Reshuffle Kabinet Tanpa Drama Politik
Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung
APAKAH
dikatakan mimpi, apabila kita berangan-angan terjadi
reshuffle
kabinet yang dasarnya bukan “
drama politik
”?
Kenapa dikatakan mimpi, karena dalam sejarah politik di negara kita,
reshuffle
kabinet sering terjadi karena penyesuaian konstelasi atau balas jasa politik.
Apa mungkin prinsip meritokrasi diterapkan dalam
reshuffle
, di mana hanya kompetensi dan hasil kerja yang menentukan siapa bertahan dan siapa harus pergi dari kabinet?
Dalam prinsip meritokrasi, seorang presiden menyerupai seorang direktur utama korporasi yang memberhentikan direktur divisinya yang tidak mencapai target, bukan karena pertimbangan faktor-faktor eksternal berbau politik.
Kita tahu persis hal ini susah terjadi, tapi harus dicoba. Minimalnya diwacanakan.
Seorang menteri dalam suatu kabinet tidak lagi berlindung di balik tameng kedekatan personal dengan sang pemimpin atau kesetiaan politik. Tameng mereka hanya satu: kinerja.
Setiap menteri bangun ketika pagi, bukan khawatir kehilangan jabatan karena intrik politik, tetapi mereka khawatir tidak bisa bekerja dengan optimal.
Tampaknya, di bawah prinsip meritokrasi,
reshuffle
bisa menjadi bagian dari ritme normal dalam ekosistem pemerintahan.
Reshuffle
kabinet bukan lagi dianggap sebagai drama politik, tetapi sebagai peristiwa senormal pergantian musim.
Dalam hal ini,
reshuffle
seperti gugurnya daun-daun tua di musim gugur untuk memberi ruang bagi tunas baru di musim semi.
Tidak ada drama, tidak ada manuver licik, dan tidak ada persekongkolan di ruang gelap. Hanya ada transparansi dan mekanisme evaluasi berbasis kinerja.
Reshuffle
model pergantian musim tidak perlu dilakukan dalam senyap atau diam-diam. Sebaliknya, dilakukan saja dengan keterbukaan penuh.
Sebelum
reshuffle
dilakukan, publik harus diberikan laporan kinerja para menteri. Cara ini tidak akan menyisakan ruang bagi “gosip politik”.
Jika seorang menteri dicopot, rakyat harus tahu alasannya dengan jelas. Alasan
reshuffle
harus dapat dimengerti oleh publik, supaya tidak menjadi bola liar yang mantul ke mana-mana.
Dalam kondisi ini, para menteri yang tersisa bukanlah mereka yang pandai berpolitik, melainkan mereka yang benar-benar memiliki rekam jejak kinerja solid. Sekalipun hal ini sulit terjadi, tapi harus kita coba.
Reshuffle
kabinet yang dilakukan dengan “prinsip pergantian musim” akan mendorong pemerintahan tidak lagi berjalan di atas kompromi politik, tetapi di atas standar profesionalisme yang tidak abu-abu.
Prinsip ini akan menciptakan siklus politik yang lebih sehat di mana keberadaan seseorang dalam suatu kabinet tidak lagi dianggap sebagai hak politik eksklusif, melainkan sebagai tanggung jawab yang harus dibuktikan melalui kinerja terukur.
Namun, apakah para aktor politik akan bersepakat untuk hal yang seperti itu? Masih misterius, semisteriusnya pagar laut yang heboh itu.
“Reshuffle pergantian musim” akan menciptakan suasana kompetisi lebih sehat di dalam kabinet.
Para calon menteri yang ingin bertahan tidak lagi mengandalkan modal politik, melainkan strategi kerja yang konkret dan terukur.
Mereka harus menyajikan portofolio kesuksesan kinerja yang jelas, bukan sekadar hubungan personal dengan lingkaran kekuasaan.
Dalam jangka panjang,
reshuffle
model pergantian musim akan mengikis budaya politik transaksional yang selama ini menjadi penyakit kronis dalam pemerintahan kita.
Tak ada lagi jabatan diberikan sebagai hadiah politik. Tak ada lagi posisi strategis diisi oleh individu yang hanya pandai berkompromi, tetapi “miskin visi”.
Namun, sebagaimana lumrah terjadi dalam pergantian musim, bisa saja ada dampak-dampak yang timbul, seperti angin dingin awal musim gugur datang terlalu cepat. Menusuk sendi, membuat rasa tidak nyaman, dan membikin “selesma” sebagian orang.
Lamunan dan mimpi
reshuffle
seperti itu terdengarnya muluk-muluk. Dalam sistem politik kita yang sarat kompromi, gagasan
reshuffle
tanpa drama politik dengan model pergantian musim mungkin terdengar mustahil.
Namun, tidak ada salahnya kalau mau dicoba. Sejarah telah menunjukkan bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari gagasan yang dinilai mustahil.
Di era di mana publik semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas,
reshuffle
kabinet yang benar-benar berbasis kinerja bukanlah mimpi tak tergapai. Memang ganjalan dan intrik politik suka membuayarkannya.
Namun, optimistisnya bahwa pemerintahan adalah organisme yang hidup. Ia akan—bahkan harus—terus-menerus beradaptasi dengan tantangan zaman. Seperti sel-sel dalam tubuh yang harus terus bisa diperbarui untuk menjaga kesehatannya.
Suatu ketika akan terjadi di mana
reshuffle
bukanlah sekadar permainan kursi atau transaksi politik. Ia akan menjadi mekanisme alami dalam siklus pemerintahan yang sehat.
Reshuffle
biarkan menjadi hukum alam (sunatullah) pemerintahan.
Sebuah kabinet tanpa
reshuffle
ibarat tubuh yang merasa sehat-sehat saja, tak pernah
check-up
, tak pernah dievaluasi, lalu suatu hari kolaps tanpa aba-aba.
Atau, mirip mobil tua yang tak pernah diganti olinya—mesinnya aus, performanya loyo, dan ketika mogok, semua “baru ribut.”
Kita mengandaikan, sekalipun agak mustahil, ketika
reshuffle
kabinet terjadi, maka yang tersisa hanyalah “petugas pemerintahan” yang benar-benar bekerja untuk rakyatnya. Namun, jangan-jangan hanya mimpi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: UIN
-

Revisi UU Kejaksaan Berpotensi Timbulkan Tumpang Tindih Wewenang
Jakarta, Beritasatu.com – Revisi Undang-Undang Kejaksaan menjadi sorotan karena dianggap berpotensi melemahkan hukum di Indonesia. Beberapa pasal dalam revisi tersebut dinilai memperluas kewenangan Kejaksaan, yang dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan di antara aparat penegak hukum lainnya.
Aktivis HAM sekaligus Pendiri Lokataru Haris Azhar menilai Indonesia perlu memiliki paradigma hukum yang universal dan menyeluruh, agar tidak terjadi benturan kewenangan antarlembaga hukum.
“Ketidakkonsistenan dalam konsep hukum membuat Kejaksaan, yang saat ini sedang naik daun karena prestasinya, berupaya mengubah undang-undang untuk memperbesar wewenangnya,” ujar Haris dalam diskusi publik yang diselenggarakan IPRI Law Institute, Jumat (7/2/2025).
Haris juga menyoroti beberapa pasal dalam revisi UU Kejaksaan, terutama Pasal 30A, 30B, dan 30C, yang dianggap berpotensi menciptakan impunitas dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Paradigma hukum pidana di Indonesia hingga saat ini belum jelas. Kajian akademis memang ada, tetapi belum diterapkan secara komprehensif,” tambahnya terkait revisi UU Kejaksaan.
Di sisi lain, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Al Fitrah juga menilai revisi UU Kejaksaan memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Kejaksaan Agung, yang berisiko menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
“Jika kewenangan ini terlalu luas, bukan tidak mungkin terjadi impunitas dan penyalahgunaan wewenang dalam penegakan hukum,” tegas Syarif.
Revisi UU Kejaksaan yang baru diusulkan memuat berbagai perubahan, yang beberapa di antaranya berpotensi memperbesar kewenangan Kejaksaan Agung, yang bisa menimbulkan konflik dengan lembaga hukum lain, menciptakan impunitas, terutama terkait pasal 30A, 30B, dan 30C, dan melemahkan sistem hukum yang ada, jika kewenangan yang diberikan tidak diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang ketat.
Seiring dengan terus bergulirnya pembahasan revisi UU Kejaksaan, para pakar hukum dan aktivis HAM mendesak agar revisi ini dikaji lebih mendalam, guna menghindari potensi tumpang tindih wewenang dan penyalahgunaan kekuasaan.
-

Cinta sebagai Roh Utama Sistem Pendidikan Indonesia
loading…
Prof. Dr. H. Andi Salman Maggalatung, S.H., M.H. Foto/Istimewa
Prof. Dr. H. Andi Salman Maggalatung, S.H., M.H.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Tenaga Ahli Menteri Agama RIKURIKULUM Berbasis Cinta mengarusutamakan bagaimana cinta menjadi spirit dalam dunia pendidikan di Indonesia dapat tumbuh dengan pola pikir yang inklusif dan mampu memandang perbedaan sebagai bagian dari keragaman dan kekayaan bangsa yang harus dijaga dan dirawat.
Kurikulum Berbasis Cinta merupakan sebuah gagasan inovatif dalam dunia pendidikan yang digagas oleh Menteri Agama Republik Indonesia Prof Nasaruddin Umar . Konsep ini menyoroti pentingnya nilai-nilai kasih sayang, toleransi, dan kedamaian dalam proses pembelajaran.
Kurikulum Cinta bertujuan untuk menumbuh kembangkan atau melahirkan generasi muda yang memiliki karakter mulia, mampu menghargai sebuah perbedaan berdasarkan cinta, dan berkontribusi positif bagi masyarakat yang plural atau yang beragam.
Dalam era kepemimpinan Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama Republik Indonesia menyampaikan konsep baru kurikulum yang akan digagas pada pendidikan di lingkup Kementerian Agama. Mempromosikan dan mengarusutamakan bagaimana cinta menjadi spirit dalam sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya di dunia pendidikan. Nasaruddin meyakini bahwa semua agama mengajarkan cinta kasih dan kebaikan bagi umatnya. Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan.
Dalam berbagai kesempatan, Imam Besar Masjid Negara Istiqlal ini meyakini betul bahwa semakin dekat dan sadar penganut agama terhadap ajaran agamanya masing-masing, maka dunia ini akan damai dan sejuk, yang boleh jadi mungkin negara tidak memerlukan lagi polisi. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengonsolidasi ajaran agama kepada masyarakat secara mendalam. Gagasan berlian ini lahir dari pengalaman hidup sebagai ulama, tokoh agama, Imam Besar Istiqlal, dan juga sebagai akademisi. Kegelisahan Rektor PTIQ ini terhadap dua fenomena global yang melilit serta merusak tatanan cinta dan kasih. Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi.
Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang, maka Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia.
Nasaruddin Umar, anak kampung dari Desa Ujung Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang saat ini bagian dari Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto menjabat sebagai Menteri Agama terdengar serius mengampanyekan ide Kurikulum Berbasis Cinta untuk memberikan warna kesejukan di muka bumi Indonesia tercinta. Yang paling fenomenal dan tidak akan terlupakan oleh sejarah peradaban dunia adalah ciuman Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar pada jidat Paus yang berbalas dengan ciuman Paus pada tangannya. Dua lakon tokoh dunia agama ini yang kalau dihayati dan dikaji secara mendalam dapat diyakini setara menuju dan mengalir pada satu muara yang disebut “CINTA”.
Mencium kening seseorang sudah pasti dilatari oleh motif kasih, dan mencium tangan orang lain adalah lambang sebuah kepedulian. Kasih dan kepedulian merupakan dua penopang utama untuk dapat merasakan ketulusan akan cinta kasih. Tidak ada cinta tanpa rasa mengasihi, dan tidak ada cinta sejati tanpa mencontohkan kepedulian pada siapa yang dicintai.
-

Pilwali Makassar 2024 Jadi Panggung Politik Ilham Ari Fauzi
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan dari calon wali kota dan wakil wali kota Makassar, Indira Yusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi.
Sehingga, upaya terakhir dari pasangan ini berakhir sejak MK mengetuk palu di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa 4/2/2025).
Dalam pilwali 2024 ini, Ilham Ari Fauzi memulai karirnya pertama kali.
Ia menjadi generasi Z yang pertama maju pada Pilkada 2024 lalu.
“Beliau adalah sosok muda yang penuh potensi dalam dunia politik. Pengalaman dari pilwali 2024 bisa menjadi modal beliau di panggung politik ke depan,” kata pengamat politik UIN Alauddin Makassar, Febrianto Syam, Rabu (5/2/2025).
Selama masa kampanye, Ilham Fauzi bisa dianggap sebagai perwakilan anak muda.
Beberapa kali, Ilham menemui langsung masyarakat akar rumput.
Ada suatu waktu, ia mendapatkan keluhan.
Tak pikir panjang, putra dari wakil ketua umum DPP PPP, Amir Uskara ini pun langsung menelpon legislator DPRD Sulsel fraksi PPP.
Solusinya pun langsung ada.
Ia langsung mampu mencari solusi atas keluhan masyarakat.
“Beliau juga merupakan anak muda yang mau mendengarkan aspirasi masyarakat dan mampu mengelola apa yang masyarakat sampaikan menjadi sebuah program pada pencalonan wali kota 2024 lalu,” katanya.
Ilham Ari Fauzi pun mampu bertransformasi dari seorang direktur yayasan menjadi seorang politisi kawakan.
Sehingga, pemilihan wali kota Makassa 2024 menjadi panggung dari Ilham Ari Fauzi.
Ia mampu bersaing dengan politisi kawakan di Makassar bahkan mengalahkan ketua partai dan birokrat senior.
-

Rawat Kerukunan, Jaga Kelestarian Alam
loading…
Matangkan Konsep Kurikulum Cinta dan Eco-Theology, Menag: Rawat Kerukunan, Jaga Kelestarian Alam/Kemenag
Kementerian Agama terus mematangkan konsep “Kurikulum Cinta” dan “Eco-Thelogy” agar bisa segera diterapkan. Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, dua konsep ini merupakan refleksi mendalam atas peran agama dalam membangun masyarakat yang rukun dan menjaga kelestarian bumi sebagai amanah Tuhan.
Dua konsep ini dibahas bersama dalam seminar internasional bertajuk “Kurikulum Cinta dan Eco-Theology sebagai Basis Gerakan Implementasi Deklarasi Jakarta” di Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan. Giat ini diselenggarakan Kemenag bekerja sama dengan Pesantren As’adiyah, Sengkang.
Hadir, mantan Deputy Menteri Wakaf Mesir As-Said Muhamad Ali Al-Husaini, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Arsad Hidayat, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Nyayu Khodijah, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Hamdan Juhanis, dan civitas academica Perguruan Tinggi Keagamaan.
Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin dan Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad juga terjadwal menjadi pembicara
“Kurikulum Cinta dan Eco-Theology menjadi landasan penting dalam membentuk kesadaran kolektif untuk kehidupan yang lebih baik. Dua isu ini beberapa waktu lalu kami deklarasikan bersama Paus Fransiskus dalam suatu pernyataan bersama ‘Deklarasi Istiqlal’,” terang Menag di Jakarta, Selasa (4/2/2025).Dijelaskan Menag, konsep Kurikulum Cinta merupakan seperangkat sistem dan fondasi hidup bersama dalam keragaman, untuk kerukunan umat beragama, baik internal maupun antarumat beragama. Cinta adalah inti dari segala tindakan kebaikan.
“Kurikulum Cinta adalah konsep yang menekankan pentingnya pendidikan berbasis kasih sayang, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan. Nilai ini harus menjadi bagian utama dalam sistem pendidikan kita, baik di lembaga formal maupun dalam lingkungan sosial dan keluarga, termasuk dalam kehidupan Pondok Pesantren,” sebut Menag.Sudah seharusnya, kata Menag, pendidikan agama tidak hanya mengajarkan hal ritual-formalistik, tetapi juga menanamkan ruh dan semangat moderasi dan penghormatan terhadap keberagaman. Di Indonesia, kita telah melihat bagaimana pesantren, madrasah, dan sekolah-sekolah berbasis agama mulai mengajarkan toleransi dan harmoni dalam kehidupan berbangsa. “Ini adalah langkah maju yang harus terus kita dorong dan perkuat,” tuturnya.
“Dalam kehidupan sosial, “Kurikulum Cinta” dapat diimplementasikan melalui berbagai gerakan dan program yang memperkuat solidaritas antarumat beragama. Misalnya, dialog lintas iman, aksi sosial bersama, dan kampanye perdamaian,” sambungnya.
Terkait Eco-Theology, Menag menjelaskan bahwa itu menjadi landasan spiritualitas dalam upaya pelestarian lingkungan. Konsep “Eco-Theology” mengajarkan bahwa menjaga bumi bukan sekadar upaya ilmiah atau kebijakan negara, tetapi juga merupakan bagian dari spiritualitas dan ibadah kita kepada Tuhan.Baca Juga: Perjalanan Agung Isra Mikraj, Tanda-tanda Kebesaran Allah SWT
“Gerakan lingkungan berbasis keagamaan telah berkembang di banyak tempat. Di Indonesia, kita telah melihat inisiatif masjid ramah lingkungan (eco-friendly mosque), pesantren hijau (green pesantren), gereja berkelanjutan, dan lainnya yang memanfaatkan energi terbarukan dan praktik ramah lingkungan. Ini adalah contoh-contoh baik yang harus terus kita kembangkan sebagai wujud nyata dari eco-theology dalam kehidupan umat beragama,” tandasnya.
-

Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang KH M Yusuf Hasyim Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Jombang (beritajatim.com) – Kiprah dan pengabdian KH M Yusuf Hasyim atau akrab disapa Pak Ud, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng Jombang periode 1965-2006, kini menjadi sorotan.
Putra Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari ini diusulkan sebagai pahlawan nasional atas kontribusinya yang luas di berbagai bidang, mulai dari militer, politik, sosial, kenegaraan, hingga pendidikan.
Usulan ini mengemuka dalam seminar dan bedah buku Biografi KH M Yusuf Hasyim: Kiai Militer Pengawal Ideologi NKRI Berbasis Pesantren yang digelar Senin (3/2/2025) di aula Ponpes Tebuireng.
Acara ini dihadiri sekitar 250 peserta, termasuk Gubernur Jawa Timur terpilih Khofifah Indar Parawansa, Bupati Jombang terpilih Warsubi, serta Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon yang hadir secara virtual.
Sebagai narasumber, penulis buku Aguk Irawan memaparkan proses penulisan biografi setebal 246 halaman tersebut. “Banyak sumber primer yang saya temukan, sampai bingung harus memulai dari mana,” ungkapnya.
KH Abdul Hakim Mahfudz, pengasuh Ponpes Tebuireng saat ini, menegaskan pentingnya mengenang sejarah. “Terlebih KH Yusuf Hasyim yang menjadi pengasuh sejak 1965 sampai 2006,” ujarnya.
Sementara itu, KH Irfan Yusuf (Gus Irfan), perwakilan keluarga, menyampaikan terima kasih atas dukungan semua pihak. “Ide pengusulan gelar pahlawan nasional ini sudah muncul sekitar lima tahun lalu,” katanya.
Gubernur Khofifah Indar Parawansa mengapresiasi bedah buku ini. “Banyak jejak perjuangan kiai yang tidak ditulis, padahal itu penting sebagai referensi keteladanan,” ujarnya.
Peserta bedah buku Biografi KH M Yusuf Hasyim
Dia juga menyinggung peran KH Yusuf Hasyim dalam mengusir PKI saat menyerang Pesantren Gontor. “Sebagai komandan Banser pertama, beliau mengajarkan santri untuk kuat secara fisik dan hati,” tambahnya.
Prof Usep Abdul Matin dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai perjuangan KH Yusuf Hasyim memenuhi syarat khusus sebagai pahlawan nasional. “Beliau mempromosikan Islam moderat yang selaras dengan Pancasila,” tegasnya.
Pendapat senada disampaikan Fadli Zon, yang mengenal KH Yusuf Hasyim puluhan tahun. “Beliau sangat pantas diberi gelar pahlawan nasional agar perjuangannya menginspirasi generasi penerus,” ujarnya.
Aguk Irawan mengungkapkan rencana penerbitan tiga buku lain tentang KH Yusuf Hasyim, termasuk kisah romantis pertemuannya dengan Nyai Bariyah dari Madiun.
Sementara KH Asep Saifudin Halim berbagi pengalaman saat mengajukan KH Abdul Halim sebagai pahlawan nasional. “Liku-liku dan tantangan harus dihadapi dengan optimisme,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, KH Yusuf Hasyim atau lebih dikenal dengan Pak Ud, meninggal dunia pada Minggu 4 Januari 2007, sekitar pukul 19.00 WIB di RSUD dr Sutomo Surabaya. Putra terakhir Hadratus Syeikh KH Hasyim Asyari ini berpulang pada usia ke-78. Pak Ud dikebumikan di makam keluarga Tebuireng Jombang. [suf]
/data/photo/2025/01/23/6791fccb4af7a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



