Institusi: UGM

  • Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Juni 2025

    Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati Nasional 8 Juni 2025

    Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati
    Kandidat Doktor Ilmu Politik yang suka membaca dan menulis
    RELASI
    politik Presiden
    Prabowo Subianto
    dan Ketua Umum PDI Perjuangan
    Megawati Soekarnoputri
    bersifat dinamis. Terkadang berdiri pada satu barisan yang sama dan terkadang pula harus berdiri saling berhadapan lalu berkompetisi dalam konteks kekuasaan.
    Namun, satu hal yang statis adalah persahabatan antara keduanya tak lekang oleh waktu dan tak pernah pudar digerus oleh zaman, walau diuji oleh pelbagai skenario politik dalam dua-tiga dekade kebelakang.
    Prabowo sejatinya punya hutang budi pada Megawati atas kontribusinya memulangkan Prabowo ke Indonesia dari Negara Yordania pada 2001 silam.
    Lewat restu Presiden dan Wakil Presiden saat itu, Abdurrahman Wahid-Megawati yang memerintahkan Taufik Kiemas untuk menjamin kepulangan Prabowo ke Indonesia dan mendapatkan kembali kewarganegaraannya.
    Delapan tahun berselang, pada 2009, Prabowo membalas “kebaikan” masa lampau lewat surat rekomendasi Partai Gerindra untuk pencapresan Megawati.
    Rekomendasi itu sekaligus menyelamatkan wajah Megawati dan PDI Perjuangan yang kala itu kesulitan mendapatkan kawan koalisi untuk memenuhi syarat minimal 20 persen pencalonan presiden dan wakil presiden.
    Pun Partai Gerindra adalah puzzle terakhir pemenuhan kuota
    presidential threshold

    running
    -nya Megawati sebagai Capres. Pasangan Megawati-Prabowo (Mega Pro) akhirnya mendaftar ke KPU dan resmi menjadi pasangan calon di Pilpres 2009.
    Meski kalah di Pilpres 2009, relasi Megawati dan Prabowo berlanjut dalam pembangunan koalisi di DPR. Sikap yang sama melihat
    bailout
    Bank Century yang berujung pada terbentuknya Pansus di DPR adalah kerja sama politik lain Megawati dan Prabowo.
    Pada ruang berbeda, Prabowo saat itu juga dikabarkan punya kesempatan menduduki pos Menteri Pertanian di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, tapi lekas ditampik oleh Partai Gerindra yang memilih berdiri pada barisan yang sama dengan PDI Perjuangan untuk berada di luar pemerintahan.
    Kerja sama antara PDI Perjuangan dan Partai Gerindra berlanjut ke Pilkada DKI 2012, lewat pencalonan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) yang menjadi
    spotlight
    paling ramai dalam pemberitaan politik nasional saat itu.
    Pun keberhasilan Jokowi-Ahok memenangkan pemilihan tidak lepas dari kolaborasi politik antara Megawati dan Prabowo.
    Hubungan Megawati dan Prabowo sempat memanas jelang Pilpres 2014 saat PDI Perjuangan memutuskan mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden.
    Prabowo menganggap Megawati telah melanggar Perjanjian Batu Tulis. Kala itu, Prabowo secara verbatim mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa karena telah melakukan semua hal yang bisa dilakukan untuk dapat dukungan Megawati, tapi PDI Perjuangan justru memilih mencalonkan Jokowi.
    Prabowo kalah atas Jokowi di Pilpres 2014. Lima tahun mengambil posisi di luar pemerintahan, Prabowo kemudian memutuskan menerima pinangan Jokowi menjadi Menteri Pertahanan pascakekalahan lain di Pipres 2019.
    Relasi antara Prabowo dan Megawati otomatis perlahan membaik dengan bergabungnya Prabowo ke pemerintahan.
    Pelbagai silaturahmi pribadi antarkeduanya terus berlanjut dengan beberapa kali kunjungan Prabowo ke kediaman Megawati di Teuku Umar, Jakarta.
    Megawati memasak nasi goreng untuk Prabowo, sebaliknya Prabowo juga beberapa kali mengirimkan hadiah kecil kesukaan Megawati berupa minyak urut dan bunga anggrek.
    Pada rentan waktu 2019 sampai 2023, sebelum masa pencapresan untuk Pilpres 2024, Prabowo sejatinya telah melakukan pendekatan simbolis dengan Megawati.
    Salah satunya adalah ketika Prabowo membangun patung Sukarno menunggang kuda di kantor Kementerian Pertahanan RI yang diresmikan pada 2021 lalu.
    Prabowo menyebutkan pembangunan patung Sukarno tersebut terinspirasi oleh peristiwa Hari Peringatan Angkatan Perang pada 5 Oktober 1946 di Yogyakarta.
    Kala itu Presiden Sukarno melakukan inspeksi dengan menunggang kuda untuk memeriksa pasukan angkatan bersenjata Indonesia.
    Prabowo juga menjelaskan secara simbolik peristiwa Sukarno menunggang kuda tersebut sebagai simbol semangat, harapan, keberanian dan gairah bangsa Indonesia untuk senantiasa mencintai Tanah Air.
    Pun peresmian patung tersebut dilakukan pada 6 Juni 2021, bertepatan pula dengan hari lahir Sang Proklamator.
    Pada saat peresmian, wajah Megawati terlihat sangat sumringah dengan beberapa kali mengucapkan terima kasih pada Prabowo yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan.
    Lebih lanjut, secara khusus Megawati dalam pidatonya juga menyebut Prabowo sebagai sahabatnya.
    Secara simbolik sosok Sukarno bukan hanya sebagai ayah biologis bagi Megawati, tapi juga menyatu secara ideologis dan praksis pergerakan politiknya.
    Ini pula yang menjadi alasan, segala hal yang menyangkut simbolisasi tentang Sukarno bagi Megawati adalah sesuatu yang sangat sentimental menyentuh perasaan jiwa dan batinnya.
    Pada Senin, 2 Juni 2025, Megawati dan Prabowo akhirnya muncul kembali di hadapan publik pada Perayaan Hari Lahir Pancasila di Lapangan Kementerian Luar Negeri Jakarta setelah satu setengah tahun lamanya.
    Terakhir keduanya menampakkan kebersamaan kala pengundian nomor urut Capres dan Cawapres yang diselanggarakan oleh KPU RI pada 14 November 2023 lalu.
    Saat itu, Megawati hadir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud, sementara Prabowo hadir sebagai Capres 2024.
    Sekitar dua bulan lalu, tepatnya pada 8 April 2025, sebenarnya Prabowo dan Megawati sempat bertemu di Teuku Umar dalam rangka silaturahmi di Hari Raya Idul Fitri.
     
    Namun pertemuan antara keduanya dilaksanakan tertutup dan publik kala itu hanya terpuaskan dengan disebarnya foto pascapertemuan oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad lewat akun media sosial Twitter dan Instagram pribadinya.
    Pertemuan antara Prabowo dan Megawati pada Peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut sangat cair dan penuh canda.
    “Ibu agak kurus, bu. Luar biasa. Dietnya berhasil,” ujar Prabowo pada Megawati pada jamuan sarapan pagi.
    “Iya, berhasil. Tapi ini bagaimana?” jawab Megawati menunjuk ke meja hidangan tempat disajikannya makanan yang diperkirakan cukup menggoda.
    Pun barang tentu pertemuan Prabowo dan Megawati di hadapan publik tersebut tentu tidak akan terjadi jika keduanya tidak sama-sama berkomitmen atas kesepakatan dua bulan lalu. Kesepakatan yang hanya Prabowo dan Megawati yang tahu.
    Juga Prabowo sangat paham soal budaya politik Megawati yang satu kata antara perkataan dan perbuatan sehingga melanggar kesepakatan bukanlah pilihan yang bijak.
    Apalagi Megawati tipe pemimpin sigma yang memiliki sifat mandiri terhadap pemikirannya, tidak membutuhkan validasi atau persetujuan agar terlihat berharga.
    Bahkan secara historis ia memiliki keberanian untuk mengambil sikap yang tidak populis dengan keluar dari hierarki kemapanan politik walau dianggap tidak populis.
    Setidaknya secara empirik pasca-reformasi, Megawati beberapa kali membuktikannya.
    Pertama, kala DPR melakukan revisi UU MD3 di DPR pada 2014 yang berdampak pada posisi PDI Perjuangan sebagai pemenang Pileg harus kehilangan kursi Ketua DPR.
    Kala itu ada satu kesempatan agar undang-undang tersebut tidak direvisi dan Puan Maharani bisa jadi Ketua DPR, yaitu Megawati harus bertemu Presiden SBY.
    Hasilnya Megawati tetap pada pendiriannya untuk tidak bertemu dan bernegosiasi dengan Presiden SBY soal revisi UU MD3, walau partainya kehilangan kursi Ketua DPR.
    Kedua, ketika Megawati dan PDI Perjuangan dikepung oleh koalisi besar KIM Plus di banyak daerah di Pilkada Serentak 2024.
    Megawati seolah tidak peduli. Sikapnya tidak sedikitpun melunak dengan memilih melawan partai-partai yang tergabung dalam koalisi besar di KIM Plus.
    Ketiga atau yang terakhir adalah ketika Megawati melakukan boikot reatret kepala daerah dengan memerintahkan kader-kader terpilih PDI Perjuangan untuk menunda keberangkatan mereka ke Magelang, Jawa Tengah. Hal itu menunjukkan Megawati bukanlah tipe pemimpin yang mudah untuk ditundukkkan.
    Prabowo memang benar-benar ciamik membaca pikiran Megawati. Ia memahami betul menerjemahkan langgam politik Megawati secara historis, simbolis, dan ideologis.
    Pada Peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut, ada peristiwa lain yang layak mendapatkan sorotan utamanya saat Prabowo beberapa kali memanggil Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi untuk dilibatkan dalam diskusi bertiga dengan Megawati.
    Mengapa Prasetyo Hadi? Saya menganalisa setidaknya ada dua alasan.
    Pertama, Prasetyo Hadi adalah alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dari Komisariat Fakultas Kehutanan UGM.
    Megawati ketika sempat berkuliah di Pertanian UNPAD Bandung juga pernah bergabung bersama GMNI, organisasi mahasiswa yang punya cita-cita luhur membumikan ajaran Marhaenisme Bung Karno.
    Kedua, Megawati punya perasaan yang sangat sentimental dengan GMNI. Suaminya (Alm Taufik Kiemas) adalah alumni GMNI. Ganjar sebagai orang yang dicapreskan oleh Megawati lewat PDI Perjuangan dulunya juga pernah ber-GMNI.
    Termasuk Djarot Saiful Hidayat, Ahmad Basarah, Bambang Pacul, Aria Bima hingga Arief Wibowo yang saat ini menjadi pengurus pusat (DPP) PDI Perjuangan sedikit banyaknya bisa menduduki struktur strategis di partai berlambang Kepala Banteng Moncong Putih itu karena masa lalu pernah aktif di GMNI.
    Pada masa kepresidenan Megawati di tahun 2001-2004, ia mengangkat Bambang Kesowo menjadi Menteri Sekretaris Negara yang juga alumni GMNI.
    Lalu, jika kita kembali ke 11 tahun lalu, ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada 2014, Megawati pernah merekomendasikan satu nama alumni GMNI lain pada Jokowi untuk dijadikan Menteri Sekretaris Negara bernama Cornelis Lay.
    Namun, karena alasan kesehatan, kala itu Cornelis Lay menolak “dijadikan” Menteri Sekretaris Negara lalu merekomendasikan satu nama, yaitu Pratikno.
    Nama Pratikno disetujui Megawati dan disetujui pula oleh Presiden Jokowi karena Pratikno punya historis dengan Jokowi ketika jadi Wali Kota Solo.
    Juga soal posisi Mensesneg, Megawati punya kecenderungan politik menempatkan alumni GMNI di posisi tersebut ketika kader partainya diberi amanah menduduki kepemimpinan nasional.
    Kembali ke sosok Menseseg Prasetyo Hadi, Prabowo tentu sangat memahami ada kedekatan ideologis antara Prasetyo Hadi dan Megawati karena berasal dari organisasi kemahasiswaan yang sama, yaitu GMNI.
    Hal ini pula yang mengindikasikan pada pertemuan lanjutan pasca-Peringatan Hari Lahir Pancasila berlangsung rapat lain antara Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Prasetyo Hadi dalam pertemuan dengan Megawati, Puan Maharani dan Yassona Laoly di Teuku Umar.
    Artinya, dengan Prabowo melibatkan jauh sosok Prasetyo Hadi dalam komunikasi politik dengan PDI Perjuangan menjelaskan betapa Megawati sangat senang terhadap Mensesneg kabinet Prabowo tersebut.
    Selain alasan historis, terdapat alasan ideologis yang mentautkan sosok Prasetyo Hadi sebagai Alumni GMNI yang pasti sangat memahami bagaimana harus “memuliakan” Bulan Juni. Bulan Bung Karno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua MPR Respon Surat Purnawirawan Terkait Pemakzulan Gibran: Belum Masuk Kantor

    Ketua MPR Respon Surat Purnawirawan Terkait Pemakzulan Gibran: Belum Masuk Kantor

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencuat ke ruang publik menyusul pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI yang menyoroti proses pencalonannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

    Bahkan Forum Purnawirawan TNI mengirim surat ke DPR dan MPR untuk segera memproses tuntutannya itu.

    Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengaku belum melihat isi surat tuntutan pemakzulan Wapres Gibran. Sebab kata Sekjen DPP Partai Gerindra itu masih dalam suasana lebaran, sehingga dirinya belum kantor.

    “Saya belum masuk kantor sudah beberapa hari ini. Karena lebaran (Idul Adha) ini,” kata Muzani, Sabtu (7/6/2025).

    Diketahui surat tersebut berisi: Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

    Surat itu ditandatangani oleh Jendral TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto hingga Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan dan juga tanda tangan Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno.

    Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona, menyampaikan bahwa permintaan pemberhentian Wakil Presiden Gibran oleh Forum Purnawirawan TNI kepada MPR belum memiliki dasar hukum yang memadai.

    Menurutnya, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, setiap proses pemakzulan harus berjalan berdasarkan ketentuan konstitusional dan bukan semata-mata didorong oleh opini atau tekanan politik. Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara dorongan politik simbolik dan mekanisme hukum yang sungguh-sungguh dapat ditempuh.

  • Rektor UGM Bareng Pratikno Utak-atik Selamatkan Jokowi

    Rektor UGM Bareng Pratikno Utak-atik Selamatkan Jokowi

    GELORA.CO -Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno dicurigai sedang mengatur strategi untuk menyelamatkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.

    Demikian dikatakan Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais dikutip dari channel Amien Rais Official berjudul “Jokowi Pengkhianat Terbesar Sepanjang Sejarah”, Sabtu 7 Juni 2025.

    “Rektor UGM bersama Pratikno mengutak-atik bagaimana menyelamatkan Jokowi dari terkaman para pakar (soal dugaan ijazah palsu Fakultas Kehutanan UGM),” kata Amien Rais.

    Sejumlah pakar yang dimaksud Amien Rais di antaranya ahli forensik digital Rismon Hasiholan Sianipar, ahli telematika Roy Suryo dan pegiat media sosial dokter Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa.

    Roy Suryo dkk itu diketahui makin gencar menyuarakan kasus dugaan ijazah palsu Jokowi meski gelombang serangan balik terus mencecar mereka.

    “Mereka sudah siap siaga untuk membongkar ijazah Fakultas Kehutanan UGM dan skripsinya Jokowi,” kata Amien Rais. 

    Di sisi lain, Amien Rais melihat citra Jokowi mulai memudar dengan cepat dan ambisinya untuk terus mengatur negara juga makin sulit.

  • Berhasil Lulus S1 Tercepat dari UGM, Ini Rahasia Yunita

    Berhasil Lulus S1 Tercepat dari UGM, Ini Rahasia Yunita

    Liputan6.com, Yogyakarta – Yunita Nur Aziza, Wisudawan Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem angkatan 2021, Fakultas Teknologi Pertanian UGM berhasil lulus dalam waktu 3 tahun 2 bulan 6 hari karena terbiasa menyusun rencana studi. Sementara rerata masa studi 1.291 lulusan program sarjana periode ini adalah 4 tahun.

    Gadis kelahiran Yogyakarta mengatakan keberhasilannya menyelesaikan studi sarjana dalam waktu lebih cepat tidak terlepas dari perencanaan matang yang telah ia susun sejak semester tiga. “Sejak semester tiga saya sudah susun perencanaan agar bisa lulus kuliah lebih cepat,” ungkap anak bungsu dari tiga bersaudara ini, Selasa 3 Juni 2025.

    Dalam menyusun rencana studi ini Yunita melakukan banyak hal mulai dari diskusi dengan dosen pembimbing akademi. Hal ini dilakukannya agar rancangan rencana studi dapat tersusun secara terstruktur. “Mulai dari pengambilan mata kuliah hingga penjadwalan ujian akhir dan sidang skripsi, saya selalu berkonsultasi,” ujarnya.

    Yunita menyatakan bahwa dia tidak hanya fokus di akademik, namun juga aktif mengikuti Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) juga menjadi salah satu faktor pendukung. Di prodi Teknik Pertanian dan Biosistem, MBKM dapat menggantikan mata kuliah pilihan, sehingga mempercepat penyelesaian studi. “Saya punya target-target khusus dan selalu membuat jadwal harian agar bisa tetap fokus dan konsisten,” terangnya.

    Tidak hanya lulus dengan waktu lebih cepat, Yunita juga berhasil lulus dengan predikat cumlaude dengan IPK 3,62. Menurutnya, prestasi akademik ini bisa tercapai berkat konsistensi, manajemen waktu, dan komitmen terhadap tujuan bisa mengantarkannya pada hasil yang maksimal. “Jangan pernah menyerah. Harus selalu optimis. Mulai rencanakan perjalanan kuliah sedini mungkin,” pesannya

    Capaian Yunita ini menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainya bahwa latar belakang pendidikan orang tua bukanlah batasan. Dengan tekad untuk membanggakan orang tuanya, ia membuktikan bahwa kerja keras dan niat kuat dapat mengubah masa depan dengan menyusun rencana studi yang benar.

  • Top 5 News: Hasto Rintangi Penyidikan hingga Amalan Selama Tasyrik

    Top 5 News: Hasto Rintangi Penyidikan hingga Amalan Selama Tasyrik

    Sejumlah artikel di Beritasatu.com masuk dalam top 5 news, sejak Kamis (5/6/2025) hingga Jumat (6/6/2025) pagi WIB. Artikel yang diminati pembaca ini memiliki tema yang beragam.

    Berikut top 5 news Beritasatu.com:

    Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyebut perintah merendam hand phone (HP) dapat dikategorikan sebagai perintangan penyidikan, apabila berkaitan langsung dengan alat bukti atau saksi kunci dalam suatu perkara.

    Dalam sidang Pengadilan Tipikor, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertanya apakah perintah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, merendam HP yang membuat data tidak dapat diakses penyidik dapat dianggap menghalangi proses penyidikan.

    “Jika dalam HP tersebut terdapat bukti penting yang berkaitan dengan proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan, maka tindakan merendam HP bisa dianggap sebagai perintangan penyidikan,” jelas Akbar.

    Selain HP dan uang sebesar Rp 3 miliar yang disita oleh kejaksaan, satu unit mobil milik Nikita Mirzani juga ikut disita dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Reza Gladys.

    Adapun mobil milik Nikita Mirzani yang disita kejaksaan, yaitu mobil small multi purpose vehicle (MPV) Mitsubishi Xpander dengan pelat nomor kendaraan B 1236 HKB. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Haryoko Ari Prabowo mengatakan, mobil tersebut digunakan untuk menjemput uang tunai dari Reza Gladys kepada Mail Syahputra (IM) yang kemudian diserahkan kepada Nikita Mirzani (NM).

    “Barang bergerak yang disita adalah berupa kendaraan roda empat atau mobil yang diketahui digunakan untuk menjemput uang tunai dari pelapor (Reza Gladys) oleh IM, yang kemudian diserahkan kepada NM,” kata Haryoko Ari Prabowo.

    Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Malang Kota resmi menetapkan dokter berinisial AY sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap pasien di Persada Hospital. Penetapan tersangka ini disambut baik oleh kuasa hukum korban, Qorry Aulia Rachmah (QAR), yakni Satria Marwan.

    Menurut Satria, proses hukum kasus ini sudah berlangsung cukup lama. Ia merasa lega mendengar bahwa terduga pelaku akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Ia pun memberikan apresiasi atas profesionalitas kinerja kepolisian dalam menangani perkara ini.

    “Hari ini kita buktikan bersama, bahwa tidak ada tempat bersembunyi bagi pelaku kekerasan seksual. Semua pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya,” tegas Satria.

  • 2
                    
                        Dicecar Febri Diansyah, Ahli Hukum UGM Sebut Barang Bukti Tanpa Justifikasi Tak Bisa Dipakai
                        Nasional

    2 Dicecar Febri Diansyah, Ahli Hukum UGM Sebut Barang Bukti Tanpa Justifikasi Tak Bisa Dipakai Nasional

    Dicecar Febri Diansyah, Ahli Hukum UGM Sebut Barang Bukti Tanpa Justifikasi Tak Bisa Dipakai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar menilai, barang bukti yang didapatkan dengan melanggar hukum acara pidana dan tidak bisa dijustifikasi, tidak bisa digunakan untuk menjerat terdakwa.
    Hal ini Fatah sampaikan saat dicecar pengacara Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah dalam sidang lanjutan dugaan suap dan perintangan penyidikan
    Harun Masiku
    yang menjerat kliennya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2025).
    Febri awalnya membuat simulasi terkait suatu penanganan perkara yang banyak pelanggaran
    due process of law
    (keadilan pada proses pidana). Contohnya, penyidik buru-buru melimpahkan perkara ke penuntut umum, meski sebelumnya telah diminta untuk memeriksa ahli.
    “Menurut saudara ini sebelum kita bicara konsekuensinya apakah itu melanggar prinsip
    due process of law
    ?” tanya Febri di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).
    Menjawab pertanyaan itu, Fatah menilai, persoalan tersebut sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 116 Ayat (4) KUHAP yang menjadi pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 Tahun 2010.
    Ia pun mengakui bahwa penyidik wajib mengakomodir hak tersangka namun mereka juga dihadapkan pada prinsip
    crime control
    , yakni pengendalian penanganan kasus kejahatan yang cenderung efisien dan cepat untuk mencegah tindak kejahatan.
    Sementara, di pengadilan proses yang bergulir lebih bersifat
    due process of law
    . Baik jaksa maupun terdakwa memiliki hak yang sama di depan hakim.
    “Jadi nanti biar majelis hakim untuk menilai apakah saksi-saksi yang tadi dipanggil itu cukup dihadirkan di persidangan atau dalam proses penyidikan,” terang Fatah.
    Mendengar ini, Febri lantas mengajukan contoh kasus dengan berbagai pelanggaran prinsip
    due process of law
    lainnya.
    Di antaranya meliputi, penyadapan yang dimulai sebelum proses penyelidikan, bukti penyadapan tanpa izin Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), alat bukti
    call detail record
    (CDR) yang rawan disadap.
    Kemudian, CDR yang tidak melalui pemeriksaan digital forensik sebelum menjadi alat bukti, penyelidik dan penyidik menjadi saksi fakta di persidangan, perekaman diam-diam hingga penggeledahan yang tidak dilakukan terhadap terdakwa.
    Fatah lantas berpendapat, bahwa sah atau tidaknya alat bukti tersebut bergantung pada ada atau tidaknya justifikasi (alasan pembenar). Hal ini nantinya akan dipertimbangkan majelis hakim.
    Tanpa justifikasi, maka alat bukti yang dihadirkan jaksa dalam persidangan tidak sah.
    “Menurut pendapat saudara ahli, kan tadi sudah jelas kalau itu terbukti tidak bisa terjustifikasi dan melanggar hukum acara, maka menurut pendapat ahli nanti kan pasti diserahkan ke majelis. Itu harusnya digunakan atau tidak digunakan?” tanya Febri lagi.
    “Kalau betul-betul tidak ada justifikasinya sesuai pendapat saya tadi tidak bisa digunakan. Makanya dalam hukum acara kita kan ada nilai
    crime control
    justifikasinya terkadang ada yang prinsipal dan tidak,” ujar Fatah.
    Sebagai informasi, dalam penanganan perkara ini kubu Hasto menuding terdapat banyak kecacatan prosedur yang dilakukan penyelidik dan penyidik KPK.
    Di antaranya meliputi barang bukti yang diperoleh di proses penyelidikan, penyidikan, hingga penyelidik dan penyidik yang menjadi saksi fakta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tersangka Laka Maut UGM Diduga Otak di Balik Ganti Pelat Nomor BMW

    Tersangka Laka Maut UGM Diduga Otak di Balik Ganti Pelat Nomor BMW

    Sleman, Beritasatu.com – Polresta Sleman, Yogyakarta mengungkap fakta baru dalam kecelakaan maut yang menewaskan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Argo Erickho Achfandi. Dari hasil pemeriksaan, otak dibalik penggantian plat nomor merupakan tersangka Christiano Tarigan.

    Penggantian plat nomor tersebut, tersangka dengan sengaja menyuruh orang lain untuk mengganti plat nomor saat terjadi kecelakaan tertera F 1206 dan setelah mobil diamankan di Polsek Ngaglik menjadi B 1442 NAC.

    “Dari hasil pemeriksaan sementara, yang menyuruh si pelaku laka lantas (Christiano Tarigan),” kata Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto kepada wartawan, Kamis (5/6/2025).

    Selain itu, Kombes Pol Edy Setyanto mengatakan, para terduga pelaku yang mengganti plat nomor BMW diminta agar mengaku sebagai keluarga Christiano Tarigan.

    “Dan yang melakukan mengaku keluarga tersangka juga pelaku laka lantas,” ujarnya.

    Saat penggantian plat nomor kendaraan terekam kamera CCTV, proses penggantian dilakukan oleh seseorang ditempat barang bukti Polsek Ngaglik. Dari kasus tersebut, kini polisi telah memeriksa tujuh orang saksi, namun belum dijadikan tersangka.

    Sebelumnya, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM Christiano Tarigan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kecelakaan yang menewaskan mahasiswa Fakultas Hukum UGM Argo Erickho Achfandi. 

    Akibat kelalaiannya, saat ini tersangka dikenakan pasal Undang-Undang Lalu Lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.

  • Sidang Hasto, Ahli UGM: Penyidik Boleh Jadi Saksi tetapi Ada Batasan

    Sidang Hasto, Ahli UGM: Penyidik Boleh Jadi Saksi tetapi Ada Batasan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyatakan seorang penyidik, termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diperbolehkan menjadi saksi dalam persidangan, asalkan hanya menyampaikan kesaksian atas peristiwa yang secara langsung dialami, dilihat, atau didengar sendiri.

    Pernyataan ini disampaikan saat Akbar hadir sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019–2024 serta dugaan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku, dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

    Dalam persidangan, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menanyakan legalitas seorang penyidik menjadi saksi yang menyampaikan rangkaian keterangan hasil pemeriksaan saksi lain di persidangan. Ia memberikan ilustrasi terkait penyidik yang menjelaskan hasil pemeriksaan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

    “Di dalam persidangan dia menceritakan hasil pemeriksaan tersebut. Apakah secara hukum itu diperbolehkan?” tanya Ronny.

    Akbar menegaskan, penyidik hanya dapat memberikan kesaksian atas hal yang ia alami sendiri.

    “Kalau dia hanya menerangkan hal yang dialami sendiri—yang dilihat dan didengar langsung—itu diperbolehkan. Tapi kalau hanya menyampaikan ulang hasil pemeriksaan, cukup saksi yang bersangkutan yang memberikan keterangannya sendiri,” jawab Akbar.

    Namun Ronny belum puas dan kembali mendesak Akbar memberikan jawaban konkret terkait penyidik sebagai saksi fakta. Ia bertanya apakah penyidik bisa menjadi saksi yang menjelaskan isi BAP yang dibuatnya.

    “Tidak bisa,” tegas Akbar.

    Akbar menambahkan, nilai pembuktian kesaksian seorang penyidik yang hadir di pengadilan tetap bergantung pada pertimbangan majelis hakim.

    Dalam perkara Hasto Kristiyanto, jaksa KPK telah menghadirkan sekitar 15 saksi dari berbagai latar belakang, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan mantan kader PDIP, Saeful Bahri, yang disebut sebagai saksi kunci. Mereka memberikan keterangan terkait dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus PAW Harun Masiku.

    Selain itu, jaksa juga menghadirkan tiga ahli, yaitu Bob Hardian Syahbuddin (ahli teknologi informasi dari Universitas Indonesia), Hafni Ferdian (ahli forensik KPK), dan Muhammad Fatahillah Akbar (ahli hukum pidana UGM).

    Dalam dakwaan, Hasto bersama advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku disebut memberikan suap sebesar SG$ 57.350 (sekitar Rp 600 juta) kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan antara 2019–2020. Uang itu diduga untuk memuluskan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel ke dalam air pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan. Ia juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel sebagai antisipasi penyitaan oleh penyidik KPK.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1), Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Sidang Hasto, Ahli UGM: Suap Tak Perlu Timbulkan Akibat untuk Dipidana

    Sidang Hasto, Ahli UGM: Suap Tak Perlu Timbulkan Akibat untuk Dipidana

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menegaskan pembuktian dalam kasus suap tidak memerlukan akibat nyata dari perbuatan tersebut. Menurutnya, tindak pidana suap merupakan delik formal sehingga tidak perlu dibuktikan adanya hubungan kausal antara pemberi dan penerima suap.

    “Delik formil berarti tindak pidana telah dianggap selesai ketika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang, seperti dalam hal suap,” ujar Akbar dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait PAW Anggota DPR 2019–2024 yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

    Akbar menjelaskan dalam konteks suap, unsur niat jahat atau mens rea sudah cukup untuk memenuhi unsur tindak pidana, tanpa perlu menunggu akibat atau hasil dari perbuatan tersebut (actus reus).

    “Sebagai contoh Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor, menyatakan adanya maksud agar pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, sudah cukup untuk dikenakan pidana,” tambahnya.

    Dalam perkara ini, jaksa telah menghadirkan sekitar 15 orang saksi dari berbagai latar belakang, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan eks kader PDIP Saeful Bahri yang menjadi saksi kunci. Keterangan para saksi ini berkaitan dengan dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus PAW Harun Masiku.

    Selain itu, jaksa KPK juga sudah menghadirkan tiga ahli, yakni ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin, ahli forensik Hafni Ferdian, serta ahli pidana Muhammad Fatahillah Akbar.

    Hasto Kristiyanto didakwa bersama advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar SG$ 57.350  atau sekitar Rp 600 juta kepada Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan, dalam rentang waktu 2019–2020. Tujuannya adalah agar KPU menyetujui permohonan PAW caleg Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Selain itu, Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui Nur Hasan (penjaga Rumah Aspirasi), untuk merendam ponsel milik Harun ke dalam air seusai OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan. Ia juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel guna menghindari penyitaan oleh penyidik.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • 2
                    
                        Dicecar Febri Diansyah, Ahli Hukum UGM Sebut Barang Bukti Tanpa Justifikasi Tak Bisa Dipakai
                        Nasional

    4 Ahli UGM di Sidang Hasto: Orang yang Namanya Dijual untuk Tindak Pidana Tak Dibebani Tanggung Jawab Nasional

    Ahli UGM di Sidang Hasto: Orang yang Namanya Dijual untuk Tindak Pidana Tak Dibebani Tanggung Jawab
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ahli pidana Universitas Gadjah Mada (UGM)
    Muhammad Fatahillah Akbar
    menyebut, seseorang yang namanya dijual untuk melakukan tindak pidana tidak dibebani tanggung jawab atas suatu kesalahan.
    Keterangan ini disampaikan Fatah saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang dugaan
    suap Harun Masiku
    dan perontangan penyidikan yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto.
    Pada persidangan tersebut, pengacara Hasto, Patra M. Zen, menggali pandangan Fatah terkait beban kesalahan dan tanggung jawab seseorang yang namanya dijual untuk melakukan suap.
    “Kesalahan itu adalah yang wajib ada untuk memberikan
    responsibility
    atau pertanggungjawabannya,” kata Fatah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).
    Menurut Fatah, tanggung jawab harus dibebankan ketika terdapat kesalahan.
    Mendengar ini, Patra kemudian bertanya apakah dalam kasus orang yang namanya dijual untuk melakukan tindak pidana juga dibebani tanggung jawab.
    Adapun Hasto dan kuasa hukumnya dalam banyak kesempatan menyatakan namanya dijual oleh eks kader PDI-P, Saeful Bahri, agar Harun Masiku lolos menjadi anggota DPR RI 2019-2024.
    Akademisi itu kemudian menjelaskan, pihak yang namanya dijual atau dikutip untuk melakukan tindak pidana tidak dibebani tanggung jawab.
    Meski demikian, ia menekankan bahwa dalil bahwa nama seseorang itu dijual harus dibuktikan.
    “Ya harus dibuktikan kalau hanya membawa nama saja,” ujar Fatah.
    “Memang kalau dalam konteks itu harus dibuktikan, maka saya tekankan berkali-kali harus ada pengetahuan yang dibuktikan,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.