usul sosial dan tempat tinggal.
Ada pula persoalan logis: bagaimana jika nilai TKA tidak sejalan dengan nilai rapor? Apakah rapor yang disusun melalui proses panjang guru dianggap tidak sahih hanya karena hasil satu kali tes berbeda? Rapor mencakup seluruh mata pelajaran dan aspek sikap, sedangkan TKA hanya menguji beberapa bidang akademik. Menggunakan TKA semata untuk “memvalidasi” rapor tentu tidak proporsional.
Lagipula, jika persoalan utama adalah ketidaksamaan standar penilaian antar sekolah, solusi mestinya bukan dengan tes baru yang bersifat penyortiran, tetapi dengan memperkuat kompetensi guru dalam melakukan asesmen yang adil dan autentik.
Jika tidak, TKA justru menjadi alat eksklusi yang mempersempit akses siswa ke pendidikan berkualitas dan memperkuat budaya perlombaan nilai (rat race) antar sekolah dan daerah dan lagi-lagi guru akan menjadi pihak yang bertanggung jawab atas rendahnya nilai TKA. Kendati dirjen GTK, Nunuk Suryani dalam keterangan media menepis hal itu, siapa yang bisa menjamin pelaksanaannya di lapangan tidak akan menyalahkan guru.
Demokratisasi Asesmen
Linda Darling-Hammond (1994) dalam artikelnya di Harvard Educational Review berjudul Performance-Based Assessment and Education Equity menekankan pentingnya prinsip demokratis dalam asesmen. Pertama, tes seharusnya tidak sekadar menjadi mekanisme seleksi, tetapi sarana diagnosis untuk memperbaiki praktik pembelajaran.
Kedua, penilaian seharusnya mendorong perbaikan instrumen dan strategi mengajar, bukan alat pengawasan eksternal yang menghukum sekolah atau siswa. Ketiga, hasil asesmen seharusnya menjadi dasar pemerataan sumber daya dan kebijakan afirmatif, bukan sekadar menentukan siapa yang layak atau tidak.
Alih-alih menjadikan TKA hanya sebatas alat validator dan perbandingan serta dengan cara pelaksanaan secara nasional dan serentak, ada beberapa opsi kebijakan sebagai jalan tengah.
Pertama, perlu ada penekanan bahwa TKA dan jenis asesmen yang lain memang benar untuk saling melengkapi bukan untuk saling menegasikan apalagi menghadap-hadapkan bahwa penilaian yang dilakukan sekolah dan tertera dalam rapor banyak nilai sedekahnya.
Jika masih belum baik penilaian yang dilakukan oleh guru di sekolah, tindak lanjutnya adalah memperkuat literasi penilaian bagi para guru melalui berbagai pelatihan pengembangan profesionalisme guru yang berkelanjutan.
Tentu penilaian hasil belajar tidak sebatas penilaian aspek pengetahuan melalui tes. Tetapi juga perlu melalui portofolio, refleksi diri, proyek, dan juga observasi. Guru-guru perlu banyak dilatih untuk melakukan penilaian-penilaian jenis itu. Penilai-penilaian proses itu juga bisa menjadi pertimbangan dalam penentuan seleksi masuk perguruan tinggi negeri atau untuk melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi lainnya.
Kedua, TKA harus benar-benar bersifat sukarela dan fleksibel. Siswa dapat memilih waktu ujian sesuai kebutuhan, tanpa target jumlah peserta. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi dengan perguruan tinggi sebagai penyelenggara TKA. Sehingga, TKA bisa diselenggarakan dengan variasi bidang keilmuan (sains, sosial, humaniora), sehingga relevan dengan jurusan yang dituju dan dapat dilaksanakan kapan saja.
Selain itu, format TKA sebaiknya menilai kemampuan berpikir kritis dan penalaran tingkat tinggi (Higher Order Thinking) dan tidak mengacu pada muatan kurikulum yang ada saat ini. Untuk itu, kisi-kisi soal TKA dapat diselaraskan dengan model asesmen internasional seperti PISA (Programme for International Student Assessment) agar lebih relevan dengan tantangan global. Dengan demikian, TKA tidak hanya menjadi alat seleksi, tetapi juga sarana pembelajaran nasional untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia.
Kemendikdasmen juga perlu menyediakan sumber belajar terbuka berupa tutorial dan latihan soal berkualitas agar semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mempersiapkan diri. Program pembagian smart screen dapat menjadi bagian dari diseminasi materi TKA, sehingga tidak hanya sekolah elit yang mampu memberikan bimbingan intensif.
Pada akhirnya, yang lebih mendesak bukan sekadar menciptakan tes baru, tetapi memastikan sistem asesmen kita adil, inklusif, dan berpihak pada keragaman potensi peserta didik. Tanpa itu, TKA hanya akan mengulang sejarah Ujian Nasional-berniat memperbaiki kualitas pendidikan, tetapi justru mempertegas ketimpangan yang telah lama ada.
Waliyadin. Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasiswa PhD di University of Canberra, Australia.
(rdp/imk)
-

Ahmad Nawardi Raih ASA 2025: Senator Sahabat Komunitas Terbaik
Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Timur, Ahmad Nawardi, menerima penghargaan bergengsi Anugerah Sapta Aghita (ASA) 2025 sebagai Senator Sahabat Komunitas Terbaik.
Penghargaan tersebut diserahkan oleh Wakil Ketua Dewan Pers, Totok Suryanto, pada peri
ngatan HUT ke-2 KabarBaik.co di Surabaya.
Nawardi, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komite IV DPD RI (bidang perekonomian dan keuangan), dinilai layak atas kiprahnya yang konsisten membangun kedekatan serta memberikan dukungan kepada berbagai komunitas, terutama di akar rumput.
Perjalanan Hidup: Dari Anak Petani hingga Senator
Lahir di Sampang, Madura, 6 Maret 1974, perjalanan hidup Ahmad Nawardi dikenal penuh kerja keras dan ketulusan. Dibesarkan di desa, ia belajar agama di langgar (musala kecil) milik kakeknya, KH. Muhammad Soleh, sambil membantu orang tuanya di sawah.Semasa kuliah di UIN Sunan Ampel Surabaya, Nawardi bekerja serabutan, mulai dari mengajar mengaji hingga menjadi kenek angkot. Ia aktif di PMII dan Lembaga Pers Mahasiswa, serta meyakini bahwa “menulis adalah dakwah dengan tinta.”
Selepas Reformasi, ia menggeluti dunia jurnalistik, termasuk di Majalah Tempo, sebelum akhirnya terjun ke dunia politik. Ia terpilih menjadi anggota DPRD Jawa Timur pada 2009 dan kemudian menjadi anggota DPD RI sejak 2014 dari Dapil Jawa Timur.
Julukan “Senator Sahabat Komunitas” melekat padanya karena ia rutin turun ke lapangan menemui petani, nelayan, guru ngaji, dan pelaku UMKM. Meski menjadi pejabat negara, Nawardi tetap menjalani gaya hidup sederhana dan masih tinggal di rumah biasa di Surabaya. “Bagi saya, jabatan tertinggi bukan senator, tetapi pelayan warga,” ujarnya.
Mengenai penghargaan ASA 2025, Nawardi bersikap rendah hati. “Saya hanya santri yang kebetulan diberi amanah lebih. Semoga apresiasi ini menjadi penyemangat,” tuturnya.
Acara penganugerahan ini turut dihadiri sejumlah tokoh, termasuk Sekjen DPD RI Komjen Pol (Purn) M. Iqbal, perwakilan Dewan Pers, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat, serta Kepala Diskominfo Jatim, Sherlita Ratna Dewi Agustin. (tok/kun)
-

Wamentan Ajak Mahasiswa UIN Palembang Jadi Petani Milenial
Bisnis.com, PALEMBANG – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengajak mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Sumatera Selatan (Sumsel) untuk menjadi generasi solutif dan pelopor kemandirian pangan guna mendorong kemajuan sektor pertanian nasional.
Wamentan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini menegaskan, masa depan pangan Indonesia sangat bergantung pada peran aktif generasi muda dalam menciptakan inovasi, efisiensi, dan keberlanjutan sektor pertanian.
“Jangan salah, semua negara maju, pertaniannya juga maju. Pertanian adalah fondasi ekonomi dan kedaulatan bangsa. Karena itu Presiden Prabowo menempatkan sektor pangan dan pertanian sebagai prioritas utama dalam membangun negara ini,” kata Wamentan Sudaryono dalam pembukaan Kongres ke-V, Forum Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam (Forkom BEM PTAI) Se-Indonesia yang digelar di Gedung Academic Center UIN Raden Fatah, Palembang, Sumsel, Rabu (29/10/2025).
Wamentan Sudaryono menjelaskan pemerintah saat ini tengah menjalankan berbagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Langkah tersebut meliputi peningkatan produksi, perbaikan irigasi, perluasan lahan sawah, serta efisiensi harga pupuk.
“Jadi jangan pernah bilang Indonesia tidak punya uang. Kita punya, tapi harus digunakan untuk hal-hal yang benar-benar bermanfaat bagi rakyat. Salah satunya untuk memperkuat pangan dan SDM pertanian,” tuturnya.
Selain membahas arah pembangunan nasional, Sudaryono juga mengajak mahasiswa untuk menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Ia menekankan bahwa generasi muda harus mampu memanfaatkan setiap peluang, bukan hanya berwacana atau sibuk mengkritik tanpa kontribusi nyata.
“Mahasiswa boleh kritis, tapi harus konstruktif. Saya ingin adik-adik bukan hanya bertanya ‘apa yang negara bisa beri’, tapi juga berpikir ‘apa yang bisa saya kontribusikan’. Jadilah solusi dari setiap masalah, bukan justru bagian dari masalah,”kata Wamentan.
Dalam kesempatan tersebut, Wamentan Sudaryono juga turut memperkenalkan program unggulan Duta Milenial Pertanian yang diinisiasi Kementerian Pertanian (Kementan) untuk melatih anak muda agar mampu mengembangkan produk pertanian bernilai ekspor seperti olahan kelapa, gula aren, buah-buahan, hingga sayuran tropis.
“Melalui Duta Milenial, kami ingin mencetak anak muda yang tangguh, mandiri, dan melek ekspor. Anak muda bukan hanya bisa jadi petani, tapi juga petani-pengusaha. Siapa pun yang mau, saya siap jadi jembatan, siap bantu buka akses pelatihan dan pasar,” kata Sudaryono disambut tepuk tangan peserta.
Wamentan Sudaryono menegaskan bahwa pembangunan pertanian bukan hanya soal menanam, tetapi juga tentang membangun manusia yang berkualitas, bermental kuat, dan berorientasi pada solusi.
“Saya dulu sama seperti kalian mahasiswa biasa, tidak punya apa-apa. Tapi saya percaya, masa depan hanya bisa dijemput oleh mereka yang mau menyiapkan diri. Maka siapkan diri kalian untuk menjadi generasi penerus bangsa yang membawa kemajuan sektor pertanian,” kata Wamentan.
Bersamaan, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru yang turut hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Wamentan Sudaryono dalam Kongres ke-5 BEM PTAI di Palembang. Menurutnya, momentum ini sangat relevan dengan situasi bangsa yang tengah berupaya memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi rakyat.
“Alhamdulillah, hari ini sangat istimewa karena Kongres ke-5 BEM/PTAI dihadiri oleh Wakil Menteri Pertanian RI, yang sangat relevan dengan kondisi bangsa kita saat ini,” ujarnya.
Gubernur menegaskan bahwa Sumatera Selatan telah melampaui target pertanian nasional yang diberikan oleh Presiden. Ia berharap kolaborasi antara pemerintah daerah dan Kementerian Pertanian dapat terus diperkuat, termasuk dalam pengembangan pendidikan pertanian di kampus.
“Saya minta dukungan dari Kementerian Pertanian agar UIN Sumsel dapat membentuk Fakultas Pertanian yang kuat. Kami ingin menyiapkan pemuda-pemuda yang bukan hanya petani tradisional, tetapi petani modern yang berjiwa entrepreneur, mampu mengangkat kedaulatan pangan bangsa,” tuturnya.
Lebih lanjut, Gubernur menyampaikan bahwa ketahanan pangan adalah kunci ketahanan negara. Ia mengingatkan bahwa tanpa pangan yang kuat, stabilitas bangsa akan rapuh.
“Banyak yang bilang militer kita kuat, tapi tanpa ketahanan pangan yang kokoh, kekuatan itu tidak akan bertahan lama. Karena itu, ketahanan negara dimulai dari ketahanan pangan,” tutup Herman.
-

Pakar Bongkar Strategi Prabowo ‘Mainkan’ China dan AS Sekaligus, Ternyata Ini Rahasianya!
GELORA.CO – Sejumlah pakar menilai Presiden Prabowo berhasil menerapkan prinsip politik bebas aktif Indonesia secara efektif dalam menghadapi tatanan dunia baru yang tidak pasti. Penilaian ini mengemuka dalam diskusi “Deep Talk Indonesia” yang merefleksikan satu tahun Asta Cita Presiden Prabowo di bidang diplomasi dan pertahanan.
Diskusi bertajuk “Sketsa Diplomasi & Pertahanan Nasional Dalam Menghadapi Tatanan Dunia Baru” ini digelar di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (29/10/2025). Acara ini diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) bekerja sama dengan UIN Jakarta dan Lembaga Kajian Strategis PB IKA PMII.
Penulis buku “Asta Cita Presiden Prabowo”, Ngasiman Djoyonegoro (Simon), menyoroti langkah terukur Presiden Prabowo sejak terpilih. Ia mencontohkan kemampuan Presiden melakukan lawatan ke China dan Amerika Serikat dalam satu rangkaian, serta bergabung dengan BRICS+ sekaligus diterima oleh G7.
“Padahal kedua belah pihak tersebut sedang berseteru. Presiden berhasil memainkan peran signifikan dan membuat nyata prinsip politik bebas aktif Indonesia,” kata Simon.
Pakar intelijen dan pertahanan nasional, Stepi Anriani, menilai ketidakpastian global saat ini justru memberikan momentum bagi implementasi politik bebas aktif.
“Presiden Prabowo sedang menunjukkan bagaimana politik bebas aktif dimainkan. Di satu sektor bisa tidak sepakat, tapi di sektor lain kerjasama dengan baik. Misalnya dengan China, Indonesia berseteru di Laut China Selatan, tetapi akur dalam kerjasama ekonomi,” kata Stepi.
Pandangan ini didukung pakar diplomasi dari President University, Abdul Wahid Maktub. Menurutnya, tatanan dunia lama sudah tidak relevan dan banyak negara, termasuk Israel dan Amerika, melakukan kesalahan kalkulasi geopolitik.
“Tatanan dunia telah berubah, realitas telah berubah, tatanan dunia yang lama sudah tidak relevan lagi untuk diperbincangkan,” ujar Abdul Wahid.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Hasanuddin Wahid, mengkritisi perlunya keseimbangan antara hard power, soft power, dan smart power. Menurutnya, Indonesia telah membangun hard power (alutsista) dan memiliki soft power (diplomasi Prabowo), namun smart power belum dikembangkan secara sistematis.
“Saat ini kita belum melakukannya (smart power) secara terukur dan sistematis. Tanpa tiga hal ini, kita sulit untuk menjadi negara disegani,” kata Hasan.
Dari sisi militer, Staf Ahli KASAL Bidang Keamanan Laut, Dwi Sulaksono, menegaskan bahwa militer terus diperkuat untuk melindungi negara, termasuk melalui pembaruan persenjataan.
“Kalau kita mau membangun perdamaian, kita harus siap perang. Inilah yang sedang dipersiapkan,” kata Dwi Laksono.
Sekretaris Umum ISNU, Wardi Taufiq, menambahkan bahwa diskusi pakar ini penting digelar untuk melawan disinformasi di media sosial. “Di tengah matinya kepakaran, sulit membedakan antara pengetahuan dan opini. Kita berkewajiban membangun kepakaran tersebut,” ujarnya.
-

Diskop Sulsel gandeng akademisi tingkatkan kompetensi pendamping KMP
Makassar (ANTARA) – Dinas Koperasi dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) Provinsi Sulawesi Selatan menggandeng akademisi untuk meningkatkan kompetensi pendamping Koperasi Merah Putih (KMP) se-Sulsel.
“Kegiatan ini digelar selama 5 hari sejak 27 hingga 31 Oktober 2025 yang dipusatkan di Makassar,” kata Kadiskop dan UMKM
Sulsel Andi Eka Prasetya di sela kegiatan pelatihan tersebut di Makassar, Rabu.Kegiatan untuk meningkatkan kompetensi para pendamping Koperasi Merah Putih ini dari 930 desa/kelurahan se-Sulsel, menggandeng akademisi sesuai dengan bidangnya.
Pelatihan tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintah memperkuat peran pendamping dalam mempercepat operasionalisasi Koperasi Merah Putih di lapangan sebagai penggerak ekonomi lokal.
Sementara kolaborasi dengan perguruan tinggi, lanjut dia, hal itu menjadi langkah strategis dalam memastikan para pendamping memiliki kapasitas manajerial, literasi digital dan kemampuan pendamping usaha yang adaptif terhadap tantangan zaman.
Karena itu, dalam pelatihan ini Diskop dan UMKM Sulsel melibatkan sejumlah akademisi dari Universitas Terbuka di Makassar sebagai narasumber.
Sementara kegiatannya dibagi 5 kelas. Sebanyak 3 kelas di Universitas Hasanuddin dan masing-masing satu kelas di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin dan STIE Akademi Koperasi (Amkop) Makassar.
Salah seorang akademisi yang memberikan pelatihan Dr Erik Prihatin, SE. MM mengatakan sinergi antara pemerintah dan dunia pendidikan penting untuk membangun ekosistem koperasi yang berkelanjutan.
Dia mengatakan dalam pelatihan ini pihaknya tidak hanya memberikan teori, tetapi juga pendekatan praktis dan studi kasus sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga pendamping dapat langsung menerapkannya saat kembali di daerah masing-masing.
Melalui pelatihan penguatan kompetensi ini, Kadiskop dan UMKM Sulsel berharap telah Koperasi Merah Putih ini dapat menjadi model koperasi modern yang mandiri, berjenjang dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/10/20/68f5edb28d14a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kerugian Yai Mim akibat Dugaan Persekusi: Sepatu LV Hilang, Pagar Rusak, dan Alami Kekerasan Fisik Surabaya 28 Oktober 2025
Kerugian Yai Mim akibat Dugaan Persekusi: Sepatu LV Hilang, Pagar Rusak, dan Alami Kekerasan Fisik
Editor
MALANG, KOMPAS.com
– Eks dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Imam Muslimin, atau akrab disapa Yai Mim melaporkan dugaan persekusi terhadap dirinya ke Polresta Malang.
Yai Mim menjalani pemeriksaan perdana pada Senin (20/10/2025) sebagai pelapor.
Agustian Siagian, kuasa hukum Yai Mim menyampaikan, kliennya mengalami dugaan persekusi pada awal September dan awal Oktober 2025.
“Pemeriksaan fokus pada kronologi kejadian, kerugian yang diderita, identitas para pelaku persekusi, serta bukti video yang viral,” kata Agustian pada Selasa (21/10/2025).
Agustian memaparkan, persekusi terhadap Yai Mim terjadi tiga kali.
Dua insiden terjadi pada 7 September 2025 yakni siang dan malam, serta satu insiden lagi pada 22 September 2025 malam.
Laporan polisi difokuskan pada insiden kedua, yakni 7 September malam. Saat itu, sejumlah orang menerobos masuk ke kediaman Yai Mim.
Beberapa di antaranya terekam mengangkat rak sepatu dan saling merekam video kejadian tersebut.
Fakhruddin Umasugi, anggota tim kuasa hukum lainnya, mengatakan bahwa peristiwa ini mengakibatkan kerugian material yang signifikan buat Yai Mim.
Perabotan rumahnya rusak, pagar rusak, bahkan sepatu bermerek milik Yai Mim hilang.
“Delapan pot bunga hancur, pagar rusak, dan sepasang sepatu merek LV hilang. Total kerugian kami perkirakan mencapai Rp 30 juta,” ujar Fakhruddin.
Ia juga merinci adanya dugaan kekerasan fisik dalam peristiwa itu.
Saat itu, menurut dia, seseorang berbaju merah diduga menyiramkan cairan berbahaya ke wajah Yai Mim sehingga menimbulkan sensasi panas.
“Selain itu, ada pelaku yang menanduk paha dan kepala belakang klien kami,” katanya.
Atas dasar itu, tim kuasa hukum akan segera memproses visum untuk memperkuat dugaan pelanggaran Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Untuk memperkuat laporan, belasan barang bukti video telah diserahkan kepada penyidik.
Bukti tersebut mencakup video internal dari pihak pelapor dan video yang telah beredar di media sosial.
Sejumlah 17 orang dilaporkan dalam kasus ini. Salah satu terlapor adalah Sahara, tetangga Yai Mim yang terlibat konflik dengannya.
“Terlapor mencakup Sahara dan suaminya, serta ketua RT dan ketua RW setempat,” ujarnya.
Kasus ini merupakan babak baru perseteruan antara Yai Mim dan Sahara.
Sebelumnya, pihak Yai Mim telah melaporkan Sahara atas dugaan pencemaran nama baik.
Pada 7 Oktober 2025, Yai Mim menambahkan dua laporan baru, yakni dugaan persekusi dan dugaan penistaan agama.
Kedua laporan ini menyeret nama Sahara, suaminya, dan aparat lingkungan setempat.
Laporan persekusi didasarkan pada berlapis pasal, di antaranya Pasal 167 atau memasuki pekarangan tanpa izin, Pasal 335 atau perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 351 atau penganiayaan, dan Pasal 406 atau perusakan barang.
Sementara itu, laporan penistaan agama menggunakan Pasal 156a KUHP.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Nugraha Perdana | Editor: Aloysius Gonsaga AE)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Yai Mim Kembali Dilaporkan ke Polresta Malang atas Dugaan Pornografi dan Pelecehan Seksual
Malang (beritajatim.com) – Mantan dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Imam Muslimin atau yang dikenal sebagai Yai Mim, kembali dilaporkan ke Polresta Malang Kota atas dugaan kasus pornografi dan pelecehan seksual. Laporan ini diajukan oleh Moh Zakki, yang sebelumnya menjadi kuasa hukum Nurul Sahara dalam perkara Yai Mim vs Sahara.
Zakki menjelaskan bahwa pelaporan kali ini dilakukan bukan atas nama kliennya, tetapi atas nama pribadi dan mewakili satu pelapor lain yang identitasnya masih dirahasiakan. Ia menegaskan bahwa laporan tersebut berkaitan dengan pelanggaran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta dugaan tindakan pornografi.
“Hari ini kami kembali datang ke Polresta Malang Kota untuk beberapa agenda. Yang pertama melaporkan kembali Imam Muslimin dan juga istrinya berkaitan dengan pornografi, pelecehan seksual UU TPKS,” ujar Zakki, Kamis (23/10/2025).
Selain laporan terkait pornografi, Zakki juga mengajukan laporan kedua yang dilakukan atas nama pribadi. Ia menyebut pelaporan itu berhubungan dengan serangan terhadap kehormatannya.
“Laporan kedua, berkaitan dengan pribadi saya, jadi yang melaporkan saya sendiri sebagai pribadi. Karena saya diserang kehormatan saya oleh Pak Muslimin,” ujarnya.
Dua laporan baru ini disebut Zakki berada di luar kasus perseteruan yang melibatkan Nurul Sahara. Sebelumnya, pada Rabu (8/10/2025), Sahara melalui kuasa hukumnya juga melaporkan Imam Muslimin alias Yai Mim ke Polresta Malang Kota atas dugaan pelecehan seksual. Sedangkan laporan pertama terhadap Yai Mim tercatat pada 18 September 2025, terkait dugaan pencemaran nama baik melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Yang jelas, hari ini kita datang dengan dua laporan. Pertama pornografi lain dari Mbak Sahara, atau orang baru. Yang kedua, saya pribadi melaporkan tidak sebagai pengacara terhadap saudara Imam Muslimin,” kata Zakki menegaskan. [luc/beq]
/data/photo/2025/10/15/68efaa91c3e56.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/20/68f63d2805e8d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)