Institusi: UIN

  • MK Hapuskan Presidential Threshold, Pakar UGM: Demokrasi Indonesia Masuk Babak Baru

    MK Hapuskan Presidential Threshold, Pakar UGM: Demokrasi Indonesia Masuk Babak Baru

    Yogyakarta (beritajatim.com)– Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat gebrakan dengan membatalkan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya.

    Keputusan ini adalah hasil permohonan dari empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, yang menilai bahwa penggunaan suara untuk dua periode pemilihan berpotensi mendistorsi representasi dalam sistem demokrasi.

    Dr. Yance Arizona, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, memberikan pandangannya sebagai ahli. Ia menyebut Pasal 222 UU Pemilu, yang mengatur presidential threshold, sebagai pasal yang paling sering diuji di MK. Hal ini menandakan bahwa banyak pihak, baik dari kalangan akademisi maupun politikus, merasa pasal tersebut bermasalah.

    Setelah 22 tahun, MK akhirnya memutuskan bahwa presidential threshold menjadi penghalang bagi demokrasi yang sehat.

    “Putusan ini sangat penting karena jika ambang batas 20% tetap berlaku, kemungkinan besar hanya akan ada satu pasangan calon tunggal, yang tentu buruk bagi demokrasi,” ujar Yance melalui siaran pers.

    Dengan dihapuskannya ambang batas ini, semua partai politik yang lolos verifikasi kini dapat mencalonkan kadernya sebagai presiden. Ini membuka peluang bagi masyarakat untuk memiliki lebih banyak pilihan dalam menentukan pemimpin negara.

    “Lebih banyak opsi calon presiden berarti proses representasi politik yang lebih baik,” tambah Pakar Tata Negara UGM ini.

    Namun, Yance juga mengingatkan bahwa dengan meningkatnya jumlah calon, masyarakat akan menghadapi tantangan dalam memahami agenda setiap kandidat. Meski demikian, ia menegaskan bahwa keanekaragaman pilihan lebih baik daripada terbatasnya pilihan.

    Terkait pelaksanaan pemilu dua putaran, Yance berpendapat bahwa tidak akan ada lonjakan besar dalam anggaran negara. Biaya yang dikeluarkan pemerintah akan relatif sama, namun para calon presiden harus siap menghadapi biaya kampanye yang lebih besar.

    “Dengan banyak calon, mereka harus menemukan cara lebih efisien untuk menarik suara,” jelas Yance.

    Putusan MK ini diharapkan membawa angin segar bagi demokrasi di Indonesia. Yance menggarisbawahi bahwa di banyak negara, demokrasi sedang mengalami kemerosotan, dengan institusi demokrasi dirusak oleh pemimpin yang terpilih secara demokratis. Ia mencontohkan fenomena di Amerika Serikat dan Filipina, dan berharap putusan MK ini dapat memperlambat regresi demokrasi di Indonesia.

    “Putusan ini menjadi harapan agar kemerosotan demokrasi di negara kita tidak semakin parah,” ungkapnya.

    Sebagai langkah lanjutan, Yance mendesak DPR dan pemerintah segera menyiapkan perubahan dalam Undang-Undang Pemilu untuk pemilu 2029. Ia berharap proses perubahan undang-undang ini akan lebih terbuka dan partisipatif, sehingga bisa menjadi acuan utama dalam penataan sistem pemilu yang lebih demokratis ke depan.

    “Saya berharap ada proses yang lebih inklusif dalam perubahan undang-undang terkait pemilu dan partai politik,” pungkas Yance. [aje]

  • Apa Kabar Kasus Sindikat Pabrik Uang Palsu UIN Alauddin Makassar? – Halaman all

    Apa Kabar Kasus Sindikat Pabrik Uang Palsu UIN Alauddin Makassar? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Update kasus sindikat uang palsu UIN Alauddin Makassar.

    Kini penyidik Polres Gowa sudah merampungkan berkas perkara para tersangka, termasuk dalang atau pendananya yakni Annar Salahuddin Sampetoding. 

    Sambil menunggu berkas diteliti oleh Kejari Gowa, polisi terus memburu 2 pelaku yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus uang palsu yang menghebohkan Makassar tersebut.

     

    Penyidik Polres Gowa merampungkan berkas perkara tersangka sindikat uang palsu UIN Alauddin Makassar.

    Berkas perkara Andi Ibrahim cs termasuk bos uang palsu Annar Salahuddin Sampetoding telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa.

    “Tadi baru masuk (berkas perkara),” singkat Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Gowa, St Nurdaliah dikonfirmasi Tribun-Timur.com, Senin (13/1/2025).

    Sementara itu, Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak mengatakan berkas perkara 18 tersangka juga telah dikirim ke Kejari Gowa.

    “Sudah kami kirimkan tahap satu,” kata Reonald saat ditemui di Jl Sultan Hasanuddin, Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Gowa.

    Setelah pelimpahan berkas tahap 1 ini, kemudian Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang telah ditunjuk akan meneliti berkas tersebut.

    “Kami sedang menunggu pemeriksaan dari jaksa apakah sudah dinyatakan P21 atau belum,” jelas Reonald.

    “Karena ini dari seluruhnya kita jadikan empat berkas dari masing-masing tersangka,” sambungnya.

     

    Belum Ada Tersangka Baru, Polisi Fokus Buru 2 DPO

    Reonald belum banyak berspekulasi tentang kemungkinan penambahan tersangka.

    Sebab masih ada dua orang yang statusnya buron.

    Saat ini polisi fokus mengejar dua DPO tersebut.

    “DPO masih dalam pengejaran. Kami mohon doa. Perannya nanti setelah kita tangkap diungkap dan kita sinkronisasikan dengan tersangka lain,” pungkasnya.

     

    Kasus sindikat uang palsu UIN Alauddin terus bergulir.

    Terbaru berkas perkara terkait beberapa tersangka sindikat uang palsu di UIN Alauddin Makassar telah memasuki tahap 1.

    Tahap pertama dalam proses ini adalah penyerahan berkas perkara dari penyidik kepada jaksa penuntut umum untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

    Jika berkas dinyatakan lengkap maka berkas dinyatakan P21 disusul pelimpahan tahap dua, tersangka dan barang bukti.

    Jika berkas belum lengkap bakal dikembalikan disertai dengan petunjuk.

    Setelah berkas P21 dan pelimpahan tahap dua, biasanya waktu sidang perdana kasus segera ditentukan.

     

    Berikut nama, profesi, dan peran 18 tersangka:

    1. Dr Andi Ibrahim (54)

    Dosen dan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar warga BTN Minasa Maupa.

    Perannya melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    Dr Andi Ibrahim S.Ag., S.S., M.Pd. calon guru besar di UIN Alahudin Makassar terjerat peredaran uang palsu (Tribun-timur.com)

    2. Mubin Nasir bin Muh Nasir (40)

    Karyawan honorer, warga Bukit Tamarunang, Gowa.

    Perannya melakukan pengedaran uang palsu dan  transaksi jual beli uang palsu.

    3. Kamarang Dg Ngati bin Dg Nombong (48)

    Juru masak, warga Gantarang, Gowa perannya, melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    4. Irfandy MT, SE bin Muh Tahir (37)

    Karyawan swasta, warga Minasa Upa, Makassar.

    Perannya membantu mengedarkan uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    5. Muhammad Syahruna (52)

    Wiraswasta, warga Ujung Pandang Baru, Makassar.

    Perannya:

    – memproduksi uang palsu.

    – melakukan transaksi jual beli uang palsu dan bahan baku produksi yang digunakan pelaku untuk memproduksi pembuatan mata uang palsu merupakan hasil pengiriman uang biaya pembelian bahan baku produksi berinisial AAS.

    6. John Biliater Panjaitan (68 tahun)

    Wiraswasta, warga Mangkura, Makassar.

    Peran melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    7. Sattariah alias Ria binti Yado (60)

    Ibu rumah tangga, warga Batua, Makassar.

    Perannya melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    8. Dra Sukmawati (55)

    PNS guru, warga Makassar.

    Berperan melakukan pengedaran uang palsu dengan membeli kebutuhan sehari-hari dan  melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    9. Andi Khaeruddin (50 tahun)

    Pegawai bank, warga Makassar, berperan melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    10. Ilham (42) 

    Wiraswasta, warga Rimuku, Sulawesi Barat, berperan melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    Penampakan uang palsu UIN Alauddin Makassar diamankan di Mamuju, Sulawesi Barat. (Tribun Timur/HO)

    11. Drs. Suardi Mappeabang (58)

    PNS, warga Simboro, Sulawesi Barat, berperan melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    12. Mas’ud (37) 

    Wiraswasta, warga Lekopadis, Sulawesi Barat.

    Berperan melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    13. Satriyady (52)

    PNS, warga Binanga, Sulawesi Barat.

    Perannya melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    14. Sri Wahyudi (35)

    Wiraswasta, warga Rimuku, Sulawesi Barat.

    Berperan melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    15. Muhammad Manggabarani (40 tahun)

    PNS, warga Rimuku, Sulawesi Barat.

    Berperan melakukan pengedaran uang palsu dan  melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    16. Ambo Ala, A.Md (42)

    Wiraswasta, warga Batua, Makassar, berperan melakukan pengedaran uang palsu, dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    17. Rahman (49)

    Wiraswasta, warga Simboro, Sulawesi Barat.

    Berperan melakukan pengedaran uang palsu dan melakukan transaksi jual beli uang palsu.

    18. Annar Salahuddin Sampetoding (ASS)

    Pengusaha asal Toraja.

    Berperan sebagai pemberi ide, pemodal, pembeli mesin, dan pemberi perintah.

    Annar Salahuddin Sampetoding (TribunTimur.com)

     

    Kondisi Terkini Annar Sampetoding Dalang Uang Palsu UIN di Rutan Makassar

    Polisi membeberkan kondisi dalang sindikat uang palsu UIN Alauddin Makassar, Annar Salahuddin Sampetoding (ASS).

    Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak mengatakan kondisi Annar saat ini sehat.

    Annar Sampetoding saat ini telah ditahan di rumah tahanan (Rutan) kelas 1 Makassar.

    “Sehat dan sudah di rutan. Sudah siap untuk dilanjutkan penyidikan,” katanya di Mapolres Gowa, Jl Syamsuddin Tunru, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulsel, Selasa (14/1/2025).

    Penyidik Polres Gowa juga telah melimpahkan berkas perkara 18 tersangka tahap 1 kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa.

    Saat ini pihaknya tengah menunggu penelitian berkas dari JPU.

    “Nanti jaksa yang meneliti apakah ada kekurangan atau tidak,” ujarnya.

    Menurutnya, jika telah P21 atau dinyatakan lengkap, kemudian akan masuk tahap dua yakni penyerahan tersangka beserta barang bukti ke JPU.

    “Nanti jaksa mungkin ada P19 dan ada petunjuk-petunjuk berkas yang dilengkapi kemudian kita kirim lagi. Jika jaksa sudah nyatakan P21 baru kita tahap 2 kan dan kita akan kirimkan tersangka dan barang bukti ke JPU,” jelasnya.

    Selain itu, polisi juga tengah memburu dua orang tersangka yang masih buron. (tribun network/thf/TribunTimur.com)

  • Sosok Polisi Relakan Tabungan Haji Demi Bangun TPA, Ipda Bakti Nurcahyo: Tingkatkan Pendidikan Agama

    Sosok Polisi Relakan Tabungan Haji Demi Bangun TPA, Ipda Bakti Nurcahyo: Tingkatkan Pendidikan Agama

    TRIBUNJATIM.COM – Berikut ini sosok Ipda Bakti Nurcahyo, polisi yang merelakan tabungan haji untuk membangun Taman Pendidikan Al Quran (TPA).

    Ipda Bakti Nurcahyo merupakan anggota Polres Salatiga.

    Ipda Bakti Nurcahyo mempunyai komitmen untuk meningkatkan pendidikan agama di lingkungan tempat tinggalnya.

    Perwira Unit Identifikasi Satreskrim Polres Salatiga itu mengembangka TPA di lingkungan rumahnya yang berlokasi di Dusun Conggol Desa Medayu Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

    Untuk mengembangkan TPA yang diberi nama Prabu Kresna, pengorbanan Bakti tidak main-main.

    Ia merelakan tabungan yang sedianya untuk menunaikan ibadah haji bersama istrinya demi TPA tersebut.

    “Saya merasa prihatin karena di lingkungan sini mulai jarang ada tempat belajar pendidikan agama,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    “Dulu, setiap sore hingga malam, masjid di sini ramai dengan anak-anak mengaji. Tapi belakangan, pemandangan itu hilang,” kata Bakti yang baru saja lulus dari Pendidikan PAG (Perwira Alih Golongan) ini.

    Tunda daftar haji

    Bakti mengatakan, kenangan masa kecil itu menyadarkan akan pentingnya pendidikan agama.

    Bersama istrinya, ia pun mengambil keputusan besar menunda pendaftaran haji.

    Ia pun menggunakan tabungan haji itu untuk membangun TPA Prabu Kresna.

    Ia mengatakan, TPA Prabu Kresna resmi dibuka pada Mei 2012.

    “Awalnya hanya sedikit anak yang datang dan belajar, namun kemudian terus bertambah. Saat ini lebih dari 70 anak, dari balita hingga remaja, yang belajar mengaji,” paparnya.

    Kini, ada empat guru mengaji yang mengabdi di TPA Prabu Kresna.

    Selain itu, ada mahasiswa UIN Salatiga yang ikut mengajar sepulang kuliah. 

    “Gaji guru mengaji bersumber dari penghasilan sebagai polisi. Saya bersyukur karena para pengajar melakukan dengan penuh keikhlasan, karena mereka hanya ingin masa depan anak-anak lebih baik,” kata dia.

    Membangun karakter dan adam yang mulia

    Suasana pembelajaran di TPA Prabu Kresna yang digagas Ipda Bakti Nurcahyo anggota Polres Salatiga. (Tribun Jabar)

    Lebih lanjut, Bakti mengatakan tujuan utama TPA bukanlah sekadar mencetak anak-anak yang pandai membaca Al Quran, tetapi juga membangun karakter dan adab yang mulia.

    “Kami ingin mereka tumbuh menjadi pribadi yang unggul, menjalankan ibadah dengan baik, dan memiliki landasan agama yang kuat agar terhindar dari perilaku tercela,” ungkapnya. 

    “Sudah 12 tahun kami menjalankan TPA ini, memang bukan lembaga formal yang memberikan ijazah, tapi kebahagiaan kami tak tergantikan saat melihat perubahan anak-anak di sini,” imbuhnya. 

    Bakti mengungkapkan, dirinya dan keluarga merasakan berkah luar biasa sejak mendirikan TPA. 

    “Saya juga memiliki harapan sederhana, semoga keberadaan TPA ini bisa menjadi pengingat bahwa Polri hadir tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” kata dia.

    Berita Viral dan Berita Jatim lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Revisi UU ASN: Antara Netralitas dan Dilema Otonomi Daerah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Januari 2025

    Revisi UU ASN: Antara Netralitas dan Dilema Otonomi Daerah Nasional 14 Januari 2025

    Revisi UU ASN: Antara Netralitas dan Dilema Otonomi Daerah
    Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar
    ADA
    yang menggelitik dalam revisi UU Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang tengah digodok. Di satu sisi, alasan menjaga netralitas ASN dari politik praktis menjadi dalih yang tampaknya tak terbantahkan.
    Namun, di sisi lain, gagasan untuk mengalihkan kewenangan penetapan pejabat eselon II dari daerah ke pemerintah pusat justru memunculkan ironi.
    Bagaimana mungkin semangat desentralisasi yang menjadi fondasi
    otonomi daerah
    dapat berdiri tegak jika kewenangan kunci daerah tergerus? Bukankah solusi semacam ini lebih mirip pergeseran masalah daripada penyelesaian?
    Ketika pemerintahan daerah dikebiri wewenangnya, yang tersisa hanyalah bayang-bayang birokrasi tanpa roh otonomi.
    Kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat kehilangan kendali atas tim strategis mereka. Jika ini terjadi, kepada siapa rakyat akan meminta pertanggungjawaban atas gagalnya program pembangunan lokal? Inilah dilema nyata yang dihadirkan oleh wacana revisi ini.
    Otonomi daerah bukan sekadar slogan, melainkan ruh dari desentralisasi itu sendiri. Dengan desentralisasi, kepala daerah memiliki ruang untuk menyesuaikan kebijakan berdasarkan kebutuhan lokal yang unik.
    Namun, dengan kewenangan penetapan pejabat strategis seperti eselon II berada di tangan pemerintah pusat, daerah tidak lagi memiliki kebebasan dalam memilih pejabat yang mampu menjawab tantangan lokal.
    Situasi ini memunculkan risiko signifikan: efektivitas pelaksanaan program daerah bisa terganggu.
    Pejabat yang ditunjuk oleh pusat mungkin memiliki agenda yang berbeda atau bahkan kurang memahami kebutuhan masyarakat lokal.
    Pada akhirnya, daerah hanya menjadi perpanjangan tangan pusat tanpa memiliki daya inovasi dan respons terhadap kebutuhan warga.
    Mengalihkan kewenangan ke pusat tidak hanya mengurangi fleksibilitas daerah, tetapi juga menciptakan kesan sentralisasi berlebihan.
    Risiko hilangnya akuntabilitas lokal menjadi nyata, ketika kepala daerah merasa tidak memiliki kendali atas kinerja pejabat yang dipaksakan oleh pusat.
    Hal ini dapat menciptakan friksi antara pusat dan daerah, terutama jika pejabat yang ditunjuk tidak mampu memenuhi ekspektasi masyarakat lokal.
    Lebih jauh lagi, koordinasi yang panjang antara pusat dan daerah dalam penetapan pejabat dapat memperlambat pengambilan keputusan yang krusial.
    Bukankah ini kontraproduktif dengan kebutuhan pelayanan publik yang cepat dan efektif?
    Ironisnya, DPR sebagai lembaga legislatif yang seharusnya menjadi benteng bagi semangat desentralisasi justru menjadi pengusul utama gagasan ini.
    Alih-alih memperjuangkan keseimbangan kekuasaan antara pusat dan daerah, DPR tampak terlalu mudah menyerah pada wacana sentralisasi.
    Sikap ini tidak hanya mengkhianati prinsip dasar reformasi birokrasi, tetapi juga memperlihatkan betapa lemahnya keberpihakan mereka terhadap kepentingan daerah.
    Jika DPR terus menerapkan pendekatan ini, mereka hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan antara rakyat daerah dan pemerintah pusat.
    Menjaga netralitas ASN dari politik praktis adalah cita-cita yang tak bisa disangkal. Namun, alih-alih mengalihkan kewenangan ke pusat, mengapa tidak memperkuat sistem merit di daerah?
    Sistem merit adalah jantung dari birokrasi yang profesional, di mana pengangkatan pejabat didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
    Dengan sistem ini, loyalitas politik dapat diminimalisasi tanpa harus mencabut hak daerah untuk menentukan pejabatnya sendiri.
    Sistem merit yang efektif di daerah tidak hanya memperkuat otonomi, tetapi juga memastikan bahwa birokrasi tetap berjalan dalam koridor profesionalisme. Kunci keberhasilan sistem ini adalah transparansi dan akuntabilitas.
    Proses rekrutmen pejabat harus melibatkan pihak-pihak independen yang bebas dari tekanan politik. Teknologi juga dapat menjadi alat bantu penting.
    Platform digital berbasis kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menilai kinerja dan kompetensi calon pejabat secara objektif.
    Namun, perbaikan sistem merit tidak cukup hanya pada tataran teknis. Perlu ada penguatan budaya birokrasi yang menempatkan kompetensi dan integritas di atas loyalitas pribadi.
    Pemerintah pusat, dalam hal ini, harus mengambil peran strategis dengan memberikan pelatihan, sertifikasi, dan bimbingan teknis kepada ASN di daerah. Hal ini dapat mengatasi kesenjangan kapasitas yang sering kali menjadi alasan di balik campur tangan pusat.
    Selain itu, pengawasan terhadap sistem merit di daerah harus dilakukan secara ketat, tapi proporsional.
    Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dapat diberdayakan lebih lanjut untuk memastikan bahwa proses seleksi berjalan sesuai prinsip-prinsip meritokrasi.
    Pengawasan ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi kewenangan daerah, melainkan untuk memastikan bahwa sistem berjalan adil dan transparan.
    Dengan perbaikan yang sistematis seperti ini, kepala daerah tetap memiliki kendali penuh atas tim strategis mereka, tanpa mengorbankan prinsip netralitas ASN. Otonomi daerah tetap hidup, tetapi dengan birokrasi yang lebih profesional dan responsif.
    Banyak negara telah berhasil menjaga keseimbangan antara netralitas birokrasi dan otonomi lokal.
    Di Jerman, misalnya, pengangkatan pejabat di tingkat lokal sepenuhnya menjadi kewenangan daerah, meskipun tetap diatur oleh standar kompetensi nasional.
    Sementara itu, Australia telah membuktikan bahwa sistem merit berbasis kompetensi yang diawasi oleh lembaga independen mampu menciptakan birokrasi yang netral tanpa mengurangi otonomi lokal.
    Revisi UU ASN
    adalah peluang emas untuk menciptakan birokrasi yang lebih profesional dan netral. Namun, itu harus dilakukan tanpa mengorbankan esensi otonomi daerah.
    Solusinya bukanlah mengalihkan kewenangan ke pusat, melainkan memperbaiki sistem merit di daerah.
    Dengan cara ini, daerah tetap memiliki fleksibilitas untuk menentukan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan lokal, sambil memastikan bahwa proses seleksi pejabat berjalan transparan, akuntabel, dan bebas dari intervensi politik.
    Jika kita serius ingin membangun birokrasi yang netral, kita harus fokus pada penguatan kapasitas daerah, bukan melemahkannya.
    Dengan semangat desentralisasi yang hidup, rakyat di daerah akan merasakan manfaat dari pemerintahan yang lebih efektif dan efisien, tanpa kehilangan kendali atas nasib mereka sendiri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rudi Valinka Jadi Stafsus Kementerian Komdigi, Pengamat: Apa Urgensinya Mengangkat "Buzzer"?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Januari 2025

    Rudi Valinka Jadi Stafsus Kementerian Komdigi, Pengamat: Apa Urgensinya Mengangkat "Buzzer"? Nasional 14 Januari 2025

    Rudi Valinka Jadi Stafsus Kementerian Komdigi, Pengamat: Apa Urgensinya Mengangkat “Buzzer”?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
    Adi Prayitno
    , mempertanyakan alasan ditunjuknya Rudi Sutanto alias
    Rudi Valinka
    sebagai Staf Khusus (Stafsus) Bidang Strategi Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Digital.
    Pasalnya, Rudi Valinka selama ini dikenal publik sebagai sosok di balik akun pendung (
    buzzer
    ) @
    kurawa
    di media sosial 
    X.
    “Tentu publik bertanya-tanya, apa urgensinya stafsus yang dinilai berlatar belakang
    buzzer
    yang kerap agresif menyerang pihak lain selama ini?” kata Adi kepada
    Kompas.com
    , Selasa (14/1/2025).
    “Kayak tak ada orang hebat aja di negara ini,” ujar dia melanjutkan.
    Adi mengatakan, Menteri Komdigi Meutya Hafid semestinya menyeleksi orang-orang yang diangkat dalam posisi strategis secara hati-hati.
    Menurut dia, seorang menteri perlu mengecek betul latar belakang dan rekam jejak si stafsus demi menjaga kredibilitas kementerian.
    Ia pun berpesan, orang yang ditunjuk sebagai stafsus seharusnya mereka yang ahli dan terbukti dalam urusan komunikasi dan digital.
    “Yang jadi stafsus mestinya mereka yang ahli dan terbukti dalam urusan Komdigi, bukan cuma misalnya banyak
    follower
    -nya di medsos,” kata Adi.
    Oleh karena itu, Adi tidak heran bila akhirnya Kementerian Komdigi dikritik publik seiring pengangkatan Rudi Valinka sebagai stafsus.
    Sementara itu, Meutya mengaku tidak mengetahui apakah Rudi Sutanto adalah orang yang sama dengan Rudi Valinka.
    “Saya enggak tahu ya Rudi Sutanto yang saya kenal ya Rudi Sutanto. Jadi saya tidak mau berspekulasi mengenai siapa Rudi Sutanto,” kata Meutya usai bertemu Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (13/1/2025).
    Meutya menuturkan, Rudi yang ia kenal dan dilantik tadi pagi adalah seorang pegiat strategi komunikasi.
    Hal ini pula yang tercantum dalam curriculum vitae (CV) yang diterimanya.
    “Yang dari CV yang kami terima, beliau memang juga adalah strategi komunikasi dan jadi juga mewarnai di kementerian ini, karena secara kementerian juga ini enggak cuma digital tapi juga di bidang komunikasi,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • UIN Walisongo Sapa Calon Genwa dalam Expo Genius, Raih Stand Terbaik

    UIN Walisongo Sapa Calon Genwa dalam Expo Genius, Raih Stand Terbaik

    TRIBUNJATENG.COM, PEKALONGAN – Dalam rangka mengenalkan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo lebih dekat dengan calon mahasiswa di Pekalongan, UIN Walisongo mengikuti kegiatan Gemek National Introduce of Campus (GENIUS) 2025 yang diselenggarakan SMA N 1 Kedungwuni. 

    Kegiatan dilaksanakan pada Rabu (8/1/2025) dan diikuti oleh 25 Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta dari seluruh Indonesia.

    Ribuan siswa dari tingkat SMA/SMK maupun MA di Pekalongan datang untuk mengenal lebih dekat kampus impiannya.

    Stand UIN Walisongo mendapat banyak perhatian dan kunjungan dari siswa siswi dan mendapat apresiasi sebagai Stand Terbaik dalam kegiatan ini.

    UIN Walisongo diwakili oleh Tim Humas dan IMPADIS (Ikatan Mahasiswa Pekalongan di Semarang).

    Ely Faozatun Ni’mah,S.Ag.,M.M.,selaku Koordinator Tim Expo UIN Walisongo menyampaikan sosialisasi melalui expo ini dilakukan untuk mendekatkan dengan calon mahasiswa di Pekolongan.

    “ Sosialisasi ini merupakan upaya UIN Walisongo untuk hadir langsung menyapa calon mahasiswa. Para pengunjung bisa mengenal UIN Walisongo lebih dekat, menjawab pertanyaan tentang berbagai program studi yang ada di UIN Walisongo. Selain itu membantu calon genwa mengetahui berbagai jalur masuk di UIN Walisongo,” ungkapnya.

    UIN Walisongo membuka enam jalur penerimaan mahasiswa baru yaitu Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) yang saat ini sudah dibuka, sehingga calon mahasiswa bisa mengikuti seleksi tersebut.

    Jalur lainnya adalah Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT), SPAN-PTKIN, UM-PTKIN, Jalur Presatsi dan Jalur Mandiri.

    Salah satu pengunjung Expo yaitu Salih Zahira dari SMA N 1 Kedungwuni menyampaikan rasa senangnya karena lebih mengenal UIN Walisongo.

    “Stand UIN Walisongo bagus, ada gamesnya juga. Saya dan teman teman jadi tertarik. Selain itu saya bisa bertanya tentang prodi di UIN Walisongo. Saya jadi lebih mengenal UIN Walisongo memiliki berbagai program studi, salah satunya adalah psikologi. Belajar psikologi sepertinya menyenangkan karena bisa membantu dan bermanfaat bagi banyak orang”, ungkapnya. (*)

     

  • Penerjunan Mahasiswa PPL: Langkah FISIP UIN Walisongo Dekatkan Mahasiswa dengan Dunia Kerja

    Penerjunan Mahasiswa PPL: Langkah FISIP UIN Walisongo Dekatkan Mahasiswa dengan Dunia Kerja

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Walisongo (UIN Walisongo) Semarang secara resmi menerjunkan mahasiswa untuk melaksanakan program Praktik Perkuliahan Lapangan (PPL) di berbagai instansi/lembaga mitra pada Senin (6/01/2025). 

    Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa terkait dunia kerja yang relevan dengan bidang studi mereka.

    Sebanyak 50 instansi/lembaga dari berbagai sektor menerima mahasiswa PPL tahun ini, mencakup instansi pemerintah, lembaga legislatif, organisasi masyarakat, media, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM).

    Beberapa instansi yang menjadi tujuan antara lain Fraksi Partai NasDem DPR RI, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Kementerian Sosial RI, Ombudsman RI Jawa Tengah, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, serta Harian Suara Merdeka.

    Dekan FISIP UIN Walisongo, Prof. Dr. Imam Yahya, dalam sambutannya menyatakan, “Program PPL ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menghubungkan teori dengan praktik. Kami berharap mahasiswa dapat belajar langsung dari para praktisi dan memahami dinamika di dunia kerja yang sesungguhnya.”

    Beliau juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh instansi mitra atas kerja sama yang terjalin.

    Mahasiswa yang diterjunkan akan melaksanakan tugas di instansi masing-masing selama beberapa bulan ke depan dengan berbagai aktivitas, mulai dari pengumpulan data, analisis kebijakan, hingga pendampingan program.

    Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Dr. Moch. Parmudi, menambahkan bahwa program ini diharapkan dapat membuka peluang kerja dan memperluas jejaring bagi mahasiswa.

    FISIP UIN Walisongo terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan berbasis pengalaman langsung.

    Melalui PPL ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya mendapatkan pengalaman teknis, tetapi juga mengasah soft skills yang sangat dibutuhkan di era professional. (*)

     

  • PPPKMI Jateng dan UIN Walisongo Bahas Penguatan Kawasan Tanpa Rokok

    PPPKMI Jateng dan UIN Walisongo Bahas Penguatan Kawasan Tanpa Rokok

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI) Provinsi Jawa Tengah mengadakan rapat koordinasi terkait rencana tindak lanjut penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.

    Acara ini berlangsung di Ruang Rapat Gedung Kyai Sholeh Darat, Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, Selasa (7/1/2025).

    Rapat ini dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, termasuk Rektor UIN Walisongo, Prof. Dr. Nizar, M.Ag., Wakil Rektor III, Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama (AAKK), Direktur Pascasarjana, serta Wakil Dekan III dari masing-masing fakultas.

    Pada kesempatan ini Sekretaris Jenderal PPPKMI Jawa Tengah, Nurjannah, menyoroti pentingnya pengendalian perilaku merokok, terutama di kalangan remaja.

    Ia menegaskan bahwa kawasan tanpa rokok bukan hanya tentang melarang orang merokok di sembarang tempat, tetapi juga upaya preventif untuk mencegah munculnya perokok pemula.

    “Alhamdulillah, UIN Walisongo sudah sangat concern terhadap kebijakan ini, apalagi mayoritas pejabatnya bukan perokok. Target kami adalah memastikan tidak ada produksi, penjualan, promosi, sponsor, hingga penggunaan rokok di lingkungan kampus. Bahkan, puntung rokok dan asbak pun seharusnya tidak ada,” tegas Nurjannah.

    Rektor UIN Walisongo, Prof. Nizar, menyambut positif agenda ini dan menilai bahwa implementasi KTR perlu diperkuat dengan penyesuaian indikator serta tahapan-tahapan pelaksanaannya.

    “UIN Walisongo sudah menerapkan kebijakan ini sejak lama. Namun, untuk menyempurnakan penerapannya, perlu ada sosialisasi ulang, misalnya melalui surat edaran rektor, penempelan atribut KTR, kanalisasi smoking area, hingga menyesuaikan kebijakan dalam rekrutmen pegawai, sebagaimana yang sudah kami terapkan,” ungkap Prof. Nizar.

    Rapat ini menjadi langkah strategis dalam mempertegas komitmen UIN Walisongo Semarang sebagai kampus yang peduli terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, sekaligus mendukung program nasional pengendalian tembakau. (*)

     

  • UIN Walisongo Sapa 1.538 Siswa di Smansakar Edufair 2025

    UIN Walisongo Sapa 1.538 Siswa di Smansakar Edufair 2025

    TRIBUNJATENG.COM, Klaten – UIN Walisongo Semarang turut berpartisipasi dalam Smansakar Edufair 2025 yang diselenggarakan di SMAN 1 Karanganom, Kabupaten Klaten pada Kamis (9/1/2025).

    Even ini berhasil menggaet 1.538 siswa kelas akhir dari SMAN 1 Karanganom dan 30 sekolah sederajat lainnya, baik negeri maupun swasta, yang tersebar di wilayah Klaten.

    Smansakar Edufair 2025 menghadirkan 47 perguruan tinggi dari berbagai daerah dan 3 lembaga bimbingan belajar. Kegiatan ini meliputi talk show studi lanjut, kunjungan ke stand-stand perguruan tinggi, serta sesi informasi dan konsultasi program studi.

    Tujuannya adalah membantu para siswa membuat keputusan yang tepat terkait jalur pendidikan mereka, sekaligus memberikan ruang diskusi tentang tantangan dan peluang di dunia perguruan tinggi.

    Tim Humas UIN Walisongo Semarang, Nur Alawiyah, menjelaskan bahwa keikutsertaan UIN Walisongo dalam acara ini bertujuan memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka dalam menentukan program studi yang sesuai.

    Selain itu, UIN Walisongo juga memanfaatkan kesempatan ini untuk mempromosikan berbagai program unggulan yang dimiliki.

    “Kami ingin mendukung siswa-siswa ini agar dapat menentukan pilihan pendidikan yang sesuai dengan potensi mereka, sekaligus mengenalkan program-program unggulan UIN Walisongo Semarang sebagai salah satu pilihan perguruan tinggi yang berkualitas,” ujar Nur Alawiyah.

    Smansakar Edufair 2025 menjadi salah satu ajang strategis bagi UIN Walisongo Semarang untuk menjalin komunikasi langsung dengan calon mahasiswa, memperluas jaringan, serta menunjukkan komitmennya dalam mendukung pengembangan pendidikan di Indonesia. (*)

  • 2
                    
                        Megawati, Prabowo, dan Sepiring Nasi Goreng 
                        Nasional

    2 Megawati, Prabowo, dan Sepiring Nasi Goreng Nasional

    Megawati, Prabowo, dan Sepiring Nasi Goreng
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum
    PDI-P

    Megawati
    Soekarnoputri menegaskan bahwa hubungannya dengan Presiden
    Prabowo
    Subianto tidak mengalami masalah. Persahabatan keduanya tetap terjalin hingga kini.
    Megawati merasa harus menyampaikan itu lantaran menyadari bahwa banyak orang yang menduga dia bermusuhan dengan Prabowo terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
    “Pak Prabowo nih, orang mikir saya sama dia itu, wah kayaknya musuhan. Enggak! Enggak!” tegas Megawati dalam pidato politiknya pada pembukaan hari ulang tahun (HUT) ke-52 PDI-P, di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
    Para kader PDI-P yang antusias mendengar klarifikasi Megawati itu pun sontak bertepuk tangan meriah.
    Megawati lantas mengungkap bahwa hubungan personalnya dengan Prabowo seakan ingin meyakinkan publik bahwa tiada masalah di antara keduanya.
    Diketahui, Prabowo tidak hadir saat momen pembukaan HUT ke-52 PDI-P karena tidak diundang.
    Melanjutkan pidatonya, Megawati mengaku terus menjalin komunikasi dengan Prabowo.
    Salah satunya yang terkini adalah ketika Megawati menanyakan perasaan kepada Prabowo apabila anak buahnya di partai mendapat perlakuan tidak adil.
    Megawati menanyakan itu karena melihat dia dan Prabowo sama-sama ketua umum partai politik.
    “Lha, tapi saya bilang, ‘Mas, kita kan, saya ketua umum, kamu ketua umum, lihat anak buah kamu dibegitukan, apa rasanya sebagai ketua umum? Pasti perasaan kita sama’,” ujarnya.
    Adapun PDI-P beberapa bulan belakangan tertimpa masalah di mana Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
    Pihak PDI-P menganggap hal ini bukan murni penegakan hukum, melainkan upaya politisasi hukum.
    Megawati juga mengungkap kebiasaannya ketika menjamu Prabowo, yakni memasak nasi goreng.
    Prabowo disebut menyukai nasi goreng buatan putri Proklamator RI Soekarno ini.
    Megawati mengemukakan soal ini karena merasa banyak yang datang kepadanya untuk minta dimasakkan nasi goreng.
    Namun, untuk saat ini, Megawati belum bisa masak nasi goreng lagi untuk Prabowo karena sedang pusing memikirkan anak buahnya di PDI-P yang terkena masalah.
    “Lha iya lho, memangnya enggak boleh? Ya boleh. Tapi ini kan prinsip,” ungkap dia.
    Untuk diketahui, Megawati menganggap masakan nasi goreng sebagai “senjata” yang digunakan untuk diplomasi politik.
    Sudah berulang kali Megawati memasakkan nasi goreng untuk Prabowo yang menjadi lawan politiknya pada Pilpres 2024.
    Meski demikian, keduanya pernah bersama saat maju pada Pilpres 2009. Megawati sebagai calon presiden dan Prabowo calon wakil presiden.
    Meski mengakui hubungan personalnya dengan Prabowo baik, Megawati mengaku belum bisa masak nasi goreng lagi untuk Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
    Lantas, apakah pertemuan secara fisik keduanya bakal terjadi?
    Terkait itu, Megawati justru menyebut pertemuan secara fisik dengan Prabowo tidak harus dilakukan. Sebab, dia mengaku bisa mengirim orang untuk bertemu Prabowo.
    “Kalau aku perlu situ (Prabowo) kan ya enggak perlu ketemu
    to
    , aku bisa kok ngirim orang dan sampai. Gitu lho. Itu apa namanya, strategi politik.
    Ngono wae kok ora iso
    . Mikir. He he,” kata Megawati.
    Politikus PDI-P Aria Bima mengatakan, jika Megawati dan Prabowo bertemu hendaknya dipandang selayaknya tokoh bangsa yang menjalin persahabatan sejak lama.
    Dalam hal ini, dia mengajak semua pihak untuk tidak menyimpulkan setiap pertemuan akan mengarah pada keputusan merapat ke kabinet atau menjadi koalisi pemerintah.
    “Cuma pertemuan kedua beliau, saya menangkap jangan dikerangkakan, jangan dikerangkakan dalam kerangka mau koalisi,” kata Aria di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (12/1/2025).
    Megawati-Prabowo disebut tidak memiliki persoalan pribadi, terlebih keduanya juga sama-sama berhasil membawa partainya memenangkan Pemilu 2024.
    Oleh sebab itu, Aria mengajak semua pihak untuk memberikan kesempatan kepada Megawati dan Prabowo bertemu, tanpa dikaitkan dengan sikap politik partai.
    Sementara itu, pihak dari Partai Gerindra belum merespons pertanyaan Kompas.com terkait wacana pertemuan Megawati-Prabowo. Begitu juga pertanyaan mengenai hubungan Prabowo dan Megawati selama ini.
    Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, keberadaan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang dekat dengan Prabowo, disinyalir menjadi hambatan bagi Megawati untuk bertemu secara langsung.
    “Tapi rada rumit karena kondisinya tak mendukung. Mungkin karena PDI-P kalah pilpres, pilkada juga relatif tak sekuat sebelumnya, termasuk juga mungkin karena hambatan psikologis dengan Jokowi yang masih mesra dengan Prabowo,” ujar Adi kepada
    Kompas.com
    , Minggu.
    Dia menambahkan, hubungan antara PDI-P dan Prabowo sebenarnya baik-baik saja dari sisi politik.
    Hal itu terlihat dari tidak adanya revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), yang berpotensi membuat PDI-P kehilangan jatah kursi Ketua DPR.
    Selain itu, di level pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD), politikus PDI-P, Said Abdullah, juga masih mendapat jatah untuk menduduki posisi Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR.
    “Publik melihatnya kendala utama PDI-P faktor Jokowi yang masih di Prabowo,” kata Adi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.