Institusi: UGM

  • Kenapa Jokowi Ogah Tunjukkan Ijazah Asli ke TPUA?

    Kenapa Jokowi Ogah Tunjukkan Ijazah Asli ke TPUA?

    PIKIRAN RAKYAT – Isu keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat setelah Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) meminta agar ijazah asli milik Presiden ke-7 Indonesia tersebut ditunjukkan.

    Permintaan ini disampaikan saat perwakilan TPUA bertemu langsung dengan Presiden Jokowi di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, pada Rabu, 16 April 2025.

    Presiden Jokowi, yang akrab disapa Jokowi, memberikan tanggapan atas permintaan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kewajiban untuk menunjukkan ijazah aslinya kepada perwakilan TPUA.

    Pernyataan ini disampaikan sebagai respons langsung atas permintaan yang diajukan oleh tim pembela tersebut.

    “Beliau-beliau ini meminta untuk saya bisa menunjukkan ijazah asli. Saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya untuk menunjukkan itu kepada mereka,” ujar Jokowi.

    Ia menekankan bahwa permintaan tersebut berada di luar ranah kewajibannya sebagai seorang warga negara maupun sebagai seorang pejabat publik.

    Lebih lanjut, Jokowi menyatakan bahwa TPUA tidak memiliki kewenangan untuk mengatur dirinya dalam hal menunjukkan dokumen pribadi seperti ijazah.

    “Sudah sangat jelas kemarin di UGM (Universitas Gadjah Mada) juga sudah memberikan penjelasan yang gamblang dan jelas,” tambahnya.

    Pernyataan Jokowi ini mengacu pada klarifikasi yang telah disampaikan sebelumnya oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat di mana Presiden Jokowi menyelesaikan pendidikan tingginya di Fakultas Kehutanan dan meraih gelar insinyur (Ir.) pada tahun 1985 dengan skripsi berjudul “Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta.”

    Klarifikasi UGM

    Universitas Gadjah Mada (UGM) sebelumnya telah memberikan klarifikasi terkait status alumni Presiden Jokowi. Klarifikasi ini disampaikan sebagai respons atas polemik yang beredar di masyarakat mengenai keabsahan ijazah Presiden.

    Pihak UGM menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo adalah benar alumni Fakultas Kehutanan UGM dan telah menyelesaikan studi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Unggahan Netizen Twitter soal bukti keaslian ijazah UGM milik Jokowi. Twitter @untheeunti

    Mereka juga memastikan bahwa ijazah yang diterbitkan untuk Presiden Jokowi adalah sah dan dikeluarkan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh universitas.

    Klarifikasi UGM ini bertujuan untuk meluruskan informasi yang beredar dan memberikan kepastian kepada publik mengenai status alumni Presiden Jokowi.

    UGM sebagai institusi pendidikan tinggi yang kredibel memiliki catatan dan arsip lengkap mengenai data mahasiswanya, termasuk data kelulusan dan penerbitan ijazah.

    Transparansi dan Akuntabilitas

    Isu ijazah Presiden Jokowi ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara. Sebagai pejabat publik, presiden diharapkan dapat memberikan contoh yang baik dalam hal transparansi dan akuntabilitas.

    Namun, transparansi dan akuntabilitas juga harus diimbangi dengan penghormatan terhadap hak privasi individu. Tidak semua informasi pribadi wajib diungkapkan kepada publik, kecuali dalam konteks yang diatur oleh hukum.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 1
                    
                        Tafsir Hukum Mahfud MD di Tengah Riuh Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi…
                        Nasional

    1 Tafsir Hukum Mahfud MD di Tengah Riuh Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi… Nasional

    Tafsir Hukum Mahfud MD di Tengah Riuh Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Isu soal
    ijazah palsu
    Presiden ke-7
    Joko Widodo
    rupanya belum kunjung selesai.
    Isu ini kembali mencuat ke media sosial setelah seorang mantan dosen dari Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, menyangsikan keaslian ijazah Jokowi sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM).
    Sejumlah pihak turut berkomentar, tak terkecuali Pakar Hukum Tata Negara
    Mahfud MD
    .
    Menurut Mahfud MD, masyarakat berhak mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi.
    Sebab, publik hanya meminta keterbukaan informasi yang telah diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, di tengah isu dugaan
    ijazah palsu Jokowi
    .
    Penjelasan itu disampaikan Mahfud saat menjawab pertanyaan host Rizal Mustary dalam siniar Terus Terang.
    “Enggak salah. Karena ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Di mana di situ dikatakan masyarakat berhak sepenuhnya untuk mengetahui dokumen-dokumen dan meminta dokumen-dokumen itu dibuka kepada publik demi transparansi,” ujar Mahfud, Rabu (16/4/2025), seperti dilansir dari kanal YouTube Mahfud MD Official.
    Kendati begitu, Mahfud menekankan bahwa keputusan Jokowi selama menjadi presiden tetap sah dan tidak batal secara hukum, meski jika ijazahnya nanti terbukti palsu.
    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu mengungkapkan bahwa Jokowi boleh saja tidak memenuhi syarat saat mencalonkan diri sebagai presiden di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, jika ijazah yang digunakan adalah palsu.
    Namun, keputusannya selama menjadi Presiden tetap sah, sebab dalam hukum administrasi negara terdapat asas kepastian hukum.
    “Yang lebih gila lagi kan katanya, ini kalau terbukti ijazah Jokowi ini palsu, seluruh keputusannya selama menjadi Presiden batal, itu salah. Kalau di dalam hukum tata negara tidak begitu. Di dalam hukum administrasi negara tidak begitu,” kata Mahfud.
    Ia lantas mencontohkan langkah yang diambil Presiden RI ke-1 Soekarno saat melawan penjajahan Belanda.
    Mahfud bilang, langkah Bung Karno yang mengambil kekuasaan dari tangan Belanda sejatinya melanggar konstitusi.
    Sebab, Belanda saat itu memiliki konstitusi yang telah disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menyatakan bahwa Indonesia bagian dari Netherland.
    “Tapi Bung Karno melawan konstitusi itu. Satu, Bung Karno mengeluarkan Dekrit itu melanggar konstitusi. Tapi Bung Karno pada waktu itu mendapat dukungan bahwa saya didukung rakyat,” ucap Mahfud.
    “Dan Mahkamah Agung (MA) menyatakan iya demi kepentingan rakyat, enggak apa-apa melanggar konstitusi. Maka Dekrit Presiden itu dianggap sah. Orde Baru juga begitu,” imbuh Mahfud.
    Mahfud kembali mengingatkan bahwa ada asas kepastian hukum dalam hukum administrasi negara.
    Asas kepastian hukum maksudnya adalah keputusan yang sudah dikeluarkan secara sah, tetap mengikat dan tidak boleh dibatalkan.
    “Asas kepastian hukum itu keputusan yang sudah (mengikat). Nanti ada perhitungan ganti rugi. Bukan ke orang yang misalnya ya Pak Jokowi terbukti ijazahnya tidak sah. Lalu kontrak-kontrak dengan luar negeri, dengan perusahaan-perusahaan apa itu dan sebagainya, itu batal, tidak bisa. Bisa dituntut kita secara internasional,” jelas Mahfud.
    Adapun rumor ijazah palsu ini sudah berkembang dan diperkarakan selama beberapa tahun terakhir.
    Tercatat, ada tiga gugatan yang dilayangkan dan selalu dimenangkan oleh pihak Jokowi.
    Terbaru, keabsahannya kembali dipertanyakan karena perbedaan font dalam lembar pengesahan dan sampul skripsi yang menggunakan font Times New Roman, yang menurutnya belum ada di era tahun 1980-an hingga 1990-an.
    Hal ini lantas memicu perdebatan publik, ada yang percaya dan ada yang sebaliknya.
    Terlebih, Jokowi maupun pihak kuasa hukum tidak pernah menunjukkan ijazah aslinya kepada publik, meski sudah beberapa kali memenangkan gugatan.
    Rumor ini segera dibantah oleh pihak universitas dan kuasa hukum.
    Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, memastikan bahwa ijazah eks Gubernur DKI Jakarta itu asli.
    Menurut Sigit, teman satu angkatan mantan Kepala Negara mengenal baik sosok Jokowi.
    Eks Wali Kota Solo ini aktif di kegiatan mahasiswa (Silvagama) dan tercatat menempuh banyak mata kuliah serta mengerjakan skripsi.
    “Perlu diketahui ijazah dan skripsi dari Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini,” tutur Sigit dalam siaran pers UGM.
    Soal penggunaan font Times New Roman di sampul skripsi dan ijazah, Sigit menegaskan bahwa di tahun itu sudah jamak mahasiswa menggunakan font atau huruf yang hampir mirip dengannya, utamanya untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan di tempat percetakan.
    Bahkan, di sekitaran kampus UGM, sudah terdapat percetakan seperti Prima dan Sanur yang menyediakan jasa cetak sampul skripsi.
    “Fakta adanya mesin percetakan di Sanur dan Prima juga seharusnya diketahui yang bersangkutan karena yang bersangkutan juga kuliah di UGM,” tegasnya dalam keterangan pers.
    Sementara soal penyebab nomor seri ijazah hanya memakai angka dan tidak menggunakan klaster, universitas kala itu belum memiliki kebijakan penyeragaman.
    Fakultas Kehutanan pada akhirnya memiliki kebijakan sendiri.
    “Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas,” katanya.
    Di sisi lain, pihak kuasa hukum Jokowi menantang para pembuat berita bohong itu untuk membuktikan ucapannya.
    Sebab, berdasarkan asas hukum, beban pembuktian ada pada yang mendalilkan maupun menggugat.
    “Kami sampaikan dengan tegas tuduhan-tuduhan mengenai ijazah palsu Bapak Joko Widodo adalah tidak benar dan itu sangat menyesatkan. Ayo kita putar kembali kepada asas-asas hukum itu bahwa siapapun yang mendalilkan, siapapun yang menuduh, dialah yang membuktikan,” kata Kuasa Hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, dalam konferensi pers di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).
    Tim kuasa hukum hanya akan menunjukkan ijazah asli Jokowi jika memang diminta secara hukum.
    Kuasa hukum Jokowi lainnya, Rivai Kusumanegara, mengungkapkan bahwa tim pengacara merasa tidak memiliki kewajiban secara hukum untuk menunjukkan fisik ijazah tersebut kepada publik.
    Apalagi dalam persidangan yang lalu, hakim juga tidak mengabulkan kuasa hukum penggugat untuk menunjukkan ijazah asli.
    Oleh karenanya, keputusan untuk tidak menunjukkan ijazah asli sudah menjadi kesepakatan tim pengacara sejak dua tahun lalu.
    “Memang sejak 2 tahun lalu, kami tim hukum sudah mengkaji dan sepakat untuk tidak menunjukkan ijazah aslinya, sekalipun kami semua sudah melihat langsung secara fisik ijazah aslinya tersebut,” kata Rivai.
    Di sisi lain, tim kuasa hukum melihat bahwa permintaan untuk menunjukkan ijazah ini bukan untuk menguji kebenaran, melainkan untuk memojokkan dan kepentingan-kepentingan lainnya.
    Hal ini makin terbukti ketika pihak rektor dan dekan Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan salinannya.
    Bukannya selesai, masalah ijazah Jokowi justru menimbulkan isu baru dan ramai di media sosial.
    Kendati begitu, ia memahami bahwa UGM melakukannya dengan iktikad baik agar tidak ada lagi perdebatan panjang.
    “Yang terjadi bukan selesai, tapi yang terjadi adalah muncul isu baru. Font lah, foto lah, jadi ini sudah sesuai dengan dugaan kami, sehingga kami melihat ini hanya sekadar jebakan Batman,” ucap Rivai.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amien Rais Girang Jokowi Terpojok Karena Dugaan Ijazah Abal-abal: Lebih Mudah Ditangkap

    Amien Rais Girang Jokowi Terpojok Karena Dugaan Ijazah Abal-abal: Lebih Mudah Ditangkap

    Sebelumnya, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahean, menanggapi rencana Presiden ke-7 RI, Jokowi, yang dikabarkan tengah menyiapkan tim kuasa hukum untuk menghadapi penyebar isu dugaan ijazah palsu.

    Dikatakan Ferdinand, langkah Jokowi tersebut tidak lebih dari sekadar ancaman yang tidak akan benar-benar dilakukan.

    “Menurut saya, apa yang dilakukan Jokowi, mengumpulkan pengacara untuk mengambil langkah hukum terkait persoalan ijazahnya itu, basa-basi dan gertak sambal,” ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Kamis (10/4/2025)

    Ferdinand mengatakan, jima Jokowi berani menempuh proses hukum, maka orang-orang akan menuntut pembuktian ijazahnya.

    Maka dari itu, ia menilai, jika memang ingin menyelesaikan polemik, seharusnya Jokowi cukup menunjukkan bukti otentik berupa ijazah aslinya kepada publik.

    “Kalau toh ujung-ujungnya pembuktian ijazah, kenapa tidak ditunjukkan saja, kan selesai persoalan. Kan semudah itu,” sebutnya.

    Tambahnya, apa yang dilakukan Jokowi itu hanya ingin menakuti pihak yang dikabarkan akan mendatangi UGM untuk mendapatkan data lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) Jokowi.

    “Itu hanya untuk menakuti orang apalagi ini kak tanggal 15 rencananya akan ada yang mengecek UGM dan di mana Jokowi KKN ketika kuliah,” tandasnya.

    Ferdinand bilang, jika saja benar orang-orang seperti mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, mendatangi UGM, maka akan menjadi ancaman tersendiri bagi Jokowi.

    “Ini tentu ancaman besar bagi Jokowi, jadi saya pikir cara dia merespons ini adalah bentuk kepanikan, kekhawatiran, keresahan, ketakutan,” kuncinya.

  • Masyarakat Berhak Sepenuhnya Meminta Dokumen Dibuka

    Masyarakat Berhak Sepenuhnya Meminta Dokumen Dibuka

    GELORA.CO –  Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD ikut angkat bicara terkait dengan isu ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo.

    Sebenarnya masyarakat memiliki hak untuk mengetahui dokumen yang dikeluarkan  Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

    Jika pun Jokowi tidak mau menunjukkan ijazah asli miliknya, maka ada Komisi Informasi yang bisa mengadili sengketa informasi.

    “Masyarakat berhak sepenuhnya, dan meminta dokumen itu untuk dibuka kepada publik demi transparansi,” kata Mahfud MD di program Terus Terang Siniar kanal di Youtube mahfud MD dikutip, Rabu, 16 April 2025..

    “Kalau tidak mau buka, ada pengadilan Komisi Informasi, itu dia bisa mengadili, keputusannya mengikat,” lanjut dia.

    Nanti, agar dokumen itu bisa dibuka KPU Solo.

    Jika dulu namanya Drs Joko Widodo di KPU Solo, setelah jadi Presiden, kata Mahfud MD, menjadi  Ir Joko Widodo.

    Jokowi diketahui lulusan Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985 dan diwisuda pada 5 November 1985.

    Lebih jauh, mantan Menko Polhukam ini menilai seharusnya UGM tidak perlu terlibat di urusan ini.

    Karena UGM yang mengeluarkan ijazah, bukan yang memalsu ijazah.

    “UGM tinggal mengatakan, ini sudah selesai, silakan kalau tidak percaya,” kata dia.

    Joko Widodo mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kewajiban untuk memperlihatkan dokumen kepada tim pembela ulama dan aktifis (TPUA).

    Selain itu, TPUA jika tidak memiliki kewenangan untuk meminta menunjukkan ijazahnya kepada mereka.

    Jokowi menegaskan pihaknya siap untuk memperlihatkan ijazahnya dari UGM jika diminta pengadilan atau hakim.

    “Perlu diingat, saya akan menyerahkan ijazah saya kepada pengadilan atau hakim,” tegasnya.

    Pihak UGM, melalui Dekan Fakultas Kehutanan Sigit Sunarta dan Sekretaris UGM Andi menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni dari UGM.

    Pihak UGM juga tidak memiliki kewajiban untuk memberikan data pribadi kepada TPUA. ***

  • Ramai Diperbincangkan Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi, Pemuda Muhammadiyah Lontarkan Komentar Menohok

    Ramai Diperbincangkan Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi, Pemuda Muhammadiyah Lontarkan Komentar Menohok

    GELORA.CO – Tuduhan ijazah palsu Presiden Ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi lagi ramai diperbincangkan publik. Bahkan menuai komentar menohok dari Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Affandi Affan.

    Kata dia, tuduhan ijazah palsu mengabaikan jasa besar Presiden Ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi dalam membangun Indonesia selama dua periode pemerintahannya.

    Dia pun menyampaikan keprihatinan sekaligus sikap tegas terhadap isu yang kembali mencuat mengenai keaslian ijazah Jokowi, yang dinilai sebagai bentuk fitnah, yang mencederai akal sehat.

    “Kami menilai tuduhan terhadap Bapak Joko Widodo terkait ijazah palsu merupakan bentuk fitnah tidak berdasar. Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menegaskan bahwa beliau merupakan lulusan sah dari kampus tersebut dan ijazah asli berada di tangan beliau,” ujar Affan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    Menurut Affan, publik seharusnya lebih menghargai rekam jejak Jokowi yang telah berkontribusi besar bagi kemajuan bangsa.

    Di masa kepemimpinannya, kata dia, Jokowi berhasil mendorong pembangunan infrastruktur secara masif, memperluas konektivitas antarwilayah, meluncurkan berbagai program pro-rakyat seperti Kartu Prakerja dan bantuan sosial digital, hingga menjadi pioner dalam pemindahan ibu kota negara ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

    Dirinya pun berpendapat Jokowi merupakan pemimpin yang membuktikan bahwa kerja nyata lebih penting dari sekadar retorika. Indonesia, menurutnya, saat ini telah merasakan hasil pembangunan yang berkesinambungan dan merata.

    “Beliau adalah sosok negarawan yang layak dihormati, bukan justru dihantam oleh fitnah murahan,” ucap dia.

    Affan menegaskan bahwa Pemuda Muhammadiyah mendukung penuh penegakan hukum terhadap siapa pun yang menyebarkan hoaks dan informasi menyesatkan, apalagi yang menyerang kehormatan mantan kepala negara.

    Dia berharap seluruh masyarakat bisa dewasa dalam berpolitik dan berpendapat. Dengan begitu, jangan menjadikan kebencian sebagai dasar untuk menyebarkan kebohongan.

    “Bangsa ini butuh energi positif untuk membangun, bukan terus-menerus dirusak dengan narasi-narasi palsu,” tutur Affan.

    Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk menjadi agen kebenaran di tengah derasnya arus disinformasi di era digital. 

    Dia menekankan pentingnya literasi media dan keberanian untuk menolak hoaks, sekaligus menjaga martabat demokrasi Indonesia.

    Pemuda Muhammadiyah, sambung dia, mengharapkan semua elemen bangsa agar bisa menjaga muruah demokrasi dan kehormatan institusi kenegaraan.

    “Kritik boleh, bahkan perlu. Tapi harus berlandaskan kebenaran, bukan kebohongan yang membunuh karakter,” katanya menegaskan.

    Sebelumnya, Jokowi mempertimbangkan akan membawa persoalan ijazah kuliahnya yang dipermasalahkan sejumlah pihak, ke ranah hukum.

    “Saya mempertimbangkan karena ini sudah jadi fitnah di mana-mana,” kata Jokowi, di Solo, Jawa Tengah.

    Ia mengatakan polemik tersebut juga termasuk pencemaran nama baik sehingga ia mempertimbangkan untuk melaporkan hal tersebut ke aparat hukum.

    Meski demikian, ia masih enggan menyampaikan siapa yang bakal dilaporkan terkait hal itu.

    “Nanti, biar disiapkan oleh kuasa hukum. Akan segera kami putuskan, nanti kuasa hukum yang akan melihat,” katanya.

    Adapun UGM menyatakan siap membuka seluruh dokumen akademik Jokowi selama menempuh pendidikan di kampus itu jika diminta dalam proses hukum di pengadilan.

    Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM Prof Wening Udasmoro saat konferensi pers di UGM, Yogyakarta (15/4) menegaskan bahwa pihaknya memiliki seluruh dokumen pendukung yang menunjukkan Jokowi merupakan mahasiswa sah di kampus tersebut serta telah lulus secara resmi.

    “Joko Widodo itu tercatat dari awal sampai akhir melakukan tridarma perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada, dan kami memiliki bukti-bukti, surat-surat, dokumen-dokumen yang ada di Fakultas Kehutanan,” ujar Wening.

    Hal itu disampaikan Wening menyusul kedatangan puluhan orang yang tergabung dalam Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) ke Fakultas Kehutanan UGM, Selasa pagi, untuk meminta klarifikasi soal dugaan ijazah palsu Jokowi.

  • Ketika Pengawas Duduk di Meja Kuasa: Menggali Liang Kubur Integritas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 April 2025

    Ketika Pengawas Duduk di Meja Kuasa: Menggali Liang Kubur Integritas Nasional 17 April 2025

    Ketika Pengawas Duduk di Meja Kuasa: Menggali Liang Kubur Integritas
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DALAM
    lanskap pemberantasan korupsi di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) adalah simbol. Simbol harapan, integritas, dan perlawanan terhadap kebusukan kekuasaan.
    Namun, simbol hanya hidup jika ia terus dipelihara dalam jarak dari kekuasaan itu sendiri. Ketika jarak itu lenyap, maka runtuh pula kepercayaan publik yang menjadi pondasi utama keberadaan KPK.
    Masuknya Ketua KPK, Setyo Budiyanto, ke dalam struktur Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI
    Danantara
    ), adalah kabar buruk bagi demokrasi, lebih-lebih bagi agenda antikorupsi.
    Sebab di sanalah pengawas formal ikut duduk di meja kuasa, dan batas etik pun tergilas logika kekuasaan.
    KPK melalui juru bicaranya berusaha menjelaskan bahwa keikutsertaan Ketua KPK adalah representasi institusi, bukan pribadi.
    Penjelasan itu tampak normatif dan steril. Publik bukan sedang membahas legalitas formal, melainkan integritas moral.
    Dalam praktiknya, KPK tidak pernah lepas dari wajah-wajah yang memimpinnya. Ketua KPK adalah simbol politik etik institusional. Ketika simbol itu bergabung dalam struktur pengelola kekayaan negara, yang diawasi justru kehilangan pengawasan.
    Lebih runyam lagi, Ketua KPK tidak sendirian. Di dalam struktur itu juga duduk Ketua BPK, Kepala PPATK, Kepala BPKP, Jaksa Agung, dan Kapolri.
    Maka lengkap sudah: seluruh simpul utama pengawasan dan penegakan hukum negara duduk dalam satu struktur yang sama dengan objek yang semestinya mereka awasi.
    Inilah ironi pengawasan dalam rezim modern. Dalam bayang-bayang
    good governance
    , pengawasan dilebur ke dalam kuasa.
    Dalam balutan akuntabilitas, pengawas disulap jadi kolega. Sementara publik, yang selama ini menggantungkan harapan pada institusi seperti KPK, hanya bisa menyaksikan pergeseran ini dengan getir.
    Masuknya Ketua KPK dalam struktur Danantara bukan sekadar soal formalisme jabatan. Ini adalah titik balik dalam sejarah relasi antara lembaga pengawas dan kekuasaan yang diawasinya.
    KPK sejak awal didesain sebagai lembaga ad hoc, independen, dan bebas dari intervensi politik serta konflik kepentingan. Bahkan pada masa-masa awal pascareformasi, prinsip “jaga jarak dengan kekuasaan” menjadi mantra etik yang dijaga ketat.
    Namun kini, KPK bukan saja tak menjaga jarak, ia justru mengambil tempat di lingkaran dalam. Di sinilah letak soal utamanya: potensi konflik kepentingan tak lagi potensial, melainkan faktual.
    Kita tentu ingat bagaimana sejarah Indonesia mencatat upaya sistematis pelemahan KPK sejak revisi UU No. 30 Tahun 2002 menjadi UU No. 19 Tahun 2019.
    Perubahan itu telah menempatkan KPK sebagai bagian dari cabang eksekutif, tunduk pada presiden melalui Dewan Pengawas, dan terbelenggu dalam tata birokrasi yang kaku.
    Kini, setelah nyaris tak bertaji dalam penindakan, KPK malah aktif menempatkan diri dalam pusaran kekuasaan.
    Pertanyaannya sederhana: bagaimana publik dapat memercayai KPK mengusut kasus korupsi dalam tubuh Danantara jika ketua KPK adalah bagian dari struktur pengawas lembaga tersebut?
    Bagaimana prinsip kehati-hatian dan independensi ditegakkan jika batas antara pengawasan dan keterlibatan menjadi kabur?
    Tidak ada yang salah dengan tujuan Danantara: mengelola dana investasi negara untuk kemakmuran rakyat. Namun, pengelolaan dana jumbo selalu membuka celah korupsi.
    Dan ketika pengelolaan itu tidak diawasi secara independen, maka lubang hitam penyalahgunaan akan tumbuh lebar.
    Pengawasan tidak cukup dijalankan dari dalam. Ia butuh jarak, tegas, dan bebas dari komitmen loyalitas.
    Masuknya pengawas dalam ruang kuasa justru mengaburkan peran dan memperbesar ruang kompromi. Yang terjadi kemudian bukan pengawasan, melainkan normalisasi kekuasaan tanpa kritik.
    Zaenur Rohman, peneliti PUKAT UGM, menyebut bahwa struktur dan tugas Komite Pengawasan Danantara tidak transparan. Tidak ada kejelasan soal bagaimana keputusan dibuat, bagaimana independensi dijaga, dan bagaimana mekanisme koreksi internal dibentuk.
    Artinya, keterlibatan KPK dalam struktur itu bukan hanya berisiko secara etik, tetapi juga secara prosedural dan substantif.
    Dalam konteks itu, KPK tak lagi bisa berdalih. Ia tak bisa berlindung di balik retorika representasi kelembagaan, karena sesungguhnya ia tengah menggali liang kubur bagi integritasnya sendiri.
    Dalam bahasa yang lebih keras, publik bisa saja menyimpulkan: KPK tak lagi menjadi bagian dari solusi, melainkan bagian dari sistem yang hendak dipertahankan kekuasaannya.
    Publik tentu tak berharap KPK menjadi musuh negara. Namun, yang diharapkan adalah KPK tetap menjadi musuh korupsi.
    Untuk itu, ia harus menjaga jarak dari kekuasaan, sebab kekuasaanlah ruang paling rawan bagi praktik korupsi. Ketika lembaga antikorupsi justru memeluk kekuasaan, maka tak ada lagi yang menjaga pagar dari dalam.
    Kita sedang menyaksikan pergeseran besar dalam peta etika kelembagaan. KPK tidak lagi berdiri sebagai institusi yang merepresentasikan keberanian moral dalam melawan korupsi.
    Ia kini lebih mirip seperti lembaga birokratis yang jinak, mengikuti irama kekuasaan yang sedang dominan.
    Masyarakat sipil harus bersuara. Lembaga pengawas tidak boleh larut dalam sistem yang diawasi.
    Pemisahan peran bukan soal ego institusional, tapi soal akuntabilitas demokratis. KPK harus segera menarik diri dari struktur Danantara jika ingin memulihkan kembali kepercayaan publik.
    Kita tak bisa terus-menerus membenarkan langkah keliru dengan dalih formalitas hukum. Etika publik adalah pijakan utama dalam pemberantasan korupsi. Ia tak bisa dinegosiasikan, apalagi dikompromikan demi kenyamanan politik atau keterlibatan struktural.
    Kini, saat pengawas duduk di meja kuasa, publik mesti bertanya: siapa yang akan mengawasi pengawas? Siapa yang akan menegakkan etika, jika institusi penjaga etika justru memilih jadi bagian dari kuasa?
    KPK bisa saja bertahan secara legal. Tapi tanpa legitimasi moral, keberadaannya hanya akan menjadi simbol kosong.
    Kita tak butuh KPK yang sekadar ada, kita butuh KPK yang bekerja dan menjaga jarak. Sebab hanya dengan jarak, pengawasan bisa tajam. Hanya dengan integritas, kepercayaan bisa tumbuh.
    Dan hanya dengan kepercayaan publik, KPK bisa kembali jadi harapan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Profil Roy Suryo, Pakar Telematika yang Analisis Ijazah Jokowi hingga Video Syur Lisa Mariana

    Profil Roy Suryo, Pakar Telematika yang Analisis Ijazah Jokowi hingga Video Syur Lisa Mariana

    PIKIRAN RAKYAT – Roy Suryo masuk trending di platform media sosial X hingga google trend karena keterlibatannya pada sejumlah kasus yang sedang viral.

    Ia merupakan seorang tokoh publik Indonesia yang dikenal sebagai pakar telematika dan mantan politikus. Namun ia terkenal karena sering menganalisis video dan foto yang sedang viral.

    Baru-baru ini Ia menarik perhatian karena masuk dalam kelompok yang tergabung dalam Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), mempertanyakan keaslian ijazah mantan presiden Joko Widodo (Jokowi).

    Profil Roy Suryo

    Lahir dengan nama lengkap Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo di Yogyakarta, 18 Juli 1968. Riwayat pendidikan jurusan Ilmu Komunikasi dan melanjutkan magister di Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Ia pakar telematika dan sering menjadi narasumber di media terkait teknologi informasi, multimedia, dan telematika. Pernah menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga pada Kabinet Indonesia Bersatu II di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

    Selain itu, juga mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Partai Demokrat. Ia sering menganalisa video atau foto yang sedang viral.

    Roy Suryo terlibat dalam kasus terkait unggahan meme stupa Candi Borobudur yang diedit. Kasus ini berujung pada proses hukum dan vonis penjara.

    Pihaknya pernah berselisih dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) soal pengembalian barang milik negara saat menjabat sebagai menteri. Kemenpora menuntut pengembalian ribuan barang yang sempat menimbulkan perdebatan.

    Keterlibatan pada Kasus Viral

    – Akun “Fufufafa”

    Roy Suryo dilaporkan ke polisi soal pernyataannya menyebut akun media sosial “Fufufafa” milik Gibran Rakabuming Raka. Pernyataan ini menimbulkan polemik, laporan polisi dibuat kelompok relawan pendukung Jokowi.

    – Video Syur Lisa Mariana

    Dirinya melakukan analisis video dewasa yang beredar dan diduga menampilkan Lisa Mariana. Analisisnya mencakup detail seperti tato dan ciri-ciri fisik pemeran dalam klip itu.

    Roy memberi analisis pria yang ada dalam video tersebut bukan Ridwan Kamil. Keterlibatannya menganalisis ini menarik perhatian publik dan media.

    – Ijazah Jokowi

    Roy Suryo bersama kelompok yang tergabung dalam TPUA mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi yang diperoleh dari UGM.

    Mereka mendatangi UGM guna meminta klarifikasi dan bukti keaslian ijazah ini. Ia juga menyoroti kejanggalan pada skripsi Jokowi, seperti perbedaan format pengetikan.

    Dia menyoroti tentang tidak adanya lembar pengesahan dari dosen penguji. Roy dan kelompoknya berencana untuk melihat langsung ijazah Jokowi di kediamannya di Solo karena menurut UGM yang asli tak disimpan di pihak kampus.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kata Jokowi soal Tak Lagi Berkacamata seperti di Foto Ijazah: Sudah Pecah…

    Kata Jokowi soal Tak Lagi Berkacamata seperti di Foto Ijazah: Sudah Pecah…

    GELORA.CO – Presiden ketujuh Republik Indonesia (RI) Joko Widodo atau Jokowi akhirnya menunjukan ijazah tanda kelulusan masa pendidikannya dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

    Jokowi memperlihatkan tanda kelulusan tersebut pada pagi hari, Rabu (16/4/2025) kepada awak media.

    Momen itu terjadi sebelum puluhan masa yang tergabung dalam Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mendatangi kediaman Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Jalan Kutai Utara 1 Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo.

    Dari pantauan Suara.com, ijazah yang diperlihatkan tidak berbeda jauh dengan foto viral di media sosial. Pada ijazah tersebut, Jokowi terlihat menggunakan kacamata dalam pas fotonya.

    Saat ditanya kenapa alasan Jokowi tidak lagi memakai kacamata tersebut, Jokowi menyebut bahwa kacamata saat itu sudah pecah.

    “Oh yang itu sudah pecah,” katanya mengutip Suarasurakarta.id, Rabu (16/4/2025).

    Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menunjukan satu per satu lembar ijazah mulai dari sekolah dasar hingga universitas.

    Namun, awak media yang akan meliputnya diminta untuk tidak mengambil gambar, sehingga alat kerja berupa handphone dan kamera dikumpulkan terlebih dahulu.

    “Ini saya tunjukkan ijazah saya, mulai dari SD sampai S1. Tapi jangan difoto ya,” katanya mengawali.

    Jokowi mengakui, keputusannya untuk menunjukan keaslian ijazah semasa perkuliahan di

    “Saya baru memutuskan untuk memperlihatkan kepada bapak ibu baru tadi malam,” ungkap dia.

    Jokowi sempat menyampaikan bahwa stoomap yang berisi ijazah SD hingga SMP bukan stopmap asli. Tapi kalau ijazah kuliah masih menggunakan stopmap asli pemberian dari UGM.

    “Kalau ini stopmap asli dari UGM. Kalau yang ini bukan,” katanya.

    Sementara itu, saat digeruduk massa dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) di kediamannya, Jokowi langsung menemui mereka.

    Kepada massa tersebut, Jokowi menegaskan bahwa tidak wajib untuk menunjukkan ijazah aslinya.

    “Karena beliau-beliau ini meminta untuk bisa saya menunjukkan ijazah asli. Saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya untuk menunjukkan itu kepada mereka,” katanya saat ditemui, Rabu (16/4/2025).

    Jokowi juga menegaskan bahwa tidak ada kewenangan dari massa tersebut untuk mengatur mantan Wali Kota Solo itu agar bisa menunjukkan ijazah asli.

    “Dan juga tidak ada kewenangan mereka untuk mengatur saya menunjukkan ijazah asli yang saya miliki,” jelasnya.

    Tak hanya itu, Jokowi juga menegaskan bahwa sudah sangat jelas penjelasan dari UGM mengenai ijazah yang selama ini ramai diperbincangkan di media sosial.

    “Jadi sudah sangat jelas, kemarin di UGM juga sudah memberikan penjelasan yang sangat gamblang dan jelas,” ungkapnya.

    Jokowi menyatakan tidak akan tinggal diam dengan persoalan tersebut. Ia mengaku sedang  mempertimbangkan untuk melaporkan masalah tersebut ke ranah hukum.

    “Saya mempertimbangkan, karena ini sudah menjadi fitnah di mana-mana, pencemaran nama baik. Saya mempertimbangkan melaporkan ini, membawa ini ke ranah hukum,” jelas dia.

    Ketika disinggung yang akan dilaporkan siapa, Jokowi belum mau menyampaikan.

    “(Yang dilaporkan siapa) Nanti. Biar disiapkan kuasa hukum,” katanya.

  • Tidak Ada Kewenangan Mereka Atur Saya

    Tidak Ada Kewenangan Mereka Atur Saya

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menolak menunjukkan ijazah ke Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Menurutnya, dia tidak memiliki kewajiban untuk melakukan hal demikian.

    Usai menerima perwakilan TPUA di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, Rabu, 16 April 2024, Jokowi menekankan bahwa apabila bukan pihak berwenang yang meminta, dia tak merasa perlu membuktikan apa-apa.

    Baginya, TPUA tidak termasuk pihak berwenang yang dimaksud, sehingga bisa mengatur-atur penunjukan ijazah asli tersebut.

    “Beliau-beliau ini meminta untuk saya bisa menunjukkan ijazah asli. Saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya menunjukkan ke mereka,” katanya

    “Tidak ada kewenangan mereka mengatur saya untuk menunjukkan ijazah asli yang saya miliki,” ujar dia lagi.

    Ia mengatakan Universitas Gadjah Mada (UGM) juga sudah jelas menyampaikan terkait ijazah tersebut.

    “Sudah sangat jelas, kemarin di UGM sudah memberikan penjelasan yang gamblang dan jelas,” katanya.

    Di sisi lain, sejatinya, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis Rizal Fadilah mengatakan kedatangan mereka untuk silaturahmi sekaligus ingin mengetahui secara langsung ijazah Jokowi.

    “Pertama kan kami seperti yang lain silaturahmi, kedua ingin mendapatkan informasi dan konfirmasi. Kalau bisa verifikasi yang berhubungan dengan ijazah Pak Jokowi,” katanya.

    “Beliau belum berkenan menunjukkan ijazah, dikembalikan ke proses hukum. Bahwa kalau diperintahkan pengadilan akan ditunjukkan, kami sudah menyampaikan bahwa dari UGM tidak bisa menunjukkan ijazah. Ijazah hanya bisa ditunjukkan ke pemilik, makanya kami datang ke pemilik, tapi ternyata pemilik itu sendiri tidak menunjukkan bahkan menyerahkan ke proses pengadilan,” ucapnya, menguraikan.

    Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan siap membuka seluruh dokumen akademik milik Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, yang berkaitan dengan masa studinya di kampus tersebut apabila diminta dalam proses hukum di pengadilan.

    Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof. Wening Udasmoro, dalam konferensi pers di Yogyakarta pada Selasa menegaskan bahwa pihak universitas memiliki seluruh dokumen yang membuktikan bahwa Jokowi adalah mahasiswa resmi UGM dan telah lulus secara sah.

    “Joko Widodo itu tercatat dari awal sampai akhir melakukan tridarma perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada, dan kami memiliki bukti-bukti, surat-surat, dokumen-dokumen yang ada di Fakultas Kehutanan,” ujar Wening.

    Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wening setelah puluhan orang dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mendatangi Fakultas Kehutanan UGM pada Selasa pagi guna meminta klarifikasi terkait dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jokowi Penjarakan Penuding Ijazah Palsu? Klaim Terlalu Banyak Fitnah di Mana-mana

    Jokowi Penjarakan Penuding Ijazah Palsu? Klaim Terlalu Banyak Fitnah di Mana-mana

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) akan ambil jalur hukum terkait tudingan ijazah kuliahnya yang diklaim palsu oleh banyak pihak.

    Menurutnya, sudah terlalu banyak fitnah tersebar di kalangan masyarakat mengenai validitas kelulusannya dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Untuk itu, eks Kepala Negara RI tersebut bakal mempertimbangkan membawa persoalan ini ke meja hijau.

    “Saya mempertimbangkan karena ini sudah jadi fitnah di mana-mana,” kata Jokowi, di Solo, Jawa Tengah, Rabu, 15 April 2025.

    Ia melanjutkan, polemik tersebut juga termasuk pencemaran nama baik sehingga ada pertimbangan dari pihaknya untuk melapor ke aparat hukum. Meski demikian, ia masih enggan menyampaikan siapa yang bakal dilaporkan terkait hal itu.

    “Nanti, biar disiapkan oleh kuasa hukum. Akan segera kami putuskan, nanti kuasa hukum yang akan melihat,” katanya.

    Pernyataan ini disampaikan setelah munculnya desakan dari berbagai pihak, termasuk Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), yang meminta Presiden Jokowi untuk menunjukkan ijazah aslinya yang dikeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Jokowi menegaskan bahwa jika pengadilan memintanya untuk memperlihatkan ijazah asli tersebut, ia siap untuk menunjukkannya, sepanjang pihak pengadilan dan hakim yang memintanya.

    “Kalau ijazah asli diminta hakim, diminta pengadilan untuk ditunjukkan, saya siap datang dan menunjukkan ijazah asli yang ada,” katanya. 

    Massa Kepung Rumah Jokowi

    Puluhan orang mendatangi kediaman Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo, pada Rabu, 16 April 2025. Mereka bukan datang untuk sekadar bersilaturahmi pasca-Lebaran, tetapi membawa tuntutan serius: meminta Presiden menunjukkan ijazah aslinya dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Puluhan massa yang tergabung dalam Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) tiba di kawasan rumah Jokowi sekitar pukul 09.30 WIB. Mereka sempat tertahan di ujung gang Kutai Utara karena area rumah Jokowi sudah dipenuhi warga yang ingin bersalaman dan berfoto, sebagaimana lazim terjadi ketika Jokowi pulang kampung.

    Sekitar pukul 10.00 WIB, perwakilan dari TPUA akhirnya diizinkan masuk ke rumah Jokowi. Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadilah, menyebut kedatangan mereka bertujuan untuk bersilaturahmi sekaligus meminta klarifikasi langsung dari Jokowi terkait keaslian ijazahnya.

    “Intinya pertama silaturahmi, halal bihalal seperti biasa warga, kami ingin bertemu. Yang kedua, kami juga ingin melakukan klarifikasi dan membantu pak Jokowi yang berhubungan dengan ijazah asli yang selama ini belum beliau sampaikan. Mudah-mudahan melalui hikmah ini beliau bisa menunjukkan ijazahnya dan kita sudah selesai,” tuturnya.

    Namun harapan mereka tidak terpenuhi. Jokowi tetap tidak berkenan menunjukkan ijazah aslinya dan memilih menyerahkan persoalan ini ke jalur hukum.

    “Tapi nampaknya beliau tidak berkenan untuk menunjukkan ijazah itu, dan mengembalikan kepada proses hukum, bahwa kalau diperintahkan pengadilan akan ditunjukkan. Kami sudah menyampaikan,” ujar Rizal Fadilah. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News