Ketika Negara Lebih Tertarik Rekening Nganggur Dibanding Pengangguran
Dikdik Sadikin adalah seorang auditor berpengalaman yang saat ini bertugas di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berperan sebagai quality assurer dalam pengawasan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Memiliki minat mendalam terhadap kebijakan publik, Dikdik fokus pada isu-isu transparansi, integritas, serta reformasi pendidikan dan tata kelola pemerintahan. Dikdik telah menulis sejak masa SMP (1977), dengan karya pertama yang dimuat di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan opini karyanya telah dipublikasikan di media massa, termasuk di tabloid Kontan dan Kompas. Dua artikel yang mencolok antara lain “Soekarno, Mahathir dan Megawati” (3 November 2003) serta “Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan” (9 Oktober 2024). Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan pemimpin umum majalah Warta Pengawasan selama periode 1999 hingga 2002, serta merupakan anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik dari Universitas Gadjah Mada (lulus 2006).
DI NEGERI
ini, sesuatu yang tak bergerak kadang lebih mencemaskan negara ketimbang yang bergerak. Rekening yang tidak mencatat aktivitas selama tiga bulan saja kini diperlakukan seperti ruang gelap yang patut dicurigai.
Ia dibekukan, ditandai, dan dianggap membahayakan sistem.
Sementara itu, jutaan manusia, yang detak jantungnya nyata, yang langkahnya merayap mencari kerja, yang pikirannya penat oleh penolakan lapangan kerja, tak kunjung dianggap urgen oleh negara. Tak dibekukan, memang, tapi juga tak disentuh.
Ironi ini pun menjelma satire yang viral di media sosial:
“
Rekening nganggur 3 bulan diblokir negara…
Tanah nganggur 2 tahun disita negara…
Kamu nganggur bertahun-tahun, negara tidak peduli
.”
Sebaris lelucon, sebaris keluh kesah, sebaris pengingat bahwa negara kini tampak lebih gesit membekukan saldo ketimbang menyapa warganya yang kehilangan pendapatan.
Mari kita mulai dari fakta. Menurut data PPATK, sepanjang tahun 2024, terdapat lebih dari 28.000 rekening pasif yang digunakan untuk aktivitas ilegal: dari deposit judi online, perdagangan narkotika, hingga penipuan digital lintas negara.
Dana mencurigakan yang mengalir di dalamnya mencapai lebih dari Rp 4,2 triliun.
Rekening dormant
, atau rekening pasif tersebut, diindikasikan telah menjadi
tool
baru sindikat kriminal: dibeli dari pemilik asli, dikuasai diam-diam, lalu dijadikan penampung transaksi gelap.
Dalam konteks ini, langkah PPATK tampak masuk akal. Ibarat rumah kosong yang bisa disusupi pencuri, rekening tak aktif bisa jadi pintu masuk kejahatan. Negara pun bergerak, memblokir rekening-rekening pasif.
Sebagian publik setuju. Namun, sebagian lain mulai gelisah: Kenapa tidak ada peringatan sebelumnya? Kenapa yang diblokir hanya karena diam?
Yang membuat publik waswas bukan soal keamanan, tapi soal batas. Apakah negara mulai menyelinap ke ruang privat warganya atas nama perlindungan?
Rekening pasif bisa jadi milik petani yang hanya menabung setelah panen, atau pensiunan yang tak pernah lagi mengakses ATM.
Bisa jadi milik buruh migran yang akan pulang dua tahun lagi, atau mahasiswa yang lupa bahwa rekeningnya masih aktif.
Mereka tidak menyembunyikan kejahatan. Mereka hanya tak aktif. Namun, dalam sistem hari ini, yang tak aktif bisa kehilangan haknya.
Kita seperti sedang menuju era baru: era algoritma pengawasan. Kekuasaan hari ini tidak mencambuk tubuh, tapi memantau perilaku. Dari saldo yang tak bergerak, hingga data belanja yang tak sesuai tren.
Namun, ketika negara masuk terlalu dalam ke ruang-ruang personal, tanpa edukasi, tanpa dialog, maka kepercayaan akan berubah menjadi ketakutan. Dan ketakutan, kita tahu, adalah pupuk subur bagi negara yang terlalu ingin mengontrol.
Di Jepang,
rekening dormant
baru masuk kategori
unclaimed assets
setelah lima tahun tak aktif, dan bahkan itu pun melalui notifikasi bertahap serta perlindungan hukum yang kuat.
Di Inggris, ada
Dormant Accounts Scheme
—dana pasif disalurkan ke kegiatan amal, bukan dibekukan secara sepihak.
Di Indonesia? Tiga bulan saja tak digunakan, rekening bisa langsung dibekukan.
Tanpa pemberitahuan berlapis. Tanpa perlindungan hukum yang kuat. Tanpa kesiapan literasi digital yang memadai.
Survei OJK 2023 mencatat, hanya 49,68 persen warga Indonesia memiliki pemahaman dasar soal keuangan digital. Maka wajar jika banyak yang panik, bahkan tak tahu apa salahnya.
Bagaimana dengan
pengangguran
?
Kita begitu cepat mengatur saldo menganggur, tapi begitu lamban menyentuh penderitaan manusia yang menganggur.
BPS mencatat, per Februari 2024, ada 7,2 juta pengangguran terbuka di Indonesia.
Jika ditambah pekerja informal, atau pekerja tak sesuai kompetensi, jumlahnya bisa melewati 15 juta jiwa.
Negara tak membekukan mereka. Tak mengirim surat peringatan. Tak menanyakan: “kenapa Anda tak aktif bekerja?” Karena mereka bukan rekening.
Padahal di negara lain, pengangguran adalah panggilan darurat, bukan statistik yang didiamkan.
Di Jerman, ada sistem
Arbeitsagentur
yang secara aktif memanggil warga yang kehilangan pekerjaan untuk diwawancara, diberi pelatihan gratis, dan dicarikan lowongan sesuai kompetensi mereka.
Di Australia, pemerintah memiliki program JobSeeker dan SkillsCheckPoint—yang bukan hanya memberikan tunjangan, tetapi juga mewajibkan pelatihan dan pembimbingan karier.
Bahkan di negara tetangga seperti Singapura, program
SkillsFuture
menawarkan kredit pelatihan tahunan kepada setiap warga dewasa untuk meningkatkan keterampilan dan berpindah ke sektor-sektor yang sedang tumbuh.
Mereka, para pengangguran, dipanggil, dibina, dan ditawarkan harapan. Sementara di sini, yang kita panggil justru rekening.
Mungkin di sinilah masalah kita hari ini: negara bergerak bukan karena peduli, tapi karena takut. Takut pada uang gelap, pada pencucian dana, pada transaksi mencurigakan.
Namun, rasa takut itu justru menyasar pada mereka yang paling lemah: mereka yang diam, mereka yang pasif, mereka yang hanya ingin hidup tenang. Dan dalam dunia yang makin digital, diam pun kini dianggap membahayakan.
Kita bisa menyusun kebijakan yang lebih berimbang. Ada beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan pemerintah dan otoritas keuangan.
Pertama, notifikasi berlapis dan berbasis risiko. Jangan langsung blokir. Kirim notifikasi resmi, via SMS, e-mail, bahkan surat fisik jika perlu, 3–6 bulan sebelum pembekuan.
Sistem ini bisa memakai pendekatan
risk-based
, hanya menargetkan rekening dengan potensi penyalahgunaan tinggi.
Kedua, perlindungan hukum untuk rekening dormant. Tetapkan regulasi eksplisit bahwa dana tidak bisa disita, dipindah, atau dipotong tanpa proses hukum. Pemilik tetap memiliki hak penuh, walau pasif.
Ketiga, pusat edukasi keuangan digital nasional. Bangun platform digital bersama OJK, PPATK, dan BI untuk literasi keuangan — termasuk tentang rekening dormant, risiko jual-beli akun, dan keamanan data perbankan.
Keempat, saluran klarifikasi yang ramah dan cepat. Sediakan jalur komunikasi khusus bagi pemilik rekening pasif yang ingin melakukan reaktivasi atau klarifikasi. Jangan biarkan masyarakat bingung dan dipingpong.
Kelima, evaluasi ulang batas tiga bulan. Batas waktu tiga bulan terlalu singkat dan tidak proporsional dibandingkan negara lain. Sebaiknya ditinjau ulang menjadi 12 bulan atau lebih, seperti di banyak negara maju.
Keenam, fokus pada pelaku kejahatan, bukan warga biasa. Gunakan sistem kecerdasan buatan (AI) dan forensik data untuk menyisir jaringan transaksi, bukan sekadar karena diamnya saldo.
Semua solusi tersebut bukan untuk melemahkan upaya penegakan hukum, tetapi untuk memastikan bahwa dalam melindungi sistem keuangan, negara juga harus melindungi warganya dari ketidakadilan prosedural dan kecurigaan yang membabi buta.
Maka yang kita butuhkan adalah edukasi publik, transparansi prosedur, dan perlindungan hak digital warga.
Negara tentu memiliki hak untuk menjaga sistem. Namun, apabila negara lebih curiga pada saldo rekening yang menganggur daripada nasib manusia yang membeku dalam pengangguran, maka mungkin yang membeku bukan lagi rekening, tapi nurani.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: UGM
-
/data/photo/2025/06/11/6848fa6da44e1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Ketika Negara Lebih Tertarik Rekening Nganggur Dibanding Pengangguran Nasional
-

Respon Mulyono Teman Kuliah Jokowi Setelah Dituding sebagai Wakidi Calo Tiket Terminal
GELORA.CO – Mulyono akhirnya memberi klarifikasi atau meluruskan tudingan Muhammad Taufiq (pengacara senior di Surakarta) dan dokter Tifa (Pegiat Media Sosial).
Teman kuliah Mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) tersebut dituding sebagai calo tiket terminal.
Tudingan tersebut muncul setelah Mulyono dan Jokowi menghadiri reuni Fakultas Kehutanan UGM.
Sebelumnya, Mulyono jadi sorotan setelah dituding cuma calo tiket terminal dan bukan teman kuliah Mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Keduanya kompak menyebut bila sosok Mulyono merupakan seorang calo tiket di terminal dengan nama asli Wakidi.
Namun nyatanya, tuduhan yang diutarakan keduanya kini langsung dibantah oleh yang bersangkutan.
Mulyono didampingi Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dian Sandi Utama memberikan klarifikasinya.
“Nah ini dia Pak Mulyono, yang dibilang sebagai calo tiket terminal, sampai Pak Taufiq itu pergi cari tahu ke terminal,” kata Dian Sandi seperti dikutip dari Instagramnya yang tayang pada Senin (28/7/2025).
“Ternyata, dijawab sama orang terminal, saya tidak pernah melihat orang ini begitu dilihatkan foto. Karena mereka sedang fitnah-fitnah aja,” sambungnya.
Dian Sandi meminta Mulyono menjelaskan sedikit terkait dengan kegiatan yang dilakukannya selepas menamatkan kuliah.
Selepas kuliah, Mulyono mengatakan dirinya merantau ke sejumlah wilayah di Indonesia.
“Saya selesai kuliah tuh langsung di Pulau Mentawai, dari Mentawai ya keliling lah sampai Maluku, Sulawesi, Papua dan terakhir di Jambi,” ujarnya.
Dian lalu bertanya kepada Mulyono apakah pernah menjadi calo tiket seperti yang dituduhkan.
Mulyono Tertawa Lepas
Mendengar pertanyaan itu, Mulyono tertawa lepas.
“Ha..ha..ha.. Kalau beli (tiket) pernah pak,” katanya diikuti dengan tawa.
Sebelumnya, Mulyono juga sempat diwawancarai oleh awak media pada saat acara reunian terkait kesibukannya setelah lulus.
Mulyono kala itu menjawab bahwa dirinya bekerja berpindah-pindah wilayah dari Sumatera, Maluku, Sulawesi hingga Papua. Terakhir, berpindah tempat ke Jambi.
Ia mengaku sebagai pekerja swasta yang tidak pernah pensiun.
“Saya kan orang swasta jadi enggak pernah pensiun. Saya kerja di bidang kehutanan, saya di lapangan seperti survey, inventarisasi area-area,” pungkasnya seperti dikutip dari Kompas TV.
-

Ekonom Senior Kwik Kian Gie Meninggal Dunia
Jakarta –
Kabar duka datang dari dunia ekonomi dan politik Indonesia. Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie, meninggal dunia. Kabar ini disampaikan oleh sejumlah tokoh nasional, salah satunya Sandiaga Uno.
“Selamat jalan Pak Kwik Kian Gie. Ekonom, pendidik, nasionalis sejati. Mentor yang tak pernah lelah memperjuangkan kebenaran. Yang berdiri tegak di tengah badai, demi kepentingan rakyat dan negeri. Indonesia berduka,” tulis Sandiaga melalui akun media sosial resminya, Selasa(29/7/2025).
Kepergian Kwik Kian Gie meninggalkan duka mendalam bagi banyak pihak. Semasa hidupnya, Kwik dikenal sebagai sosok ekonom yang vokal, independen, dan berani menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah, terutama yang dinilai menyimpang dari kepentingan rakyat.
Kwik Kian Gie lahir di Jawa Tengah pada 11 Januari 1935. Ia dikenal luas sebagai ekonom, akademisi, serta tokoh publik yang bersih dan berintegritas tinggi.
Ia sempat menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sebelumnya, ia juga menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Kwik adalah lulusan ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Erasmus Rotterdam, Belanda. Gagasannya yang tajam dan keberpihakannya pada rakyat kecil membuatnya dihormati oleh banyak kalangan, baik di dalam maupun luar pemerintahan.
Sepanjang kariernya, ia dikenal konsisten menolak liberalisasi ekonomi yang berlebihan dan kerap mengkritik campur tangan asing dalam kebijakan ekonomi Indonesia. Bahkan di masa tuanya, Kwik masih aktif menulis, mengajar, dan menyuarakan pendapatnya lewat forum-forum akademik maupun media sosial.
Tonton juga video “Eks Menko Bidang Ekonomi Kwik Kian Gie Wafat di Usia 90 Tahun” di sini:
(rrd/rir)
-

Yang Penting Itu Apa Kontribusi Kau pada Negara
GELORA.CO – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan ikut merespons polemik ijazah yang tengah ramai dibicarakan publik.
Meski tak merinci spesifik kasusnya, yang sedang ramai diperbincangkan publik adalah kontroversi ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Luhut menilai isu ijazah tak relevan untuk mengatasi masalah bangsa ini. Yang penting justru kontribusi apa yang bisa diberikan ke negara.
“Kita asyik masih berbicara soal ijazah yang menurut saya sangat tidak relevan untuk dibicarakan oleh seorang intelektual di republik ini,” ujarnya di acara peluncuran Yayasan Padi Kapas Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (28/7) dikutip Detikfinance.
Menurutnya, ketimbang sibuk mempersoalkan ijazah, lebih baik masyarakat mendukung upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM), salah satunya dengan membentuk sekolah-sekolah unggulan.
Luhut lalu mengklaim dirinya bahkan tak tahu di mana ijazahnya disimpan. Sebab, hal itu tidak penting untuk kemajuan bangsa ini.
“Apa sih ijazah itu? Saya pun enggak tahu ijazah saya di mana saya taruh, dan saya pikir tidak relevan. Yang paling relevan itu apa yang kau berikan, kontribusikan pada negara ini,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan publik untuk kembali ke akal sehat dan tidak menambah kegaduhan di tengah upaya pemerintah mendorong kemajuan bangsa. Perbedaan pandangan boleh saja asalkan jangan dijadikan alasan untuk saling serang.
“Kau tanya pada dirimu, apa yang sudah kau berikan pada negara ini? Apakah kau memberikan keributan atau pikiran-pikiran untuk membuat Indonesia lebih bagus?” lanjutnya.
Pada 15 Juli, ahli forensik digital Rismon Sianipar melaporkan Jokowi ke Polda DIY atas dugaan penyebaran informasi bohong soal Kasmujo dosen pembimbing skripsi. Rismon mendatangi Polda DIY didampingi pengacaranya, Andhika Dian Prasetyo.
Kemudian pada 22 Juli, Rismon dan beberapa orang kembali melaporkan Jokowi ke Polda DIY atas dugaan skripsi palsu. Selain melaporkan Jokowi, Rismon turut melaporkan Rektor UGM Prof Ova Emilia di kasus yang sama.
Sejumlah alumni UGM juga melaporkan Jokowi ke Polda DIY soal dugaan penyebaran berita bohong terkait pernyataannya kuliah di jurusan Teknologi Kayu UGM.
-

Jejak Wakidi Calo Bus di Terminal Tirtonadi Solo, Kini Disebut Jadi Mulyono Teman Jokowi
GELORA.CO – Mencari jejak Wakidi calo bus di Terminal Tirtonadi Solo yang mendadak disorot lantaran kini disebut menjadi Mulyono teman Jokowi alumni UGM.
Isu soal Mulyono, teman kuliah Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang disebut-sebut pernah menjadi calo tiket bus di Terminal Tipe A Tirtonadi Solo, ramai diperbincangkan.
Namun, hasil penelusuran TribunSolo.com menunjukkan tidak ada bukti yang menguatkan tudingan tersebut.
Pernyataan soal keterlibatan Mulyono sebagai calo pertama kali diungkapkan pengacara asal Solo, M. Taufiq, melalui kanal YouTube Muhammad Taufiq & Partners Law Firm, Minggu (27/7/2025).
Dalam video tersebut, ia menyebut ada sosok bernama Wakidi yang diduga sebagai calo di Terminal Tirtonadi.
“Saya sudah investigasi, menghubungi pentolan Terminal Tirtonadi. Singkat kata, yang bersangkutan namanya Wakidi, bukan Mulyono. Dia itu calo tiket,” ujar Taufiq didampingi rekannya, Andhika mengutip Tribun Solo.
Namun, saat TribunSolo.com mencoba menelusuri langsung ke lapangan, hasilnya nihil.
Sejumlah pekerja di Terminal Tirtonadi, mulai dari agen bus, porter, tukang ojek, hingga pedagang, tak mengenali sosok bernama Wakidi ataupun Mulyono, termasuk saat diperlihatkan foto yang dimaksud.
Umar Sahid (70), salah satu agen bus senior di Terminal Tirtonadi, mengaku tidak pernah melihat sosok Mulyono ataupun Wakidi di lingkungan terminal.
“Dereng nate (belum pernah melihat), nggak kenal i,” ucapnya saat ditemui TribunSolo.com di area agen PO Bus Gunung Mulia.
“Kalau (pekerja) agen-agen itu terdaftar, nama-namanya kenal semua. Tapi kalau Wakidi itu saya belum tahu,” tambahnya.
Sahid menegaskan bahwa praktik calo tiket di terminal sudah lama diberantas oleh pengelola terminal.
“Dulu ada memang yang nggak pakai seragam tapi ya nggak tahu nama-namanya. Ya sekitar tahun 1983–1984-an,” ungkap Sahid.
“Kalau sekarang sudah nggak ada, udah lama disingkirin semua,” tambahnya.
Hal serupa disampaikan Sambungan Tampubolon (65), agen bus lainnya di Terminal Tirtonadi.
Ia juga tidak pernah mengenal Mulyono atau Wakidi.
“Tidak pernah, tidak pernah itu. Cuma ngakunya dia kerja di Terminal,” katanya.
“Pak Taufiq juga sempat ke sini. Cuma memang tidak ada (orang yang dimaksud),” sambungnya.
Sambungan menekankan bahwa pengelola Terminal Tirtonadi sudah lama menertibkan calo.
“Di sini sudah tidak ada calo, positif. Sudah lama, di sini kan juga ada organisasinya, komunitasnya kan ada,” jelasnya.
Sebagai informasi, penertiban calo tiket bus ilegal di Terminal Tipe A Tirtonadi sudah dilakukan sejak 2018.
Saat ini, seluruh pekerja terminal tergabung dalam berbagai paguyuban, seperti paguyuban agen bus, porter, pedagang, ojek, hingga taksi.
Mereka semua dibekali kartu identitas resmi yang diperbarui setiap tahun, sebagai bagian dari sistem pengawasan dan profesionalisme.
Dengan sistem yang tertib ini, keberadaan calo ilegal di Terminal Tirtonadi bisa dipastikan sudah tidak ditemukan lagi.
Sosok Mulyono
Nama Mulyono mencuri perhatian dalam acara peringatan 45 tahun angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), di Aula Integrated Forest Farming Learning Center, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (26/7/2025).
Presiden ketujuh RI, Jokowi, bertemu dengan salah satu peserta reuni bernama Mulyono.
Nama itu sontak mengundang tawa dari para peserta karena merupakan nama kecil Jokowi semasa kanak-kanak.
Menanggapi celetukan soal “Mulyono”, Jokowi yang merupakan alumnus Fakultas Kehutanan UGM itu hanya tersenyum dan melontarkan gurauan.
Mulyono sendiri mengaku asal Sukoharjo, Jawa Tengah.
Ia mengaku satu kampus dengan Jokowi.
“Yang jelas nama saya Mulyono, kalau Pak Jokowi kan saya tahunya Pak Joko Widodo. Pernah sama-sama kuliah, satu kampus, ngobrol gitu,” kata Mulyono ditemui wartawan di sela-sela acara itu.
Ia menyebut masuk UGM tahun 1980, lulus 1987.
Ia mengatakan Jokowi lulus lebih cepat, lantaran nilai-nilai mata kuliah Jokowi lebih bagus daripada miliknya.
Sehingga, Jokowi bisa lulus dua tahun lebih cepat darinya.
Wawancara Mulyono bersama wartawan viral, setelah ia mengatakan di eranya kuliah, tidak ada jurusan di Fakultas Kehutanan UGM.
“Waktu itu tidak ada jurusan. Kalau saya skripsi ambil manajemen ekonomi,” kata Mulyono.
-

Tuding Demokrat Dalang Isu Ijazah Jokowi, Gila atau Mabuk?
GELORA.CO – Partai Demokrat menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah terlibat dalam polemik ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, sebagai respons atas dugaan yang mengaitkan partai berlambang mercy itu dalang dibalik isu ijazah palsu.
“Sejak awal kami Partai Demokrat sebenarnya tidak punya urusan sama sekali dengan polemik ijazah pak Jokowi ini. Itu maka kami kaget, ketika beberapa hari ini nama Partai kami dibawa-bawa dan disebut-sebut. Buat kami sejak awal, ini adalah urusan pribadi pak Jokowi dengan para penuduhnya,” kata Jansen lewat akun X miliknya, Senin, 28 Juli 2025.
Jansen menyebut, penyelidikan terhadap perkara tersebut telah dilakukan aparat penegak hukum sejak beberapa bulan lalu. Puluhan saksi, baik terlapor maupun saksi fakta, telah diperiksa.
Ia pun meminta pihak-pihak yang menuding Demokrat agar menyampaikan tuduhan secara terbuka dan terang, bukan dengan simbol atau insinuasi.
“Kalau ada kaitannya dengan “partai biru” seperti yang dituduhkan, mudah saja sebenarnya. Buka saja BAP para saksi tersebut, ada kaitannya dengan partai biru tidak? Beres urusan,” katanya.
Lebih lanjut, Jansen menegaskan tidak ada satu pun kader Demokrat yang ikut diperiksa dalam perkara tersebut. Karena itu, ia menyebut tudingan yang diarahkan ke partainya tidak masuk akal.
“Kalau masih ada yang mengaitkannya dengan Demokrat, itu gila namanya. Atau lagi mabuk,” ucapnya.
Meski demikian, Jansen menyatakan partainya siap menghadapi tuduhan tersebut. Ia menganggap situasi ini sebagai momentum untuk konsolidasi internal, meskipun sebelumnya para kader telah memilih diam dan tidak ikut campur.
Ia juga mengingatkan bahwa dirinya sempat membela Presiden Jokowi dalam isu ini beberapa waktu lalu, saat mendapat kesaksian dari mantan Ketua Senat Fakultas Kehutanan UGM tahun 1980-an, yang menjadi bagian dari pembelaan publiknya.
Terakhir, Jansen mengajak seluruh kader Partai Demokrat di seluruh Indonesia tetap semangat dan tidak terprovokasi. Ia menegaskan, jika nama baik pimpinan partai seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) maupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diserang, maka partai akan mengambil langkah terukur untuk membela marwahnya.
“Tetap semangat untuk semua kader. Jika nanti ada arahan lebih lanjut terkait persoalan ini, akan disampaikan perintah resmi melalui struktur partai di tempat masing-masing,” tutupnya.
-

Bangun Sutoto Tuding Reuni Fakultas Kehutanan UGM Penuh Rekayasa
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Reuni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang digelar mendadak pada Sabtu (26/7/2025) menuai sorotan publik.
Salah satu komentar datang dari Koordinator Relagama Bergerak, Bangun Sutoto.
Ia secara terbuka mengomentari acara tersebut yang disebut-sebut melibatkan angkatan 1980, tahun masuk mantan Presiden Jokowi di fakultas itu.
“Reuni yang lucu di hari Sabtu. Reuni siapa itu? Reuni dadakan di Fakultas Kehutanan UGM oleh angkatan 1980,” ujar Bangun kepada fajar.co.id, Senin (28/7/2025).
Ia mengaku mengetahui kabar soal reuni tersebut dari media online saat siang hari.
“Kabar reuni yang terkesan dadakan di Sabtu pagi itu saya tahu dan baca di kanal media online menjelang siang hari. Heran, aneh, dan merasa geli seketika tahu ada kabar itu,” ucapnya.
Bangun juga menilai acara tersebut tertutup dan tidak transparan.
“Reuni yang terkesan disembunyikan dari civitas akademika UGM dan alumni lainnya. Bagi saya, kabar itu tidak lebih dari sekedar hiburan di akhir pekan. Hiburan yang tidak lucu dan malah menggelikan,” lanjutnya.
Ia juga menyebut kejanggalan dalam acara tersebut justru menambah rasa penasaran publik.
“Justru publik dan Barisan Intelijen Netizen tanpa bayaran semakin penasaran untuk mencari tahu. Terendus oleh polisi cyber tanpa seragam ada beberapa alumni palsu,” ungkapnya.
Dikatakan Bangun, kehadiran nama-nama yang diduga bukan alumni memperkuat dugaan soal keaslian ijazah Jokowi.
“Ini justru menghibur sekaligus makin menguatkan keyakinan publik atas kepalsuan ijazah Joko Widodo sendiri,” Bangun menuturkan.
-

Industri Bukan Musuh, Tapi Kunci Masa Depan RI
Jakarta –
Dulu sunyi, kini sibuk. Morowali dan Halmahera menjadi saksi bagaimana nikel mengubah wajah Indonesia, bukan hanya sebagai tambang, tapi tumpuan masa depan. Di tengah gejolak geopolitik dan dorongan global menuju energi bersih, Indonesia punya satu keunggulan langka: cadangan dan kesiapan untuk memimpin.
Kawasan industri yang dulu dianggap asing dan jauh dari hiruk-pikuk pembangunan, kini menjelma jadi pusat pertumbuhan baru. Di balik deru mesin dan asap cerobong, banyak cerita tentang pekerja muda yang pulang kampung, keluarga yang menggantungkan harapan, dan desa-desa yang berubah wajah karena hadirnya infrastruktur.
Nikel, komoditas andalan yang dulu hanya diekspor mentah, kini menjadi pion penting dalam strategi hilirisasi nasional. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, dan itulah modal utama dalam membangun ekosistem industri kendaraan listrik dan energi bersih.
Hingga saat ini, mayoritas nikel global masih digunakan untuk produksi stainless steel. Namun, tren menunjukkan bahwa permintaan dari sektor kendaraan listrik (EV) akan melonjak seiring peralihan global ke energi ramah lingkungan.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, mengatakan prospek industri nikel Indonesia sangat cerah seiring tren elektrifikasi global. “Nikel kan komponen utama dalam baterai kendaraan motor listrik. Komponen utama ini nanti akan membuat orang beralih ke motor listrik, jadi permintaannya ke depan akan terus berkembang,” ujar Hendra kepada detikcom.
Lebih dari sekadar komoditas, nikel telah menjadi katalisator pertumbuhan di berbagai wilayah. Kawasan seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara mengalami pertumbuhan pesat, tak hanya secara ekonomi, tetapi juga sosial.
“Pertumbuhan ekonomi atau penciptaan lapangan pekerjaan di beberapa daerah, seperti di Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, termasuk di Morowali, sudah cukup mengangkat perekonomian daerah. Selain itu, nilai tambahnya juga tercipta,” lanjut Hendra.
Ferdy Hasiman, pengamat tambang dan energi, menambahkan bahwa perubahan di kawasan industri nikel terasa nyata. “Dulu sepi, sekarang sudah ramai. Itu menunjukkan bahwa kehadiran industri di sana benar-benar memompa perekonomian daerah,” katanya. Ia membandingkan perubahan tersebut dengan transformasi kawasan Gresik karena kehadiran Freeport.
Menurutnya, satu perusahaan besar saja bisa membawa perubahan besar bagi daerah. “Itu memompa ekonomi di salah satu kabupaten besar dan provinsi yang luas. Jadi hanya dengan satu perusahaan saja, pembangunan di seluruh daerah bisa terdorong,” imbuhnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menekankan pentingnya hilirisasi sebagai jembatan menuju industrialisasi. Ia menilai langkah ini bisa membawa Indonesia naik kelas sebagai negara industri.
“Selama ini Indonesia mengandalkan konsumsi. Kalau manufaktur berkembang karena adanya industrialisasi, maka Indonesia punya peluang besar menjadi negara maju yang berbasis industri,” ujar Fahmy, dikutip dari Antara.
Beberapa perusahaan telah menjadi pionir dalam hilirisasi nikel, termasuk Harita Nickel yang beroperasi di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Bersama pemain lain seperti Vale Indonesia dan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), mereka bukan hanya membangun smelter, tapi juga membangun harapan.
Jika dulu industri hanya dilihat sebagai tambang dan asap, kini saatnya kita melihatnya sebagai harapan dan masa depan Indonesia. Dengan dukungan regulasi, investasi, dan keterlibatan masyarakat, industri nikel berpotensi menjadi motor transformasi ekonomi nasional.
Pemerintah sendiri menjadikan hilirisasi sebagai strategi utama memperkuat daya saing nasional. Ini sejalan dengan visi menuju net zero emission 2060, di mana industri baterai dan kendaraan listrik memegang peran krusial.
Dengan cadangan nikel dan mineral penting lainnya yang melimpah, Indonesia berada di posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam ekosistem energi hijau global. Jika dikelola dengan berkelanjutan dan inklusif, sektor ini bukan hanya menghasilkan ekspor, tapi juga membuka lapangan kerja, mempercepat pembangunan, dan mengangkat martabat bangsa.
Tonton juga video “Hasil Studi Dampak Lingkungan dan Kesehatan di Sekitar Kawasan Tambang” di sini:
(fdl/fdl)
-

Agenda Besar di Balik Isu Ijazah dan Pemakzulan? PSI Tantang Sebut Nama, Jangan Cuma Lempar Isu
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dian Sandi Utama, kembali angkat bicara terkait mencuatnya kembali isu pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka dan dugaan ijazah palsu Jokowi.
Ia menilai isu tersebut sengaja diembuskan sebagai bagian dari agenda politik yang didukung pihak tertentu.
Namun, menurutnya, klaim soal “agenda besar” itu justru liar dan tidak bertanggung jawab, karena tak pernah disertai dengan penjelasan siapa aktor di baliknya.
“Pernyataan ada agenda besar politik dalam isu ijazah dan dibackup oleh orang besar itu diartikan liar, karena tanpa menyebut nama,” ujar Dian di X @DianSandiU (27/7/2025).
Dian pun menyindir keras pihak-pihak yang merasa paling besar di ranah politik dan kerap menyerang tanpa dasar.
“Padahal sudah ada yang selalu mengaku dan merasa besar, sampai menyebut diri imam besar,” ucapnya.
Ia juga menegaskan bahwa polemik soal ijazah Jokowi seharusnya telah selesai sejak 1 April 2025, ketika dokumen resmi itu ditunjukkan ke publik.
“Pak Jokowi sudah menyampaikan bahwa ijazah yang saya posting adalah milik beliau. Maka yang selama ini teriak-teriak tunjukkan ijazahnya, ya selesai! Sudah ditunjukkan,” tegas Dian.
Sebelumnya, mahasiswa UGM angkatan 2023, Faiz Wildan, menyayangkan isu tersebut terus diangkat ke ruang publik.
Baginya, polemik itu tidak memberikan dampak berarti terhadap perbaikan kebijakan atau kehidupan masyarakat secara luas.
“Saya sebagai mahasiswa tentu mengajak masyarakat untuk menggunakan pola pikir yang sama. Isu ijazah Jokowi itu tidak ada manfaatnya, tidak bisa membatalkan kebijakan yang sudah ada,” ujar Faiz, Sabtu (26/7/2025).
-
/data/photo/2025/07/27/6886592ba1c52.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Narasi Reuni UGM Setting-an di Tengah Isu Ijazah Palsu Jokowi, Ditanggapi Sinis Projo Nasional
Narasi Reuni UGM Setting-an di Tengah Isu Ijazah Palsu Jokowi, Ditanggapi Sinis Projo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Presiden ke-7 Joko Widodo (
Jokowi
) kembali bikin gempar setelah dirinya hadir dalam acara reuni ke-45 angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Aula Integrated Forest Farming Learning Center, Sleman, Yogyakarta, pada Sabtu (26/7/2025).
Meski demikian, kehadiran Jokowi di reuni itu tidak cukup membungkam pihak-pihak yang selama ini menuduh ijazahnya palsu.
Padahal, Wakil Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Fredy Damanik mengatakan bahwa Jokowi menganggap tudingan
ijazah palsu
sebagai guyonan saja dalam acara reuni angkatan 80 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Fredy mengatakan, sejak awal, Jokowi tidak pernah menganggap tudingan tersebut sebagai beban.
“Dalam sambutannya, kelihatan Pak Jokowi menjadikan tudingan ijazah palsu hanya sebagai guyonan. Jadi memang sejak awal, Pak Jokowi tidak pernah menganggap tudingan ijazah palsu sebagai beban, karena semua ijazahnya memang asli dan dipegangnya,” ujar Fredy kepada Kompas.com, Minggu (27/7/2025).
Pembenci bangun narasi reuni setting-an
Fredy menilai, dengan acara alumni tersebut, seharusnya semakin meyakinkan masyarakat, khususnya orang-orang yang masih ragu terhadap
ijazah Jokowi
.
Namun, orang-orang yang terus memainkan
isu ijazah palsu
Jokowi tidak akan berhenti meski Jokowi menghadiri pertemuan alumni UGM tersebut.
“Malah mereka akan membangun narasi negatif dan menyerang Pak Jokowi. Misalnya mereka akan mengatakan pertemuan alumni tersebut sebagai setting-an permintaan Pak Jokowi. Intinya mereka tidak akan pernah menerima fakta, saksi, bukti dan kebenaran yang mendukung kebenaran dan keaslian ijazah Pak Jokowi,” ujar Fredy.
“Mereka hanya akan mau menerima kebenaran versi mereka, yaitu di mana mereka akan mendukung orang-orang yang percaya dengan mereka saja, padahal orang-orangnya itu-itu saja, sesama pembenci Pak Jokowi,” paparnya.
Fredy mengatakan, pada intinya, orang-orang yang memainkan isu ijazah palsu Jokowi tidak akan berhenti dengan alasan apa pun, walaupun ada putusan pengadilan yang menyatakan mereka bersalah atas fitnah dan pencemaran nama baik.
Dia yakin orang-orang tersebut akan tetap membangun narasi bahwa pengadilan tidak adil dan telah diintervensi Jokowi.
“Tapi setidaknya, dengan adanya putusan pengadilan telah memberikan kepastian hukum kepada Pak Jokowi bahwa isu ijazah palsu adalah tidak benar,” ucap Fredy.
Kehadiran Jokowi dalam reuni beberapa waktu lalu disambut hangat oleh jajaran pejabat Fakultas Kehutanan UGM, alumni angkatan 1980, serta Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi.
Dalam acara tersebut, Jokowi tampil santai dengan mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana panjang hitam.
Pakaiannya ini sangat mencolok, mengingat semua peserta reuni mengenakan seragam berwarna biru.
Dalam sambutannya di depan peserta reuni, Jokowi mengenang masa-masa kuliah di era 1980-an.
Ia menyebut bahwa dirinya tidak pernah mengulang satu pun mata kuliah selama studi di Fakultas Kehutanan UGM.
“Saya ini kuliah ya susah-susah, seperti teman-teman. Tapi ya lulus semua. Lulus. Enggak pernah mengulang,” kata Jokowi.
Jokowi lalu menceritakan sosok sahabatnya semasa kuliah, Jambrung Sasono, yang dikenal akrab dengannya.
Salah satu kenangan yang masih membekas di benaknya adalah ketika Jambrung harus mengulang mata kuliah Matematika.
“Kalau teman baik saya, Pak Jambrung Sasono, saya ingat betul. Dulu matematika sampai empat kali. Dosen pengujinya Pak Daliyo. Saya heran, kok bisa matematika (mengulang) sampai empat kali,” ujar Jokowi.
Selain itu, Jokowi turut mengingatkan rekan-rekannya agar tidak terlalu senang.
Jokowi mengungkit ijazahnya yang sampai saat ini masih dikira palsu.
“Mengenai nostalgia saya lihat senang semuanya. Tapi jangan senang dulu lho, karena ijazah saya masih diragukan,” ujar Joko Widodo.
Ia juga menyoroti masalah terkait ijazahnya yang saat ini masih dalam proses pengadilan.
“Hati-hati nanti keputusan di pengadilan. Begitu keputusannya asli, bapak ibu boleh senang-senang. Tapi begitu tidak, yang 88 juga semuanya palsu,” ucapnya, yang disambut tawa para peserta reuni.
Jokowi mengaku heran dengan tudingan mengenai ijazah palsu serta KKN (Kuliah Kerja Nyata) fiktif yang dialamatkan kepadanya.
Ia menegaskan bahwa dirinya telah menjalani kuliah dengan penuh perjuangan, termasuk menyelesaikan KKN dan skripsi.
“Dosen pembimbing skripsi saya adalah Prof Dr Ir Achmad Sumitro. Kemudian skripsi saya diuji oleh Ir Burhanuddin dan Ir Sofyan Warsito. Diuji, ada pengujinya, diragukan lagi,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti tudingan mengenai KKN yang dianggap fiktif, bahkan menyebutkan bahwa lokasi KKN-nya pernah didatangi.
“Ini dari ijazah lari ke skripsi, lari ke KKN. KKN-nya didatangi ke sana. Wong kita juga KKN, tapi ya kalau suruh ingat-ingat kan sudah 40 tahun, 40-45 tahun yang lalu kita masuk 45 tahun yang lalu, lulus kalau saya 85,” tuturnya.
Meski begitu, ijazah Jokowi masih tetap diragukan, meski sudah hadir dalam reuni Fakultas Kehutanan UGM.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo Notodiprojo, menegaskan kehadiran Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, dalam reuni angkatan 80 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak akan membawa perubahan apa pun.
Roy Suryo tetap meyakini bahwa skripsi Jokowi palsu sehingga ijazah asli tidak akan terbit.
“Kunjungan tadi tidak mengubah apa pun hasil hipotesis sebelumnya, skripsi 99,9 persen palsu, tidak akan bisa terbit ijazah asli,” kata Roy Suryo saat dihubungi, Sabtu (26/7/2025).
Roy Suryo menyebutkan, kedatangan Jokowi dalam reuni tersebut bukan berstatus sebagai alumni, melainkan laksana pejabat.
“Bajunya beda, hanya datang singkat di Fakultas Kehutanan, bukan di acara intinya, di Wanagama seperti yang lain-lainnya,” tegas dia.
Roy Suryo menilai, kedatangan Jokowi merupakan langkah untuk meyakinkan publik bahwa dosen penguji skripsinya adalah Ir. T. Burhanuddin dan Ir. Sofyan Warsito, sedangkan dosen pembimbingnya adalah Prof. Dr. Ir. Achmad Sumitro.
“Buat apa? Kan aneh malahan. Dia juga berusaha cerita nama-nama teman saat KKN: Yohana (Hukum), Lience (Biologi), Alm. Eko (Geodesi) dan sebagainya. Tapi, tanpa bukti, hanya narasi saja. Tidak ada nilainya,” tegas dia.
Sementara, Jokowi tetap dinilai kekeh menyatakan bahwa Ir. Kasmudjo adalah dosen pembimbingnya.
“Padahal, Pak Kasmudjo sudah jelas membantah, baik selalu dosen pembimbing maupun dosen akademik,” jelasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.