Institusi: UGM

  • Pokdarwis: Dieng Culture Festival XV digelar 23-24 Agustus 2025

    Pokdarwis: Dieng Culture Festival XV digelar 23-24 Agustus 2025

    Banjarnegara (ANTARA) – Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa, Desa Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, memastikan pergelaran wisata budaya tahunan berupa Dieng Culture Festival (DCF) XV digelar di Kompleks Candi Arjuna pada tanggal 23-24 Agustus 2025.

    Ketua Pokdarwis Dieng Pandawa Alif Faozi di Banjarnegara, Jumat, mengatakan DCF XV yang mengusung tema “Back to The Culture” itu tetap menampilkan agenda utama berupa kirab budaya dan ritual cukur rambut anak gimbal (ruwatan anak berambut gimbal), namun tanpa kehadiran program Jazz Atas Awan seperti tahun-tahun sebelumnya.

    “Jazz Atas Awan kami tiadakan dan digantikan dengan Orchestra Symphony Dieng. Kami ingin memberi nuansa baru yang tetap bernapas budaya lokal,” katanya.

    Ia mengatakan DCF XV akan diluncurkan secara resmi pada 26-27 Juli 2025 dalam satu rangkaian kegiatan bersama Geothermal Festival dan Dieng Fun Walk yang menawarkan dua kategori jarak, yaitu 5 kilometer dan 10 kilometer.

    Menurut dia, agenda tersebut merupakan hasil kerja sama Pokdarwis Dieng Pandawa dengan Tim Kuliah Kerja Nyata Universitas Gadjah Mada (UGM) serta Pemerintah Kabupaten Banjarnegara.

    “DCF XV pada prinsipnya terbuka untuk umum, dengan pembatasan hanya pada dua titik kegiatan inti, yakni saat ritual cukur rambut gimbal di kompleks Candi Arjuna dan pertunjukan Orchestra Symphony Dieng di Panggung Pandawa. Selain itu, masyarakat dapat mengakses dua panggung lainnya, yaitu Panggung Sembadra dan Panggung Gatotkaca,” katanya..

    Sementara itu, Bupati Banjarnegara Amalia Desiana menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung penuh penyelenggaraan DCF sebagai upaya promosi budaya dan pariwisata.

    Menurut dia, DCF XV menjadi momentum untuk mengangkat nilai-nilai kebudayaan lokal dan mendorong dampak ekonomi positif bagi masyarakat Dieng dan Banjarnegara secara umum.

    Dia juga mengapresiasi kreativitas panitia dalam menyiapkan konsep baru festival tahun ini.

    “Saya sangat mendukung dan mengajak masyarakat untuk hadir. Kalau tidak datang, saya jamin menyesal,” katanya.

    Sebelumnya, Ketua Pokdarwis Dieng Pandawa Alif Faozi mengatakan pemisahan Jazz Atas Awan dari Dieng Culture Festival, salah satunya didasari oleh kritikan sejumlah pihak yang menyoroti pergelaran DCF dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak dihiasi pertunjukan modern.

    “Bahkan, calon wisatawan sering kali menanyakan ‘DCF tahun ini artisnya siapa’ (artis yang tampil dalam pergelaran Jazz Atas Awan), bukan menanyakan berapa anak berambut gimbal yang akan mengikuti ruwatan atau pencukuran rambut gimbal,” katanya di Banjarnegara, Jumat (31/5).

    Oleh karena itu, DCF XV mengusung tema “Back to The Culture” atau Kembali ke Budaya. DCF merupakan agenda pariwisata tahunan unggulan Kabupaten Banjarnegara yang menggabungkan kekayaan budaya lokal dengan atraksi wisata alam Dataran Tinggi Dieng.

    Selain itu, Pokdarwis Dieng Pandawa juga tidak mengikutsertakan DCF XV sebagai bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN) 2025 meskipun pergelaran DCF sebelumnya masuk dalam 10 Top KEN 2024.

    “Kami ingin santai, tidak terbebani banyak, karena kami awalnya tahu diri bahwa event ini mungkin akan ada penilaian plus-minusnya, karena salah satunya kami harus berani memisahkan Jazz Atas Awan dan Dieng Culture Festival,” kata Alif.

    Dalam hal ini, pihaknya akan menilai seberapa besar minat wisatawan terhadap DCF XV yang diselenggarakan tanpa adanya pergelaran Jazz Atas Awan.

    Ia mengatakan jika ternyata minat wisatawan tetap besar, tidak menutup kemungkinan DCF akan kembali diikutsertakan dalam KEN pada tahun 2026.

    Pewarta: Sumarwoto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komentari Pernyataan Prof Sofian Effendi, Loyalis Jokowi Beri Sindiran

    Komentari Pernyataan Prof Sofian Effendi, Loyalis Jokowi Beri Sindiran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisaris Independen PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), Kristia Budhyarto bicara terkait isu ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

    Kristia Budhyarto atau yang akrab disapa Dede Budhyarto pun memberikan sindiran ke mantan Rektor UGM, Prof. Sofian Effendi.

    Lewat cuitan di akun sosial media X pribadinya, Dede Budhyarto memberikan sindiran.

    Ia menyinggung terkait kepercayaan mengenai ijazah palsu kepada yang punya data bukan yang punya kamera.

    “Kalau Anda ndak tahu harus percaya siapa, maka percaya saja pada yang punya data, bukan yang punya kamera,” tulisnya dikutip Jumat (18/7/2025).

    Terkait pernyataan dari mantan Rektor UGM, ia menyebut hanya bicara off record dan mengandalkan ingatan.

    “Prof. Sofian Effendi bicara off record, mengandalkan ingatan, bukan dokumen,” ujarnya.

    “Sedangkan pihak kampus, Kemendikbud, KPU, dan Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan ijazah sah & terverifikasi,” tuturnya.

    Dede juga menyingung terkait logika sosial media khususnya YouTube yang menurutnya jauh dibandingkan dengan arsip negara.

    “Kalau logika YouTube lebih dipercaya daripada arsip negara. Gerombolan anda bukan sdg bicara akademik, tapi sudah masuk ke wilayah halu kolektif,” terangnya.

    Sebelumnya, Prof. Sofian Effendi, menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya yang menyinggung soal mantan Presiden Jokowi.

    “Saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas,” tegasnya dalam pernyataan tertulis itu.

  • Dukung Prof Sofian Effendi Cabut Pernyataan soal Jokowi, Dokter Tifa: Untuk Hindari Hal Terburuk

    Dukung Prof Sofian Effendi Cabut Pernyataan soal Jokowi, Dokter Tifa: Untuk Hindari Hal Terburuk

    GELORA.CO – Salah satu alumnus Universitas Gajah Mada (UGM), Tifauzia Tyassuma atau dokter Tiga memahami langkah mangan Rektor UGM Prof Sofian Effendi yang menarik pernyataannya soal skripsi dan ijazah Jokowi

    Hal tersebut, menurut salah satu terlapor kasus penyebaran ijazah palsu Jokowi itu, untuk melindungi prof Sofian dari kemungkinan-kemungkinan terburuk.

    “Apabila seorang hamba telah mencapai batas kemampuannya dalam menegakkan kebenaran, dan tak ada lagi kekuatan yang bisa ia andalkan, maka Allah akan turun tangan—dengan cara-Nya yang misterius namun pasti,” tulis dokter Tifa di X, dikutip pada Jumat (18/7/2025)

    Dokter Tifa menilai, Profesor Sofian Effendi tidak perlu dilibatkan lagi dalam kasus Ijazah 

    “Beliau sudah sepuh, harus kita lindungi dan kita hindarkan dari akhir yang buruk. Misal ada ancaman atas kebijakan beliau di masa lalu dan sebagainya,” katanya

    Pencabutan pernyataan Profesor Sofian Effendi, menurut dokter Tifa, sebagai cara Tuhan untuk menutupi dan melindungi beliau.

    “Cukup satu kali pernyataan jujur beliau yang sudah beredar menjadi data digital abadi, yang tak akan terhapus dengan surat pernyataan dan klarifikasi apapun berikutnya. Itu sudah cukup. Allah selalu bekerja dengan caraNya yang Maha Luarbiasa. Kebenaran itu milikNya,” kata dia

    “Kita semua ini, Roy, Rismon, saya, Eggi, Rizal, Kurnia dkk, hanyalah alatNya. Di tanggal 16 Juli 2025 Profesor Sofian Effendi sudah menjadi alatNya, yang bekerja satu kali saja, tetapi sangat efektif.Pencabutan pernyataan di tanggal 17 Juli 2025, tak ada artinya, ketika Kebenaran sudah dikumandangkan.”

    Diancam dipolisikan

    Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 2002-2007, Prof. Dr. Sofian Effendi memutuskan untuk menarik semua pernyataannya mengenai sosok Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi

    Dia menyebut, pernyataannya itu telah menimbulkan gejolak

    Dia tidak ingin ikut terlibat dalam perdebatan mengenai ijazah Jokowi

    Setelah video itu viral, Sofian mengakui ada goncangan di kampus UGM hingga munculnya bentuk ancaman pelaporan kepada polisi dari pendukung Jokowi.

    Sofian mengatakan dirinya mengetahui ada surat dari kelompok penggemar Jokowi yang diunggah ke media online.

    Link dari media online itu ia dapat dari kirim pesan WhatsApp mantan mahasiswanya.

    “Para pendukung mantan presiden itu, mereka gerah sepertinya karena soal ijazah disebut. Mereka menyebut akan mengadukan saya pada Bareskrim. Maka, saya meminta maaf atas pernyataan saya. Saya tidak mau harus berurusan dengan polisi soal ini, apalagi saya sudah berusia 80 tahun dan keluarga saya juga terganggu,” bebernya.

    Minta ditake down

    Pernyataan dari Prof Sofian menjadi perhatian publik lantaran menyangsikan Jokowi lulus sebagai sarjana S1 Fakultas Kehutanan UGM

    Pernyataan itu disampaikan Prof Sofian dalam sesi wawancara dengan Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar yang ditayangkan pada Rabu (16/7/2025

     Percakapan itu kemudian diunggah ke YouTube, Rabu (16/7/2025).

    Kepada wartawan di kediamannya, Sofian membenarkan, Rismon Sianipar, ahli forensik digital dan alumni UGM yang akhir-akhir ini ramai karena mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi dan beberapa alumni UGM lain berkunjung ke rumahnya.

    Mereka mengajak Sofian Effendi untuk melakukan telekonferensi dengan alumni lain yang tinggal di sejumlah kota berbeda membicarakan kebebasan akademik.

    “Mereka hanya bilang, ini kita ngomong-ngomong dengan para alumni dari kota lain. Memang ada mantan murid saya dulu dari Aceh, kemudian Kalimantan yang berhubungan di situ. Itu pembicaraan orang dalam lah,” kata Sofian menjelaskan, Kamis (17/7/2025).

    Sofian mengakui dirinya tidak tahu jika percakapan itu kemudian dibingkai untuk mengomentari isu ijazah palsu mantan Presiden Jokowi.

    Selama percakapan dengan alumni, ia mengira bahwa obrolan itu berkaitan dengan ruang kebebasan akademik dan hanya diperuntukkan bagi internal, bukan publik.

    “Saya tidak sadar itu akan dipublikasikan. Saya tidak menyangka akan dipublikasikan seperti itu. Omongan saya tidak pantas untuk diomongkan (ke publik),” beber dia.

    Untuk itu, Sofian meminta maaf kepada semua pihak yang dia sebutkan di dalam video tersebut, tidak terkecuali Rektor UGM saat ini, Prof. Ova Emilia.

    
“Saya tidak ingin diadu dengan Prof. Ova. Itu tidak baik. Bagaimanapun, Saya adalah anggota organisasi UGM,” jelasnya.

    Dalam kesempatan ini, Sofian mengaku keberatan terkait peredaran video tersebut.

    Dia bahkan berencana untuk melayangkan langsung surat keberatan kepada Rismon dan kawan-kawan.

    Sofian meminta, video pembicaraan tentang ijazah Jokowi tersebut bisa ditarik dari peredaran.

    Menurutnya, hal itu penting dilakukan untuk tetap menjaga ketenangan UGM dan mempertahankan ketentraman secara nasional

    Klarifikasi UGM

    Di sisi lain, Universitas Gadjah Mada (UGM) akhirnya buka suara terkait pernyataan Rektor UGM periode 2002-2007, Prof. Dr. Sofian Effendi terkait polemik ijazah Jokowi.

    Prof Sofian sempat menduga bahwa Jokowi tidak menyelesaikan pendidikan sarjana lantaran nilai yang buruk

    Dia juga menyebut bahwa skripsi Jokowi tidak pernah disahkan

    Namun, belakangan Prof Sofian menarin pernyataannya

    Pihak UGM pun menyebut bahwa pernyataan dari Prof Sofian tidak benar

    UGM juga menyayangkan sejumlah pihak yang menggiring pernyataan Rektor UGM periode 2002-2007, Prof. Dr. Sofian Effendi menyangsikan status mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), sebagai alumnus UGM dalam sebuah tayangan live streaming di channel YouTube pada Rabu (16/7/2025).

    UGM menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak sesuai dengan data akademik resmi yang dimiliki oleh institusi, khususnya dari Fakultas Kehutanan tempat Jokowi menempuh pendidikan.

    Dalam pernyataan resminya, UGM menilai bahwa opini yang disampaikan oleh Sofian Effendi merupakan opini yang keliru dan tidak berdasar.

    “Kami menyayangkan pihak-pihak yang telah menggiring beliau untuk menyampaikan opini yang keliru dan tidak berdasar,” ujar Sekretaris Universitas, Dr. Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, dalam keterangan tertulis, Kamis (17/7/2025).

    Ia juga menambahkan bahwa pernyataan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang menjadi risiko pribadi bagi Sofian Effendi.

    UGM menegaskan kembali bahwa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, adalah alumnus Fakultas Kehutanan UGM yang sah.

    Berdasarkan data resmi, Jokowi tercatat sebagai mahasiswa dengan nomor 80/34416/KT/1681 yang memulai studi pada tahun 1980 dan lulus pada 5 November 1985.

    Pihak kampus juga mengingatkan bahwa UGM adalah institusi publik yang tunduk pada peraturan perlindungan data pribadi dan keterbukaan informasi publik.

    Karena itu, data pribadi hanya dapat diungkap atas permintaan resmi dari aparat penegak hukum.

    “UGM tidak terlibat dalam konflik kepentingan antara Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) dengan Saudara Joko Widodo,” tegas Sandi.

    Dengan penegasan ini, UGM berharap tidak ada lagi penyebaran informasi yang menyesatkan terkait status akademik Presiden Jokowi.

    Tarik pernyataan

    Seperti diketahui, Prof. Sofian Effendi secara tiba-tiba menarik semua pernyataannya terkait polemik ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo.

    Melalui pernyataan tertulisnya, dia kini sependapat dengan keterangan yang pernah disampaikan Rektor UGM Prof.Dr.Ova Emilia mengenai status ijazah Jokowi

    “Terkait dengan informasi yang tersebar dari live streaming di kanal YouTube Langkah Update dengan Judul “Mantan Rektor UGM Buka-Bukaan! Prof Sofian Effendy Rektor 2002-2007! ljazah Jokowi & Kampus UGM!” pada tanggal 16 Juli 2025 tentang ijazah atas nama Bapak Joko Widodo, saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas,” ungkap Prof Sofian, Kamis (17/7/2025)

    “Sehubungan dengan itu, saya menarik semua pernyataan saya di dalam video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran,” ungkapnya

    Prof Sofian pun meminta maaf kepada semua pihak terkait pernyataannya tersebut 

    “Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut. Demikian pernyataan saya dan saya sangat berharap agar wacana tentang ijazah tersebut dapat diakhiri. Terima kasih,” ungkapnya

    Isi pernyataan sebelumnya

    Seperti diketahui, Prof Sofian menyebut bahwa Joko Widodo bukanlah mahasiswa berprestasi seperti yang disampaikan beberapa orang

    Dia mengungkapkan, nilai Jokowi di semester awal kuliah di Fakultas Kehutanan, bahkan tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1. 

    Menurutnya, transkip nilai yang dipampang oleh Bareskrim Polri beberapa waktu lalu adalah nilai saat Jokowi mengambil program Sarjana Muda

    Pernyataan itu disampaikan Prof Sofian dalam sesi wawancara dengan Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar yang ditayangkan pada Rabu (16/7/2025), Prof Sofian Effendi mengaku sudah mencari informasi dari rekan-rekannya pengampu di Fakultas Kehutanan.

    Dia bercerita, Joko Widodo memang pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan UGM.

    Dia masuk pada tahun 1980.

    “Jadi Jokowi kan masuk pada saat dia lulus SMPP di Solo yang menjadi SMA 6 di Tahun 1985. Jadi, dia itu ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa masuk UGM. Itu ada kontroversi. Ada masalah,” kata Prof Sofian

    Pada 1980, menurut Prof Sofian, Jokowi masuk UGM berbarengan dengan kerabatnya yang bernama Hari Mulyono

    Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Hari Mulyono

    Hari Mulyono, saat itu, dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan aktif di berbagai organisasi.

    Secara akademik, nilai Hari Mulyono cukup menjanjikan

    Berbeda dengan Jokowi, menurut Prof Sofian, di dua tahun kuliahnya, nilainya buruk

    “Kemudian, pada waktu tahun 1980 masuk, ada dua orang yang masih bersaudara yang masuk (fakultas) Kehutanan. Satu Hari Mulyono kemudian Joko Widodo. Hari Mulyono ini aktivis, dikenal di kalangan mahasiswa. Dan juga secara akademis dia perform. Dia tahun 1985 lulus. Tapi Jokowi itu menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan, Jokowi itu tidak lulus di tahun 1982 di dalam penilaian. Ada empat semester dinilai kira-kira 30 mata kuliah, dia indeks prestasinya tidak mencapai,” terang Prof Sofian

    Transkip nilai di dua tahun pertama itulah yang ditampilkan oleh Bareskrim Polri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu

    “Saya lihat di dalam transkip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPKnya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda,” katanya

    Menurutnya, tidak mungkin seorang mahasiswa sarjana muda bisa melanjutkan ke jenjang S1 ketika nilainya tidak memenuhi syarat.

    Maka, dia pun heran ketika beredar skripsi Jokowi yang seolah-olah dibuat untuk memenuhi syarat untuk lulus S1

    “Jadi (karena nilainya tidak memenuhi) dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya prof Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong,” ungkapnya

    Karena penasaran, Prof Sofian sempat menanyakan langsung kepada pihak UGM perihal sripsi Jokowi yang beredar itu

    Saya tanya ke petugasnya, ‘mbak ini kok kosong’? Dia bilang iya pak itu sebenarnya nggak diuji. Nggak ada nilainya. Makanya nggak ada tanggal, nggak ada tandatangan dosen penguji,” sebutnya

    Dengan tidak adanya skripsi yang disahkan, Prof Sofian memastikan maka Jokowi tidak mungkin memiliki ijazah s1

    “Kalau dia mengatakan punya ijazah BsC (sarjana muda) mungkin betul lah. Kalau yang ijazah sarjana, nggak punya dia,” kata Prof Sofian

    Di sisi lain, Prof Sofian juga mendengar rumor bahwa Jokowi pernah meminjam ijazah Hari Mulyono untuk kepentingan tertentu

    “Hari Mulyono lulus, kawin dengan adiknya dia, Idayati, punya dua anak. Itu kabarnya dia pinjem ijazahnya Hari Mulyononya ini. Kemudian ijazah ini yang dipalsuin dugaan saya. Jadi itu kejahatan besar itu. Dia kan selalu mengenalkan, bahwa untuk ijazah yang dibawa-bawa oleh dia itu, itu kan bukan foto dia. Itu penipuan besar-besaran itu,” jelasnya

    Di kesempatan sama, Prof Sofian juga memastikan Kasmudjo tidak pernah menjadi pembimbing Jokowi, baik pembimbing akademik apalagi pembimbing skripsi.

    Prof Sofian Effendi lahir 28 Februari 1945. Dia adalah seorang akademisi Indonesia. Sofian pernah menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada dari tahun 2002 sampai 2007.

     Dia adalah Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada.Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tahun 1999 hingga 2000. Prof Sofian menjabat sebagai Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara pertama sejak 27 November 2014 sampai 3 Oktober 2019.

    Rismon laporkan Jokowi ke polisi

    Rismon Sianipar melaporkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan mantan dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Kasmudjo terkait dugaan penyebaran berita bohong

    Laporan dilayangkan ke Mapolda Metro Jaya pada Selasa (15/7/2025)

    “Hari Selasa 15 Juli 2025, saya Rismon Sianipar bersama TIPU UGM melaporkan dugaan penyebaran berita bohong Jokowi dan Kasmudjo tahun 2017 saat Dies Natalis UGM terkait dosen pembimbing skripsi dan akademik,” ungkap Rismon Sianipar dalam video yang dibagikan.

    Rismon menyebut, Jokowi dan Kasmudjo pernah terlibat dalam sebuah dialog saat Jokowi berkunjung ke UGM pada 2017 lalu

    Saat itu, Jokowi beberapa kali menegaskan bahwa Kasmudjo adalah ‘pembimbingnya’ yang galak.

    Jokowi juga menyebut bahwa saat dibimbing Kasmudjo, dia harus bolak-balik memperbaiki skripsinya

    Namun, belum lama ini Kasmudjo sendiri membantah bahwa dirinya adalah pembimbing skripsi Jokowi

    Dia juga membantah sebagai pembimbing akademik Jokowi

    Berkaca dari hal itu, Rismon menganggap bahwa Jokowi diduga telah melakukan kebohongan publik

    “Bahwa di tahun 2017 Pak Jokowi dan pak Kasmudjo di situ berdialaog, ada bimbingan skripsi bolak-balik dan galak segala macam dan publik menyimpulkan bahwa Pak Kasmudjo adalah pembimbing skripsinya, tapi dibantah langsung tahun 2025 oleh Pak Kasmudjo sendiri,” terang Rismon

    Laporan ini sekaligus untuk menguji pihak kepolisian agar menerapkan prinsip persamaan hukum bagi semua warga negara

    “Asas persamaan di depan hukum, maka kami mendesak supaya Polda DIY memproses ini dan memanggil orang-orang yang diduga melakukan kebohongan tersebut. Jadi, tidak ada istilahnya mantan pengusaha, rakyat sipil, itu sama di depan hukum,” katanya

    Laporan ini, kata Rismon, juga untuk menguji kepatuhan hukum Jokowi yang telah melaporkanya ke Mapolda Metro Jaya beberapa waktu lalu

    “Kami dilaporkan oleh Pak jokowi di Polda Metro Jaya, kita datang, kita patuh hukum. Nah, sekarang kita uji apakah pak Jokowi patuh hukum nggak ketika dipanggil Polda DIY,” ungkap Rismon

  • Mantan Rektor UGM Sofian Effendi Tak Sadar Ucapannya soal Ijazah Jokowi Diunggah: Ini Tidak Pantas

    Mantan Rektor UGM Sofian Effendi Tak Sadar Ucapannya soal Ijazah Jokowi Diunggah: Ini Tidak Pantas

    GELORA.CO – Mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sofian Effendi, mengaku tidak sadar jika pernyataannya terkait dengan ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) diunggah kanal YouTube milik Rismon Sianipar, yakni Balige Academy.

    Siapa Sofian Effendi? Ia adalah rektor UGM pada periode tahun 2002 hingga 2007. Selama kurang lebih 5 tahun Sofian Effendi menakhodai UGM sebagai pimpinan tertinggi alias rektor di kampus terbaik di Yogyakarta itu.

    Statement Sofian Effendi terkait dengan Jokowi tidak menyelesaikan pendidikan sarjana karena nilai yang buruk menimbulkan kegaduhan yang besar di masyarakat.

    Pria berusia 80 tahun tersebut kini memilih untuk menarik semua pernyataannya mengenai sosok Jokowi hanya dalam selang satu hari.

    Sofian ternyata tidak sadar jika obroloannya dengan ahli digital forensik Rismon Sianipar diunggah di YouTube.

    Ia membenarkan bahwa Rismon Sianipar dan alumni UGM berkunjung ke rumahnya.

    Sofian hanya mengira bahwa percakapannya dengan Rismon Sianipar itu diperuntukkan bagi internal, bukan publik.

    Menurutnya, ucapannya kala itu tidak pantas diunggah ke publik.

    Sofian mengaku keberatan terkait dengan peredaran video itu. 

    Ia berencana untuk melayangkan langsung surat keberatan kepada Rismon Sianipar dan kawan-kawan.

    Sofian meminta, video pembicaraan tentang ijazah Jokowi tersebut bisa ditarik dari peredaran. 

    Menurutnya, hal itu penting dilakukan untuk tetap menjaga ketenangan UGM dan mempertahankan ketentraman secara nasional.

    “Saya tidak sadar itu akan dipublikasikan. Saya tidak menyangka akan dipublikasikan seperti itu. Omongan saya tidak pantas untuk diomongkan (ke publik),” kata Sofian Effendi, Kamis (17/7/2025), dikutip dari Tribun Jogja.

    Setelah videonya viral, Sofian mengaku menerima ancaman dari pendukung Jokowi yang hendak melaporkannya kepada Bareskrim Polri.

    Mengingat usianya yang sudah 80 tahun, Sofian akhirnya meminta maaf karena ia tidak ingin berurusan dengan polisi.

    “Para pendukung mantan presiden itu, mereka gerah sepertinya karena soal ijazah disebut. Mereka menyebut akan mengadukan saya pada Bareskrim,” tutur Sofian Efendi.

    “Maka, saya meminta maaf atas pernyataan saya. Saya tidak mau harus berurusan dengan polisi soal ini, apalagi saya sudah berusia 80 tahun dan keluarga saya juga terganggu,” ujarnya.

    Sofian Effendi juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak yang ia sebutkan di dalam video yang diunggah Rismon Sianipar di YouTube.

    Ia juga meminta maaf kepada rektor UGM saat ini, yakni Prof Ova Emilia.

    Sofian menegaskan bahwa dirinya saat ini masih aktif sebagai anggota organisasi UGM.

    “Saya tidak ingin diadu dengan Prof Ova. Itu tidak baik. Bagaimana pun, saya adalah anggota organisasi UGM.”

    Profil Sofian Effendi

    Prof Sofian Effendi lahir pada tanggal 28 Februari 1945.

    Ia menduduki posisi jabatan sebagai rektor UGM sejak tahun 2002 hingga 2007.

    Sofian Effendi juga dikenal sebagai Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM.

    Dalam kariernya, ia juga tercatat pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tahun 1999 hingga 2000.

    Berikut jejak karier Sofian Effendi, dikutip dari Wikipedia.

    – Asisten Profesor Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada (1969−1998)

    – Sekretaris Eksekutif Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada (1978−1983)

    – Direktur Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada (1981−1986)

    – Direktur Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada (1983−1994)

    – Wakil Rektor bidang Kerjasama Internasional, Universitas Gadjah Mada (1991−1994)

    – Pendiri dan Direktur Sekolah Pascasarjana Kebijakan Publik dan Administrasi, Universitas Gadjah Mada (1992−2002)

    – Wakil Rektor bidang Perencanaan dan Pembangunan, Universitas Gadjah Mada (1994−1995)

    – Asisten Menteri Negara Riset dan Teknologi (1995−1998)

    – Sekretaris Eksekutif Dewan Riset Nasional (1995−1998)

    – Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia (1998)

    – Asisten Sekretaris Negara bidang Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan (1998−1999)

    – Kepala Badan Kepegawaian Negara (1999−2000)

    – Profesor Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (1998)

    – Rektor Universitas Gadjah Mada (2002−2007) 

    – Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (2012−2014)

    – Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (2014−2019)

    – Dewan Pembina The Habibie Center (2019−sekarang)

  • Masa Sih Sekelas Profesor Informasinya Zonk Semua

    Masa Sih Sekelas Profesor Informasinya Zonk Semua

    GELORA.CO – Pakar hukum tata negara, Refly Harun merasa curiga dengan sikap mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Sofian Effendi yang mencabut semua pernyataannya tentang ijazah Joko Widodo (Jokowi).

    Pernyataan Sofian soal ijazah Jokowi itu viral di media sosial karena dia menyebutkan bahwa nilai Jokowi di semester awal kuliah tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1 hingga mengatakan skripsi eks Presiden RI itu tidak pernah diujikan.

    Bahkan, dia juga menyebutkan bahwa ijazah yang diperlihatkan oleh Jokowi ke publik itu diduga milik mendiang Hari Mulyono, suami pertama adik dari Jokowi, yakni Idayati.

    Namun, setelah itu, Sofian tiba-tiba memberikan klarifikasi bahwa dia menarik semua pernyataannya soal ijazah Jokowi tersebut dan menyampaikan permohonan maaf.

    Oleh karena itu, Refly menaruh curiga dengan sikap Sofian yang tiba-tiba berubah arah tersebut.

    Refly pun menduga ada dua kemungkinan yang menyebabkan Sofian bersikap demikian, pertama karena ada yang meyakinkannya bahwa apa yang dia katakan itu tidak benar.

    Kedua, kata Refly, bisa saja Sofian mendapatkan ancaman dari pihak lain, sehingga dirinya mencabut semua pernyataannya tersebut.

    “Ada dua kemungkinan, dia diyakinkan oleh pihak lain bahwa apa yang dia katakan itu tidak benar, yang benar adalah versi Ova Emilia.”

    “Kedua, dia diancam untuk tidak menyampaikan atau untuk mencabut pernyataannya itu, kita tidak tahu,” ungkapnya, Jumat (18/7/2025), dikutip dari YouTube Refly Harun.

    Namun, Refly tetap merasa heran dengan sikap Sofian tersebut karena sekelas profesor tidak mungkin menyampaikan informasi zonk.

    “Tapi masa sih sekelas profesor menyampaikan informasi zonk semua, dari A sampai Z dan ditarik semua. Itu kan tidak lazim.”

    “Saya misalnya kalau menyampaikan suatu pernyataan apalagi dalam sebuah podcast, ya tentu yang saya sampaikan harus sebagian besar adalah informasi yang kredibel yang bisa dipertanggungjawabkan, baik itu informasi sekunder maupun informasi primer apalagi,” jelasnya.

    Menurut Refly hal ini menjadi pertanyaan besar, mengapa Sofian tiba-tiba mengubah pernyataannya itu.

    Dia pun menduga, di balik itu semua pasti ada sesuatu yang terjadi dengan ijazah eks Presiden ke-7 RI tersebut.

    Apalagi, sekelas profesor seperti Sofian sampai harus menarik semua pernyataan yang sebelumnya sudah disampaikan.

    “This is a question, a big question. Malah kalau kita lihat cara pandang terbalik, ya, ini menegaskan bahwa pasti ada apa-apa dengan soal ijazah. There must be something happen to the diploma certificate of Jokowi,” katanya.

    “Sekelas Profesor Sofian Efendi harus menarik semua pernyataannya, ingat semua pernyataannya. dia tidak sedang meralat, tapi menarik semua pernyataannya.”

    “Justru menurut saya ini makin menegaskan there must be something happen. Ya, pasti ada yang terjadi, pasti ada yang ditutupi, pasti ada yang dikhawatirkan. Itu yang bisa kita lihat,” sambung Refly.

  • Guru Besar Unair Komentari Prof Sofian yang Tarik Ucapan Soal Ijazah Jokowi: Itu Irreversible, Tidak Bisa Dicabut

    Guru Besar Unair Komentari Prof Sofian yang Tarik Ucapan Soal Ijazah Jokowi: Itu Irreversible, Tidak Bisa Dicabut

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Komunikasi Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto angkat suara. Terkait eks Rektor UGM Prof Sofian Effendi yang menarik ucapannya soal ijazah Presiden ke-7 Jokowi.

    “Komunikasi itu irreversible, tidak bisa dicabut. Kalaupun ditarik agar dianggap tidak ada, keadaan yang terjadi tidak akan kembali seperti semula, sebelum ada pernyataan yang ditarik itu,” kata Henri dikutip dari unggahannya di X, Jumat (18/7/2025).

    Apalagi, kata dia, di era digital dengan medsos yang makin marak sebagai pilar terjadinya mass self communication. Yaitu komunikasi yang menyebar dengan cepat ke jutaan orang lewat self to self communication. Person to person communication dalam jaringan digital yang jejaknya sudah kemana mana.

    “Maka komunikasi yang sudah terjadi tdk bisa ditarik kembali oleh siapapun. Karenanya meniadakan dampak pesan yang tidak diharap, dari suatu pernyataan yang sudah masuk dalam jaringan komunikasi digital, tidak bisa menanggulanginya dengan cara menyuruh orang mencabut pernyataan,” jelasnya.

    “Tak bisa pula menyuruh yang bersangkutan membantah sendiri pernyataannya yang sebelumnya,” tambah Henri.

    Satu satunya yang lebih tepat, kata dia, adalah give the fact. Beri fakta fakta berdasar data apa adanya.

    “Never argue, jangan terlalu banyak memenuhi jaringan digital dengan argumentasi dan narasi tanpa bukti. Justru retorika yang berlebihan akan membuat publik makin tidak percaya,” terangnya.

    Menurut, hanya fakta berdasar kebenaran yang kuat yang bisa menghentikan keraguan dan perdebatan. Namun celaka jika pihak yang ingin memperbaiki citra memang ternyata tidak memiliki data berdasar fakta kebenaran,” ujarnga.

  • Guru Besar Unair Komentari Prof Sofian yang Tarik Ucapan Soal Ijazah Jokowi: Itu Irreversible, Tidak Bisa Dicabut

    Guru Besar Unair Komentari Prof Sofian yang Tarik Ucapan Soal Ijazah Jokowi: Itu Irreversible, Tidak Bisa Dicabut

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Komunikasi Universitas Airlangga, Prof Henri Subiakto angkat suara. Terkait eks Rektor UGM Prof Sofian Effendi yang menarik ucapannya soal ijazah Presiden ke-7 Jokowi.

    “Komunikasi itu irreversible, tidak bisa dicabut. Kalaupun ditarik agar dianggap tidak ada, keadaan yang terjadi tidak akan kembali seperti semula, sebelum ada pernyataan yang ditarik itu,” kata Henri dikutip dari unggahannya di X, Jumat (18/7/2025).

    Apalagi, kata dia, di era digital dengan medsos yang makin marak sebagai pilar terjadinya mass self communication. Yaitu komunikasi yang menyebar dengan cepat ke jutaan orang lewat self to self communication. Person to person communication dalam jaringan digital yang jejaknya sudah kemana mana.

    “Maka komunikasi yang sudah terjadi tdk bisa ditarik kembali oleh siapapun. Karenanya meniadakan dampak pesan yang tidak diharap, dari suatu pernyataan yang sudah masuk dalam jaringan komunikasi digital, tidak bisa menanggulanginya dengan cara menyuruh orang mencabut pernyataan,” jelasnya.

    “Tak bisa pula menyuruh yang bersangkutan membantah sendiri pernyataannya yang sebelumnya,” tambah Henri.

    Satu satunya yang lebih tepat, kata dia, adalah give the fact. Beri fakta fakta berdasar data apa adanya.

    “Never argue, jangan terlalu banyak memenuhi jaringan digital dengan argumentasi dan narasi tanpa bukti. Justru retorika yang berlebihan akan membuat publik makin tidak percaya,” terangnya.

    Menurut, hanya fakta berdasar kebenaran yang kuat yang bisa menghentikan keraguan dan perdebatan. Namun celaka jika pihak yang ingin memperbaiki citra memang ternyata tidak memiliki data berdasar fakta kebenaran,” ujarnga.

  • 6
                    
                        Kapolri Beberkan Penyebab Tewasnya Diplomat Kemlu Lama Diungkap
                        Megapolitan

    6 Kapolri Beberkan Penyebab Tewasnya Diplomat Kemlu Lama Diungkap Megapolitan

    Kapolri Beberkan Penyebab Tewasnya Diplomat Kemlu Lama Diungkap
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com
    – Kapolri Jenderal
    Listyo Sigit Prabowo
    mengungkapkan alasan polisi memerlukan waktu dalam mengungkap kematian ADP (39), diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang ditemukan tewas di rumah indekos di Menteng, Jakarta Pusat.
    Salah satunya karena masih menunggu hasil pemeriksaan dari tim forensik.
    “Yang jelas pemeriksaan-pemeriksaan saat ini terus dilakukan sambil menunggu hasil dari pemeriksaan oleh kedokteran forensik, kemudian juga laboratorium forensik,” ujar Listyo kepada wartawan di Lapangan Tembak Mako Brimob, Kamis (17/7/2025).
    Hasil pemeriksaan dari dokter forensik itu akan dipergunakan sebagai bahan penyelidikan sebelum mencapai kesimpulan perkara.
    Oleh karena itu, Listyo membantah adanya kendala yang dihadapi penyidik dalam menangani tewasnya diplomat Kemlu ini. 
    “Lebih pada posisi kami ingin lebih cermat (atas perkara ini),” kata Listyo.
    “Kami ingin menunggu seluruh hasil tuntas, sehingga kemudian ini semuanya bisa dipadukan untuk kemudian bisa dipertanggungjawabkan ke publik,” tambahnya.
    Nantinya, pengungkapan penyebab kematian ADP juga akan mengklasifikasikan peristiwa tersebut sebagai tindak pidana atau bukan.
    “Apakah peristiwa pidana ataukah peristiwa yang lain, jadi ditunggu saja karena memang prosesnya harus seperti itu,” lanjut dia.
    Sebelumnya, diplomat Kementerian Luar Negeri berinisial ADP (39) ditemukan tewas di kamar kosnya di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7/2025).
    Ketika pertama kali ditemukan, ADP dalam posisi tergeletak di atas kasur. Kepala korban tampak terlilit lakban kuning, sementara tubuhnya tertutup selimut berwarna biru.
    Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain gulungan lakban, kantong plastik, dompet, bantal, sarung celana, serta pakaian yang dikenakan korban saat ditemukan tak bernyawa.
    Selain itu, ditemukan pula sejumlah obat-obatan ringan di dalam kamar, seperti obat sakit kepala dan obat lambung.
    Namun, belum ada indikasi keterkaitan antara obat-obatan tersebut dengan penyebab kematian korban.
    Polisi juga menemukan sidik jari ADP pada permukaan lakban yang melilit kepalanya. Meski demikian, penyidik belum dapat memastikan apakah lakban tersebut dipasang sendiri oleh korban atau melibatkan pihak lain.
    Diketahui, komunikasi terakhir antara ADP dan istrinya terjadi pada Senin (7/7/2025) sekitar pukul 21.00 WIB.
    Sang istri sempat kembali menghubungi ADP keesokan paginya, tepatnya pukul 05.00 WIB, namun tak mendapat respons hingga pukul 07.00–08.00 WIB.
    Karena tak kunjung mendapat kabar, istri ADP lalu meminta bantuan penjaga kos untuk memeriksa kondisi suaminya.
    Penjaga kos pun mencoba mencari tahu dengan mendatangi kamar ADP. Karena tak ada respons dari dalam, penjaga akhirnya membuka paksa jendela kamar yang kemudian diketahui mengalami kerusakan akibat dicongkel.
    Berdasarkan rekaman CCTV, tampak penjaga kos bersama seorang pria lainnya berupaya membuka paksa jendela dan pintu kamar, yang saat itu terkunci dari dalam.
    Polisi menyatakan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban, dan tidak ada barang milik ADP yang hilang.
    ADP diketahui merupakan warga asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
    Korban tinggal seorang diri di kamar kos tersebut. Sedangkan, istrinya berada di Yogyakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tiba-tiba Cabut Pernyataan soal Ijazah Jokowi, Mantan Rektor UGM Diduga Diintimidasi?

    Tiba-tiba Cabut Pernyataan soal Ijazah Jokowi, Mantan Rektor UGM Diduga Diintimidasi?

    GELORA.CO –  Plot twist mengejutkan terjadi di tengah panasnya kembali polemik ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi yang diduga palsu.

    Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada atau UGM periode 2002-2007, Profesor Sofian Effendi, yang sebelumnya secara terbuka membongkar berbagai dugaan kejanggalan, kini berbalik 180 derajat.

    Melalui surat pernyataan bermaterai yang beredar pada Kamis (17/7/2025), Prof Sofian mencabut seluruh ucapannya dan meminta maaf.

    Namun, di saat yang bersamaan, muncul dugaan kuat bahwa langkah tersebut diambil di bawah tekanan.

    Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, mengklaim ada upaya ‘pembungkaman’ terhadap sang profesor.

    “Baru saja saya dapat info dari Jogya bahwa sedang terjadi upaya ‘pembungkaman’ terhadap Prof. Sofian Effendi karena buka kasus Ijazah Jokowi,” ungkap Said Didu melalui akun X miliknya, Kamis (17/7/2025).

    Said Didu bahkan secara terbuka meminta publik untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada guru besar tersebut.

    “Mohon teman-teman di Jogya menjaga beliau dan kita semua berikan dukungan kepada Prof. Sofian Effendi,” harapnya.

    Kecurigaan adanya intimidasi ini sontak membayangi ketulusan surat klarifikasi Prof. Sofian dan membuat publik bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.

    Pernyataan Mundur dan Permintaan Maaf

    Sebelumnya, pernyataan Prof Sofian dalam sebuah wawancara di kanal YouTube “Langkah Update” pada 16 Juli 2025 menjadi amunisi baru bagi pihak yang meragukan ijazah Jokowi.

    Namun, hanya selang sehari, ia menarik kembali semua ucapannya.

    Dalam suratnya, Prof Sofian menegaskan bahwa pernyataan resmi Rektor UGM saat ini, Prof Dr Ova Emilia, pada 11 Oktober 2022 adalah yang benar dan sesuai bukti.

    “Terkait dengan informasi yang tersebar dari live streaming di kanal YouTube Langkah Update […] saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas,” tulis Prof. Sofian.

    Ia pun secara tegas meminta agar video wawancara kontroversialnya ditarik dari peredaran dan menyampaikan permohonan maaf.

    “Sehubungan dengan itu, saya menarik semua pernyataan saya di dalam video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran,” lanjutnya. 

  • Lah Kenapa? Mantan Rektor UGM Sofian Effendi Minta Maaf dan Cabut Pernyataan Terkait Ijazah Jokowi

    Lah Kenapa? Mantan Rektor UGM Sofian Effendi Minta Maaf dan Cabut Pernyataan Terkait Ijazah Jokowi

    GELORA.CO – Setelah bikin geger, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) 2002-2007, Prof. Sofian Effendi mendadak menarik semua pernyataannya terkait ijazah S1 Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi yang ada dalam video di YouTube. 

    Diketahui, dalam video dengan judul “Mantan Rektor UGM Buka-Bukaan! Prof Sofian Effendy Rektor 2002-2007! ljazah Jokowi & Kampus UGM!”, pada 16 Juli 2025, Sofian Effendi menegaskan bahwa Jokowi tidak pernah lulus sarjana Fakultas Kehutanan karena IPK-nya kurang dari 2.

    “Sehubungan dengan itu, saya menarik semua pernyataan saya di dalam video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran,” kata Sofian dalam keterangan tertulis yang dikutip Kamis 17 Juli 2025.

    Dalam pernyataannya, Sofian menegaskan bahwa keterangan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas. 

    “Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut,” kata Sofian.

    Lewat surat surat pernyataannya tersebut, Sofian berharap agar wacana tentang ijazah tersebut dapat diakhiri. Terima kasih. 

    Berikut pernyataan lengkapnya:

    Pernyataan Sofian Effendi 

    Terkait dengan informasi yang tersebar dari live streaming di kanal YouTube Langkah Update dengan Judul “Mantan Rektor UGM Buka-Bukaan! Prof Sofian Effendy Rektor 2002-2007! ljazah Jokowi & Kampus UGM!” pada tanggal 16 Juli 2025 tentang ijazah atas nama Bapak Joko Widodo, saya menyatakan bahwa pernyataan Rektor UGM Prof. Dr. Ova Emilia tertanggal 11 Oktober 2022 memang sesuai dengan bukti-bukti yang tersedia di Universitas. Sehubungan dengan itu, saya menarik semua pernyataan saya di dalam 

    video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran. 

    Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut. 

    Demikian pernyataan saya dan saya sangat berharap agar wacana tentang ijazah tersebut dapat diakhiri. Terima kasih. 

    Yogyakarta, 17 Juli 2025 

    Yang menyatakan,

    Ttd

    Prof. Dr. Sofian Effendi 

    Mantan Rektor UGM 2002-2007.