Institusi: UII

  • Langkah besar mencegah hegemoni elite dan kooptasi oligarki

    Langkah besar mencegah hegemoni elite dan kooptasi oligarki

    Foto: Supriyarto Rudatin/Radio Elshinta

    Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024: Langkah besar mencegah hegemoni elite dan kooptasi oligarki
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 10 Januari 2025 – 20:42 WIB

    Elshinta.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan setelah menerbitkan Putusan No.62/PUU-XXII/2024 yang membatalkan ketentuan ambang batas minimal pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential nomination threshold) dalam Pasal 222 UU No.7/2017. 

    Putusan ini dianggap sebagai langkah penting dalam menjaga kedaulatan rakyat dan mencegah dominasi elite politik maupun kooptasi oligarki.

    Putusan yang diambil dengan suara 7-2 ini didasari pertimbangan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. 

    MK menegaskan, ketentuan tersebut menciptakan ketidakadilan, merusak moralitas politik, dan mempersempit peluang masyarakat dalam menentukan pemimpin nasional.

    Dalam forum diskusi “Ngaji Konstitusi” yang digelar oleh Jimly School of Law and Government (JSLG), Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menyebutkan bahwa keputusan MK ini menandai perubahan arah hukum yang sangat signifikan.

    “Putusan ini menjadi refleksi atas tren politik Indonesia yang kerap kali hanya menghasilkan dua pasangan calon dalam pilpres, yang pada akhirnya berpotensi menciptakan polarisasi masyarakat,” kata Titi, seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin.

    Menurut MK, penyederhanaan partai politik dalam sistem presidensial tidak seharusnya mengorbankan hak politik warga negara. MK menyarankan langkah-langkah rekayasa konstitusional untuk menciptakan kompetisi yang sehat, seperti memberikan hak bagi semua partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon tanpa terikat pada persentase kursi di DPR atau suara nasional.

    Selain itu, MK mengusulkan penerapan mekanisme pencalonan yang lebih demokratis melalui pemilihan pendahuluan (preliminary election) yang transparan dan akuntabel. Proses ini harus melibatkan anggota partai secara berjenjang, serta memungkinkan partisipasi tokoh eksternal. Langkah ini diharapkan dapat meminimalkan dominasi elite partai dan meningkatkan keterwakilan rakyat.

    Titi Anggraini juga menyoroti perlunya penyelenggara pemilu yang profesional dan independen untuk memastikan keadilan dalam kontestasi politik. “Penyelenggara pemilu yang curang atau partisan dapat menjadi ancaman serius bagi demokrasi,” ujarnya.

    Putusan ini turut mempengaruhi pilkada, di mana MK sebelumnya melalui Putusan No.60/PUU-XXII/2024 telah menurunkan syarat ambang batas pencalonan kepala daerah. Dengan penghapusan rezim ambang batas pencalonan, diharapkan fenomena calon tunggal yang sering terjadi dapat diminimalkan.

    Ke depan, revisi UU Pemilu dan UU Pilkada diusulkan menggunakan metode kodifikasi, bukan omnibus, agar lebih sistematis dan mudah dipahami. Dengan demikian, perubahan ini diharapkan mampu memperkuat sistem demokrasi di Indonesia, sekaligus mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat.

    Diketahui, diskusi hybrid ini dihadiri oleh Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie; Founder Adikara Cipta Aksa, Geofani Milthree Saragih; Kepala Departemen Hukum Tata Negara FH UII, Jamaludin ghafur; dan Dewan Pakar JSLG, Taufiqurrohman.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Forum Cik Di Tiro Tuntut Pengadilan Publik untuk Jokowi

    Forum Cik Di Tiro Tuntut Pengadilan Publik untuk Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Forum Cik di Tiro, menuntut pengadilan publik untuk Jokowi. Mereka menolak lupa dosa Presiden ke-7 RI itu.

    Itu diungkapkan dalam “Catatan Akhir Tahun 2024 dan Pernyataan Awal Tahun 2025 Forum Cik Ditiro: Menolak Lupa Dosa Jokowi dan Mewaspadai Prabowo”. Digelar di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM, Rabu (8/1/2025).

    “Yang dibutuhkan sekarang adalah pengadilan publik,” kata inisiator Forum Cik Di Tiro, Prof Masduki dalam acara itu.

    Menurut Masduki, Jokowi adalah perusak demokrasi. Karenanya perlu diadili.

    “Pengadilan publik itu artinya pertama, publik itu harus mendapatkan satu, asupan. Baik dari masyarakat sipil, maupun dari kekuatan partai yang masih waras bahwa Jokowi itu orang jahat, gitu. Jokowi itu adalah perusak demokrasi,” ucapnya.

    Masduki yang merupakan Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) ini mengatakan bentuk pengadilan publik ini adalah peradilan moral.

    “Jadi, jelas mengadili satu kesalahan moral dengan mendegradasi yang bersangkutan secara moral,” katanya.

    Forum Cik Di Tiro sendiri wadah konsolidasi masyarakat sipil lintas sektor di Yogyakarta. Di dalamnya ada akademisi seperti Masduki.

    Ia merupakan Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII). Menurutnya, saat ini Jokowi perlu diadili peradilan moral, melalui pengadilan publik.

    “Jadi, jelas mengadili satu kesalahan moral dengan mendegradasi yang bersangkutan secara moral,” terangnya.

    Selama 10 tahun Jokowi menjabat. Ia melihat kerusakan dari Jokowi ke mana-mana, mulai dari ekonomi hingga politik,

  • DPR Diingatkan Jangan Bermanuver Terkait Putusan MK Hapus Presidential Threshold – Page 3

    DPR Diingatkan Jangan Bermanuver Terkait Putusan MK Hapus Presidential Threshold – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) mengingatkan DPR RI untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold tanpa melakukan manuver menyimpang dari semangat putusan itu.

    “Kepada pembentuk Undang-Undang (DPR) untuk memedomani putusan MK tentang presidential threshold dan tidak melakukan manuver-manuver yang mengingkarinya,” ujar Peneliti PSHK FH UII Retno Widiastuti, dalam keterangannya seperti dilansir Antara.

    Dia juga meminta DPR segera menjalankan fungsi legislasi, terutama dalam merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sesuai amanat dari putusan MK tersebut.

    Menurut dia, proses revisi UU tersebut harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    PSHK FH UII menilai putusan MK tersebut membawa angin segar bagi pelaksanaan demokrasi dan keteguhan konstitusi di Indonesia.

    Dengan putusan itu, hak konstitusional partai politik peserta Pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden kembali ditegakkan.

    “Meneguhkan kedaulatan rakyat dan hak politik warga negara karena sebelumnya dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditawarkan kepada pemilih,” ujar Retno.

    Selain itu, putusan itu sekaligus mengembalikan makna presidential threshold sesuai Pasal 6 UUD NRI 1945 sebagai syarat keterpilihan bukan ambang batas minimal persentase 20 persen dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

     

  • Pakar Hukum Pidana UII Dukung Tom Lembong: Penahanan Tidak Sah, Kabulkan Gugatan Praperadilan!

    Pakar Hukum Pidana UII Dukung Tom Lembong: Penahanan Tidak Sah, Kabulkan Gugatan Praperadilan!

    ERA.id – Center for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta melakukan sidang eksaminasi atas putusan praperadilan Tom Lembong, di Yogyakarta, Sabtu (14/12/2024). Penyidikan dan penahanan terhadap mantan menteri perdagangan itu dinilai tidak sah.

    Tim Eksaminasi CLDS FH UII terdiri dari para ahli hukum pidana seperti Prof. Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. Prof. Hanafi Amrani, SH., MH., LLM., PhD., Dr. Muhammad Arif Setiawan, SH., MH. dan Wahyu Priyanka Nata Permana, SH., MH. 

    Anggota tim eksaminasi CLDS FH UII, Muhammad Arif Setiawan, mengatakan sesuai dengan hasil eksaminasi tersebut di atas, seharusnya Hakim Praperadilan memutuskan 

    mengabulkan permohonan praperadilan Tom. Tim ini menyatakan secara hukum bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI adalah tidak sah dan melawan hukum.

    “Penahanan yang dilakukan oleh termohon (Kejakgung) adalah tidak sah, karena tidak terpenuhinya alasan subyektif yang didasarkan pada pertimbangan obyektif yaitu adanya keharusan disertai dengan bukti dari adanya kekhawatiran penyidik,” ujarnya.

    Tom telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula saat menjabat Menteri Perdagangan. Saat mengajukan gugatan praperadilan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolaknya praperadilan. Hakim menyatakan penyidikan yang dilakukan Kejagung sudah sesuai prosedur.

    “Menurut eksaminator sangat tidak tepat pertimbangan hukum hakim Praperadilan yang menyatakan bahwa tidak diberikannya kesempatan menunjuk Penasihat Hukum pada saat Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka tidaklah merupakan alasan untuk menyatakan suatu penetapan Tersangka menjadi tidak sah,” papar Arif.

    Menurut tim eksaminator pula, hakim praperadilan telah salah dalam membuat pertimbangan hukum bahwa “Penetapan pemohon sebagai tersangka tipikor dengan sangkaan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP oleh termohon adalah sah”.

    Penetapan tersangka Tom tidak didasarkan pada bukti permulaan berupa kepastian hasil penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp 400 miliar yang didasarkan hasil audit dari lembaga audit yang berwenang. “Hakim praperadilan telah membuat pertimbangan hukum yang keliru,” kata Arif.

    Hal itu merujuk pernyataan hakim bahwa dalam penghitungan kerugian negara tidak diharuskan adanya bentuk formal terlebih dahulu berupa penghitungan kerugian negara yang final/pasti oleh lembaga tertentu” juga “penentuan besarnya kerugian negara dapat juga diketahui diujung pemeriksaan”.

    Para pakar hukum UII  juga mempersoalkan penetapan tersangka berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Keputusan Menperindag Nomor 527/Mpp/kep/9/2004, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan Peraturan Menperindag No.117 tahun 2015.

    “Secara kasat mata, sangat jelas atau sangat terang benderang bahwa kedua undang-undang dan kedua peraturan Menteri yang menjadi rujukan ketika menentukan adanya perbuatan melawan hukum bukanlah perbuatan pidana korupsi, dan sejalan dengan asas legalitas maka tidak terbukti adanya perbuatan melawan hukum pidana,” paparnya.

    Dari sejumlah pertimbangan tersebut, tim eksaminator UII menyatakan penyidikan dan penahanan terhadap Tom tidak sah. “Hakim praperadilan seharusnya juga mengabulkan permohonan praperadilan Tom Lembong,” pungkasnya.

  • Mahfud MD Sebut Pilkada Langsung Mahal dan Jorok

    Mahfud MD Sebut Pilkada Langsung Mahal dan Jorok

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pakar Hukum Tara Negara, Mahfud MD mendukung wacana yang diembuskan Presiden Prabowo Subianto terkait kepala daerah dipilih DPRD.

    Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu menilai wacana tersebut bagus. Di sisi lain, ia menyebut Pilkada langsung sebagai hal jorok dan mahal.

    “Menurut saya ini bagus, dalam arti perlu ada evaluasi apakah pemilihan kepala daerah harus kembali dilakukan oleh DPRD atau tetap langsung. Pilkada sekarang mahal dan, terus terang, jorok,” kaya Mahfud di Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, Yogyakarta, Jumat (13/12).

    Menurutnya, bahwa sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD bukan hal baru di Indonesia. Pernah diatur melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    Namun, undang-undang tersebut segera dicabut melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam waktu singkat karena situasi politik yang memanas kala itu.

    “Undang-undangnya sempat disahkan, tetapi dalam dua hari dicabut lagi karena pertimbangan politik,” terang Mahfud

    Sebelumnya, usulan itu disampaikan Prabowo. Saat menghadiri Hari Ulang Tahun ke-60 Partai Golkar.

    “Saya melihat negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan India menggunakan sistem ini. Mereka lebih efisien, cukup memilih anggota DPRD yang kemudian memilih kepala daerah,” kata Prabowo.

    Padahal, menurutnya, uang tersebut bisa dialokasikan untuk hal lain. Misalnya pendidikan.

    “Kita bisa gunakan uang itu untuk memperbaiki sekolah, irigasi, atau memberi makan anak-anak kita,” jelas Prabowo.
    (Arya/Fajar)

  • Mahfud Sambut Usul Prabowo Evaluasi Pilkada Langsung: Mahal dan Jorok

    Mahfud Sambut Usul Prabowo Evaluasi Pilkada Langsung: Mahal dan Jorok

    Yogyakarta, CNN Indonesia

    Pakar hukum tata negara sekaligus Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengapresiasi usulan Presiden Prabowo Subianto soal wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD.

    Mahfud melihat usulan tersebut sebagai sesuatu yang positif dalam konteks ada evaluasi untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

    “Bagus, menurut saya itu bagus, dalam arti untuk mengevaluasi lagi apakah harus kembali ke DPR atau tidak, kita bicarakan. Tapi, harus dievaluasi karena yang sekarang ini selain mahal juga jorok yang sekarang terjadi ini,” kata Mahfud di UII, Sleman, DIY, Jumat (13/12).

    Mahfud berujar, saat era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhir September 2014 silam, pernah disahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.

    Akan tetapi, hanya dalam hitungan hari atau pada awal Oktober tahun itu SBY memutuskan memilih penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk tetap mempertahankan pilkada secara langsung.

    “Dicabut lagi hanya dua hari karena pertimbangan politik yang panas pada waktu itu,” kenang Mahfud.

    Mahfud beranggapan usulan Prabowo ini bisa dibicarakan lebih jauh, mempertimbangkan salah satunya keterpenuhan asas demokrasi dalam Pilkada.

    “Nantilah didiskusikan demokrasinya kayak apa yang mau kita bangun,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto melempar wacana kepala daerah seperti gubernur hingga bupati dan wali kota kembali dipilih oleh DPRD.

    Ia menilai sebagaimana yang diterapkan di negara lain, sistem itu dinilai lebih efisien dan tak menelan banyak biaya.

    “Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” kata Prabowo di pidatonya di puncak perayaan HUT ke-60 Partai Golkar, Sentul, Kamis (12/12) malam WIB.

    Prabowo menyebut hal itu turut menekan anggaran yang harus dikeluarkan negara dalam menggelar Pilkada. Dia juga menyatakan uang anggaran untuk Pilkada itu bisa digunakan untuk hal lain yang lebih penting bagi masyarakat.

    “Efisien enggak keluar duit kayak kita kaya, uang yang bisa beri makan anak-anak kita, uang yang bisa perbaiki sekolah, bisa perbaiki irigasi,” ucap Prabowo.

    “Ini sebetulnya begitu banyak ketum parpol di sini. Sebenarnya kita bisa putuskan malam ini juga, gimana?” Imbuhnya.

    Prabowo juga menyinggung mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh kontestan di gelaran pilkada. Pria yang juga sebagai Ketua Umum Partai Gerindra ini pun menyatakan bahwa harus ada perbaikan sistem yang harus dibenahi bersama.

    “Kemungkinan sistem ini terlalu mahal. Betul? dari wajah yang menang pun saya lihat lesu juga yang menang lesu, apalagi yang kalah,” ujar Prabowo.

    “Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing,” tambahnya.

    (kum/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Hakordia 2024, Polri Tegaskan Korupsi adalah Kejahatan Luar Biasa

    Hakordia 2024, Polri Tegaskan Korupsi adalah Kejahatan Luar Biasa

    Jakarta: Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Polri menyebut korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus diperangi bersama. Hal ini disampaikan bertepatan pada Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024.

    “Rasanya kita semua sepakat bawah korupsi adalah kejahatan luar biasa yang dampaknya merusak tatanan kehidupan bangsa. Ia menghambat pembangunan, melemahkan institusi negara, merusak keadilan sosial, dan mengikis moral masyarakat,” kata Ketua Satgassus Pencegahan Korupsi Polri Herry Muryanto di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Senin, 9 Desember 2024.

    Dalam momentum Hakordia ini, Satgassus meluncurkan Buku Pendidikan Antikorupsi Lintas Disiplin, dan Buku Pembelajaran Antikorupsi sekaligus perkenalan Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor Polri). Momen ini juga sekaligus bersejarah bagi anggota Satgassus yang genap 3 tahun bergabung menjadi ASN Polri sejak 9 Desember 2021.

    Herry mengatakan ia dan Anggota Satgassus yang merupakan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilantik Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi ASN Polri untuk melanjutkan kontribusi bagi Bangsa dan Negara di bidang antikorupsi. Menurutnya, berdasarkan data, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam upaya pemberantasan korupsi.

    “Sebagaimana terlihat dari skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang bukan lagi stagnan tetapi terus menurun dalam beberapa tahun terakhir,” ujar mantan Direktur Penyelidikan KPK itu.
     

    Herry menyebut data itu menunjukkan bahwa tantangan Indonesia tidak hanya pada penegakan hukum, tetapi juga pada pencegahan melalui pembentukan budaya antikorupsi yang kokoh. Di sini lah, kata dia, pendidikan memainkan peran sentral.

    Herry menuturkan pendidikan antikorupsi bukan sekadar transfer ilmu, tetapi sebuah proses transformasi nilai yang bertujuan menciptakan generasi yang tidak hanya memahami dampak korupsi, tetapi juga memiliki keberanian untuk melawan praktik-praktik koruptif. Untuk itu, Satgassus Pencegahan Korupsi Polri meluncurkan buku Pendidikan Antikorupsi Lintas Disiplin, dan Buku Pembelajaran Antikorupsi.

    Herry mengatakan buku pertama, yakni Pendidikan Antikorupsi Transdisiplin merupakan langkah maju dalam merumuskan pendekatan pendidikan antikorupsi yang komprehensif. Buku itu menyajikan karya yang lahir dari pemikiran, dedikasi, dan pengalaman para penulis lintas disiplin yang mencakup perspektif
    hukum, ekonomi, sosiologi, politik, serta nilai-nilai moral dan etika.

    Penulis buku pun disebut penulis-penulis pilihan yang memiliki rekam jejak, kredibitlitas, dan komitmen yang tinggi dalam gerakan antikorupsi. Melalui pendekatan ini, pembaca diyakini dapat memahami korupsi bukan hanya sebagai pelanggaran hukum, tetapi sebagai fenomena sosial, budaya, dan ekonomi yang membutuhkan solusi multi-dimensional.

    Sementara itu, buku kedua ialah Buku Orang Baik Belajar Antikorupsi (BOBA) yang merupakan kolaborasi Satgassus Pencegahan Tipidkor dengan Universitas Islam Indonesia (UII). Isinya tentang pengalaman, pelajaran, dan pengetahuan yang didapatkan selama berjuang di garis depan pemberantasan korupsi dengan gaya tulisan yang menyenangkan untuk dibaca.
     

    Herry menyebut buku kedua itu mengupas tuntas 13 kasus korupsi dari berbagai sektor yang pernah ia tangani selama di KPK. Seperti Pelayanan Publik, Sumber Daya Alam, Politik, hingga Penegakkan Hukum, dengan analisis detail modus operandi, pola penyalahgunaan kekuasaan, serta dampak kerugian negara.

    “Sehingga buku ini dapat dijadikan alat pembelajaran praktis yang digunakan di ruang kelas, diskusi komunitas, maupun pelatihan bagi para penegak hukum,” ungkapnya.

    Eks Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK ini melanjutkan peluncuran kedua buku ini tidak muncul dalam ruang hampa. Menurutnya, karya ini adalah respons terhadap tantangan nyata yang dihadapi bangsa, di mana korupsi telah menjadi salah satu penghambat utama pembangunan.

    “Upaya ini menunjukkan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam memperkuat gerakan antikorupsi,” katanya.

    Namun, Herry mengatakan tantangan tidak berhenti pada penyusunan buku ini saja. Melainkan juga harus memastikan bahwa materi yang dihadirkan dapat diimplementasikan secara efektif, terutama dalam dunia pendidikan.
     

    “Harapan kita adalah agar buku ini menjadi panduan untuk memasukkan nilai-nilai antikorupsi ke dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi,” harapnya.

    Sebab, Herry menekankan korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi dengan seluruh daya dan upaya. Buku yang diluncurkan disebut salah satu senjata dalam perjuangan panjang tersebut. Namun, hasil akhirnya bergantung pada komitmen semua pihak.

    Terakhir, Herry mengajak semua pihak menjadikan peluncuran buku ini sebagai momentum untuk memperkuat tekad membangun Indonesia yang lebih bersih, transparan, dan berkeadilan. Bukan hanya untuk penegak hukum, tetapi untuk generasi penerus Bangsa yang kedepannya akan menakhkodai sebuah Bangsa yang besar, Bangsa Indonesia.

    “Semoga karya ini dapat menjadi cahaya kecil yang menerangi langkah kita menuju Bangsa yang bebas dari korupsi. Bangsa yang kuat karena dijaga oleh masyarakatnya yang menjunjung kejujuran dan keadilan, serta menginspirasi lebih banyak lagi pribadi-pribadi yang berdiri untuk kebenaran,” pungkasnya.

    Jakarta: Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Polri menyebut korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus diperangi bersama. Hal ini disampaikan bertepatan pada Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024.
     
    “Rasanya kita semua sepakat bawah korupsi adalah kejahatan luar biasa yang dampaknya merusak tatanan kehidupan bangsa. Ia menghambat pembangunan, melemahkan institusi negara, merusak keadilan sosial, dan mengikis moral masyarakat,” kata Ketua Satgassus Pencegahan Korupsi Polri Herry Muryanto di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Senin, 9 Desember 2024.
     
    Dalam momentum Hakordia ini, Satgassus meluncurkan Buku Pendidikan Antikorupsi Lintas Disiplin, dan Buku Pembelajaran Antikorupsi sekaligus perkenalan Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor Polri). Momen ini juga sekaligus bersejarah bagi anggota Satgassus yang genap 3 tahun bergabung menjadi ASN Polri sejak 9 Desember 2021.
    Herry mengatakan ia dan Anggota Satgassus yang merupakan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilantik Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi ASN Polri untuk melanjutkan kontribusi bagi Bangsa dan Negara di bidang antikorupsi. Menurutnya, berdasarkan data, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam upaya pemberantasan korupsi.
     
    “Sebagaimana terlihat dari skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang bukan lagi stagnan tetapi terus menurun dalam beberapa tahun terakhir,” ujar mantan Direktur Penyelidikan KPK itu.
     

    Herry menyebut data itu menunjukkan bahwa tantangan Indonesia tidak hanya pada penegakan hukum, tetapi juga pada pencegahan melalui pembentukan budaya antikorupsi yang kokoh. Di sini lah, kata dia, pendidikan memainkan peran sentral.
     
    Herry menuturkan pendidikan antikorupsi bukan sekadar transfer ilmu, tetapi sebuah proses transformasi nilai yang bertujuan menciptakan generasi yang tidak hanya memahami dampak korupsi, tetapi juga memiliki keberanian untuk melawan praktik-praktik koruptif. Untuk itu, Satgassus Pencegahan Korupsi Polri meluncurkan buku Pendidikan Antikorupsi Lintas Disiplin, dan Buku Pembelajaran Antikorupsi.
     
    Herry mengatakan buku pertama, yakni Pendidikan Antikorupsi Transdisiplin merupakan langkah maju dalam merumuskan pendekatan pendidikan antikorupsi yang komprehensif. Buku itu menyajikan karya yang lahir dari pemikiran, dedikasi, dan pengalaman para penulis lintas disiplin yang mencakup perspektif
    hukum, ekonomi, sosiologi, politik, serta nilai-nilai moral dan etika.
     
    Penulis buku pun disebut penulis-penulis pilihan yang memiliki rekam jejak, kredibitlitas, dan komitmen yang tinggi dalam gerakan antikorupsi. Melalui pendekatan ini, pembaca diyakini dapat memahami korupsi bukan hanya sebagai pelanggaran hukum, tetapi sebagai fenomena sosial, budaya, dan ekonomi yang membutuhkan solusi multi-dimensional.
     
    Sementara itu, buku kedua ialah Buku Orang Baik Belajar Antikorupsi (BOBA) yang merupakan kolaborasi Satgassus Pencegahan Tipidkor dengan Universitas Islam Indonesia (UII). Isinya tentang pengalaman, pelajaran, dan pengetahuan yang didapatkan selama berjuang di garis depan pemberantasan korupsi dengan gaya tulisan yang menyenangkan untuk dibaca.
     

    Herry menyebut buku kedua itu mengupas tuntas 13 kasus korupsi dari berbagai sektor yang pernah ia tangani selama di KPK. Seperti Pelayanan Publik, Sumber Daya Alam, Politik, hingga Penegakkan Hukum, dengan analisis detail modus operandi, pola penyalahgunaan kekuasaan, serta dampak kerugian negara.
     
    “Sehingga buku ini dapat dijadikan alat pembelajaran praktis yang digunakan di ruang kelas, diskusi komunitas, maupun pelatihan bagi para penegak hukum,” ungkapnya.
     
    Eks Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK ini melanjutkan peluncuran kedua buku ini tidak muncul dalam ruang hampa. Menurutnya, karya ini adalah respons terhadap tantangan nyata yang dihadapi bangsa, di mana korupsi telah menjadi salah satu penghambat utama pembangunan.
     
    “Upaya ini menunjukkan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam memperkuat gerakan antikorupsi,” katanya.
     
    Namun, Herry mengatakan tantangan tidak berhenti pada penyusunan buku ini saja. Melainkan juga harus memastikan bahwa materi yang dihadirkan dapat diimplementasikan secara efektif, terutama dalam dunia pendidikan.
     

    “Harapan kita adalah agar buku ini menjadi panduan untuk memasukkan nilai-nilai antikorupsi ke dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi,” harapnya.
     
    Sebab, Herry menekankan korupsi adalah musuh bersama yang harus diperangi dengan seluruh daya dan upaya. Buku yang diluncurkan disebut salah satu senjata dalam perjuangan panjang tersebut. Namun, hasil akhirnya bergantung pada komitmen semua pihak.
     
    Terakhir, Herry mengajak semua pihak menjadikan peluncuran buku ini sebagai momentum untuk memperkuat tekad membangun Indonesia yang lebih bersih, transparan, dan berkeadilan. Bukan hanya untuk penegak hukum, tetapi untuk generasi penerus Bangsa yang kedepannya akan menakhkodai sebuah Bangsa yang besar, Bangsa Indonesia.
     
    “Semoga karya ini dapat menjadi cahaya kecil yang menerangi langkah kita menuju Bangsa yang bebas dari korupsi. Bangsa yang kuat karena dijaga oleh masyarakatnya yang menjunjung kejujuran dan keadilan, serta menginspirasi lebih banyak lagi pribadi-pribadi yang berdiri untuk kebenaran,” pungkasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (MEL)

  • Enam Tokoh Pahlawan Nasional: Kahar Mudzakkir-Ruhana Kuddus

    Enam Tokoh Pahlawan Nasional: Kahar Mudzakkir-Ruhana Kuddus

    JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh, yakni Abdul Kahar Mudzakkir, Alexander Andries (AA) Maramis, KH Masjkur, M Sardjito, Ruhana Kuddus, dan Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi.

    Pemberian gelar pahlawan nasional tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/TK/2019 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tertanggal 7 November 2019 dan diberikan langsung kepada para ahli waris di Istana Negara, Jakarta, Jumat 8 November.

    Enam tokoh yang semasa hidupnya berjuang di berbagai bidang, mendapatkan gelar pahlawan nasional tahun 2019 ini.

    Mereka adalah Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Dr.(H.C.) A.A. Maramis dan K.H. Masjkur. pic.twitter.com/Ds0g8je22L

    — Joko Widodo (@jokowi) November 8, 2019

    Keenam tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional tahun ini berasal dari beragam profesi dan latar belakang. Dua orang di antaranya merupakan anggota BPUPKI/PPKI, seorang sultan dari Sukawesi Tenggara, seorang dokter yang berjasa di dunia pendidikan, dan seorang perempuan yang berjasa di bidang jurnalis dan pendidikan.

    Berikut tokoh-tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional 2019: 

    Abdul Kahar Muzakkir 

    Abdul Kahar Muzakkir. Foto: Wikimedia Commons

    Abdoel Kahar Moezakkir (atau ejaan baru Abdul Kahar Muzakkir) merupakan tokoh pendiri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Tokoh asal Kotagede ini juga pernah menjadi rektor kampus tersebut periode 1948-1960.

    Selain mendirikan UII, Kahar Muzakkir memang dikenang sebagai cendekiawan Muslim dan pejuang nasional. Dia juga sempat duduk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 

    Dr. Sardjito

    Doktor Sardjito. Foto: Wikimedia Commons

    Dr. Sardjito merupakan dokter sekaligus rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 1950-1961. Selanjutnya dia juga menjadi rektor UII periode 1963 – 1970.

    Semasa hidupnya, Dr Sardjito kelahiran Magetan ini menciptakan sejumlah vaksin, misalnya untuk typhus, kolera, hingga disentri. Semasa perjuangannya, dia juga berkontribusi dengan membuat makanan dan multivitamin untuk para tentara RI yaitu Biskuit Sardjito. 

    Atas dedikasinya dalam bidang pendidikan dan kesehatan pada era perjuangan kemerdekaan, nama Dr Sardjito juga diabadikan sebagai nama rumah sakit di Yogyakarta, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito.

    AA Maramis 

    Mr. Alexander Andries Maramis (1897-1977) akhirnya menjadi Pahlawan Nasional RI tahun 2019. pic.twitter.com/sL4IulHZ22

    — Bode Grey Talumewo (@bode_talumewo) November 8, 2019

    Alexander Andries Maramis atau lebih dikenal sebagai AA Maramis merupakan tokoh yang berasal dari Manado, Sulawesi Utara. Ia merupakan anggota BPUPKI dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada era kemerdekaan RI. 

    AA Maramis juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dan tanda tangannya ada dalam Oeang Republik Indonesia (ORI) — mata uang RI sebelum rupiah. AA Maramis juga keponakan dari Maria Walanda Maramis, tokoh pejuang perempuan dari Sulawesi Utara, yang sebelumya juga mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

    Roehana Koeddoes

    Roehana Koeddoes Foto: Wikimedia Commons

    Roehana Koeddoes (atau Ruhana Kuddus dengan ejaan kini) akhirnya mendapat gelar Pahlawan Nasional. Jurnalis perempuan pertama di Indonesia ini, sempat gagal menjadi pahlawan nasional meski telah memenuhi seluruh persyaratan dalam proses pengusulan dari daerah.

    Roehana kelahiran Koto Gadang, Sumatera Barat, ini memiliki komitmen tinggi di bidang pendidikan dan literasi. Roehana hidup pada zaman yang sama dengan RA Kartini, di mana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Ia adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

    Roehana pernah menjadi pimpinan beberapa surat kabar pada masanya. Ia pernah menulis untuk surat kabar Poetri Hindia, Oetoesan Melajoe, hingga mendirikan surat kabarnya sendiri, Soenting Melajoe. Selain di dunia pers, Roehana juga aktif menjadi penggerak kerajinan di Sumbar, khususnya untuk kaum perempuan.

    Sultan Himayatuddin

    Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau dikenal dengan gelar Oputa Yi Koo adalah putra daerah yang memimpin perlawanan terhadap agresi, invasi, dan imperialisme Belanda di wilayah kesultanan Buton pada abad ke-18. Himayatuddin pernah menjabat dua kali dipilih jadi sultan, yakni sebagai Sultan Buton ke-XX (1750-1752) dan ke-XXIII (1760-1760). Beliau wafat pada tahun 1776 masehi.

    Ia mendapat gelar pahlawan karena kegigihannya melawan penjajah Belanda di Tanah Air. Bahkan, ia sampai harus sempat turun tahta akibat perlawanannya dulu.

    KH Masjkur

    Alhamdulillah, KH Masjkur insya Allah akan dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional, pada 10 November 2019.#KyaikuPahlawanku

    | simak sosok beliau berikut ini. 👇🏻

    credit: @nahdlatululama pic.twitter.com/N4pjOSX6c1

    — PWNU Jatim | #HariSantri2019 (@pwnujatim) November 7, 2019

    KH Masjkur adalah tokoh dan ulama dari Nahdlatul Ulama. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Agama di tiga era Perdana Menteri, yakni Amir Syarifuddin, Mohammad Hatta, Soesanto Tirtopordjo atau sekitar periode 1947-1949. Kemudian menjadi Menteri Agama lagi di era Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo sekitar periode 1953-1955. 

    Pada zaman perjuangan kemerdekaan, KH Masjkur ikut menjadi anggota BPUPKI. Ia juga pernah tercatat sebagai pendiri Pembela Tanah Air (PETA), yang kemudian berubah nama Laskar Rakyat dan akhirnya menjadi TNI. Pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, ia memimpin barisan Sabilillah. 

    Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan enam nama pahlawan nasional pada 2018 melalui SK Presiden Nomor 123/TK tahun 2018 tentang Penganugrahan Gelar Pahlawan Nasional.

    Enam orang itu yakni almarhum Abdurrahman Baswedan, tokoh dari Provinsi DI Yogyakarta; almarhumah Agung Hajjah Andi Depu, tokoh dari Provinsi Sulawesi Barat; dan almarhum Depati Amir, tokoh dari Provinsi Bangka Belitung.

    Kemudian, almarhum Mr. Kasman Singodimedjo, tokoh dari Provinsi Jawa Tengah; almarhum Ir. H. Pangeran Mohammad Noor, tokoh dari Provinsi Kalimantan Selatan; dan almarhum Brigjen KH Syam’un, tokoh dari Provinsi Banten.    

  • Saya Ini Gus Asli, Bukan Naturalisasi

    Saya Ini Gus Asli, Bukan Naturalisasi

    GELORA.CO – PENDAKWAH KH Ahmad Bahauddin atau Gus Baha tidak memberi tanggapan secara rinci terkait viralnya lontaran bernada menghina yang dilakukan Gus Miftah di sebuah pengajian di Magelang, Jawa Tengah.

    Ditemui di pengajian di Auditorium Kahar Muzakkir Universitas Islam Indonesia dengan tema Meneladani Khazanah Tafsir Al-Quran di Indonesia, Kamis (5/12), Gus Baha menyebut tidak memiliki media sosial sehingga tidak mengetahui kejadiannya secara detail.

    Gus Baha juga menyebutkan, jenis pertanyaan yang diajukan itu sebagai ‘kriminal’ sehingga menghadapi pertanyaan semacam itu ulama tidak akan menjawab dengan tegas.

    Hanya saja, Gus Baha berkelakar bahwa dirinya adalah gus asli, artinya lahir dari orangtua yang mengasuh pondok pesantren, demikian pula kakek-kakeknya. “Saya ini gus asli, bukan naturalisasi,” katanya sambil tertawa.

    Selain itu, Gus Baha pada kesempatan itu menceritakan dalam satu masa, pernah ada khalifah di Turki yang didatangi ulama muda. Kepada khalifah, ulama tersebut menegaskan akan memberi wejangan yang keras.

    Namun, ujarnya, khalifah menjawab dengan memberikan contoh tentang masa Nabi Musa. Meski menghadapi orang yang jauh lebih buruk dari dirinya sebagai khalifah, yakni Fir’aun, Nabi Musa diutus Allah untuk menyampaikan pesan kepada Fir’aun untuk berkata lemah lembut dan sopan.

    Sebelumnya, viral beredar video di media sosial yang merekam Gus Miftah tengah mengisi acara tabligh akbar. Di atas panggung, pria yang populer dengan rambut panjangnya itu didampingi belasan orang yang duduk di belakangnya.

    Saat melihat adanya seorang pria paruh baya pedagang kaki lima penjual es teh sedang menjajakkan dagangannya di atas nampan yang dibawa di atas kepalanya, Miftah pun mengajak berdialog si pedagang.

    Saat mengetahui bahwa dagangan pedagang tersebut belum laku, sontak Miftah pun melontarkan kata ‘goblok’ kepada pedagang itu.

    “Goblok. Kalau belum laku, ya jualan sana,” tututrnya. 

    Lontaran itu diiringi gelak tawa para orang di sekitar Miftah Maulana. Pria pedagang tersebut hanya terdiam. Kini ramai-ramai warganet mengkritik Miftah atas perbuatannya tersebut. Warganet menyayangkan ujaran kasar tersebut hanya dianggap candaan oleh Miftah. Hal itu tidak mencerminkan sosok Miftah yang dikenal sebagai tokoh agama dan saat ini telah menjadi Utusan Presiden.

    Sementara itu, Gus Miftah telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara langsung kepada pedagang tersebut dengan mendatangi kediamannya. 

  • Jawaban Bijak Gus Baha saat Ditanya soal Gus Miftah yang Viral Mengolok dalam Kajian – Halaman all

    Jawaban Bijak Gus Baha saat Ditanya soal Gus Miftah yang Viral Mengolok dalam Kajian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau pendakwah yang kerap disapa Gus Baha memberi jawaban bijak saat ditanya tentang viralnya sikap Gus Miftah saat berdakwah.

    Diketahui, pendakwah bernama lengkap Miftah Maulana Habiburrahman menjadi bahan pembicaraan setelah mengolok penjual es teh.

    Gus Miftah kini telah meminta maaf kepada penjual es yang diketahui bernama Pak Sunhaji tersebut.

    Namun, setelah permasalahan dengan Pak Sunhaji rampung, muncul video-video lain yang menunjukkan cara guyonan Gus Miftah yang kerap melontarkan ejekan kasar.

    Terbaru, Gus Miftah bahkan mengolok pesinden senior, Yati Pesek.

    Sikap Gus Miftah tersebut akhirnya terdengar sampai kepada Gus Baha.

    Gus Baha mendapat pertanyaan dari jemaah terkait pemanggilan ‘Gus’ hingga apa standarisasi orang bisa dipanggil Gus.

    Hal tersebut terlihat dalam acara ngaji bareng Gus Baha dan Prof Quraish Shihab yang tayang di YouTube Universitas Islam Indonesia pada Kamis (5/12/2024).

    “Hari ini, lagi viral berita seorang Gus. Mohon izin, ya mungkin berceramah dengan kalimat kurang baik. Mungkin diniatkan guyon (bercanda), tapi melukai hati orang lain, tapi MasyaAllah Gus Baha guyon (bercanda), tapi tidak pernah melukai hati orang lain,” ujar seorang jemaah.

    “Pertanyaan saya Gus (Baha), sebenarnya sejarah panggilan Gus ini seperti apa, apakah hanya dimaknai Gus ini adalah anak kiyai terus dipanggil Gus, bahkan mantu kiyai saja Gus naturalisasi atau Gus swasta. Atau bahkan bukan siapa-siapa kemudian bisa dipanggil Gus? Sehingga misal kita bisa berlomba-lomba menjadi Gus bareng-bareng?”

    “Apakah ini hanya di Jawa saja? karena di Madura kami sering mendengar ada panggilan Lora, ini sebenarnya apa?”

    “Nyuwun sewu (permisi), apakah di zaman Rasulullah, putranya Rasulullah juga dipanggil Gus?” tambah jemaah tersebut.

    “Intinya sejarah (Gus), lalu standarisasi Gus itu apa?” pungkasnya.

    Gus Baha sambil tertawa mendengarkan pertanyaan tersebut memilih jawaban bijak.

    Pendakwah yang juga dikenal sebagai ahli tafsir Al Quran tersebut memilih jalan tengah untuk tak memperdulikan pertanyaan provokasi.

    “Ini (saya jawab) yang provokatif dulu, semoga diampuni oleh Allah Ta’ala,” buka Gus Baha sambil tertawa.

    “Saya gak medsos-an, tapi ya denger-denger laporan macem-macem tentang sekian pihak, saya mau cerita biar sampean (Anda) tahu bahwa Pak Eektor ngundang saya ini nggak salah memang bener-bener pemateri yang baik.”

    “Ya kalau kata Nabi Yusuf kan Inihafidzun alim, orang harus dzikromanaki bin nafsi, orang boleh cerita kelebihannya asal itu faktual,” lanjut Gus Baha.

    “Suatu saat ini cerita kitab, suatu saat Nabi Musa harus salat istiqo untuk doa apa saja itu sudah dipakai, nggak mandi. Nabi Musa lho.”

    “Kata Allah, Innafihim Namaman. Di komunitas, Anda ikut salat itu ada yang tukang adu adu (Namam), provokator. Maka kamu doa kayak apa tetap nggak akan saya ijabahi,” jelas Gus Baha.

    “Nabi Musa (lalu menjawab) ya gampang Gusti, tunjukkan orang itu siapa nanti saya usir dari majelis.”

    “Jawabnya Allah itu lucu, saya ini orang yang mengharamkan Namam. Mengharamkan mengadu domba, kalo saya menunjuk orang itu berarti saya Namam,” tegas Gus Baha.

    “Intinya itu Allah terus mengabaikan sekian peristiwa Namam. Jadi kalau pertanyaan provokatif kayak gitu ya pasti diabaikan oleh Allah ta’alla karena nanti repot,” jelas Gus Baha lagi.

    Pada akhir jawabannya, Gus Baha melemparkan candaan tentang nama Gus yang ia kenakan adalah yang asli.

    “Memang saya termasuk Gus yang asli, itu jelas sekali,” pungkas Gus Baha sambil melempar candaan.

    Berikut profil Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha.

    Kehidupan Pribadi

    Dilansir Wikipedia, Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 29 September 1970.

    Ia merupakan anak dari pasangan K. H. Nursalim dan Hj Yuhanidz.

    Dari silsilah keluarga ayah, Gus Baha merupakan generasi ke-4 ulama-ulama ahli Al-Qur’an. 

    Sementara dari silsilah keluarga ibu, Gus Baha menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, dari Bani Mbah Abdurrahman Basyeiban atau Mbah Sambu.

    Gus Baha sendiri telah memiliki istri yang bernama Ning Winda dan telah dikaruniai tiga buah hati yang bernama Tasbiha Mahmida, Hassan Tasbiha, dan Mila Tasbiha.

    Pendidikan

    Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, membagikan ceritanya saat sowan sekaligus nyantri kepada KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha pada Rabu (3/5/2023) (Istimewa)

    Pendidikan Gus Baha dimulai dari lingkungan keluarga yang sangat religius. 

    Gus Baha menghabiskan masa kecilnya di pesantren-pesantren yang ada di Rembang, tempat di mana ia pertama kali diperkenalkan dengan ilmu agama.

    Dalam proses pendidikannya, Gus Baha mendalami berbagai disiplin ilmu Islam, seperti tafsir, fiqih, dan hadist, yang membentuknya menjadi seorang ulama yang sangat berkompeten.

    Setelah menempuh pendidikan di Indonesia, Gus Baha melanjutkan studinya ke luar negeri, khususnya ke beberapa negara di Timur Tengah, untuk memperdalam ilmu agama secara lebih mendalam.

    Karier

    Setelah menyelesaikan pendidikan di luar negeri, Gus Baha kembali ke Indonesia dan memulai perannya sebagai seorang ulama. 

    Ia aktif mengajar di beberapa pesantren, serta memberikan kajian-kajian agama di berbagai forum.

    Salah satu ciri khas dari dakwah Gus Baha adalah kemampuannya dalam menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang sederhana, sehingga mudah dipahami oleh berbagai kalangan, mulai dari santri hingga masyarakat umum.

    Sebagai seorang santri tulen, yang berlatar belakang pendidikan non-formal dan non-gelar, Gus Baha diberi keistimewaan untuk menjadi Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

    Gus Baha duduk bersama para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur’an dari seluruh Indonesia, seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.

    (Tribunnews.com/Siti N/ David Adi)