Prabowo Disebut Tak Lapor Jokowi Sebelum Bertemu Megawati
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Presiden
Prabowo Subianto
tidak melapor ke Presiden ke-7
Joko Widodo
sebelum bertemu dengan Presiden ke-5
Megawati Soekarnoputri
, Senin (7/4/2025) kemarin.
Dasco mengatakan, Prabowo dapat bertemu dengan siapa saja untuk melakukan silaturahmi.
“Saya rasa enggak ya, ini kan pertemuan silaturahmi boleh dengan siapa saja,” kata Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Dasco menuturkan, Prabowo bertemu dengan Megawati di kediaman Mega, Jalan Teuku Umar, Jakarta, pada Senin kemarin dalam rangka silaturahmi Lebaran.
Pertemuan itu berlangsung selama sekitar 1,5 jam di mana Prabowo dan Megawati banyak bertukar pikiran dan pengalaman mengenai memimpin Indonesia.
“Kalau menyatukan visi, saya enggak tahu persis, tapi bertukar pikiran yang mendalam tentang bagaimana masa depan Indonesia itu pasti, dan pertemuan penuh keakraban saya lihat kita denger lebih banyak ketawa-ketawanya juga sih sebenarnya,” kata Dasco.
Dasco menyebutkan, kedua tokoh itu juga sempat bertemu empat mata, meski ia tidak mengetahui persis apa yang dibicarakan oleh Prabowo dan Megawati.
“Yang pasti membicarakan bagaimana masa depan Indonesia dan bagaimana kebersamaan untuk membangun Indonesia ke depan,” kata dia.
Sebagai informasi, pertemuan Prabowo dan Megawati sudah sejak lama diwacanakan, tetapi baru terlaksana pada Snein kemarin.
Awalnya, isu pertemuan ini muncul pada 2024 setelah Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029.
Ketika itu, nama Jokowi santer disebut sebagai penghambat pertemuan Prabowo dan Megawati.
Hubungan antara Megawati dan Jokowi memang retak ketika anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju menjadi wakil Prabowo pada pilpres lalu.
Pengamat politik Adi Prayitno menyebut sempat ada spekulasi penyebab terhalangnya pertemuan Prabowo dan Megawati karena Joko Widodo.
“Dulu ada spekulasi yang mengatakan bahwa jika hubungan Prabowo dan Jokowi baik-baik saja, maka sulit terjadi pertemuan. Sebaliknya, jika hubungan Prabowo dan Jokowi renggang, maka pertemuan keduanya dipersepsikan mudah terwujud,” ujar Adi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/4/2025).
Dosen dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini pun punya spekulasi tersendiri terkait keterlibatan Jokowi dalam hal tersebut.
Menurut dia, Jokowi adalah faktor eksternal antara Megawati dan Prabowo.
Ia pun heran lantaran Jokowi kerap dikaitkan sebagai penghalang pertemuan Prabowo dan Megawati.
“Jokowi selalu dikait-kaitkan dalam soal ini. Padahal, Jokowi nonfaktor. Jika mau bertemu, ya bertemu saja, tak perlu ada faktor eksternal yang dikait-kaitkan. Itu spekulasi lagi,” ungkap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: UIN
-
/data/photo/2025/04/08/67f524c2d66ff.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Disebut Tak Lapor Jokowi Sebelum Bertemu Megawati Nasional 8 April 2025
-

Rektor UIN Saizu Pimpin Halal Bihalal Idul Fitri 1446 H di FTIK Purwokerto
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO – UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto menggelar Halal Bihalal dalam momen Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriyah.
Acara berlangsung khidmat, sederhana, namun penuh kehangatan di halaman Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Saizu Purwokerto, Senin (8/4/2025).
Kegiatan Halal Bihalal ini dipimpin langsung Rektor UIN Saizu Purwokerto, Prof. Ridwan.
Hadir jajaran pimpinan universitas, pascasarjana dan fakultas.
Halal Bihalal diikuti ratusan tenaga pendidik atau dosen, tenaga kependidikan, serta para pegawai.
Prof. Ridwan menekankan pentingnya mempererat tali silaturahmi sebagai bagian dari nilai-nilai Islam yang harus terus dijaga, terutama setelah melewati Bulan Ramadan.
Momentum lebaran adalah waktu yang tepat untuk saling memaafkan dan memperkuat kebersamaan antar civitas akademika.
Menurutnya, Halal Bihalal bukan sekadar tradisi, tetapi manifestasi nyata dari ukhuwah Islamiyah.
Acara berlangsung dengan nuansa kekeluargaan, dengan sesi saling bersalaman antar peserta sebagai simbol saling memaafkan.
Selain sebagai bentuk syukur dan silaturahmi, kegiatan ini juga menjadi ajang refleksi spiritual bagi seluruh civitas akademika UIN Saizu setelah menjalankan ibadah Ramadan.
Halal Bihalal di lingkungan UIN Saizu tak hanya menjadi ajang temu kangen antar sivitas usai libur dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri.
Kegiatan ini juga menguatkan nilai-nilai moderasi beragama dan semangat kolaborasi dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kegiatan ini rutin diselenggarakan setiap tahun sebagai bagian dari tradisi kampus Islami yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan toleransi.
UIN Saizu berharap dapat terus menjadi kampus yang mencerminkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam aktivitas akademik maupun sosial.
-

Rektor UIN Saizu Ajak Rajut Ukhuwah Lewat Idul Fitri dalam Halal Bihalal DPRD Banyumas
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS – Rektor UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Prof. Ridwan kembali menekankan bahwa Idul Fitri menjadi momentum untuk merajut ukhuwah dan membingkai persaudaraan sejati.
Hal itu disampaikan dalam acara Silaturahmi Halal Bihalal Keluarga Besar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyumas yang berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD Banyumas, Jl. Bung Karno No. 1 Purwokerto, Selasa (8/4/2025).
Dalam paparannya, Prof. Ridwan mengangkat tema “Idul Fitri: Merajut Ukhuwah dan Membingkai Persaudaraan Sejati” yang menyentuh nilai-nilai luhur keislaman dan kebudayaan Indonesia.
Dia menekankan bahwa Idul Fitri tidak sekadar menjadi perayaan kemenangan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.
Idul Fitri adalah momentum spiritual dan sosial untuk kembali kepada fitrah dan mempererat hubungan antar sesama.
Idul Fitri merupakan peristiwa keagamaan yang mengandung makna teologis dan kultural.
Secara spiritual, ia menjadi penanda keberhasilan seorang Muslim dalam menempuh madrasah ruhiyah selama Ramadan.
Secara budaya, Idul Fitri menjadi ruang bagi masyarakat Indonesia menjalankan tradisi seperti mudik, ketupat, dan halal bihalal.
Prof. Ridwan menjelaskan bahwa esensi Idul Fitri terletak pada upaya membersihkan diri dari dosa kepada Allah SWT (haqqullah) dan sesama manusia (haqqul adam).
Tradisi silaturahmi dan halal bihalal menjadi wujud konkret semangat untuk saling memaafkan dan mempererat persaudaraan.
Dia menekankan Idul Fitri adalah momen tepat untuk merajut kembali ukhuwah sejati.
“Dalam suasana Idul Fitri, tidak ada sekat antara status sosial, etnis, maupun jabatan.”
“Semua menjadi sama dalam kerendahan hati untuk meminta dan memberi maaf,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya membangun relasi yang setara dan resiprokal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Idul Fitri membentuk kesadaran kolektif tentang pentingnya kasih sayang, toleransi, dan keikhlasan dalam menjalani kehidupan sosial,” ujarnya.
Acara yang berlangsung khidmat ini dihadiri oleh pimpinan dan anggota DPRD Banyumas serta pegawai sekretariat.
Selain tausiyah, kegiatan juga diisi dengan ramah tamah dan saling bersalaman sebagai simbol saling memaafkan dan memperkuat kebersamaan.
-

Bukan Sekadar Proyek Properti, PIK 2 Disebut Bisa Dorong Ekonomi Maritim
FAJAR.CO.ID, JAJARTA — Proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Kabupaten Tangerang dinilai memiliki arti lebih dari sekadar proyek properti raksasa. Kawasan ini disebut-sebut berpotensi menjadi pemantik kebangkitan ekonomi maritim di wilayah pesisir barat Indonesia.
Direktur Maritime Strategic Center (MSC), Muhammad Sutisna, menilai kehadiran PIK 2 dapat mengembalikan semangat kejayaan maritim Nusantara yang pernah membawa bangsa ini berjaya di masa lalu.
Menurut dia, kawasan pesisir sejak lama menjadi episentrum tumbuhnya peradaban, baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya, hingga politik.
“Sejarah mencatat, kejayaan Nusantara tak lepas dari kekuatan maritimnya. Kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya, Majapahit, hingga Kesultanan Banten, Gowa, dan Aceh berkembang karena menguasai laut dan memanfaatkan potensi pesisir,” ujar Sutisna, Sabtu (5/4).
Sutisna merupakan lulusan FISIP UIN Syarif Hidayatullah yang melanjutkan pendidikan pascasarjana di Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. Ia menyoroti kontrasnya kondisi pesisir Indonesia saat ini dibanding masa lalu.
Banyak kawasan pesisir yang justru terjebak dalam kemiskinan, ketertinggalan, dan minim akses terhadap pembangunan.
“Banyak warga pesisir hidup dalam keterbatasan. Padahal, mereka punya potensi besar yang belum tergarap optimal,” jelas dia.
Melihat situasi tersebut, Sutisna menaruh harapan besar pada proyek PIK 2. Ia menilai kawasan ini bisa menjadi titik awal kebangkitan ekonomi di pesisir utara Tangerang, sekaligus contoh revitalisasi pesisir yang sukses.
-

Guru Besar Ilmu Politik Ini Puji Ruang Kerja PM Singapura: Di Indonesia Bupati Saja Banyak yang Sangat Mewah
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Perdana Menteri (PM) Singapura, Lawrence Wong menuai pujian dari sejumlah akademisi. Terkait kapasitas dan kepribadiannya.
Hal itu bermula saat akademisi Ilmu Politik dan penulis terkemuka asal Amerika Serikat, Ian Bremen menyanjung pernyataan Lawrence.
Pujian itu ia sampaikan di akun X pribadinya @ianbremmer. Ia menyebut analisis Lawrence terkait kebijakan ekonomi Amerika Serikat paling masuk akal dibanding pemimpin lain di dunia.
“PM Singapura dengan beberapa analisis paling masuk akal menanggapi tarif AS yang pernah saya lihat dari seorang pemimpin global,” tulisnya.
Ian Bremmer juga mengunggah video analisis dimaksud. Di Video itu, terlihat Lawrence mengenakan kemeja biru polos dengan kaca mata khasnya.
Di belakangnya, sejumlah buku tersusun di rak sederhana berwarna hitam.
Guru Besar Ilmu Politik. UIN Jakarta, Burhanuddin Muhtadi yang mengomentari unggahan Ian Bremmer, malah memerhatikan ruang kerja tersebut.
“Salfok dengan meja kerja dan rak almari PM Singapura ini yg sederhana ini,” ucapnya.
Ia lalu membandingkannya dengan Indonesia. Ia menilai di Indonesia banyak pejabat sekelasnya bupati punya ruang kerja mewah.
“Di Indonesia sekelas bupati aja banyak yang ruangan kerjanya sangat mewah,” pungkasnya.
(Arya/Fajar) -

UIN Walisongo: Bahtera Ilmu yang Mengarungi Samudra Peradaban
TRIBUNJATENG.COM – Kali ini tentang kampus tempat saya menuntut ilmu dan kini menjadi tempat saya bekerja di mana Allah memberi sebagian Rizki saya untuk menghidupi keluarga: Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.
Dalam perjalanan panjang sebuah universitas, ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Begitu pula dengan UIN Walisongo Semarang, yang laksana perahu besar mengarungi lautan luas. Di dalamnya, ada ribuan penumpang—mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, serta seluruh elemen yang berperan dalam membawa kapal ini menuju tujuan mulianya: mencetak insan akademis yang berakhlak, unggul, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Namun, mengarungi lautan bukanlah perkara mudah. Gelombang besar, badai yang menerpa, serta arus yang kadang tak terduga menjadi ujian bagi setiap kapal yang ingin sampai di pelabuhan harapan. Begitu pula dengan UIN Walisongo, yang dalam perjalanannya menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi perkembangan ilmu pengetahuan, perubahan zaman, maupun dinamika sosial yang terus bergulir.
Agar kapal ini tetap kokoh, tidak boleh ada satu pun yang melubangi lambungnya. Sebab, jika ada yang tega merusaknya, kapal ini bisa tenggelam dan seluruh penumpangnya akan turut karam. Begitulah hakikat kebersamaan dalam sebuah institusi: kita berada dalam kapal yang sama, menghadapi ombak yang sama, dan memiliki tujuan yang sama. Jika ada satu bagian yang rusak, dampaknya akan dirasakan oleh semua. Oleh karena itu, rasa memiliki dan tanggung jawab harus terus ditanamkan dalam setiap jiwa yang bernaung di bawah panji UIN Walisongo.
Tak kalah pentingnya, sebuah kapal harus dinakhodai oleh pemimpin yang cakap. Ia harus mampu membaca kondisi laut dan cuaca, memahami arah, serta terampil mengendalikan kemudi. Seorang nakhoda yang bijaksana akan membawa kapal ini berlayar dengan selamat, memastikan seluruh awaknya tetap bersatu, serta menjaga agar perjalanan tetap berada pada jalur yang benar. Begitu pula dengan UIN Walisongo, yang membutuhkan kepemimpinan yang visioner, inovatif, serta berpegang teguh pada nilai-nilai akademik dan spiritual.
Dies Natalis UIN Walisongo bukan sekadar perayaan usia, tetapi juga refleksi atas perjalanan panjang yang telah ditempuh. Ini adalah momen untuk kembali meneguhkan komitmen bersama, mempererat persaudaraan, serta menyusun strategi agar kapal besar ini semakin tangguh menghadapi samudra perubahan. Karena pada akhirnya, keberhasilan perjalanan ini bukan hanya ditentukan oleh sang nakhoda, tetapi juga oleh kesadaran dan kontribusi setiap individu yang berada di dalamnya.
Kita semua berada di kapal yang sama. Mari berlayar bersama, mengarungi lautan ilmu, menuju pelabuhan peradaban yang gemilang. (*)
-

Dirayakan 7 Hari setelah Hari Raya Idul Fitri, Apa Itu Lebaran Ketupat? – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Apa itu Lebaran ketupat yang dirayakan seminggu setelah hari raya Idul Fitri? Berikut ini penjelasannya.
Lebaran ketupat atau ba’da kecil adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa yang ada sejak abad ke-15.
Lebaran ketupat dilaksanakan pada hari ke-7 setelah Idul Fitri atau tepatnya pada 8 Syawal tahun Hijriyah.
Tahun ini Idul Fitri jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025, sehingga Lebaran ketupat dilaksanakan pada hari Senin berikutnya atau 7 April 2025.
Kegiatan yang dilakukan saat lebaran ketupat bervariasi, di antaranya melaksanakan tradisi hajatan, selamatan/kondangan, dll.
Dalam tradisi masyarakat Jawa, tradisi ini adalah simbol kebersamaan dengan memasak ketupat dan mengantarkannya ke sanak saudara terdekat, dikutip dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Asal-usul
Menurut beberapa sumber, tradisi ini diperkenalkan pertama kali kepada masyarakat Jawa oleh salah satu Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga.
Ketika menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, Sunan Kalijaga memperkenalkan tradisi kupat menjadi dua istilah.
Pertama, ba’da Lebaran (setelah puasa), yaitu masyarakat melaksanakan salat Idul Fitri dan melakukan silaturahmi.
Kedua, ba’da Kupat (setelah Lebaran) atau 7 hari setelah Idul Fitri, yang bertepatan pada tanggal 8 Syawal.
Menjelang ba’da Kupat pada masa Sunan Kalijaga, hampir setiap rumah di Jawa terlihat menganyam daun kelapa dalam bentuk ketupat yang akan dimasak kembali untuk dibagikan kepada kerabat terdekat.
Sunan Kalijaga saat itu membawa ajaran puasa 6 hari pada bulan Syawal yang diajarkan untuk umat Islam.
Dr. Fahruddin Faiz, seorang dosen Aqidah Filsafat Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengatakan Sunan Kalijaga menciptakan istilah ketupat atau dalam bahasa Jawa kupat.
“Ketupat ini memiliki makna khusus, ada kualitas individual, kualitas sosial, dan kualitas spiritual,” kata Fahruddin.
Menurut tradisi Jawa, kupat (ketupat) adalah singkatan dari “Ngaku Lepat” dan “Laku Papat”.
“Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan, sedangkan laku papat artinya empat tindakan.
Laku papat berdasarkan lahir ialah takbir, zakat, salat Id, dan silaturahmi.
Selain mengajarkan berbagi dengan sesama, lebaran ketupat juga mengajarkan masyarakat untuk memohon maaf dengan hati bersih agar persaudaraan tetap terjalin dan tidak ada dendam, dikutip dari Kementerian Kesehatan.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)


