Institusi: UGM

  • Profil Evita Nursanty, Sosok Wakil Komisi VII yang Pernah Jadi Sorotan

    Profil Evita Nursanty, Sosok Wakil Komisi VII yang Pernah Jadi Sorotan

    Jakarta, Beritasatu.com – Evita Nursanty adalah salah satu figur perempuan di dunia politik Indonesia yang menarik perhatian publik. Sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI periode 2024-2029, Evita Nursanty dikenal aktif dalam berbagai isu strategis, mulai dari energi hingga riset dan teknologi.

    Namanya sempat mencuat ke permukaan publik, terutama setelah pernyataannya mengenai KRL dalam rapat kerja bersama PT Kereta Commuter Indonesia pada Maret 2023 lalu menjadi viral di media sosial.

    Pernyataan Kontroversial yang Menjadi Sorotan

    Evita Nursanty sempat menjadi sorotan pada 27 Maret 2023 ketika ia menanggapi rencana impor KRL bekas dari Jepang. Dalam forum resmi DPR RI, ia mempertanyakan urgensi impor tersebut dengan menyebut bahwa kekacauan KRL hanya terjadi saat momentum tertentu seperti tahun baru dan Lebaran.

    Pernyataan tersebut memicu perdebatan dan mendapat reaksi keras dari warganet, yang merasa komentar tersebut mengabaikan kepadatan KRL sebagai moda transportasi vital warga Jabodetabek sehari-hari.

    Namun, kontroversi tersebut tak mengurangi kiprah politiknya. Evita tetap menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat dengan aktif, khususnya dalam bidang energi, riset, dan teknologi, yang menjadi fokus utama Komisi VII DPR RI.

    Profil Evita Nursanty

    Evita Nursanty lahir di Palembang pada 6 April 1960. ia merupakan kader PDIP yang telah berkarier di DPR RI sejak 2014. Ia merupakan wakil rakyat dari dapil Jawa Tengah III yang meliputi Kabupaten Blora, Grobogan, Pati, dan Rembang.

    Karier politiknya dimulai di Komisi I DPR RI, lalu berlanjut di Komisi VI, hingga kini menjabat sebagai wakil ketua Komisi VII. Selain tugas legislatif, Evita juga dipercaya memegang berbagai posisi strategis lainnya.

    Mulai dari ketua komite luar negeri bidang politik dan keamanan DPP PDIP, anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), serta ketua grup kerja sama bilateral (GKSB) Indonesia-Korea Selatan. Ia bahkan menjadi wakil Asia Pacific Group dalam parlemen dunia untuk urusan UN Affairs.

    Pendidikan dan Karier Profesional

    Ia memiliki latar belakang pendidikan yang beragam dan kuat. Ia pernah menempuh studi general business di Cabrillo College, California, dan melanjutkan kuliah di Politeknik Negeri Jakarta.

    Gelar S-2 diraih pada bidang arsitektur pariwisata dari Universitas Gadjah Mada, dan ia menyelesaikan program doktoral di bidang hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran.

    Sebelum aktif di dunia politik, Evita memiliki pengalaman panjang di dunia profesional. Ia pernah menjadi direktur di berbagai perusahaan, termasuk PT Royalindo Expoduta dan PT Infransindo International. Pengalamannya mencakup sektor perhotelan, konsultan, dan manajemen acara berskala internasional.

    Sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty berperan penting dalam mengawasi dan merumuskan kebijakan terkait energi, riset, teknologi, dan lingkungan. Meski sempat menuai kontroversi, dedikasi Evita terhadap tugasnya tidak diragukan lagi.

  • KPK Respons Sentilan Febri Diansyah Soal Izin Penyadapan Kasus Hasto

    KPK Respons Sentilan Febri Diansyah Soal Izin Penyadapan Kasus Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi keberatan tim penasihat hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto atas penyadapan yang dilakukan  tanpa izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK. 

    Hal itu berawal dari pendapat ahli hukum pidana yang dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada sidang Hasto, Kamis (5/6/2025). Ahli berpendapat bahwa penyadapan yang dilakukan harus disertai izin Dewas apabila mengacu pada Undang-Undang (UU) No.19/2019 tentang KPK, sebelum diubah dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.70/PUU-XVII/2019 pada 2021 lalu. 

    Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, pendapat ahli dari tim JPU KPK itu merupakan dinamika persidangan. Oleh sebab itu, pihak terdakwa maupun penuntut umum secara subyektif memandang keterangan ahli dari sudut yang berbeda. 

    “Seluruh tindakan penyidikan di antaranya penyadapan dan tindakan lainnya terkhusus dengan upaya paksa yang dilakukan, di antaranya pengggeledahan, penyitaan, dan penahanan, tentunya dilakukan penyidik secara berhati-hati dengan mengedepankan penghormatan atas hak asasi manusia. Pun dalam perjalanannya jika dianggap pelaksanaan kegiatan tersebut dipandang ada kekeliruan dapat diuji melalui gugatan praperadilan,” ujar Budi kepada wartawan, Senin (9/6/2025). 

    Budi menyampaikan, tim JPU KPK dalam menjalankan tugasnya di persidangan dengan beban pembuktian yang berada di pundaknya tentu memiliki cara, pendekatan, serta strategi sendiri dalam rangka menyakinkan Majelis Hakim. 

    “Bahwa peristiwa pidana yang terjadi, dengan menghadirkan alat-alat bukti yang sah, maka dapat disimpulkan bahwa  benar terdakwa lah [Hasto] pelakunya,” lanjutnya.

    Budi mengatakan bahwa perbedaan tafsir terhadap pendapatn ahli akan dituangkan dalam kesimpulan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam persidangan. Hal itu akan dimuat dalam tuntutan JPU maupun nota pembelaan dan pledoi dari terdakwa, serta Majelis Hakim melalui putusan. 

    Pendapat Saksi Ahli

    Sebelumnya, pada sidang dengan agenda keterangan ahli, Kamis (5/6/2025), ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan bahwa hasil penyadapan menjadi tidak sah sebagai alat bukti bila diperoleh penyidik KPK tanpa seizin Dewas. 

    Hal ini disampaikan Fatahillah saat dihadirkan JPU KPK sebagai ahli dalam sidang perkara suap penetapan anggota DPR 2019–2024, serta perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, di mana Hasto merupakan terdakwa. 

    Fatahillah mengatakan, tidak sahnya hasil penyadapan berlaku jika diperoleh dalam kurun waktu di bawah periode 2021 atau tepatnya setelah MK membatalkan pasal di revisi UU KPK yang mengatur perihal penyadapan diubah harus seizin Dewas. 

    “Berarti setelah putusan MA, ke depan, engga perlu lagi penyadapan KPK izin Dewas begitu ya?,” tanya penasihat hukum Hasto, Febri Diansyah di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025). 

    “Tapi perlu memberitahukan,” jawab Fatahillah. 

    Fatahillah lalu menuturkan, apabila hasil penyadapan diperoleh sebelum MK membatalkan undang-undang tersebut, maka, penyidik mesti mengantongi izin. “Ya seharusnya mendapatkan izin ya,” jelasnya. 

    “Kalau tidak ada izin Dewas sah enggak bukti penyadapan itu?,” tanya Febri yang juga mantan Juru Bicara KPK.

    “Mungkin dalam konteks ini kalo tidak menggunakan izin tersebut ya tidak sah,” jawab Fatahillah. 

    Lanjut Fatahillah, penyidik KPK mesti tunduk dengan aturan yang mengatur proses penyadapan. Hal ini diperlukan supaya alat bukti yang diperoleh bisa digunakan secara sah. 

    “Tadi kan disebut KPK berwenang melakukan penyadapan di tahap penyelidikan, penuntutan, dan seterusnya. Kalau penyelidikannya dilakukan sejak tanggal 20 Desember tahun 2019. Sementara Undang-Undang No.19 ini diundangkan pada 17 Oktober 2019, artinya sebelumnya. Wajib tunduk engga proses penyadapan yang dimulai di penyelidikan 20 Desember dengan undang undang ini, undang-undang KPK?,” tany Febri. 

    “Ya kalau dia dimulainya setelah undang-undang KPK, ya tunduk,” jawab Fatahillah.

    Fatahillah kemudian menyampaikan bahwa perolehan alat bukti harus dilihat justifikasi atau alasan atau dasar hukum yang sah dan dapat diterima. Dia menjelaskan, alat bukti tidak bisa digunakan dalam proses persiangan apabila tak memiliki justifikasi.

    “Kalau tidak ya berarti alat buktinya tidak bisa dipakai atau ada hal yang memang tidak bisa digunakan dalam persidangan. Tapi kalau ada justifikasinya dia bisa tetap dilanjutkan dalam proses persidangan,” kata Fatahillah. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan terhadap kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024, yang melibatkan mantan Caleg PDIP Harun Masiku. Harun kini masih berstatus buron. 

    Hasto juga didakwa ikut memberikan suap kepada di antaranya anggota KPU 2017–2022 Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) pada daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. 

  • Pengamat Sarankan Tambang Nikel di Raja Ampat Ditutup Permanen

    Pengamat Sarankan Tambang Nikel di Raja Ampat Ditutup Permanen

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mencurigai ada kongkalikong antara pemerintah dengan pengusaha terkait izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Adapun, aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat tepatnya di Pulau Gag tengah menjadi sorotan karena dinilai merusak lingkungan. Kegiatan tambang dituding mengancam kawasan pariwisata Papua Barat Daya.

    Fahmy berpendapat, semua proses tambang pasti merusak lingkungan dan ekosistem. Apalagi, jika penambang sering mengabaikan reklamasi.

    “Untuk penambangan Raja Ampat, meski dengan reklamasi sekalipun, sudah pasti akan merusak alam geopark yang merupakan ekosistem destinasi wisata,” ucap Fahmy dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).

    Dia pun mengingatkan agar semua penambangan di Raja Ampat dan sekitarnya harus dihentikan secara permanen. Fahmy lantas menuding ada ‘permainan’ dalam pemberian izin tambang di Raja Ampat.

    “Saya menduga ada kongkalikong alias konspirasi antara oknum pemerintah pusat dengan pengusaha tambang sehingga diizinkan penambangan di Raja Ampat, yang merupakan strong oligarchy,” katanya.

    Menurutnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu mengusut dugaan konspirasi tersebut. Kalau terbukti, kata Fahmy, siapa pun harus ditindak secara hukum.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendorong pemerintah melakukan evaluasi total dan moratorium izin tambang di kawasan Raja Ampat.

    Menurutnya, selain masalah lingkungan dan hilangnya nilai karbon, pertambangan yang terlalu meluas dan ekspansif berisiko tinggi terhadap hilangnya pendapatan masyarakat lokal jangka panjang. Ini khususnya di sektor pertanian dan perikanan.

    “Kalau pemerintah pusat serius bisa segera bentuk tim moratorium izin tambang, baik nikel dan galian C, berkoordinasi dengan akademisi independen dan kepala daerah,” ucap Bhima.

    Dia berpendapat, selama ini banyak pemerintah daerah merasa ekspansi tambang tidak banyak membantu pendapatan daerah. Sementara itu, biaya kerusakan tetap timbul dan biaya kesehatan membengkak imbas kerusakan lingkungan.

    Bhima pun mengingatkan Kementerian ESDM untuk tidak membela perusahaan tambang. Menurutnya, Kementerian ESDM harus memikirkan konservasi sumber daya alam jangka panjang.

    Pasalnya, efek ke branding nikel Indonesia di pasar internasional bisa terdampak pengelolaan tambang yang bermasalah.

    “Masalah Raja Ampat cuma puncak gunung es aktivitas pertambangan di pulau kecil. Pada saat memberi izin, yang namanya pulau kecil tidak boleh ditambang. Tapi ini kan dibiarkan terus menerus sampai menjadi perhatian publik,” tutur Bhima.

    Asal Usul Pertambangan Nikel Raja Ampat

    Berdasarkan pemantauan Kementerian ESDM, terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha tambang di Raja Ampat, PT Gag Nikel (PT GN), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham. Namun, hanya PT Gag Nikel yang telah berproduksi, yakni di Pulau Gag.

    Pulau itu memiliki luas 6.030 hektare (ha) dan masuk dalam kategori pulau kecil. Sementara itu, PT GN memiliki kontrak karya (KK) seluas 13.136 ha yang berada di Pulau Gag dan perairannya, seluruhnya berada di dalam kawasan hutan lindung.

    Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, secara prinsip, kegiatan tambang terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung. Ini sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

    Namun, berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Menjadi Undang-undang, terdapat 13 KK yang diperbolehkan untuk menambang dengan pola terbuka di kawasan hutan lindung.

    Salah satu perusahaan itu yakni PT GN. Dengan dasar itu, maka kegiatan tambang terbuka PT GN di Pulau Gag, Raja Ampat dinyatakan legal atau boleh dilakukan.

    “13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 sehingga dengan demikian maka berjalannya kegiatan penambangan legal,” ujar Hanif dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Minggu (8/6/2025).

    Kementerian ESDM telah menurunkan tim inspektur tambang untuk melakukan evaluasi teknis terhadap seluruh wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di ‘Surga Terakhir dari Timur’ itu.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, hasil evaluasi tim di lapangan akan menjadi dasar kebijakan dan keputusan lebih lanjut.

    “Saya datang ke sini untuk melihat langsung situasi di lapangan dan mendengarkan masyarakat. Hasilnya akan diverifikasi dan dianalisis oleh tim inspektur tambang,” kata Bahlil dalam keterangan resminya.

    Dia menerangkan, kelima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat telah memiliki izin resmi usaha tambang. Namun, pihaknya akan tetap melakukan evaluasi menyeluruh dan berkelanjutan guna menjaga keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan kegiatan ekonomi.

  • Penasihat Ekonomi Presiden Minta Batas Garis Kemiskinan Indonesia Diubah

    Penasihat Ekonomi Presiden Minta Batas Garis Kemiskinan Indonesia Diubah

    Bisnis.com, JAKARTA — Penasehat ekonomi Presiden Prabowo di Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Arief Anshory Yusuf menekankan bahwa sudah saatnya garis kemiskinan nasional naik, terlebih Bank Dunia telah merevisi garis kemiskinannya per Juni 2025.

    Berdasarkan laporan bertajuk June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform, Bank Dunia resmi mengadopsi perhitungan purchasing power parity (PPP) 2021 dalam menentukan garis kemiskinan. Sebelumnya, Bank Dunia masih menggunakan basis PPP 2017.

    Akibatnya, kini garis kemiskinan internasional menjadi US$3 PPP per orang per hari (dari sebelumnya US$2,15 berdasarkan perhitungan PPP 2017); garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah bawah menjadi US$4,20 per orang per hari (dari US$3,65); dan garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah atas menjadi US$8,30 per orang per hari (dari US$6,85).

    Sebagai informasi, kurs PPP tidak sama dengan harga pasar. Arief menyebut jika dikonversikan ke rupiah maka US$1 PPP 2021 setara dengan sekitar Rp6.000an. Jumlah tersebut meningkat dari konversi US$1 PPP 2017 senilai Rp5.506,5.

    Arief menjelaskan Bank Dunia menentukan garis kemiskinan berdasarkan median atau nilai tengah garis kemiskinan nasional  negara di kelompok miskin, berpendapat menengah rendah, dan berpendapat menengah atas.

    Khusus untuk negara miskin, pada survei 2017 didapati median garis kemiskinannya sebesar US$2,15 PPP per orang per hari. Kini pada survei 2021, didapati median garis kemiskinannya sebesar US$$3 PPP per orang per hari.

    Arief mengungkap kenaikan tersebut karena 16 dari 23 negara miskin telah menaikkan standar garis kemiskinannya. Selain itu, faktor inflasi juga berpengaruh.

    “Ini itu bukti yang menunjukkan bahwa negara-negara miskin pun biasa melakukan revisi terhadap garis kemiskinannya. Negara tetangga kita juga yang gak miskin melakukannya; Malaysia melakukan di tahun 2018, Vietnam melakukan revisi di tahun 2021,” jelas Arief kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Artinya, Guru Besar FEB Universitas Padjajaran itu mengungkapkan standar kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia sebesar US$3 per orang per hari itu sekitar Rp545.000 per orang per bulan. Jumlah tersebut sudah mendekati standar garis kemiskinan nasional Indonesia sebesar Rp595.242 per kapita per bulan.

    “Padahal negara-negara [miskin] itu pendapatan perkapitanya itu paling tinggi juga cuma US$1.100. Kita [Indonesia] sudah US$4.810. Jadi, ini menurut saya peringatan kepada kita. Kita mau terus dikategorikan sebagai negara miskin nih? Garis kemiskinannya mirip dengan mereka,” ujar Arief.

    Oleh sebab itu, dia menjelaskan standar garis kemiskinan nasional harus segera direvisi. Apalagi, sambungnya, metode perhitungan garis kemiskinan nasional sudah tidak berubah sejak 26 tahun padahal pola konsumsi masyarakat sudah banyak berubah.

    Menurut Arief, saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) bersama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Forum Masyarakat Statistik, dan Dewan Ekonomi Nasional sedang menggodok standar garis kemiskinan yang baru.

    “Memang sudah rada telat, jadi harus segera. Jadi, mudah-mudahan tahun ini, dalam waktu dekat, kita akan segera mengumumkan yang baru,” ungkapnya.

    Senada, Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan FEB UGM Wisnu Setiadi Nugroho menilai garis kemiskinan nasional memang perlu dilakukan pembaharuan. Hanya saja, garis kemiskinan tak diubah total namun secara diperbaharui secara komplementaritas.

    Artinya, di satu sisi garis kemiskinan lama tetap bisa digunakan sebagai pembanding antar waktu. Di sisi lain, dilakukan pembaharuan untuk basis komoditasnya karena banyak pengeluaran yang sebelumnya tidak tercantum dalam standar yang terakhir kali diperbaharui pada 1998

    “Saya mendorong [pemerintah] membentuk garis kemiskinan sensitif nutrisi misalnya, yang lebih cocok dari segi lokalitas atau preferensi konsumsi dan kebutuhan nutrisi masyarakat,” jelas Wisnu kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Lebih lanjut, dia menilai pemerintah tidak perlu mentah-mentah mengikuti standar garis kemiskinan versi Bank Dunia. Alasannya, garis kemiskinan Bank Dunia merupakan agregasi dari nilai banyak negara sehingga kurang menggambarkan konteks lokalitas masyarakat di satu negara.

    Cara BPS Menghitung Garis Kemiskinan

    Adapun dalam menghitung kemiskinan, BPS memang menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut dibagi menjadi dua kategori: komoditas makanan dan komoditas bukan makanan.

    Untuk makanan, BPS memakai standar kebutuhan gizi versi Kementerian Kesehatan yaitu minimum 2.100 kilokalori (kkal) per kapita per hari. BPS pun menggunakan 52 jenis komoditas makanan untuk menentukan kebutuhan 2.100 kkal tersebut seperti beras, kue basah, hingga rokok kretek filter.

    Untuk bukan makanan, BPS menggunakan 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditas di pedesaan yang dirasa diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti perumahan, listrik, hingga pajak kendaraan motor.

    BPS pun mengkalkulasi garis kemiskinan sesuai nilai pengeluaran masyarakat untuk membeli komoditi-komoditi makanan dan bukan makanan tersebut. Kalkulasi garis kemiskinan tersebut dilakukan lewat Susenas yang diadakan dua kali dalam setahun yaitu pada Maret dan September.

    Hasilnya, berdasarkan Susenas September 2024, didapati ambang batas garis kemiskinan nasional senilai Rp595.243 per orang per bulan. Pada saat yang sama, BPS mencatat rata-rata satu rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 anggota rumah tangga sehingga garis kemiskinan nasional sebesar Rp2.803.590 per rumah tangga.

    Hanya saja, BPS menggarisbawahi bahwa garis kemiskinan nasional tersebut merupakan hasil perhitungan total semua wilayah Indonesia sehingga kurang cocok digunakan secara spesifik.

    BPS menyatakan garis kemiskinan berbeda untuk setiap provinsi—yang kemudian di bagi lagi berdasarkan wilayah perkotaan, dan pedesaan. Misalnya, ambang batas garis kemiskinan di Jawa Tengah ‘hanya’ Rp521.093 per orang per bulan atau Rp2.318.864 Per rumah tangga per bulan, sementara di Jakarta senilai Rp846.085 per kapita per bulan, sedangkan di Papua Pegunungan sebesar Rp1.079.160 per kapita per bulan atau Rp3.841.810 per rumah tangga per bulan.

    Dengan demikian, seorang penduduk Papua Pegunungan yang pengeluarannya sebesar Rp900.000 per bulan tetap tergolong miskin meski pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan nasional namun tetap berada di bawah garis kemiskinan provinsi per bulan.

  • Urgensi Pemerintah Merevisi Standar Garis Kemiskinan Nasional

    Urgensi Pemerintah Merevisi Standar Garis Kemiskinan Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Standar penentuan garis kemiskinan nasional dinilai mendesak untuk segera direvisi, mengingat sudah 26 tahun tidak berubah.

    Di sisi lain, selama itu pendapatan per kapita masyarakat Indonesia dinilai sudah meningkat tajam dan pola konsumsi juga sudah banyak berubah.

    Anggota Dewan Ekonomi Nasional Arief Anshory Yusuf mengungkapkan bahwa pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Forum Masyarakat Statistik, dan Dewan Ekonomi Nasional tengah merevisi standar garis kemiskinan nasional.

    “Memang sudah rada telat, jadi harus segera [direvisi]. Jadi, mudah-mudahan tahun ini, dalam waktu dekat, kita akan segera mengumumkan [standar garis kemiskinan nasional] yang baru,” kata Arief kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Guru Besar FEB Universitas Padjajaran itu blak-blakan menyebut bahwa setidaknya ada dua pertimbangan mendesak standar garis kemiskinan nasional tersebut harus segera direvisi.

    Pertama, garis kemiskinan nasional akan mempengaruhi arah kebijakan ekonomi pemerintah. Dia mencontohkan ketika angka kemiskinan sudah kecil, pemerintah bisa saja tidak memperdulikan kebijakan industrialisasi yang pro pembukaan lapangan kerja karena masyarakat miskin sudah sedikit.

    “Artinya, kecil tidaknya kemiskinan itu akan mempengaruhi arah kebijakan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung,” ujar Arief.

    Kedua, imbuhnya, jika angka statistik terkait dengan kemiskinan tidak tetap maka masyarakat bisa mempertanyakan keterwakilannya. Arief mencontohkan, ketika pemerintah menyatakan penduduk miskin tinggal sedikit tetapi masih banyak permasalahan malnutrisi, stunting, antrean sembako panjang, hingga penunggakan iuran BPJS, maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan berkurang.

    “Perasaan tidak puas masyarakat, kepercayaan masyarakat ke negara makin tergerus. Nah, ini yang lebih berbahaya,” tuturnya.

    Menurut Arief, selama ini ada dua faktor yang menyebabkan pemerintah maju-mundur dalam merevisi standar garis kemiskinan nasional.

    Pertama, kekhawatiran politisasi karena jumlah penduduk miskin akan meningkat tajam. Namun, dia menilai kekhawatiran tersebut kurang beralasan karena banyak solusi yang bisa dilakukan agar kenaikan standar kemiskinan tidak dipolitisir seperti sosialisasi yang baik dan penggunaan dua versi.

    “Umumkan dua versi [garis kemiskinan nasional] sementara, misalkan lima tahun ke belakang dan ke depan,” ujar Arief.

    Kedua, sambungnya, ada yang beranggapan bahwa jika garis kemiskinan naik maka anggaran bantuan sosial (bansos) akan ikut membengkak. Arief menilai kekhawatiran itu juga tidak masuk akal karena bansos tidak berkaitan dengan garis kemiskinan nasional.

    Dia menjelaskan bahwa penerima manfaat program bansos sudah terspesifikasi berdasarkan desil yang tidak berkaitan dengan garis kemiskinan nasional. Arief mencontohkan, untuk penerimaan Kartu Indonesia Pintar yaitu masyarakat yang berada di desil 1—3 (meliputi 30% kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah).

    “Desil itu tidak dipengaruhi berapa garis kemiskinan kita. Ya segitu-gitu saja, karena sudah ada anggarannya. Jadi, tidak ada kaitan dengan besarnya anggaran bansos,” kata Arief.

    Sementara itu, Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan FEB UGM Wisnu Setiadi Nugroho menilai garis kemiskinan nasional memang perlu dilakukan pembaharuan. Hanya saja, garis kemiskinan bukan dibuat total tetapi secara komplementaritas.

    Artinya, di satu sisi garis kemiskinan lama tetap bisa digunakan sebagai pembanding antarwaktu. Di sisi lain, dilakukan pembaharuan untuk basis komoditasnya karena banyak pengeluaran yang sebelumnya tidak tercantum dalam standar yang terakhir kali diperbaharui pada 1998.

    “Saya mendorong [pemerintah] membentuk garis kemiskinan sensitif nutrisi misalnya, yang lebih cocok dari segi lokalitas atau preferensi konsumsi dan kebutuhan nutrisi masyarakat,” jelas Wisnu kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Lebih lanjut, dia menilai pemerintah tidak perlu serta merta mengikuti standar garis kemiskinan versi Bank Dunia. Alasannya, garis kemiskinan Bank Dunia merupakan agregasi dari nilai banyak negara sehingga kurang menggambarkan konteks lokalitas masyarakat di satu negara.

    Cara BPS Hitung Garis Kemiskinan Nasional

    Sebagai gambaran, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dalam menghitung garis kemiskinan nasional. Kebutuhan dasar tersebut dibagi menjadi dua kategori, yakni komoditas makanan dan komoditas bukan makanan.

    Untuk makanan, BPS memakai standar kebutuhan gizi versi Kementerian Kesehatan yaitu minimum 2.100 kilokalori (kkal) per kapita per hari. BPS pun menggunakan 52 jenis komoditas makanan untuk menentukan kebutuhan 2.100 kkal tersebut seperti beras, kue basah, hingga rokok kretek filter.

    Sementara itu, untuk bukan makanan, BPS menggunakan 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di pedesaan yang dirasa diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti perumahan, listrik, hingga pajak kendaraan motor.

    BPS pun mengalkulasi garis kemiskinan sesuai dengan nilai pengeluaran masyarakat untuk membeli komoditas makanan dan bukan makanan tersebut. Kalkulasi garis kemiskinan tersebut dilakukan lewat Susenas yang diadakan dua kali dalam setahun yaitu pada Maret dan September.

    Hasilnya, berdasarkan Susenas September 2024, didapati ambang batas garis kemiskinan nasional senilai Rp595.243 per orang per bulan. Pada saat yang sama, BPS mencatat rata-rata satu rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 anggota rumah tangga sehingga garis kemiskinan nasional sebesar Rp2.803.590 per rumah tangga.

    Kendati demikian, BPS menggarisbawahi bahwa garis kemiskinan nasional tersebut merupakan hasil perhitungan total semua wilayah Indonesia sehingga kurang cocok digunakan secara spesifik.

    BPS menyatakan garis kemiskinan berbeda untuk setiap provinsi, yang kemudian di bagi lagi berdasarkan wilayah perkotaan, dan pedesaan. Misalnya, ambang batas garis kemiskinan di Jawa Tengah Rp521.093 per orang per bulan atau Rp2.318.864 per rumah tangga per bulan, sementara di Jakarta senilai Rp846.085 per kapita per bulan.

    Di sisi lain, ambang batas garis kemiskinan di Papua Pegunungan sebesar Rp1.079.160 per kapita per bulan atau Rp3.841.810 per rumah tangga per bulan.

    Dengan demikian, seorang penduduk Papua Pegunungan yang pengeluarannya sebesar Rp900.000 per bulan tetap tergolong miskin meski pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan nasional, tetapi tetap berada di bawah garis kemiskinan provinsi per bulan.

    Hanya saja, banyak pihak yang merasa standar garis kemiskinan nasional itu terlalu rendah. Terlebih, Bank Dunia mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 68,2% pada 2024 atau setara dengan 194,4 juta orang apabila dihitung berdasarkan standar negara berpendapatan menengah atas.

    Persentase tersebut jauh lebih tinggi dari perhitungan kemiskinan versi BPS. Pada September 2024, BPS mencatat penduduk miskin hanya sekitar 8,57% atau setara 24,06 juta orang.

  • Job Fair Bukan Solusi Atasi Tingginya Pengangguran

    Job Fair Bukan Solusi Atasi Tingginya Pengangguran

    JAKARTA – Pengamat ketenagakerjaan UGM, Tadjuddin Noer Effendi menyebut bila job fair atau bursa lowongan kerja merupakan langkah jangka pendek dan bukan solusi terbaik untuk mengatasi tinggi angka pengangguran di Indonesia.

    Menurutnya, job fair tidak bisa diandalkan pemerintah untuk menyerap tenaga kerja mengingat dalam pelaksanaannya yang diundang hanya perusahaan-perusahaan kecil dan jarang melibatkan perusahaan-perusahaan besar.

    “Yang saya sangat khawatir, perusahaan-perusahaan kecil dijanjiin insentif sama pemerintah kalau mau mengikuti job fair yang dilaksanakan. Padahal sesungguhnya, mereka enggak butuh pekerja. Itu yang sangat berbahaya. Sementara perusahaan besar, biasanya tidak pernah mau membuka lowongan di job fair. Mereka membuka sendiri lowongan pekerjaan,” ujar Tadjuddin, Minggu 8 Juni.

    Sebelumnya, ajang job fair atau bursa lowongan kerja yang diadakan Disnaker Kabupaten Bekasi di President University, Jababeka Convention Center, beberapa waktu lalu diwarnai kericuhan. Ribuan pencari kerja berdesak-desakan, saling dorong, bahkan ada yang terjatuh dan pingsan.

    Tidak lama berselang, viral sebuah video yang diduga seorang konsultan human resource development (HRD) salah satu perusahaan di media sosial.

    Dia menyebut, job fair hanya ajang formalitas, pencitraan perusahaan, serta pemenuhan target kinerja lembaga pemerintah belaka.

    Menurut Tadjuddin, bila pernyataan dalam video itu benar, maka ratusan bahkan ribuan orang yang berdesak-desakan hingga bertaruh nyawa patut dikasihani.

    Selain itu, jika pelaksanan job fair hanya formalitas atau tipuan semata, masyarakat berhak menuntut pemerintah atau perusahaan.

    Hal yang lebih mengherankan, kata dia, di era digital dan kemajuan teknologi seperti saat ini pemerintah masih mengandalkan job fair konvensional, alih-alih menggelar secara online atau daring.

    “Lebih bagus kalau daring, sekarang kan siapa orang yang enggak punya hp. Pelaksanaan job fair konvensional ini yang akhirnya jadi tanda tanya, jangan-jangan job fair hanya akal-akalan pemerintah daerah supaya kelihatan ada upaya untuk menciptakan peluang kerja,” imbuhnya.

    Dia mengungkapkan, untuk menghindari kesan pencitraan dan formalitas dalam pelaksanaan job fair konvensional, pihak penyelenggara harus memastikan validitas lowongan pekerjaan yang ditawarkan dalam setiap job fair.

    Selain itu, pemerintah atau dinas ketenagakerjaan harus menyimpan data lowongan yang belum terisi di setiap perusahaan untuk ditawarkan kepada pencari kerja di ajang berikutnya. “Pemerintah pun wajib mencatat pencari kerja yang belum tertampung untuk disalurkan mengisi lowongan kerja di job fair selanjutnya,” tutup Tadjuddin.

  • Merajut Asa Anak Sopir Truk Kuliah di UGM, Belajar hingga Jam 2 Pagi

    Merajut Asa Anak Sopir Truk Kuliah di UGM, Belajar hingga Jam 2 Pagi

    Yogyakarta, Beritasatu.com – Lahir di keluarga tidak mampu ternyata bukan halangan bagi Rofidah Nurhana Lestari (18) untuk mengenyam pendidikan di universitas favoritnya. Terbukti, dia berhasil menjadi calon mahasiswa baru Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Ayah Rofidah, Timbul Marsono (54), sehari-hari bekerja sebagai sopir truk pengangkut jerami milik tetangganya. Namun penghasilannya tak menentu, terutama saat musim hujan ketika permintaan jerami menurun.

    “Jerami saya ambil dari desa lain, lalu dijual ke warga desa yang punya ternak,” jelas Timbul.

    Di masa sepi pembeli, Timbul beralih mencari barang bekas (rongsokan) untuk tetap mencukupi kebutuhan rumah tangga. “Kalau lagi sepi, kita cari rongsokan,” katanya.

    Ibu Rofidah, Darini (52), menambahkan bahwa penghasilan suaminya hanya berkisar Rp 1,5 juta per bulan, tergantung permintaan pasar. “Sebulan itu bisa delapan sampai sepuluh kali berangkat, tapi enggak mesti. Sekali pulang dapat seratusan ribu,” ungkap Darini.

    Meski kondisi ekonomi serba terbatas, Rofidah tumbuh sebagai anak yang rajin belajar dan penuh semangat. Timbul mengaku bangga melihat anak bungsunya itu rajin belajar hingga larut malam. “Belajarnya sampai jam 1 sampai 2 pagi apalagi jika menjelang ujian,” katanya.

    Selama masa sekolah, Rofidah kerap meraih peringkat pertama dan pernah memenangkan lomba penulisan puisi, yang puisinya diterbitkan dalam buku Catatan Perjuangan bersama Najwa Shihab. Ia menyebut bahwa motivasi belajar datang dari dorongan orang tuanya. “Bapak ibu selalu memotivasi saya untuk bisa sekolah lebih tinggi, walaupun dengan keadaan ekonomi yang seperti ini,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

  • Kenaikan Kasus COVID-19, Pakar UGM Imbau Masyarakat Tetap Waspada

    Kenaikan Kasus COVID-19, Pakar UGM Imbau Masyarakat Tetap Waspada

    Liputan6.com, Yogyakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan surat edaran kewaspadaan Covid-19 karena kasus penularan di Asia naik seperti Thailand, Hong Kong, Malaysia dan Singapura. Guru Besar FK-KMK Universitas Gadjah Mada sekaligus peneliti Mikrobiologi Klinik Tri Wibawa, mengatakan peningkatan kasus Covid-19 di Asia ini tidak dapat secara pasti akan diikuti peningkatan penularan di Indonesia.“Namun, belajar dari penularan di masa pandemi yang sangat cepat dan luas, akan lebih baik kalau kita bersiap,” katanya, Rabu 4 Juni 2025.

    Menurut Tri tingkat kecepatan penyebaran cukup rendah, sebab varian SARS-CoV-2 yang dominan menyebar di Thailand adalah XEC dan JN.1, lalu di Singapura LF.7 dan NB.1.8 (turunan JN.1), di Hongkong JN.1, dan di Malaysia adalah XEC (turunan JN.1). Sementara, varian yang dominan di Indonesia saat ini berbeda dengan yang ada di negara tetangga yakni MB 1.1.

    Tri menjelaskan varian ini, belum masuk pada daftar Variants of Interest (VOIs) maupun variants under monitoring (VUMs) yang dikeluarkan oleh WHO. Menurutnya belum banyak informasi spesifik tentang Variant MB1.1, namun, ia menduga manifestasi klinis yang muncul tidak banyak berbeda dengan varian omicron lain yang pernah beredar di Indonesia. “Gejala yang ditimbulkan pun sejauh ini serupa dengan varian-varian COVID-19 sebelumnya, termasuk demam, pusing, batuk, sakit tenggorokan, mual dan muntah, serta nyeri sendi,” imbuhnya.

    Tri mengatakan walau angka kasusnya cukup rendah dan gejalanya cenderung sama, namun masyarakat harus tetap waspada. Ia menganjurkan masyarakat mengantisipasinya dengan menjaga kebersihan dan pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi serta istirahat yang cukup juga menggunakan masker jika merasakan gejala seperti flu. “Jika berada dalam kerumunan dan membatasi diri untuk tidak berada di kerumunan jika merasa tidak dalam kondisi kesehatan yang prima,” paparnya.

    Soal informasi kasus Covid-19 Tri meminta masyarakat agar memantau keadaan dari sumber informasi yang dapat dipercaya, termasuk dari pemerintah dan lembaga yang dapat dipercaya. “Kita harus yakin bahwa kita bersama telah memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk dapat bertahan pada masa-masa sulit pandemi,” pesannya.

  • Pakar UGM Ungkap Karakteristik Varian COVID-19 MB.1.1 yang Dominan di RI

    Pakar UGM Ungkap Karakteristik Varian COVID-19 MB.1.1 yang Dominan di RI

    Jakarta

    Kenaikan kasus COVID-19 di sejumlah negara Asia, seperti Thailand, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong, juga menjadi kewaspadaan Indonesia. Kementerian Kesehatan RI mencatat penambahan tujuh kasus baru COVID-19 dalam periode 25-31 Mei 2025. Dengan penambahan ini, total kasus COVID-19 di Indonesia pada 2025 menjadi 72 kasus.

    Ahli mikrobiologi klinik dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, Prof Tri Wibawa, mengingatkan meskipun peningkatan kasus terjadi di negara tetangga, belum tentu lonjakan kasus yang sama terjadi di Indonesia.

    “Namun, belajar dari penularan yang sangat cepat dan meluas selama pandemi, alangkah baiknya jika kita bersiap,” ujar Prof Wibawa, dalam keterangan tertulis, Minggu (8/6/2025).

    Menurutnya, tingkat penyebaran saat ini relatif rendah, karena varian yang dominan di negara tetangga berbeda dengan di Indonesia. Di Thailand, varian utama adalah XEC dan JN.1. Di Singapura, varian yang beredar adalah LF.7 dan NB.1.8, yang merupakan turunan dari JN.1. Sementara di Malaysia, XEC juga menjadi varian yang mendominasi.

    Adapun varian dominan di Indonesia saat ini adalah MB.1.1, yang belum termasuk dalam daftar Variant of Interest (VOI) maupun Variant Under Monitoring (VUM) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Prof Wibawa menyebut, informasi mengenai varian ini masih terbatas, tetapi secara umum gejalanya mirip dengan varian Omicron lain.

    “Gejala yang ditimbulkan selama ini mirip dengan varian COVID-19 sebelumnya, antara lain demam, pusing, batuk, sakit tenggorokan, mual dan muntah, serta nyeri sendi,” jelasnya.

    Meskipun jumlah kasus tergolong rendah dan gejala tidak tergolong berat, Prof. Wibawa tetap mengimbau masyarakat untuk tidak lengah. Ia menekankan pentingnya menjaga kebersihan, menerapkan pola hidup sehat, mengonsumsi makanan bergizi, dan cukup istirahat sebagai bentuk antisipasi.

    Ia juga menyarankan masyarakat untuk kembali mengenakan masker bila mengalami gejala flu, serta menghindari keramaian jika kondisi tubuh tidak fit.

    “Jika berada di tengah keramaian, batasi diri untuk tidak berada di tempat ramai apabila kondisi kesehatan tidak prima,” ujarnya.

    Prof Wibawa turut mengingatkan pentingnya mendapatkan informasi dari sumber tepercaya, termasuk pemerintah dan lembaga kesehatan kredibel.

    “Kita harus yakin bahwa bersama-sama kita telah memperoleh pengalaman dan pengetahuan untuk bertahan hidup di masa pandemi yang sulit,” pungkasnya.

    (naf/naf)

  • Para Komika di Indonesia Tingkatkan Kesadaran Politik Masyarakat

    Para Komika di Indonesia Tingkatkan Kesadaran Politik Masyarakat

    Liputan6.com, Yogyakarta – Hadirnya Stand-up comedy di tanah menurut Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Ardian Indro Yuwono telah meningkatkan pendidikan demokrasi melalui materi humor para komika dengan pendekatan ringan. Para komika ini dapat menjadi aktor komunikasi alternatif yang mampu mengisi celah-celah literasi politik masyarakat.

    “Isu-isu politik dan sosial bukanlah bahan yang mudah dipahami oleh sebagian masyarakat. Namun media hiburan berupa komedi sejatinya mengambil panggung untuk menerjemahkan isu tersebut ke dalam bahasa dan penyampaian yang dapat diterima oleh masyarakat,” katanya Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma) #21 tajuk Panggung Komika, Panggung Kritik: Politik dalam Balutan Tawa pada Rabu 29 Mei 2025.

    Ardian Indro mengatakan adanya komika ini juga menjadi sarana untuk memperkuat kesadaran politik warga negara, terutama generasi muda. Namun, ia juga mengingatkan bahwa posisi komika sangat rentan terhadap kesalahpahaman. “Materi komedi yang menyentuh isu sensitif dapat dengan mudah disalahartikan sebagai penghinaan, provokasi, atau pelanggaran norma sosial,” imbuhnya. 

    Berbagi pengalaman, komika Sandi Prastowo menceritakan sebagai komika yang sering mengangkat isu-isu sosial politik. Menurutnya, stand up comedy adalah perwujudan dari “stand up for what you believe” bukan hanya sekedar hiburan semata. “Komedi sama halnya dengan seni, memberikan ruang ekspresi yang luas bagi seseorang untuk mengekspresikan keresahan masyarakat atas realitas sosial yang ada,” ujarnya.

    Menurutnya saat penyusunan materi komedi memerlukan riset dan pemahaman mendalam yang jelas untuk mampu mengubah kritik menjadi kemasan komedi. “Cara membuat materi kritik dalam komedi dimulai dari riset berita, menggali keresahan pribadi, merumuskan sudut pandang. Lalu juga bisa menguji materi melalui panggung open mic,” ucapnya.

    Namun tidak hanya itu, sebagai seorang komedian ia harus memertimbangkan penggunaan diksi dalam menyampaikan materi dengan melihat sensitivitas audiens. Ada banyak hal yang boleh dan tidak boleh dikatakan di depan penonton agar tidak jatuh dalam provokasi atau pelanggaran etika.

    Sandi mengaku sering menghadapi berbagai tantangan mengenai batasan antara pesan, moral, dan unsur komedi itu sendiri. Beberapa di antaranya adalah risiko teguran akibat improvisasi spontan yang menyinggung pihak tertentu, penyebaran materi tanpa konteks melalui media sosial, dan respons negatif dari publik yang hanya menangkap kelucuan tanpa memahami substansi kritiknya. “Apalagi di tengah maraknya penggunaan media sosial, komedi bisa menjadi sasaran empuk untuk menebar misinformasi,” ujar komika ini.