Institusi: UIN

  • Jokowi Terus-terusan Turunkan Wibawa Presiden Prabowo

    Jokowi Terus-terusan Turunkan Wibawa Presiden Prabowo

    GELORA.CO – Presiden ke-7 RI seperti terus menerus melakukan upaya intervensi politik dengan berbagai cara agar wibawa Presiden Prabowo Subianto tergerus. 

    Salah satunya sikap Jokowi mengumpulkan peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke- 65 di kediamanannya, Solo, pada 17 April 2025, semakin menurunkan wibawa Presiden Prabowo. 

    “Kondisi ini seharusnya tidak terus dilakukan Jokowi, selain bisa menurunkan wibawa Presiden Prabowo, juga bisa dianggap pemerintah masih dibayang-bayangi kekuasaan Jokowi,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada RMOL, Selasa 22 April 2025. 

    Di sisi lain, pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berpandangan bahwa langkah Jokowi mengumpul para calon jenderal polisi itu seolah mengonfirmasi dugaan publik terkait keterlibatan partai coklat (Parcok) atau oknum kepolisian cawe-cawe di Pemilu 2024 lalu.  

    “Rombongan Sespimmen ini bisa mengembalikan ingatan publik soal wacana keterlibatan polisi di Pemilu dan Pilpres era Jokowi, bisa jadi dugaan Jokowi melakukan intervensi benar adanya,” pungkas Dedi.

    Sebelumnya, Patun Pokjar II Serdik Sespimmen Dikreg ke-65 Komisaris Besar Denny mengatakan, kedatangan mereka ke Solo hanya untuk silaturahmi dengan Jokowi. 

    “Bersilaturahmi dengan Bapak Jokowi sekalian meminta masukan untuk perkembangan ke depannya,” kata Denny seusai pertemuan dengan Jokowi di Solo, pada Kamis 17 April 2025.  

    Menurut Denny, perkembangan ke depan yang dimaksud berkaitan kepemimpinan agar bisa menghadapi tantangan global pada era digital, kecerdasan buatan atau kecerdasan artifisial (AI) serta robotic.

  • Selamat Hari Kartini 21 April 2025: Kartini, Al-Qur’an, dan Gen Z yang Haus Makna

    Selamat Hari Kartini 21 April 2025: Kartini, Al-Qur’an, dan Gen Z yang Haus Makna

    Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy,M.E. Dosen UIN Saizu Purwokerto

    TRIBUNJATENG.COM – Setiap bulan April, bangsa Indonesia kembali mengenang sosok agung bernama Raden Ajeng Kartini.

    Ia bukan sekadar nama di kalender nasional atau lirik dalam lagu gubahan WR Soepratman, tetapi simbol perjuangan emansipasi perempuan, pendidikan, dan pencerahan pikiran.

    Di balik kata-kata terkenalnya “Habis gelap terbitlah terang”, tersimpan perjalanan spiritual yang mendalam: kisah perjumpaannya dengan tafsir Al-Qur’an yang membuka cakrawala hidupnya.

    Tepatnya, saat Kartini menghadiri kajian KH. Sholeh Darat di Pendopo Bupati Demak, beliau tersentak oleh tafsir surah Al-Fatihah yang begitu dalam dan menyentuh.

    Bukan sekadar bacaan yang dihafal, tetapi makna yang menghidupkan. 

    “Kyai, betapa berdosanya para kiai,” keluh Kartini yang merasa selama ini hanya dibekali mantra, bukan pemahaman. 

    Dari situ, Kartini mendorong agar tafsir Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa—agar kaum perempuan, rakyat jelata, dan masyarakat awam bisa memahami isi kitab suci itu.

    Warisan Spiritual Kartini

    Seringkali kita hanya mengenang Kartini sebagai pelopor pendidikan bagi perempuan.

    Tapi lebih dari itu, Kartini juga haus akan ilmu agama—bukan hanya ritualistik, tapi yang esensial. 

    Ia belajar akhlak, tasawuf, dan tafsir Qur’an kepada KH. Sholeh Darat, yang kelak menjadi guru dari para ulama besar seperti KH. Hasyim Asy’ari.

    Dalam usia yang sangat muda, Kartini menyadari satu hal penting: ilmu tanpa pemahaman adalah hampa.

    Dan pemahaman tanpa akhlak adalah bencana.

    Maka tak heran jika perjuangannya bukan hanya tentang membuka sekolah, tetapi membuka hati dan pikiran bangsanya.

    Di zaman modern ini, semangat Kartini masih relevan, bahkan sangat dibutuhkan. Kita hidup di era digital, zaman Gen Z yang serba cepat, penuh distraksi, dan dibanjiri informasi.

    Namun, justru di tengah derasnya arus informasi itu, banyak dari kita yang haus makna. Kita bisa dengan mudah membaca ribuan status, caption, atau thread—tapi seberapa sering kita benar-benar membaca hidup ini dengan makna?

    Kartini dan Gen Z: Titik Temu di Era Digital

    Generasi Z—yang lahir dan tumbuh bersama teknologi—memiliki akses tak terbatas pada informasi. Tapi, apakah mereka juga semakin dekat pada kebijaksanaan?

    Kartini muda mengkritik pembelajaran yang tanpa makna. Ia berani bertanya, bahkan kepada para ulama, tentang kenapa Al-Qur’an hanya diajarkan sebagai bacaan, bukan sebagai panduan hidup.

    Bukankah pertanyaan yang sama juga bisa diajukan hari ini?

    Di banyak tempat, masih banyak anak muda yang bisa membaca Al-Qur’an secara fasih, tapi tidak tahu apa itu rahmah, taqwa, atau husnudzan.

    Banyak pula yang memahami tren terkini, namun tidak tahu arah hidupnya. Maka, pertanyaannya: siapa yang akan menjadi “Kartini” baru di era ini?

    Kisah Kartini dan KH. Sholeh Darat bukan hanya romansa masa lalu, tetapi pelajaran bagi masa kini.

    Kita butuh lebih banyak ulama yang bisa menerjemahkan nilai-nilai Qur’an ke dalam bahasa zaman. 

    Kita juga butuh lebih banyak “Kartini muda” yang mau bertanya, belajar, dan berjuang agar pemahaman menjadi terang, bukan sekadar hafalan.

    Pendidikan untuk Akhlak dan Kemandirian

    Kartini adalah contoh ideal perempuan cerdas dan mandiri yang tetap menjunjung tinggi nilai dan adab.

    Ia tidak menolak kodrat sebagai perempuan, tetapi ia menolak untuk dibodohi atas nama tradisi. 

    Ia ingin perempuan bisa berdaya, bukan supaya bersaing dengan laki-laki, tetapi agar bisa mendidik generasi yang lebih baik.

    Banyak perempuan Gen Z hari ini yang punya mimpi besar.

    Mereka kuliah, bekerja, bahkan memimpin perusahaan sejak muda. 

    Tapi, apakah mereka juga membekali diri dengan akhlak dan adab yang dulu begitu dijaga Kartini? Sebab kecerdasan tanpa adab, hanya akan menciptakan generasi yang egois dan rapuh di balik layar sosial media.

    Sebaliknya, perempuan yang cerdas dan berakhlak akan menjadi fondasi keluarga dan masyarakat yang kuat.

    Ia tidak silau dengan pencapaian duniawi, tapi juga tidak meninggalkan dunia. 

    Ia bisa mandiri, sekaligus menjadi tempat bersandar. Inilah cita-cita Kartini yang mungkin belum tuntas: menjadikan perempuan Indonesia sebagai madrasah pertama dan utama, bukan hanya untuk anak-anaknya kelak, tetapi juga untuk lingkungannya sekarang.

    Menjadi Kartini Zaman Ini

    Hari ini, 21 April 2025, saat para ibu dan ayah mengantar anak-anak perempuan mereka ke sekolah, kita kembali melihat semangat Kartini itu hadir.

    Para “Kartini kecil” hari ini bukan hanya belajar berhitung atau membaca, tetapi juga diajari bagaimana menjadi pribadi yang baik, sopan, tangguh, dan bijak.

    Karena seperti Kartini, kita butuh perempuan yang tidak hanya pintar, tapi juga punya nilai.

    Perempuan Indonesia hari ini tidak kekurangan akses pendidikan, tapi jangan sampai kekurangan arah.

    Tidak kekurangan mimpi, tapi jangan sampai kekurangan makna.

    Jadilah Kartini masa kini yang bukan hanya ingin sukses secara pribadi, tapi juga memberi terang bagi orang lain. 

    Bacalah Qur’an bukan hanya sebagai bacaan, tapi sebagai cahaya. Jadikan teknologi bukan sebagai candu, tapi sebagai alat perjuangan.

    Kartini sudah menunjukkan caranya—mari kita teruskan perjuangannya.

    Selamat Hari Kartini. Untuk seluruh perempuan Indonesia. Teruslah menjadi cahaya dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. (*)

  • Kenapa Harus Kuliah di UIN Saizu Purwokerto? Rasakan Sendiri Keajaibannya

    Kenapa Harus Kuliah di UIN Saizu Purwokerto? Rasakan Sendiri Keajaibannya

    Oleh: Intan Diana Fitriyati
    Alumni UIN Saizu Purwokerto

    TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO – Dulu, kupikir setelah lulus SMA atau S1, kuliah atau kerja itu pasti. 

    Ternyata hidup tidak selalu berjalan mulus. Pendidikan mahal, realita keras, dan hidup menampar tanpa basa-basi.

    Sementara teman-teman sibuk daftar kuliah, aku justru sibuk bertahan hidup.

    Merantau dan bekerja jadi langkah awal yang harus kujalani. Jatuh bangun, sudah seperti tradisi.

    Tapi satu hal yang tak pernah padam: keyakinan bahwa jika niatnya baik, maka jalan pasti terbuka.

    Qadarullah, harapan itu datang kembali.

    Dengan ridha Ilahi dan restu walidayni, aku melangkah, tanpa ragu dan tanpa ingin menoleh ke belakang.

    Bagi banyak orang, kuliah mungkin biasa saja, tapi bagiku—itulah momen penting yang menandai akhir dari penantian dan awal dari perjalanan baru.

    Bukan karena keajaiban tiba-tiba menghampiri, bukan pula sekadar seremoni, tapi karena aku tahu, perjuangan tidak pernah sia-sia jika dititipkan pada-Nya.

    Slide terakhir dari perjalanan panjang itu, justru jadi langkah pertama di kampus yang tak pernah kuimpikan sebelumnya: UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, atau yang akrab dikenal sebagai UIN Saizu.

    Kupikir dulu, Purwokerto itu di mana? Tahu tempatnya saja tidak.

    Tapi sejak kecil, Bapak memang selalu memilihkan lembaga pendidikan yang berbeda dari pilihan teman-temanku. 

    Katanya, biar belajar mandiri. 

    Maka ketika teman-teman aliyah memilih Jogja, Semarang, atau Pekalongan, aku justru diarahkan ke kota yang tak punya satu pun kenalan di sana: Purwokerto.

    Dan di sinilah perjalanan itu dimulai.

    Ternyata, Purwokerto adalah kejutan manis yang penuh makna. Sebuah kota yang mungkin tidak terlalu besar, tapi sangat nyaman untuk dijadikan tempat belajar.

    Aksesnya mudah dari berbagai arah, biaya hidupnya relatif murah, dan fasilitasnya lengkap. 

    Apalagi bagi mahasiswa, kota ini terasa ramah, bersahabat, dan tidak menekan.

    UIN Saizu sendiri memiliki banyak keunggulan yang jarang ditemukan di kampus lain. Salah satunya adalah internasionalisasi kampus.

    Meskipun terletak di kota yang tidak sepopuler Jogja atau Bandung, UIN Saizu mampu menjalin jejaring global dan menjadi kampus desa yang mendunia. 

    Hari ini, UIN Saizu bukan hanya milik mahasiswa lokal. Mahasiswa dari Malaysia, Yaman, Palestina, Filipina, dan negara-negara lainnya turut belajar di sini.

    Ini bukti bahwa kualitas pendidikan dan atmosfer akademiknya mampu menembus batas negara.

    Keberadaan mahasiswa internasional membawa warna baru dalam kehidupan kampus. Diskusi menjadi lebih kaya perspektif, interaksi lintas budaya terasa di ruang-ruang kelas, dan setiap mahasiswa bisa merasakan pengalaman global tanpa harus ke luar negeri. 

    UIN Saizu aktif menjalin kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan internasional, membuka peluang pertukaran pelajar, riset kolaboratif, hingga program double degree di masa depan.

    Tidak hanya itu, UIN Saizu menyediakan jenjang pendidikan lengkap mulai dari Program Sarjana (S1), Magister (S2), hingga Doktoral (S3). Program Pascasarjana di kampus ini dikenal unggul dan terus berkembang. 

    Dengan pengajar-pengajar yang kompeten, bergelar doktor dan profesor dari berbagai bidang keilmuan, mahasiswa tidak hanya mendapat ilmu, tapi juga dibimbing untuk tumbuh secara akademik dan spiritual.

    Suasana kampus yang inklusif dan terbuka membuat diskusi-diskusi intelektual bisa berkembang dengan sehat.

    Saya dulu sempat mengira belajar di kampus negeri berbasis agama hanya akan fokus pada hal-hal keislaman saja.

    Tapi ternyata, pembelajarannya sangat luas dan adaptif. Di luar kelas, pembelajaran berlanjut di organisasi. Kampus ini benar-benar mendukung siapa pun yang ingin berkembang. 

    Atmosfer akademik terasa hidup, tapi tidak menekan. Fasilitasnya memadai, dosen-dosennya inspiratif, dan yang lebih penting: banyak kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. 

    Ada KIP Kuliah, Beasiswa LPDP, Bank Indonesia, dan berbagai program bantuan pendidikan lainnya.

    Bahkan sekarang, jumlah dan jenis beasiswanya makin beragam. Dan ya, di kampus ini juga saya bertemu jodoh. Hehe. Bonus indah yang tidak saya rencanakan, tapi disyukuri setiap hari.

    Satu hal yang membuat saya jatuh cinta: Purwokerto sebagai kota pendidikan. Kota ini tenang, tidak bising, tapi hidup. Banyak tempat yang bisa jadi pelarian ketika pikiran penat karena tugas atau skripsi.

    Mau refreshing? Tinggal melipir sedikit, kamu bisa menemukan curug-curug cantik, gemericik air sungai, dan udara segar khas pegunungan. 

    Tidak heran jika banyak pensiunan pejabat negara memilih tinggal di sini—karena nyaman dan tentram.

    Saya sempat beberapa kali ke Baturraden. Meskipun belum kesampaian muncak Gunung Slamet, itu sudah cukup untuk membuat saya merasa kecil di hadapan Allah.

    Di atas sana, ketika melihat alam terbentang, buliran air mata tak tertahan. Bukan karena sedih, tapi karena syukur yang luar biasa.

    Syukur karena diberi kesempatan kuliah. Syukur karena hidup membawa saya ke tempat yang tak pernah saya bayangkan, namun ternyata membawa begitu banyak kebaikan.

    UIN Saizu Purwokerto bukan kampus besar dengan gedung pencakar langit. Tapi justru di kesederhanaannya, ia menyimpan kekuatan.

    Di balik tembok kampus ini, ada ribuan cerita perjuangan. 

    Ada mahasiswa dari pelosok yang mengejar mimpi. Ada harapan-harapan yang tumbuh, dan ada cinta yang bersemi dalam diam.

    Jadi, kalau kamu sedang mencari kampus yang tidak hanya mendidik otak tapi juga membuka jendela dunia, UIN Saizu Purwokerto adalah jawabannya.

    Dan kalau kamu ingin tinggal di kota yang bisa membuatmu betah belajar, tenang melangkah, dan bersyukur setiap hari, maka Purwokerto adalah rumah keduamu. (*)

    Jangan ragu. Daftar, datang, dan rasakan sendiri keajaibannya. (*)

    UIN Saizu Maju, UIN Saizu Unggul!!!
    #uinsaizu #uinsaizupurwokerto #uinsaizumaju

  • Masjid Ramah Lingkungan, Menjaga Bumi Lewat Pendekatan Agama – Halaman all

    Masjid Ramah Lingkungan, Menjaga Bumi Lewat Pendekatan Agama – Halaman all

    Gerakan lingkungan yang diinisiasi oleh kelompok-kelompok agama kian meningkat di Indonesia, salah satunya oleh masjid. Salah satu masjid yang menerapkan konsep ramah lingkungan adalah Masjid Baitul Makmur, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

    Masjid Baitul Makmur berhasil menghemat air dengan keran khusus dan mendaur ulang bekas air wudu. Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Baitul Makmur, Muhammad Suhapli, menyampaikan penggunaan keran khusus ini diklaim dapat menghemat penggunaan air wudu hingga 75 persen. Kok bisa ya?

    Tidak kekurangan air berkat daur ulang air wudu

    “Kami uji coba dengan membandingkan dua anak santri untuk berwudu bersamaan. Yang satu menggunakan keran air hemat air yang satu tidak, lalu kami timbang. Dari situ kami bisa mengetahui ternyata bisa menghemat sampai 75 persen air,” ujar Suhapli.

    “Air bekas wudunya itu mengalir dari paralon itu masuk ke tangki penampungan. Di dalamnya ini ada filter dari batu alam dan juga ijuk. Setelah itu, ditampung lagi di toren air besar ini. Setelah toren air ini penuh, kita alirkan ke atas, ke toren besar di lantai tiga. Air hasil daur ulang ini dapat digunakan untuk ternak lele, menyiram tanaman, dan membuat kompos.”

    Tak hanya itu, Masjid Baitul Makmur juga memiliki sumur resapan untuk menjaga debit air tanah.

    “Air hujan yang melimpah juga bekas mencuci perabot-perabot masjid misalnya, itu ditampung juga di sumur resapan. Jadi got kita hampir tidak terpakai. Karena kami menggunakan sistem air resapan, kami tidak pernah kekurangan (air) walaupun musim kering.”

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Masjid ini mulai menerapkan konsep masjid ramah lingkungan pada tahun 2019 saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenalkan program EcoMasjid. Mengutip laman ecomasjid.id, program ini bertujuan menjadikan masjid sebagai tempat beribadah yang memiliki kepedulian terhadap hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan, serta menjadikan masjid sebagai pusat gerakan lingkungan hidup berkelanjutan.

    Eco Edu Park dan sedekah sampah

    Gerakan lingkungan semacam ini memang meningkat pesat di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Menurut riset oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2024, terdapat 192 organisasi atau komunitas lingkungan berbasis keagamaan di Indonesia, termasuk Islam.

    Riset ini menggunakan istilah Green Islam untuk menyebut gerakan lingkungan yang mendukung pelestarian alam dengan menggunakan prinsip-prinsip yang bersumber dari ajaran Islam. Pelestarian alam tersebut salah satunya dilakukan melalui masjid ramah lingkungan atau EcoMasjid.

    Penerapan masjid ramah lingkungan di Masjid Baitul Makmur juga dibarengi dengan edukasi kepada masyarakat sekitar.

    “Kami menjelaskan apa yang ada di Eco Edu Park, seperti proses daur ulang air wudu dan pemanfaatannya, beragam tanaman hidroponik, tempat sampah terpilah, gerakan, proses pembuatan kompos, usia terurai sampah plastik dan menjawab pertanyaan-pertanyaan lingkungan lainnya,” ucap Suhapli. Ia juga menambahkan kalau nantinya Eco Edu Park akan dilengkapi dengan rumah edukasi pilah sampah.

    Tak hanya itu, Masjid Baitul Makmur juga mengajak jemaah mengumpulkan sampah yang masih punya nilai jual, seperti botol plastik dan minyak jelantah untuk dijual kembali. Ini bertujuan untuk mengurangi sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

    “Kita mengajak para jemaah untuk membawa sampah yang ada nilai ekonomisnya dari rumah. Hasil penjualan ini nanti kita gunakan sebagai bantuan biaya operasional buat membiayai anak-anak santri kita yang jumlahnya kurang lebih 450 anak, juga membantu pembiayaan pengadaan panel surya.”

    Potensi masjid sebagai sarana edukasi lingkungan

    Menurut data yang dilansir Kementerian Agama tahun 2024, terdapat sebanyak 308.435 masjid yang tersebar di seluruh Indonesia. Angka ini belum mencakup musala yang jumlahnya mencapai 376.469 unit.

    Dengan jumlah ini, Direktur Riset PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iim Halimatusa’diyah, menyebut masjid berpotensi besar untuk menjadi sarana menumbuhkan kesadaran lingkungan di masyarakat.

    “Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, lebih dari 80 persen, dan masjid di Indonesia yang jumlahnya banyak sekali, saya kira itu potensi yang sangat besar untuk bisa menumbuhkan kesadaran publik muslim di Indonesia terkait isu lingkungan ini karena aspek kesadaran terkait isu lingkungan itu masih PR besar dalam konteks Indonesia… Tokoh agama dan institusi keagamaan masjid bisa berperan sangat strategis untuk mengampanyekan isu-isu kontemporer, termasuk isu lingkungan,” kata Iim.

    Namun, Iim menilai bahwa perlu sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan konsep ramah lingkungan, termasuk penggunaan air bekas wudu yang telah didaur ulang.

    “Salah satu caranya adalah dengan reinterpretasi fikih yang lebih progresif dan lebih mengakomodasi terkait isu lingkungan, publik akan bisa menerima itu juga. Misalnya daur ulang itu harus seperti apa yang boleh dipakai kembali untuk menyucikan,” ujar Iim.

  • Oknum Militer Diduga Sudah Keluar Barak dan Mulai Masuk ke Kampus, Benarkah UU TNI Jadi Alat Intervensi?

    Oknum Militer Diduga Sudah Keluar Barak dan Mulai Masuk ke Kampus, Benarkah UU TNI Jadi Alat Intervensi?

    GELORA.CO –  Pasca disahkannya RUU TNI oleh DPR serta Presiden Prabowo, narasi akan munculnya kembali Dwi Fungsi mulai dirasa menghantui.   

    Dimulai dari aksi penolakan terhadap rapat diam-diam menjelang pengesahan, Rancangan Undang-Undang TNI juga disebut-sebut telah mengkhianati amanat Reformasi.

    Kekhawatiran akan lahirnya kembali Dwi Fungsi pasca Undang-Undang TNI, kian menjadi usai sejumlah kampus didatangi Orang tak dikenal yang ditengarai sebagai Intelijen.

    Dari sebuah unggahan video yang kini viral, jagat maya dibuat heboh dengan kemunculan sosok pria misterius diduga Intel TNI di tengah-tengah diskusi sekelompok mahasiswa.

    Selain di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Jawa Tengah; kabar militer masuk kampus juga sempat menggemparkan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

    Terkait dengan berkembangnya narasi telah terjadi intimidasi oleh sejumlah oknum TNI, Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi memberi tanggapan.

    Menurut Kepala Pusat Penerangan TNI, narasi adanya intimidasi ataupun intervensi yang kini menyoroti institusi TNI merupakan sebuah kekeliruan.

    Sosok Misterius yang berusaha menyusup dalam acara diskusi mahasiswa di UIN Walisongo, menurut Kapuspen bukan merupakan seorang anggota TNI.

    Sementara kedatangan anggota TNI ke dalam kampus UI, menurut Kapuspen karena ingin menghadiri undangan diskusi yang sebelumnya dilayangkan mahasiswa.

    Untuk itu, Kapuspen meminta agar pihak-pihak tak bertanggung jawab yang gencar membuat narasi adanya intimidasi dan intervensi tidak memperkeruh situasi.

    Memiliki tupoksi perangkat pertanahan negara, TNI menurut Kapuspen telah banyak menjadikan kampus sebagai mitra.

    “TNI AD telah bekerja sama dengan Universitas tertentu untuk mengembangkan drone, ada simbiosis mutualisme disitu,” jelas Kapuspen.

    Selain disampaikan oleh Kapuspen TNI, pendapat senada juga sempat disampaikan oleh Brian Yuliarto selaku Mendikti Saintek.

    Menurut Mendikti, perguruan tinggi di Indonesia merupakan tempat yang terbuka untuk bekerjasama dengan seluruh pihak termasuk TNI.

    “Kita sangat terbuka untuk pengembangan pengetahuan, riset dan juga teknologi, jadi saya pikir di  kampus kita terbuka,” jelasnya.

    Terkait dengan kedatangan dugaan adanya intimidasi oleh oknum anggota TNI di sejumlah kampus, Pengajar Hukum Tata Negara Jentera Institut memberi tanggapan.

    Menurut Bivitri Susanti, institusi TNI perlu memahami bagaimana kondisi psikologis dari para mahasiswa sebagai Agen Perubahan.

    Mengacu pada aksi unjuk rasa pengesahan RUU TNI yang berakhir kisruh dan histori Dwi Fungsi di era Orde Baru, militer perlu lebih cermat dalam menjaga jarak dengan kampus.

    “Ketakutan terhadap RUU TNI dan trauma di masa Orba itu tinggi sekali, jadi harus dipahami relasi antara TNI dengan warga biasa,” ujar Bivitri.***

  • Isu Ijazah Jokowi, Upaya Jatuhkan Nama Baik Mantan Presiden?

    Isu Ijazah Jokowi, Upaya Jatuhkan Nama Baik Mantan Presiden?

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu mengenai keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi, kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan publik belakangan ini.

    Bahkan, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) sampai mendatangi kediaman Jokowi yang berlokasi di Jalan Kutai Utara No 1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, untuk mengonfirmasi keaslian ijazah mantan orang nomor satu di Indonesia tersebut pada Rabu (16/4/2025).

    Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menduga bahwa ada pihak-pihak tertentu yang berupaya merusak citra Jokowi melalui tuduhan ijazah palsu.

    “Entah siapa yang memulai polemik ijazah Jokowi ini, tetapi yang jelas ada indikasi untuk mendowngrade dan menghancurkan nama baik Jokowi sebagai mantan presiden yang dinilai sukses selama menjabat,” kata Adi Prayitno saat dihubungi Beritasatu.com, Minggu (20/4/2025).

    Menurut dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, polemik ijazah Jokowi tidak akan mengubah fakta sejarah.

    “Jokowi secara faktual tetap pernah menjabat sebagai wali kota Solo, gubernur Jakarta, dan presiden Republik Indonesia,” tegasnya.

    Sebelumnya, mantan wali kota Solo itu telah menunjukkan seluruh ijazah yang dimilikinya, termasuk ijazah dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, kepada awak media.

    Namun, Jokowi meminta agar media tidak mengambil foto dari ijazah-ijazah tersebut.

  • 6
                    
                        Monolog Gibran: Dari Bonus Demografi hingga Film Jumbo
                        Nasional

    6 Monolog Gibran: Dari Bonus Demografi hingga Film Jumbo Nasional

    Monolog Gibran: Dari Bonus Demografi hingga Film Jumbo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Presiden (Wapres)
    Gibran Rakabuming Raka
    tiba-tiba berbicara mengenai bonus demografi yang sedang terjadi di Indonesia.
    Gibran berpandangan, Indonesia saat ini berada dalam momen yang sangat menentukan di tengah tantangan global, baik itu perang dagang, geopolitik, hingga perubahan iklim.
    Menurutnya, Indonesia sebagai negara besar tetap harus tumbuh, lincah, dan adaptif.
    “Teman-teman, tantangan ini memang ada. Bahkan begitu besar, tapi yakinlah peluang kita juga jauh lebih besar,” kata Gibran dalam video yang diunggah di kanal Youtube pribadinya, Sabtu (19/4/2025).
    Gibran mengatakan, lebih dari separuh atau sebanyak 208 juta penduduk Indonesia pada kurun 2030-2045 akan berada pada usia produktif.
    “Sebuah kondisi yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban sebuah bangsa. Kesempatan ini tidak akan terulang, di mana sekitar 208 juta penduduk kita akan berada di usia produktif,” kata Gibran.
    Menurutnya, ini merupakan peluang besar dan kesempatan emas untuk mengelola bonus demografi.
    “Agar bukan menjadi sekadar bonus, bukan menjadi sekadar angka statistik yang fantastis, tapi sebagai jawaban untuk masa depan Indonesia,” sambungnya.
    Putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu mendorong generasi muda untuk menyiapkan diri, memiliki mimpi besar, dan keberanian membuat terobosan.
    Ia juga mengingatkan generasi muda untuk beradaptasi dan menjadi tonggak kemajuan.
    “Karena penentu di era kompetisi saat ini bukan siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling cepat belajar, cepat beradaptasi, dan cepat memanfaatkan peluang,” ujar Gibran.
    Gibran pun menyinggung keberhasilan film Jumbo sebagai tanda era baru industri film animasi Indonesia.
    Mantan Wali Kota Solo itu mengatakan, jumlah penonton film Jumbo di bioskop yang dibuat animator muda Indonesia saat ini sudah menembus 4 juta.
    “Akan ditayangkan di 17 negara Asia dan Eropa. Ini menjadi era baru industri animasi Indonesia,” ujar Gibran.
    Gibran mengatakan, pencapaian film Jumbo menjadi bukti kemampuan anak muda Indonesia.
    Selain film Jumbo, menurutnya, kemampuan generasi muda juga terlihat dari keberhasilan Timnas Indonesia usia 17 tahun (Timnas U-17) yang lolos kualifikasi Piala Dunia.
    Oleh karenanya, kata dia, generasi muda yang jumlahnya akan mencapai puncak pada 2030-2045 bukan sekadar bonus demografi, melainkan jawaban masa depan.
    “Kita lihat sendiri saat ini banyak anak-anak muda kita yang sudah tampil di garis depan,” ujar Gibran.
    Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai, Gibran tengah mencoba untuk menciptakan momentum dengan berbicara monolog mengenai bonus demografi.
    Adi mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, eksposur atau sorotan publik kepada Gibran kurang signifikan.
    Meski sempat meluncurkan program Lapor Mas Wapres hingga blusukan ke berbagai tempat, namun efeknya tidak berlangsung lama.
    “Praktis setelah itu, ya, sudah berbulan-bulan, publik tidak pernah melihat Gibran yang bisa dilihat oleh publik dari seorang Wakil Presiden Republik Indonesia,” kata Adi saat dihubungi
    Kompas.com
    melalui sambungan telepon, Sabtu (19/4/2025).
    Menurut Adi, secara normatif data yang disampaikan Gibran seperti puncak bonus demografi pada 2030 hingga 2040 tidak terbantahkan.
    Secara alamiah, meskipun tidak dilemparkan menjadi isu kepada publik, tonggak kepemimpinan pada masa mendatang akan dipegang pemuda hari ini.
    “Jadi, bagi saya sih sebenarnya ini bagian dari upaya untuk menciptakan momentum politik, wakil presiden itu mampu membangun satu jurus diskursus,” ujar Adi.
    Namun, kata Adi, perbincangan mengenai bonus demografi menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana pemerintah menyiapkan anak muda untuk masa mendatang.
    Ia berpendapat, pemerintah belum serius dan menyeluruh dalam menyiapkan anak muda.
    Banyak anak muda hari ini justru tidak bisa melanjutkan sekolah di bangku SMA atau kuliah. Di antaranya karena masalah biaya pendidikan yang mahal.
    Adi pun mengamini persoalan uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri yang naik beberapa waktu terakhir.
    “Replika anak-anak muda hari ini, anggaplah yang umur 18 tahun sampai 30-35 tahun, adalah mereka yang memang
    mostly
    kesulitan untuk mencari kerjaan,” tutur Adi.
    “Kebanyakan mereka yang sulit untuk menyelesaikan sekolah SMA dan S1-nya,” tambahnya.
    Berkaca dari kondisi ini, Adi melihat bonus demografi sudah lama menjadi komoditas yang digoreng elite politik.
    Isu demografi dan anak muda menjadi pemanis dalam banyak pembicaraan bahwa anak muda merupakan generasi emas yang harus disiapkan pada masa mendatang.
    “Artinya apa? Bonus demografi itu sudah sejak lama menjadi dagangan politik elite,” kata Adi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kampung Satwa Moyudan, Kebun Binatang di Perkampungan Sleman

    Kampung Satwa Moyudan, Kebun Binatang di Perkampungan Sleman

    Pengunjung dapat berinteraksi dengan kelinci, kucing, serta berbagai reptil, burung, dan mamalia lainnya. Pengunjung sekaligus akan mendapatkan informasi dan pendidikan terkait lingkungan serta konservasi hewan.

    Pihak pengelola juga mengajak pengunjung untuk memberi makan atau memegang hewan peliharaan. Berbagai aktivitas menarik ini menjadikan Kampung Satwa Moyudan sebagai salah satu destinasi rekreasi sekaligus edukatif di Yogyakarta.

    Mengutip dari laman Jadesta Kemenparekraf RI, saat ini Kampung Satwa Moyudan menjadi satu-satunya desa wisata di Indonesia yang menghadirkan edukasi satwa, tumbuhan, dan lingkungan ekologinya. 

    Kampung satwa memiliki konsep sebagai pioneer living laboratory dengan dukungan dari Fakultas Biologi UGM, Fakultas Kedoteran Hewan UGM, Fakultas Saintek UIN Kali Jaga, BKSDA Yogyakarta, BKIPM Yogyakarta, berbagai komunitas pencinta satwa dan aktivis lingkungan, serta Yayasan Wahana Gerakan Lestari Indonesia (Wagleri).

    Penulis: Resla

  • 5
                    
                        Gibran Bicara Bonus Demografi, Pengamat: Banyak Sarjana Pengangguran
                        Nasional

    5 Gibran Bicara Bonus Demografi, Pengamat: Banyak Sarjana Pengangguran Nasional

    Gibran Bicara Bonus Demografi, Pengamat: Banyak Sarjana Pengangguran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai, pemerintah masih belum serius dalam menyiapkan generasi muda berkualitas untuk menghadapi
    bonus demografi
    .
    Banyak pemuda, bahkan yang memiliki gelar sarjana pun, yang hingga saat ini masih menganggur.  
    “Banyak juga pengangguran dari kalangan sarjana. Problemnya apa? Kalau mau jujur, problem pemerintah yang tidak sanggup menyediakan lahan pekerjaan,” kata Adi saat dihubungi
    Kompas.com
    , Sabtu (19/4/2025).
    Ia menyampaikan itu menanggapi video Wakil Presiden
    Gibran Rakabuming
    Raka yang menyebut bonus demografi dengan anak muda sebagai jawaban atas tantangan di masa depan.
    Menurut Adi, jika pemerintah mau menyiapkan diri menghadapi bonus demografi, anak-anak muda hari ini seharusnya memiliki kesempatan mengakses
    pendidikan strata satu
    atau sarjana.
    Jenjang pendidikan tersebut, kata dia, menjadi ukuran seseorang memiliki kapasitas, potensi, dan wawasan yang memadai.
    Namun, saat ini banyak anak muda yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi.
    “Bahkan banyak di antara mereka tidak bisa S1 itu gara-gara tidak punya uang, tidak punya kesempatan,” tutur Adi.
    Menurut Adi, perlu intervensi dari pemerintah agar Indonesia memiliki generasi muda yang cakap dan kompeten pada 2030-2045.
    Anak muda harus mendapat kesempatan dan dukungan untuk berkembang di berbagai bidang, terutama mereka yang tumbuh di desa.
    “Anak muda kita ini kan banyak di desa. Ya sudah kembangkan desanya sekarang supaya anak muda desa itu berdaya, hidupnya mapan, sekolahnya mapan, melek teknologi, melek politik, melek ekonomi, selesai,” ujar Adi.
    Sebelumnya, melalui video yang diunggah di channel YouTube pribadinya, Gibran menyebut Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030-2045.
    Pada kurun waktu tersebut, kata dia, terdapat 208 juta penduduk Indonesia yang berada di usia produktif.
    Menurutnya, momentum tersebut bersejarah dan hanya terjadi satu kali.
    “Sebuah kondisi yang terjadi dalam sejarah peradaban sebuah bangsa. Kesempatan ini tidak akan terulang di mana sekitar 208 juta penduduk kita akan berada di usia produktif,” kata Gibran.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        TNI: Ada yang Ingin Merongrong Pemerintah dengan Pojokkan TNI-Mahasiswa!
                        Nasional

    4 TNI: Ada yang Ingin Merongrong Pemerintah dengan Pojokkan TNI-Mahasiswa! Nasional

    TNI: Ada yang Ingin Merongrong Pemerintah dengan Pojokkan TNI-Mahasiswa!
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Episode ‘
    tentara masuk kampus
    ‘ sudah sampai di
    Universitas Indonesia
    (
    UI
    ). Kampus di Kota Depok itu disambangi Komandan Kodim (Dandim) 0508/Depok saat ada konsolidasi
    mahasiswa
    .
    TNI
    merepsons persepsi intimidasi TNI terhadap mahasiswa itu sebagai bentuk rongrongan kekuasaan.
    “Nah ini menurut saya ada pihak yang pengin merongrong pemerintah dengan memojokkan TNI dan mahasiswa,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, kepada Kompas.com, Jumat (18/4/2025).
    Dia menanggapi narasi yang muncul di media sosial perihal kedatangan aparat TNI di kampus UI, saat hari berlangsungnya Konsolidasi Nasional
    Mahasiswa
    di Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa UI).
    Kristomei melihat unggahan dari akun Instagram @pantauaparat yang menarasikan kehadiran aparat TNI di lingkungan kampus sebagai bentuk intimidasi dan pelanggaran kebebasan akademik.
    Pada akun Instagram itu, ada foto peristiwa kedatangan anggota TNI di UI Rabu (16/4) lalu. Kompas.com sudah meminta izin akun @pantauaparat itu untuk turut menayangkan foto tersebut.
    Kristomei berkomentar, “Kita nggak punya fotonya. Justru mereka, orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu yang foto, kemudian mem-framming-kan seolah-olah ada intimidasi. Coba lihat fotonya, sambi salaman dan senyum-senyum.”
    “Intimidasinya di mana?” ujar Kristomei.
    Foto itu memuat momen saat Dandim Depok Kol Inf Imam Widhiarto dan seorang Babinsa bersalaman dengan pihak yang disebut sebagai mahasiswa. Ada pula foto mobil dinas TNI yang dikendarai Imam untuk masuk ke kampus UI. Kristomei menjelaskan, tentara datang karena diundang mahasiswa yang sudah menjadi sahabat.
    “Cuma narasi yang dibuat adalah seolah-olah TNI mengawasi diskusi. Itu tak ada kaitannya,” tepis Kristomei.
    Kompas.com
    sudah berusaha menghubungi pihak BEM UI, yakni melalui nomor kontak narahubung bernama Ibnu sebagaimana tercantum di akun Instagram BEM UI, untuk mendapatkan keterangan mengenai peristiwa tersebut. Namun hingga berita ini diunggah, belum ada tanggapan dari BEM UI.
    Secara umum, fenomena tentara masuk kampus menjadi sorotan akhir-akhir ini. Ada peristiwa nota kesepahaman antara kampus Universitas Udayana dengan TNI, peristiwa tentara masuk ke diskusi Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) bersama Forum Teori dan Praksis Sosial (FTPS) di samping Auditorium 2 Kampus 3 UIN Walisongo, Semarang, dan terbaru ada peristiwa di UI tersebut.
    Apakah ada perintah dari negara kepada TNI untuk mengawasi mahasiswa di kampus-kampus?
    “Tidak ada. Tidak ada perintah. Kerja sama dengan TNI sudah biasa ya. Sudah sering dilakukan,” jawab Kristomei.

    Dia mengatakan kerja sama dengan Universitas Udayana (Unud) itu untuk mengakomodasi kebutuhan informasi sarjana yang berminat masuk TNI.
    “Faktanya, lima tahun terakhir ini, dari 2020 sampai 2025 itu setiap tahun ada sarjana dari Universitas Udayana yang masuk ke TNI menjadi perwira karier,” kata Kristomei.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.