Pemilu Pusat dan Daerah Tak Lagi Serentak: Mengurai Beban, Mencari Napas
Dikdik Sadikin adalah seorang auditor berpengalaman yang saat ini bertugas di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berperan sebagai quality assurer dalam pengawasan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Memiliki minat mendalam terhadap kebijakan publik, Dikdik fokus pada isu-isu transparansi, integritas, serta reformasi pendidikan dan tata kelola pemerintahan. Dikdik telah menulis sejak masa SMP (1977), dengan karya pertama yang dimuat di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan opini karyanya telah dipublikasikan di media massa, termasuk di tabloid Kontan dan Kompas. Dua artikel yang mencolok antara lain “Soekarno, Mahathir dan Megawati” (3 November 2003) serta “Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan” (9 Oktober 2024). Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan pemimpin umum majalah Warta Pengawasan selama periode 1999 hingga 2002, serta merupakan anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik dari Universitas Gadjah Mada (lulus 2006).
“
Terlalu banyak pilihan membunuh pilihan.
” — Alvin Toffler
MAHKAMAH
Konstitusi (MK) mengetuk palu dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024: mulai Pemilu 2029, pemilu nasional dan daerah dipisah.
Putusan itu bukan sekadar urusan teknis atau penghematan logistik, melainkan tanda bahwa kita tengah meninjau ulang cara kita berdemokrasi.
Apakah ia cukup manusiawi? Apakah ia sungguh-sungguh mewakili kehendak rakyat?
Padahal, ketika sistem pemilu serentak diberlakukan, ia dilandasi oleh gagasan mulia: sinkronisasi.
Dalam sistem otonomi daerah, dibayangkan bahwa jika kepala daerah dan pemimpin nasional dipilih bersamaan, maka awal masa jabatan mereka akan serempak, sehingga perencanaan pembangunan pusat dan daerah dapat diharmoniskan sejak awal.
Presiden dan kepala daerah, ibarat dirigen dan para pemusik, memulai partitur pembangunan pada waktu yang sama, menyanyikan lagu yang sama dalam irama yang utuh.
Namun, sejarah demokrasi seringkali bergerak zig-zag. Realitas di lapangan tak seindah rancangan kebijakan di atas kertas.
Alih-alih tercipta sinergi, justru muncul kelelahan, kekacauan teknis, dan penurunan kualitas pemilu. Apa yang semula terlihat rasional, perlahan-lahan berubah menjadi beban kolektif.
Sejak 2019, rakyat Indonesia diminta memilih presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dalam satu hari yang padat.
Demokrasi menjadi ujian nasional lima mata pelajaran, dengan soal-soal panjang dan waktu terbatas. Kertas suara membentang seperti kalender dinding, nama-nama calon membingungkan, logo partai mirip-mirip, dan waktu mencoblos terlalu cepat.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyebut gejala kejenuhan pemilih sebagai ancaman serius. Fokus pemilih terpecah pada calon yang terlalu banyak, sementara waktu mencoblos sangat terbatas.
Suara rakyat kehilangan ketajaman. Pilihan politik tak lagi ditentukan oleh ide dan gagasan, melainkan oleh kelelahan dan ketidaktahuan.
Tragedi pun hadir. Data Pemilu 2019 mencatat lebih dari 894 petugas KPPS meninggal karena kelelahan, dengan lebih dari 5.000 lainnya jatuh sakit. Demokrasi tak seharusnya menuntut harga semahal itu.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut masa kerja KPU menjadi tidak efisien. Dalam lima tahun masa jabatan, KPU hanya bekerja maksimal selama dua tahun. Selebihnya tenggelam dalam rutinitas administratif.
Negara menyusun pesta politik yang terlalu besar untuk ditelan dalam satu hari. Sistem yang awalnya dianggap efisien ternyata tidak efektif.
Namun, keputusan memisahkan pemilu nasional dan daerah juga bukan tanpa residu masalah. Pertanyaan mendasar kembali menggema: bagaimana kelak pemerintah pusat mengorkestrasi pembangunan daerah jika kepala daerah tidak lagi dilantik bersamaan dengan presiden?
Risiko fragmentasi agenda pembangunan menjadi nyata. Pemerintah pusat bisa saja meluncurkan prioritas nasional saat sebagian kepala daerah baru menjabat, sementara sebagian lainnya mendekati akhir masa tugas.
Sinkronisasi perencanaan bisa menjadi rumit—seperti memainkan lagu yang sama dengan para pemain musik yang masuk ke panggung pada waktu berbeda.
Namun, di sinilah tantangan baru itu seharusnya dijawab dengan inovasi tata kelola. Harmonisasi tak harus diseragamkan waktunya, tetapi disamakan arah dan visi strategisnya.
Lewat perencanaan jangka menengah, pembagian peran yang lebih presisi, dan sistem insentif-fiskal yang terukur, pusat dan daerah tetap dapat menyatu dalam satu irama, meski berbeda tempo.
Negara-negara federal seperti Jerman dan Kanada telah membuktikan bahwa sinkronisasi tak bergantung pada jadwal Pilkada. Yang lebih penting adalah forum dialog antar-pemerintah yang rutin, data bersama yang dapat diakses lintas sektor, dan akuntabilitas program lintas level.
Dalam konteks Indonesia, penguatan RPJMN dan RPJMD yang terintegrasi dan disupervisi dapat menjadi solusi.
Menurut International IDEA (2023), hanya 16 dari 200 negara yang melaksanakan pemilu nasional dan lokal secara serentak penuh.
Di Amerika Serikat, pemilu presiden dan
midterm elections
dipisah agar rakyat bisa fokus pada isu berbeda.
Di Jerman, pemilu Bundestag dan Landtag dilakukan terpisah demi efektivitas partisipasi. Di sana, kualitas lebih penting daripada kecepatan.
Kita bukan satu-satunya yang merasakan beban serentak. Kita hanya perlu lebih jujur membaca napas demokrasi kita sendiri.
Putusan MK ini adalah bentuk jeda dalam demokrasi kita yang terengah-engah. Dengan memisahkan pemilu nasional dan daerah, kita memberi kesempatan kepada rakyat untuk kembali memaknai suara mereka.
Bukan hanya mencoblos, tapi memahami, menimbang, dan mempercayai.
Tentu, tantangan anggaran akan muncul. Namun, demokrasi yang sehat memang tak pernah murah. Yang murah biasanya adalah populisme murahan, atau otoritarianisme yang menyamar sebagai efisiensi.
Mungkin dari lima kotak suara yang membingungkan itu, kita sedang membuka jalan menuju satu hal yang lebih penting: kesadaran rakyat yang tidak kelelahan, tapi tercerahkan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: UGM
-
/data/photo/2024/12/16/675f7baca9a9f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemilu Pusat dan Daerah Tak Lagi Serentak: Mengurai Beban, Mencari Napas
-

Diskusi Sarinah, Narasi Perempuan dalam Pembangunan Bangsa
Jakarta – Pemikiran Soekarno tentang perempuan sudah tergolong maju pada jamannya. Bukunya berjudul Sarinah tergolong buku pertama di Asia tentang emansipasi perempuan yang ditulis oleh seorang kepala negara.
Ia meramu pemikirannya tentang perempuan dengan landasan nasionalisme anti-kolonial, feminisme dengan dimensi praktik revolusioner. Namun sayangnya kemajuan gagasan tersebut urung menguat karena pergantian kekuasaan oleh Soeharto.
Di mana ia melakukan transformasi gerakan perempuan dari agen perubahan menjadi ‘mitra pembangunan’ yang apolitis. Untuk menghidupkan kembali pemikiran Sukarno tentang perempuan, Ruang Literasi Kaliurang menggelar diskusi Sarinah, Narasi Perempuan dalam Pembangunan Bangsa pada tanggal 28 Juni 2025.
Dua pembicara dihadirkan, Fanda Puspitasari (DPP GMNI) dan Sri Wiyanti Eddyono (Dosen Fakultas Hukum UGM), dimoderatori oleh Wasingatu Zakiyah. Diskusi tentang Sarinah ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Satu Pekan Bersama Bung Besar.
Kegiatan ini diselenggarakan Ruang Literasi Kaliurang bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yayasan Bumi Pancasila, dan Yayasan Bung Karno.
Kegiatan ini bukan seremonial semata, namun merupakan bagian dari gerakan literasi, yaitu merawat, menjaga, dan melakukan keteladanan pemikiran para pendiri bangsa, kata Ir. Prakoso MM, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga Sosialisasi Komunikasi dan Jaringan BPIP.Sementara itu dalam sambutan pembukaan diskusi, Kepala BPIP Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D menyampaikan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah peristiwa unik.
Lantaran peristiwa tersebut telah membebaskan dan menyatukan kembali minimal 57 negara/kerajaan yang ada di wilayah Indonesia saat ini. Selain itu juga proklamator kemerdekaan Indonesia adalah orang-orang sipil padahal waktu itu kita sedang berada dalam situasi Perang Dunia Kedua.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara besar, karena itu mendalami pemikiran para tokoh pendiri bangsa merupakan hal penting untuk terus dilakukan.
Dalam diskusi Sri Wiyanti mengatakan, pemikiran Bung Karno tentang perempuan adalah sebuah gagasan yang maju dan luar biasa. Namun kita juga harus obyektif bahwa dalam praktiknya ada hal-hal problematis yang dilakukan Bung Karno terkait perempuan.Sedangkan Fanda menyampaikan bahwa sosok Sarinah adalah sosok yang sangat mempengaruhi kehidupan Sukarno. Sosok ini oleh Sukarno disejajarkan tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi.
Padahal dia adalah sosok kelas bawah yang bekerja sebagai pengasuhnya. Bagi Sukarno, Sarinah inilah yang mengajarinya tentang kemanusiaan.
Jakarta – Pemikiran Soekarno tentang perempuan sudah tergolong maju pada jamannya. Bukunya berjudul Sarinah tergolong buku pertama di Asia tentang emansipasi perempuan yang ditulis oleh seorang kepala negara.
Ia meramu pemikirannya tentang perempuan dengan landasan nasionalisme anti-kolonial, feminisme dengan dimensi praktik revolusioner. Namun sayangnya kemajuan gagasan tersebut urung menguat karena pergantian kekuasaan oleh Soeharto.
Di mana ia melakukan transformasi gerakan perempuan dari agen perubahan menjadi ‘mitra pembangunan’ yang apolitis. Untuk menghidupkan kembali pemikiran Sukarno tentang perempuan, Ruang Literasi Kaliurang menggelar diskusi Sarinah, Narasi Perempuan dalam Pembangunan Bangsa pada tanggal 28 Juni 2025.Dua pembicara dihadirkan, Fanda Puspitasari (DPP GMNI) dan Sri Wiyanti Eddyono (Dosen Fakultas Hukum UGM), dimoderatori oleh Wasingatu Zakiyah. Diskusi tentang Sarinah ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Satu Pekan Bersama Bung Besar.
Kegiatan ini diselenggarakan Ruang Literasi Kaliurang bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yayasan Bumi Pancasila, dan Yayasan Bung Karno.
Kegiatan ini bukan seremonial semata, namun merupakan bagian dari gerakan literasi, yaitu merawat, menjaga, dan melakukan keteladanan pemikiran para pendiri bangsa, kata Ir. Prakoso MM, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga Sosialisasi Komunikasi dan Jaringan BPIP.
Sementara itu dalam sambutan pembukaan diskusi, Kepala BPIP Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D menyampaikan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah peristiwa unik.
Lantaran peristiwa tersebut telah membebaskan dan menyatukan kembali minimal 57 negara/kerajaan yang ada di wilayah Indonesia saat ini. Selain itu juga proklamator kemerdekaan Indonesia adalah orang-orang sipil padahal waktu itu kita sedang berada dalam situasi Perang Dunia Kedua.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara besar, karena itu mendalami pemikiran para tokoh pendiri bangsa merupakan hal penting untuk terus dilakukan.
Dalam diskusi Sri Wiyanti mengatakan, pemikiran Bung Karno tentang perempuan adalah sebuah gagasan yang maju dan luar biasa. Namun kita juga harus obyektif bahwa dalam praktiknya ada hal-hal problematis yang dilakukan Bung Karno terkait perempuan.
Sedangkan Fanda menyampaikan bahwa sosok Sarinah adalah sosok yang sangat mempengaruhi kehidupan Sukarno. Sosok ini oleh Sukarno disejajarkan tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi.
Padahal dia adalah sosok kelas bawah yang bekerja sebagai pengasuhnya. Bagi Sukarno, Sarinah inilah yang mengajarinya tentang kemanusiaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(UDA)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4385612/original/007284200_1680764042-Screenshot_20230406_134953_Samsung_Internet.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
UGM Duduki Peringkat 10 Besar Universitas Terbaik di ASEAN
Liputan6.com, Yogyakarta – Lembaga pemeringkatan perguruan tinggi QS World University Rankings 2026 memasukkan 10 universitas terbaik di ASEAN yaitu dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan peringkat UGM masuk di dalamnya. Wakil Rektor UGM Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Wening Udasmoro, mengatakan masuk dalam daftar 10 besar universitas terbaik di Asia Tenggara ini merupakan hasil kerja keras dari pengelola Fakultas, Departemen dan Prodi serta Direktorat yang terus-menerus untuk meningkatkan kualitas akademik, publikasi riset dan reputasi alumni.
“Kita bersyukur atas hasil kerja keras bersama ini bisa membawa UGM masuk dalam peringkat 10 besar universitas terbaik di ASEAN,” kata Wening, Senin (23/6/2025).
Wening menyebutkan, dalam laporan QS WUR 2026 menempatkan UGM naik ke peringkat 224 dunia, naik 15 peringkat dari posisi sebelumnya di peringkat 239. “Sejak pertama kali masuk ranking QS di tahun 2020 dengan posisi 254, UGM selalu berada di jajaran 10 besar universitas terbaik ASEAN,” ujar Wening soal peringkat UGM ini.
Wening mengatakan beberapa faktor utama yang mendorong kenaikan peringkat UGM dari sisi indikator penilaian reputasi akademik dan reputasi dari pemberi kerja. Reputasi akademik, berdasarkan pengakuan dari para akademisi dunia atas kualitas pendidikan di UGM dan reputasi akademik UGM saat ini berada di peringkat 134 dunia dengan skor 70,2.
“Saya kira ini pencapaian terbaik UGM selama ikut QS WUR,” tuturnya.
Soal reputasi pemberi kerja UGM juga mempengaruhi kenaikan peringkat karena berhasil menempatkan UGM di peringkat 93 dunia dengan skor 84,7. Wening menjelaskan, para pemberi kerja sangat menghargai lulusan UGM dengan dukungan para Alumni yang mampu bersaing mendapatkan pekerjaan, baik di dalam maupun luar negeri.
“Kita terus melakukan perbaikan kualitas pembelajaran, agar lulusan UGM makin cepat dapat kerja sesuai bidangnya. Apalagi ada 98 program studi di UGM yang sudah mendapat sertifikasi dan akreditasi internasional,” terangnya.
Berkaitan dengan indikator penilaian QS WUR di bidang keberlanjutan (sustainability), UGM mendapat skor 66 dan berada di peringkat 381 dunia. Penilaian ini berdasarkan tiga aspek, dampak lingkungan, dampak sosial, dan tata kelola.“Khusus untuk tata kelola sustainability, UGM bahkan berada di peringkat pertama ASEAN,” ujarnya soal peringkat UGM.
Daftar sepuluh besar universitas terbaik di Asia Tenggara berdasarkan versi QS WUR 2026 adalah National University of Singapore (NUS), Nanyang Technological University (NTU) Singapore, Universiti Malaya (UM), Malaysia. Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Universiti Putra Malaysia (UPM), Universiti Sains Malaysia (USM), Universiti Teknologi Malaysia, Universitas Indonesia (UI), Chulalongkorn University, Thailand dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
-

Roy Suryo: Klarifikasi Profesor P Justru Menguatkan Dugaan Pemalsuan Ijazah Jokowi
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Belakangan ini perbincangan mengenai sosok Profesor P yang diduga bagian dari otak pencetakan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi terus mengalir.
Hanya saja, tidak sedikit yang mengira bahwa Profesor P yang banyak disinggung itu merupakan mantan Rektor UGM, Prof Pratikno.
Pakar Telematika, Roy Suryo mengatakan, meskipun posisi Pratikno sangat strategis, tapi ia bukan Profesor P yang dimaksud.
“Sekali lagi belum Prof Pratikno yang akan dibahas mendalam kali ini, meski tidak menutup kemungkinan pada saatnya akan dibahas juga di kemudian hari,” ujar Roy kepada fajar.co.id, Minggu (29/6/2025).
Ia menekankan bahwa Profesor P yang dimaksud sebenarnya adalah Profesor Paiman Rahardjo Dwidjonegoro, Rektor Universitas Prof Dr Moestopo.
“Perlu diingat pergantian Wamendes PDTT ini sangat terasa kental sekali nuansa politik bagi-bagi jatah jabatan relawan di era Jokowi,” sebutnya.
Bukan tanpa alasan, Roy menuturkan bahwa Budi Arie Setiadi yang saat ini sebagai Menteri Koperasi merupakan ketua Relawan Projo. Sementara Profesor P, merupakan ketua relawan Seludir Jokowi.
“Sebuah contoh yang sangat tidak baik untuk penentuan pejabat publik di Indonesia karena ditunjuk hanya berdasarkan like and dislike tanpa melalui proses meritokrasi seharusnya,” ucap Roy.
Dikatakan Roy, itu merupakan contoh warisan buruk rezim Jokowi yang diwariskan di era Prabowo, termasuk membuat Indonesia menjadi gelap sampai saat ini.
“Kalau sekarang nama Prof P ini sedang viral, banyak disebut di kasus Ijazah Palsu kaitannya dengan Universitas Pasar Pramuka (UPP), sebenarnya kalau ditelisik ke belakang, keterlibatannya sudah ada semenjak sekitar sebulan lalu,” jelasnya.
-

3 Alumni UGM Alami Teror dan Ancaman, Diduga karena Mengungkap Kejanggalan Ijazah Jokowi
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dugaan ijazah palsu mantan presiden Jokowi tampaknya akan terus jadi pembicaraan. Apalagi setelah muncul kabar bahwa tiga alumni UGM yang menyoroti kejanggalan ijazah tersebut mendapat ancaman dan teror.
Informasi teror dan ancaman tersebut disampaikan ahli epidemologi molekuler, dr Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa.
Melalui akun Facebooknya, Tifauzia Tyassuma, Dokter Tifa menuliskan teror yang dirasakan anak-anaknya dan dirinya sendiri.
“Anak-anak saya diteror. Kost mereka disatroni, dan diancam verbal akan disakiti. Sampai foto-foto KTM dan KTP mereka disebar di sosial media dengan ancaman setiap hari di WA. Selain tentu saja saya sendiri, ancaman sudah tidak terhitung,” tulis Dokter Tifa, dikutip Sabtu malam (28/6/2025).
Dokter Tifa juga mengungkap bahwa dua rekannya yang lain juga mendapat teror setelah mengungkap kejanggalan ijazah Jokowi. Bahkan, mobil milik pakar digital forensik, Rismon Sianipar, dirusak oleh pelaku teror.
“Bang Rismon Sianipar mobilnya dirusak berkali-kali. Mas KRMTRoySuryo dikirimi makhluk aneh-aneh dari dunia Astral. Sebetulnya siapa sih yang ketakutan ini?” tanya Dokter Tifa.
Dia juga menyebut bahwa yang menyuruh meneror anak-anak dan pakai preman tentu saja pelaku penipuan dan kebohongan.
“Kok banci sekali anak-anak pun diserang? Pakai preman dll. Yang serang pakai tangan orang lain itu yang melakukan kejahatan, penipuan, kebohongan,” ujarnya.
“Yang diserang, tentu saja yang pegang kebenaran. Jangan terbalik, kecuali Termul pikirannya terbalik-balik. Btw, Siapa yang berobat alasannya liburan antar cucu ya?” tutup Dokter Tifa, seolah menyindir Jokowi yang baru-baru ini videonya viral mengaku mengantar cucu. (sam/fajar)
-

Ijazah Jokowi Disebut Dicetak di Pasar Pramuka, Hendri Satrio Heran UGM Diam
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Komunikasi Politik Hendri Satrio menyayangkan sikap Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku pihak yang menerbitkan ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), hingga saat ini belum merespons secara tegas terkait dengan tuduhan ijazah Jokowi dicetak ulang di Pasar Pramuka, Jakarta Pusat.
Sikap yang seolah-olah mendiamkan ini, menurut dia, akan merugikan nama baik UGM sebagai institusi pendidikan terkemuka.
“Menurut saya, ini akan merugikan UGM jika tidak merespons polemik ijazah Jokowi ini dengan serius, apa lagi sampai disebut dicetak di Pasar Pramuka, harus dibuktikan dengan cepat,” kata Hensa kepada wartawan, dilansir pada Sabtu (28/6/2025).
Hendri mendorong UGM sebagai institusi yang mengedepankan integritas akademik harus merespons dengan segera. Ia menekankan respons dari UGM ini justru yang paling ditunggu oleh masyarakat saat ini.
“Jika tidak, narasi liar seperti ‘ijazah dicetak di Pasar Pramuka’ akan semakin menguat di ruang publik dan sulit dikendalikan,” tutur Hendri.
Selain itu, Hendri juga mendorong para alumni-alumni UGM tidak diam dengan adanya polemik ini.
“Jika alumni-alumni UGM ini hanya diam, maka akan menambah kecurigaan publik bahkan menimbulkan spekulasi adanya kerja sama antara UGM dengan percetakan-percetakan di Pasar Pramuka,” tegasnya.
Sebelumnya, Politikus senior PDI Perjuangan Beathor Suryadi mengatakan, Andi Widjajanto, mantan Gubernur Lemhannas dan tokoh PDIP, pernah melihat langsung ijazah Presiden Joko Widodo yang diduga hasil cetakan ulang.
-

Ali Ngabalin Ungkap Tujuan Asli Jokowi Laporkan Penuduh Ijazah Palsu ke Polisi, Roy Suryo Cs Siap-siap!
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden ke-7 RI Joko Widodo memilih jalur hukum untuk membuktikan keabsahan ijazahnya dan menjerat para penuduhnya. Kubu Jokowi hingga hari ini enggan menunjukkan dokumen asli terbitan Universitas Gadjah Mada (UGM) karena khawatir terjadi kekacauan dan preseden buruk di masa yang akan datang.
“Negara ini adalah negara hukum, siapa yang mendalilkan, dia harus membuktikan. Itu kan salah satu asas-asas yang harus diperhatikan dalam hukum,” tegas kuasa hukum Jokowi Yakub Hasibuan dalam konfrensi pers di Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu.
Jokowi melaporkan tudingan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya, teregistrasi dengan nomor LP/B/2831/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Yakub mengatakan, langkah hukum yang ditempuh Jokowi ini agar tuduhan yang menyebut dirinya mempunyai ijazah palsu dapat terjawab dengan gamblang.
Sementara itu, Mantan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin mengungkap alasan mendasar mengapa Jokowi lebih memilih jalur hukum untuk membuktikan keaslian ijazahnya ketimbang memaafkan para penuduh.
Ngabalin mengaku pernah mendapat nasihat dari Jokowi tentang memaafkan seseorang bukan justru balik memusuhi.
“Orang baik, orang sholeh tetap teduh dan sabar. Dulu dia berpesan kepada saya “kalau bisa dimaafkan kenapa harus dimusuhi” ketika di solo kemarin saya ulangi ungkapkan ini!” ungkap Ali Ngbalin melalui akun X pribadinya, dilansir pada Sabtu (28/6/2025).
Jokowi lantas memberi penjelasan bahwa pilihannya lewat jalur hukum untuk memberikan pelajaran dan ketegasan agar orang itu tidak dengan gampang dan mudah memfitnah dan merusak tatanan budaya. Sekaligus menjadi pelajaran bagi yang lain di masa datang.
-

Mati-matian Bela Jokowi dari Tudingan Ijazah Palsu, Ali Mochtar Ngabalin: Orang Soleh Tetap Teduh dan Sabar
Ali Mochtar Ngabalin Bela Jokowi Terkait Isu Ijazah Palsu: Pantas Semua Orang Salut Sama Dirimu Pak
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, kembali angkat bicara terkait isu dugaan ijazah palsu yang menyeret nama mantan Presiden Jokowi.
Ngabalin menegaskan bahwa Jokowi merupakan sosok yang sabar dan bijaksana dalam menghadapi fitnah.
“Orang baik, orang soleh tetap teduh dan sabar,” ujar Ngabalin di X @AliNgabalinNew (29/6/2025).
Ngabalin mengungkapkan bahwa Jokowi pernah berpesan padanya untuk mengedepankan sikap memaafkan dibanding memusuhi. Pesan itu kembali ia sampaikan saat berada di Solo baru-baru ini.
“Kalau bisa dimaafkan, kenapa harus dimusuhi? Katanya begitu,” tutur Ngabalin menirukan pesan Jokowi.
Meski demikian, ia juga mengingatkan bahwa ada saatnya ketegasan perlu diambil demi menjaga tatanan budaya dan etika bangsa.
“Katanya ada waktunya memberikan pelajaran dan ketegasan agar orang itu tidak dengan gampang dan mudah memfitnah serta merusak tatanan budaya dan toto kromo yang sudah ada sejak leluhur kita. Ini juga menjadi pelajaran bagi yang lain di masa depan,” imbuh Ngabalin.
Lebih jauh, Ngabalin melayangkan pujian terhadap Presiden ke-7 RI itu. Ia menilai Jokowi sebagai pemimpin yang luar biasa dalam sejarah republik.
“Pantas semua orang salut sama dirimu, Pak. Seluruh rakyat Indonesia sayang denganmu. Sejarah republik ini baru punya pemimpin seperti dirimu, Bapak,” tandasnya.
Ngabalin bilang, salam hormat patut diberikan untuk Jokowi dan para alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) harus tetap rukun.
-

Kemendagri cek langsung situasi keterisolasian pulau terluar Enggano
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri RI Brigjen Pol Wahyu Bintono Hari Bawono di Bengkulu, Jumat (27/6/2025). ANTARA/Boyke Ledy Watra
Kemendagri cek langsung situasi keterisolasian pulau terluar Enggano
Dalam Negeri
Editor: Novelia Tri Ananda
Jumat, 27 Juni 2025 – 21:23 WIBElshinta.com – Kementerian Dalam Negeri mengecek langsung situasi keterisolasian pulau terluar Indonesia di Provinsi Bengkulu, Pulau Enggano yang telah kesulitan akses dalam empat bulan terakhir.
“Maksud kedatangan kami ke sini adalah guna mengetahui progres pemulihan pendangkalan alur di Pelabuhan Pulau Baai dan juga terkait dengan isu kekurangan logistik di Pulau Enggano, itu yang berkembang isu di Jakarta,” kata Staf Khusus Menteri Dalam Negeri RI Brigjen Pol Wahyu Bintono Hari Bawono di Bengkulu, Jumat.
Menurut dia, isu yang berkembang di nasional yakni Pulau Enggano dalam kondisi kekurangan logistik hingga muncul isu masyarakatnya mengalami kelaparan akibat terisolasi selama empat bulan terakhir.
“Gubernur, bupati, hingga camat, kepala desa di Pulau Enggano, ada juga mahasiswa UGM dan Universitas Bengkulu yang sedang KKN di sana sudah menyampaikan langsung kondisi terkini,” kata dia.
Menurut Brigjen Pol Wahyu laporan berbagai pihak hingga kepala desa dan bahkan mahasiswa kuliah kerja nyata di Pulau Enggano menyatakan isu kelaparan tersebut tidak benar.
“Penyampaian pihak-pihak yang di sana itu memang isu kelaparan itu tidak benar, terhadap isu adanya kelaparan kekurangan logistik BBM dan lain-lain itu tidak benar. isu itu yang membuat kami datang kemari sesuai arahan Mendagri (Tito Karnavian), Mendagri ingin mengetahui langsung memastikan sebenarnya situasi terkini dan kendala-kendalanya,” ucapnya.
Camat Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu Susanto memastikan masyarakat di Enggano tidak kekurangan logistik dan komoditas pokok selama situasi terisolasi dari wilayah Bengkulu lainnya.
“Bahan pokok cukup, BBM tersedia pasokannya hingga satu bulan ke depan, kami tidak kekurangan makanan. Hanya saja yang terisolasi itu, komoditas hasil pertanian kami tidak bisa dijual ke Kota Bengkulu karena pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai di Kota Bengkulu,” kata dia.
Pendangkalan alur tersebut mengakibatkan masyarakat setempat tidak bisa menjual produk pertanian mereka yang akhirnya berdampak pada daya beli dan perekonomian masyarakat yang turun drastis. Dia berharap, kondisi pelabuhan kembali normal, aktivitas perekonomian dan distribusi barang serta orang ke Kota Bengkulu beroperasi seperti biasanya mengembalikan kemampuan dan kekuatan perekonomian warga.
“Terima kasih Bapak Presiden Prabowo Subianto yang telah menerbitkan Instruksi Presiden tentang percepatan pembangunan di Pulau Enggano, kami sangat berterima kasih,” ujarnya.
Sumber : Antara
