Institusi: UGM

  • Profil Wamenkeu Anggito Abimanyu yang kini terpilih jadi Ketua LPS

    Profil Wamenkeu Anggito Abimanyu yang kini terpilih jadi Ketua LPS

    Tak lama setelah lulus dari jenjang S1, yakni sejak 1987 hingga sekarang, ia aktif mengajar di UGM dengan fokus keilmuan ekonomi syariah

    Jakarta (ANTARA) – Anggito Abimanyu bukanlah sosok baru dalam lanskap perekonomian nasional, mengingat pengalamannya yang luas, mulai dari Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) hingga salah satu dari tiga Wakil Menteri Keuangan dalam Kabinet Merah Putih.

    Senin malam ini, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, dengan mengusung program bertajuk AKSARA, ia terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Periode 2025-2030.

    Program tersebut terdiri dari enam misi, yakni asset management competency untuk peningkatan keahlian personal terkait manajemen aset); penguatan kompetensi pendidikan dan SDM; serta perluasan jangkauan media sosial dan literasi keuangan.

    Selain itu, Anggito juga menargetkan penurunan beban dana kelolaan per pegawai dari Rp425 miliar per orang menjadi Rp400 miliar per orang; peningkatan pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan menjadi dua kali lipat; serta penguatan digitalisasi proses bisnis dan aplikasi teknologi dalam 5 tahun.

    Sarat pengalaman

    Terlihat dari curriculum vitae (CV) yang ia sampaikan pada sesi fit and proper test, pria kelahiran Bogor, 19 Februari 1963 tersebut sudah banyak makan asam garam di sektor akademik maupun pemerintahan.

    Anggito mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta pada 1985 serta gelar Master of Science pada 1989 dan Doctor of Philosophy pada 1993 dari Universitas Pennsylvania, Philadelphia, Amerika Serikat.

    Tak lama setelah lulus dari jenjang S1, yakni sejak 1987 hingga sekarang, ia aktif mengajar di UGM dengan fokus keilmuan ekonomi syariah.

    Pada 1985-1987, ia menjadi Asisten Peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), yang didirikan oleh Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Presiden Prabowo Subianto.

    Masih di bidang akademik, ia juga aktif sebagai Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (PP ISEI). Sejumlah jabatan yang pernah diembannya antara lain Sekretaris Umum PP ISEI, Ketua I Bidang Organisasi PP ISEI, serta Wakil Ketua Umum PP ISEI.

    Di bidang pemerintahan, Anggito pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Ekonomi Nasional pada 1999-2000, Staf Ahli Menteri Keuangan pada 2000-2003, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 2004-2010.

    Selain itu, ia juga menduduki posisi Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama pada 2012-2014 serta Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada 2017-2022.

    Anggito juga banyak berkecimpung di sejumlah perusahaan swasta, antara lain sebagai Komisaris Bank Lippo (2003-2008), Komisaris Telkom, serta Chief Economist Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Komisaris BRI Syariah (2014-2017).

    Ketua LPS terpilih

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu resmi terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner LPS periode 2025-2030 usai menjalani fit and proper test bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

    Komisi XI DPR RI mempunyai ruang lingkup tugas di bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, dan moneter.

    “Komisi XI DPR RI telah memilih secara musyawarah dan mufakat untuk menetapkan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai berikut, Anggito Abimanyu ditetapkan sebagai Ketua DK LPS,” ujar Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu Purbaya Bakal Panggil Pakar IT dari Luar Negeri untuk Perbaiki Coretax

    Menkeu Purbaya Bakal Panggil Pakar IT dari Luar Negeri untuk Perbaiki Coretax

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan sejumlah program hasil cepat (quick win) untuk meningkatkan pendapatan negara, yang beberapa bulan belakangan masih terkontraksi. Salah satunya memperbaiki aplikasi Coretax dengan melibatkan para pakar teknologi dari luar negeri.

    Purbaya memaparkan setidaknya ada enam program quick win yang disiapkannya, termasuk optimalisasi Coretax. Purbaya meyakini bisa memperbaiki berbagai permasalahan Coretax dalam satu bulan.

    “Nanti saya bawa jago-jago dari luar yang jago IT untuk perbaiki itu dengan cepat,” ungkap Purbaya, Senin (22/9/2025).

    Sebelumnya, pada Mei 2025, Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memberi waktu selama sebulan kepada Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, untuk memeriksa sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax.

    Sejak diluncurkan pada awal tahun ini, Coretax memang terus mendapat banyak sorotan karena implementasinya yang kerap bermasalah.

    Bendahara negara itu berjanji anak buah barunya itu nanti akan membuat penjelasan terpisah. Bagaimanapun, sambungnya, Direktorat Jenderal Pajak mempunyai cakupan bidang yang begitu banyak dan besar.

    “Nanti beliau bisa membuat press briefing [keterangan pers] sendiri entah Coretax dan lain yang nanti Pak Bimo lakukan,” ujar Sri Mulyani.

    Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan optimalisasi Coretax masih akan menjadi salah satu strategi utama otoritas fiskal untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun depan. Anggito meyakini Coretax akan meningkatkan kepatuhan hingga kepastian bagi wajib pajak.

    “Dari sisi kewajiban, [dan] dari sisi hak wajib pajak kan lebih transparan dan lebih mudah dideteksi ya [lewat Coretax],” katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Minggu (21/9/2025).

    Pengajar di Universitas Gadjah Mada itu menjelaskan bahwa sepanjang tahun ini otoritas pajak masih memaksimalkan integrasi data pajak pertambahan nilai (PPN) ke Coretax.

    Anggito tidak menampik bahwa sejak diluncurkan pada awal 2025, implementasi Coretax kerap bermasalah. Kendati demikian, dia mengaku bahwa kini implementasi Coretax terutama dalam hal mencatat PPN sudah tidak mengalami kendala berarti.

    “Secara umum sudah lancar lah ya. Masalah faktur, masalah data, masalah trafik, sudah oke,” ucapnya.

  • Kemenkeu Bakal Integrasikan Data Pajak Penghasilan ke Coretax mulai 2026

    Kemenkeu Bakal Integrasikan Data Pajak Penghasilan ke Coretax mulai 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan alias Kemenkeu akan mulai mengintegrasikan data pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi ke sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax pada 2026.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan optimalisasi Coretax masih akan menjadi salah satu strategi utama otoritas fiskal untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun depan. Anggito meyakini Coretax akan meningkatkan kepatuhan hingga kepastian bagi wajib pajak.

    “Dari sisi kewajiban, [dan] dari sisi hak wajib pajak kan lebih transparan dan lebih mudah dideteksi ya [lewat Coretax],” katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Minggu (21/9/2025).

    Pengajar di Universitas Gadjah Mada itu menjelaskan bahwa sepanjang tahun ini otoritas pajak masih memaksimalkan integrasi data pajak pertambahan nilai (PPN) ke Coretax.

    Anggito tidak menampik bahwa sejak diluncurkan pada awal 2025, implementasi Coretax kerap bermasalah. Kendati demikian, dia mengaku bahwa kini implementasi Coretax terutama dalam hal mencatat PPN sudah tidak mengalami kendala berarti.

    “Secara umum sudah lancar lah ya. Masalah faktur, masalah data, masalah trafik, sudah oke,” ucapnya.

    Oleh sebab itu, sesuai target, Anggito mengungkapkan pada tahun depan pencatatan PPh badan dan orang pribadi akan mulai dilakukan di Coretax.

    Dia pun berharap implementasi tersebut tidak mengalami masalah seperti pencatatan PPN.” Tahun depan kan mulai PPh ya. PPh jumlahnya kan, kompleksitasnya, lebih tinggi ya,” ungkapnya.

  • Ada PDIP hingga Pendukung Anies

    Ada PDIP hingga Pendukung Anies

    GELORA.CO –  Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando memberikan analisanya mengenai pihak-pihak yang kemungkinan berada di balik polemik ijazah palsu.

    Ade mencurigai keterlibatan PDI Perjuangan yang memiliki dendam kepada Jokowi dan Gibran

    “Saya mau bilang satu yang bisa disebut sebagai, yang banyak disebut sebagai kemungkinan di belakang ini semua kalau betul ini semua adalah sesuatu yang saling berhubungan adalah, satu kemungkinan PDIP.”

    “Kedua, kelompok yang disebut sebagai kelompok 212, terkait sama Anies Baswedan.”

    “Ketiga adalah kelompoknya Roy Suryo yang orang menyebut bahwa jangan-jangan di sini adalah Partai Demokrat.,” kata Ade di program Bola Liar, Kompas TV, Jumat (20/9/2025).

    Selain itu, Ade juga menyebut Amerika Serikat hingga kelompok aktivis demokrasi sebagai kemungkinan pihak yang juga berada di balik isu ijazah.

    “Kemudian disebut pula ada yang mengatakan bahwa di belakang ini ada sebuah kekuatan besar misalnya negara Amerika Serikat.”

     “Kemudian ada pula yang mengatakan bahwa ini teman-teman, Anda pernah dengar istilah SJW, Social Justice Warriors ini lagi bergerak untuk menunjukkan bahwa kami peduli pada demokrasi,” kata Ade.

    Namun, dari sejumlah pihak yang disebut, Ade tidak bisa menentukan mana yang benar-benar menjadi backing isu ijazah.

    “Sekarang kembali Anda tanya, lalu menurut Anda yang mana? Ya, saya enggak bisa jawab. Tapi yang jelas begini, yang penting begini, kalau Roy Suryo ingin mengatakan bahwa ijazah Jokowi itu palsu, kasih kami argumen, ya, bukti yang bisa dipakai untuk mengatakan bahwa ijazah Pak Jokowi palsu. Wong ijazah Pak Jokowi itu enggak pernah dinaiki, tidak pernah dipertunjukkan kok,” ungkap Ade

    Jokowi digugat lagi

    Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) tak hadir secara langsung dalam sidang perdana terkait gugatan dua alumni Universitas Gajah Mada (UGM) di Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah

    Sidang sedianya digelar pada Selasa (16/9/2025), namun ditunda lantaran para tergugat tidak hadir.

    Dalam gugatan yang diajukan melalui mekanisme citizen lawsuit (CLS), dua alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yakni Top Taufan dan Bangun Sutoto menuding ijazah Jokowi palsu

    Atas hal tersebut, mereka meminta Jokowi meminta maaf.

     “Tadi dibuka sidang perkara tersebut kurang lebih pukul 11.30 WIB, di ruang Sidang Suryadi,” kata Humas PN Solo, Subagyo, saat dihubungi, Selasa (16/9/2025) sore, seperti dilansir dari Kompas.com.

    Pada perkara ini, Jokowi ditetapkan sebagai Tergugat I, Rektor UGM Prof. Ova Emilia sebagai Tergugat II, Wakil Rektor UGM Prof. Wening sebagai Tergugat III, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai Tergugat IV.

     Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini terdiri dari Putu Gde Hariadi, Sutikna, dan Fatarony.

     “Kemudian Majelis Hakim terhadap perkara tersebut, memanggil lagi tergugat empat yang belum hadir, pada sidang pada hari Selasa tanggal 30 September 2025, untuk hadir di persidangan,” lanjut Subagyo.

    Berikut Isi Petitum atau Tuntutan Penggugat dalam Gugatan:

    Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.

    Menyatakan Tergugat satu, Tergugat dua, Tergugat tiga dan Tergugat empat, telah melakukan perbuatan melawan hukum.

    Menyatakan bahwa Ijazah sebagaimana tersebut pada Bukti P-1 adalah Palsu.

    Menghukum Tergugat satu untuk meminta maaf secara tertulis kepada Para Penggugat.

    Kuasa hukum penggugat minta hakim diganti

    Kuasa hukum Penggugat, M.Taufiq mengatakan, dalam sidang ini pihaknya meminta PN Solo agar menganti hakim Putu Gde Hariadi.

    Permintaan tersebut karena hakim telah memutuskan penolakan ijazah palsu Jokowi sebelumnya.

    “Kami menilai hal itu berpotensi melahirkan putusan serupa dan mencederai prinsip keadilan. Jadi hakim harus diganti,” kata Taufiq.

    Ia menjelaskan, dalam setiap proses hukum, selalu ada kalimat pro justicia, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal itu juga sudah diatur dalam UU No 48/2009 tentang Pokok-Pokok Kehakiman.

    “Saya tidak melihat itu jika perkara ini tetap diadili hakim yang sama dengan perkara. Hari ini (Selasa) kami mengirimkan surat resmi kepada ketua pengadilan untuk meminta penggantian majelis hakim,” ucap dia.

    Kuasa hukum Jokowi, YB. Irpan menyebutkan, pihaknya mendapatkan kuasa dari Jokowi. Namun, setelah dilakukan pengecekan, pihak tergugat IV dalam hal ini tidak hadir.

    “Sesuai jadwal sidang hari ini, majelis hakim memastikan para pihak dalam perkara nomor 211 dihadiri langsung oleh prinsipal maupun kuasa hukum,” kata Irpan.

    KPU Tepis Rumor Penyembunyian Ijazah Sengaja untuk Lindungi Capres/Cawapres

    Ia menambahkan, timnya masih mendalami substansi gugatan CLS. Hal itu terkait pergantian hakim yang diusulkan penggugat merupakan internal PN Solo.

    “Kami sudah punya pemikiran apa yang akan dilakukan, tapi terlalu dini jika kami buka sekarang terkait gugatan CLS ini,” tandasnya.

    Jokowi tanggapi soal ijazah Gibran

    Joko Widodo (Jokowi) menanggapi gugatan yang dilayangkan kepada putranya, Gibran Rakabuming Raka.

    Gibran, yang kini menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, digugat terkait keabsahan ijazah SMA oleh seorang bernama Suban Palal 

    Gugatan perdata itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Karena gugatan ini berkait proses pencalonan Gibran menjadi wapres, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI juga turut serta digugat.

    Subhan Palal meyakini ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI pada Pilpres 2024.

    Menurut Subhan, berkas persyaratan yang diajukan Gibran sebagai calon Wakil Presiden diduga cacat. 

    Pasalnya, Gibran mendaftar menggunakan ijazah luar negeri yang masih diragukan.

    Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden pada  Pasal 169 huruf r menyatakan, ”Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: (r) “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.

    Subhan berpandangan, hal ini jelas bertentangan dengan ijazah Gibran yang berasal dari luar negeri. 

    Tangggapan Jokowi

    Sementara itu, Jokowi tak habis pikir kenapa isu terkait riwayat pendidikan terus menyeret keluarganya, setelah ia juga sebelumnya terseret isu ijazah palsu

    . Jokowi bahkan berseloroh, bisa-bisa ijazah cucunya sekaligus anak sulung Gibran, Jan Ethes, juga akan ikut dipersoalkan. 

    “Ijazah Jokowi dimasalahkan. Ijazah Gibran dimasalahkan. Nanti sampai ijazah Jan Ethes dimasalahkan,” kata Jokowi sambil tertawa di Solo, Jawa Tengah, Jumat (12/9/2025).

    Meski demikian, Jokowi menegaskan akan menghormati proses hukum. 

    “Ya tapi apa pun ikuti proses hukum yang ada, ya. Semuanya kita layani,” ujarnya. Menurut Jokowi, isu ijazah yang terus muncul ini tidak mungkin berjalan tanpa ada pihak yang mem-backup.

     “Iya ini tidak hanya sehari, dua hari. Sudah empat tahun yang lalu. Kalau yang napasnya panjang itu kalau tidak ada yang mem-backup kan tidak mungkin. Gampang-gampangan aja,” katanya.

    Jokowi juga mengungkapkan bahwa dialah yang memilihkan sekolah luar negeri untuk Gibran.

    “Iya (Singapura) di Orchid Park Secondary School. Yang nyarikan saya kok,” ucapnya. 

    “Biar mandiri saja,” sambung dia.

    Subhan Palal buka-bukaan saat wawancara khusus Tribun Network 

    Di sisi lain, Subhan menjelaskan alasannya melaporkan Gibran saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

    “Bukti menunjukkan bahwa Gibran itu tidak punya dokumen yang menyatakan dia lulus SMA sesuai dengan ketentuan undang-undang. Saya memiliki bukti setarang orang tahu Monas di Jakarta,” kata Subhan.

    Diketahui, Gibran mengemban Sekolah Menengah Atas (SMA) di Orchid Park Singapura dan melanjutkan University Technology Sydney Australia.

    Subhan dalam gugatannya juga mengajukan kerugian material dan imaterial. Dalam gugatan materil, ia mengajukan uang sebesar Rp10 juta. 

    Sedangkan, dalam kerugian imateril, ia mengajukan Rp125 triliun.

    Dia beralasan, permintaan uang Rp125 T itu diajukan lantaran perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. Sehingga, dia berencana membagikan uang itu kepada seluruh rakyat Indonesia dengan besaran masing-masing Rp450 ribu.

    “Sistem negara hukum itu tadi yang rusak, kan? Maka kerusakan ini saya, kerugian itu nanti saya bayarkan kepada negara untuk semua warga negara Indonesia kalau nggak salah jumlanya 285 juta. Uang Rp125 triliun itu dibagi ke seluruh warga negara Indonesia.

    “Itu, kalau dilihat dari sisi itu kecil. Kerugian yang saya minta dari orang per orang. Sekitar Rp450 ribuan,” jelasnya.

    Berikut wawancara lengkap dengan Subhan Palal bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra:

    Tanya: Karena kebetulan, entah kebetulan atau bagaimana, pada saat yang sama ada sebuah isu politik yaitu pemakzulan atau permohonan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan oleh sejumlah purnawirawan TNI. Di sisi lain, juga lagi ada ribut-ribut soal keaslian ijazah Pak Jokowi yang sekarang proses hukumnya dilakukan di Polda Metro Jaya. Bapak kemudian mengajukan gugatan ini. Apakah bapak menjadi bagian dari kelompok ini?

    Jawab: Saya tidak bagian dari teman-teman yang lagi berjuang di sisi itu. 

    Saya adalah warga negara yang berdiri dengan sistem negara hukum saya.

    Tanya: Awal mulanya Pak Subhan kepingin mempersoalkan ijazah SMA-nya Gibran ini, Pak? 

    Jawab: Sebenarnya ini kewajiban seluruh warga negara. Sebenarnya esensinya kewajiban seluruh warga negara Indonesia.

    Kenapa? Yang dinodai, yang ternodai ini adalah sistem negara. Sistem hukum negara. Hukum negara, hukumnya ternodai.

    Tanya: Oh, sebenarnya udah lama ya ini ya? 

    Jawab: Sudah lama. Begitu ada pemilu, saya lihat itu. Ada pengesahan para calon, kan? Ada satu kandidat calon presiden saya persoalkan. Selain Gibran. 

    Kalau waktu itu, waktu itu belum pemilu. Yang kandidat presiden itu, saya persoalkan tentang kewarganegaraannya. 

    Tanya: Dalam konteks ini siapa, Pak? 

    Jawab: Saya nggak bisa sebut. Yang penting ada salah satu calon. Kewarganegaraannya yang saya persoalkan. 

    Dan hakim menyatakan tidak berwarna mengadili. Saya bawa ke PTUN juga begitu. 

    Di PTUN bilang, saya tidak mempunyai legal standing. Saya nggak putus asa. Ini ada lagi nih. 

    Saya tunggu sampai dia jadi wakil presiden atau jadi presiden, saya akan persoalkan. 

    Tanya: Kenapa Pak Subhan harus menunggu? Ini kan udah lama nih presiden, wakil presiden ini dilantik 20 Oktober 2024. Sudah 10 bulan. 

    Jawab: Konsep gugatan saya adalah konsep perbuatan melawan hukum. 

    Kalau perbuatan melawan hukum, maka kita menunggu sampai itu berbuat. Ada perbuatan. 

    Nah, perbuatan itu mengandung unsur, pasal 1365 KUHAP, perbuatan melawan hukum.

    Tanya: Jadi menunggu sampai perbuatan malaman hukumnya kelar gitu ya? 

    Jawab: Intinya itu. Soalnya gini, saya itu menuntut di PTUN sebelum sampai.

    Tanya: Pernah mengajukan permohonan di Pengadilan Tata Usaha Negara ya? 

    Jawab: Pernah. Yang saya buat pertama KPU. Karena lembaga yang melakukan perbuatan malaman hukum itu harus di kompetensinya wilayah PTUN. Pengadilan PTUN.

    Saya bawa ke PTUN. Dengan proses keberatan. Sama juga anunya, permohonannya bahwa PTUN , KPU menerima pendaftaran.

    Tanya: Jadi, sebelum mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pernah mengajukan permohonan ke PTUN. Betul ya, Pak ya? 

    Jawab: Bukan permohonan. Gugatan.

    Tanya: Pada waktu itu hasilnya apa, Pak?

    Jawab: Hasilnya gugatan saya kena dismissal. Dismissal itu kata alasannya pengadilan PTUN bahwa gugatan saya sudah tidak ada waktu untuk itu. Sudah lewat. 

    Karena pengadilan TUN bilang harus 90 hari. Nah, saya putusan ini harusnya dilawankan. 

    Saya nggak ngelawan. Saya biarkan. Karena saya buat kunci ini. Kunci untuk di pengadilan negeri. 

    Tanya: Maksudnya gimana kunci itu, Pak? 

    Jawab: Karena di PTUN sudah pernah kita coba habis waktu, kan? Berarti ketutup, tuh. Semua pengadilan tertutup. 

    Nah, ada teori pengadilan. Teori namanya teori residu pengadilan. Bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya meskipun tidak ada hukum acaranya. 

    Artinya kunci, nih. Nanti nggak tahu Pak Hakim gimana memutus itu. 

    Tapi ada undang-undangnya yang bunyinya itu. 

    Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya. 

    Tanya: Banyak orang bertanya, apa sih yang dipunyai Pak Subhan sehingga kemudian berani mengajukan kegugatan perbuatan melawan hukum terhadap Gibran dan KPU? 

    Jawab: Saya ini pemuja negara hukum. Nah, berangkat dari situ saya melihat ada kejangkalan hukum di mana kita mau dipimpin waktu itu kan oleh seorang wakil presiden. 

    Nah, syaratnya harus penuh, dong. Untuk apa kita memilih orang yang sudah ditentukan syaratnya tapi salah satunya nggak terpenuhi. 

    Bukti menunjukkan bahwa Gibran itu nggak punya dokumen yang menyatakan dia lulus SMA sesuai dengan ketentuan undang-undang. 

    Karena itu sudah materi pengadilan. Saya hanya bisa mengumpamakan. 

    Saya memiliki bukti seterang orang tahu Monas di Jakarta.

    Jadi, ibarat kata sudah terang beneran, ya, buktinya. Iya, terang beneran. Dan cukup, menurut saya.

    Tanya: Biasanya orang juga akan mempertanyakan, hakim mempertanyakan soal legal standing. Kalau saya boleh tanya itu, legal standing-nya, Pak Subahn, untuk terkait dengan ijazahnya Gibran dan KPU, ini apa? 

    Jawab: Legal standing saya adalah warga negara yang dijamin secara konstitusional oleh Undang-Undang. 

    Itu satu. Kedua, saya pembayar pajak.  Wajib pajak, membayar pajak. Tapi mendapatkan pemimpin yang begini. 

    Yang begini itu kurang atau cacat bawaan. Karena salah satu syaratnya tidak terpenuhi tadi. Saya hanya ingin bukti bahwa dia pernah sekolah.

  • TNI-AS lakukan pelatihan perkuat keamanan bidang kesehatan di Medan

    TNI-AS lakukan pelatihan perkuat keamanan bidang kesehatan di Medan

    Kemitraan internasional seperti antara TNI dan DTRA sangat penting untuk memastikan keamanan kesehatan nasional maupun global, serta mengurangi risiko yang terkait dengan ancaman biologis tersebut

    Medan (ANTARA) – TNI bekerja sama dengan Badan Pengurangan Ancaman Pertahanan Amerika Serikat (DTRA) melakukan pelatihan guna memperkuat keamanan di bidang kesehatan di Medan, Sumatera Utara, untuk menghadapi ancaman biologis.

    “Pelatihan itu merupakan wujud profesionalisme dan dedikasi TNI dalam memelihara dan mengembangkan kemampuan secara bertahap, sistematis, dan berkesinambungan,” ujar Kepala Unit Kerja Sama dan Pengabdian Masyarakat Pusat Kesehatan TNI Kolonel Laut (K) Hisnindarsyah dalam keterangan di Medan, Sabtu.

    Hisnindarsyah mengatakan kegiatan itu mencakup sesi interaktif, pelatihan praktik, dan studi kasus dengan topik seperti surveilans penyakit, penilaian risiko, penggunaan alat pelindung diri (APD), dan pengelolaan limbah laboratorium.

    Dalam pelatihan pada 15-18 September 2025 itu, para peserta juga mengikuti pelatihan tentang mengembangkan keterampilan praktis dalam investigasi dan respons terhadap wabah.

    “Pelatihan ini melanjutkan kerja sama DTRA-TNI sebelumnya, termasuk program serupa yang telah diselenggarakan di Jakarta dan Bandung pada awal tahun ini,” ucapnya.

    Ia mengatakan kegiatan itu menandai dimulainya kohort baru berbasis Sumatera dengan harapan para peserta nantinya akan menjadi pelatih dan pakar di dalam jaringan kesehatan TNI.

    Konsul AS untuk Sumatera Lisa Podolny mengatakan dunia masih menghadapi tantangan dari ancaman biologis.

    “Kemitraan internasional seperti antara TNI dan DTRA sangat penting untuk memastikan keamanan kesehatan nasional maupun global, serta mengurangi risiko yang terkait dengan ancaman biologis tersebut,” ucapnya.

    Kegiatan itu dihadiri Profesor Ilmu Kesehatan Lingkungan di Kent State University Dr Christopher J. Woolverton, Presiden Asosiasi Biorisiko Indonesia Dr Diah Iskandriati, dan Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Bayu Satria Wiratama.

    Pelatihan pada 15-18 September 2025 di Rumah Sakit Putri Hijau, Medan, Sumatera Utara itu diikuti 20 staf laboratorium TNI dari kohort baru yang berasal dari Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau.

    Pewarta: M. Sahbainy Nasution
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Minum Vitamin Tiap Hari Aman bagi Ginjal? Ini Kata Profesor Farmasi UGM

    Minum Vitamin Tiap Hari Aman bagi Ginjal? Ini Kata Profesor Farmasi UGM

    Jakarta

    Vitamin adalah sekelompok zat yang dibutuhkan untuk fungsi sel normal, pertumbuhan, dan perkembangan. Dikutip dari laman Medlineplus, berbagai vitamin, seperti A, C, D, E, K, hingga beberapa vitamin B dibutuhkan agar tubuh berfungsi dengan baik.

    Banyak orang yang mengonsumsi vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya. Akan tetapi, tak sedikit orang yang bertanya-tanya, apakah minum vitamin setiap hari aman untuk kesehatan, seperti untuk ginjal?

    Minum Vitamin Setiap Hari Aman?

    Menurut Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zullies Ikawati, minum vitamin berbeda setiap hari dibolehkan, asal sesuai dengan dosis dan kebutuhan.

    “Boleh dong, kan yang kita makan sehari-hari juga isinya berbagai vitamin dan mineral, dari buah, sayur, nasi, lauk pauk, dan lain-lain,” ucapnya saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.

    Vitamin tak hanya didapatkan dari suplemen, tapi juga bisa diperoleh dari asupan makanan setiap hari yang mengandung vitamin dan mineral. Jika ingin lebih praktis, Prof Zullies menyarankan untuk mengonsumsi multivitamin yang menyediakan berbagai vitamin dan mineral dalam satu butir.

    Vitamin yang Dikonsumsi Terlalu Banyak Berbahaya?

    Meski boleh dikonsumsi setiap hari, sebaiknya minum vitamin disesuaikan dengan dosis yang dianjurkan. Jika dikonsumsi terlalu banyak, maka vitamin yang melebihi dosis yang dianjurkan bisa meningkatkan risiko overdosis yang terjadi secara tidak sengaja.

    Namun, jika dikonsumsi sesuai dengan dosisnya, vitamin dan mineral tidak akan berdampak buruk bagi kesehatan atau merusak ginjal.

    “Kalau nggak berlebihan dosisnya, nggak apa-apa dikonsumsi setiap hari. Vitamin dan mineral itu relatif aman,” kata Prof Zullies..

    Dikutip dari laman Mayo Clinic, ilmuwan peneliti senior Johanna Dwyer, RD, juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya, mengonsumsi vitamin dan mineral melebihi jumlah yang disarankan tidak ada manfaatnya. Dia menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter tentang suplemen yang dikonsumsi serta dosisnya, sehingga dokter bisa membantu menjaga dosis dalam kisaran yang aman.

    (elk/suc)

  • Paradoks Perawat Indonesia

    Paradoks Perawat Indonesia

    Jakarta

    Perawat memegang peranan yang penting dalam sistem kesehatan Indonesia, bukan hanya sebagai tenaga pendamping dokter, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam memastikan pelayanan kesehatan berlangsung dengan manusiawi dan berkesinambungan. Keberadaan perawat di Indonesia tidak sekadar tentang jumlah, tetapi juga kualitas, dedikasi, dan pengakuan akan perannya sebagai tulang punggung pelayanan kesehatan.

    Data Kementerian Kesehatan 2025 menunjukkan Indonesia membutuhkan sekitar 40.000-50.000 perawat baru setiap tahun, sedangkan lulusan perawat baru setiap tahun yang berhasil dicetak sekitar 60.000. Sepintas, angka ini menunjukkan “surplus”, tapi ada yang janggal dengan data statistik tersebut.

    Kilas Balik Profesi Perawat di Indonesia

    Sejarah profesi perawat Indonesia dimulai dari era kolonial Belanda. Perawat waktu itu difungsikan untuk melayani tuan-tuan Eropa dan rumah sakit militer. Pasca kemerdekaan, Indonesia mulai membangun sistem pendidikan keperawatan nasional melalui Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), yang kemudian berkembang ke jenjang diploma dan sarjana seiring modernisasi pada 1970-2000-an dan saat ini bahkan sudah ada spesialis dan jenjang doktoral.

    Pendirian Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada 1974 dan pengesahan Undang-Undang Kesehatan serta Keperawatan membuat landasan perawat sebagai tenaga profesional semakin kuat.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan proporsi tenaga kesehatan di Indonesia masih jelas terlihat, meski perawat mendominasi dengan persentase 38,80% atau sejumlah 582.023 orang.

    Namun, laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang dirangkum oleh William Russell pada tahun 2024 menunjukkan bahwa rasio perawat di Indonesia hanya 2,28 per 1.000 penduduk, padahal idealnya menurut WHO 4 per 1.000 penduduk, menempatkan Indonesia di peringkat keempat terendah di dunia.

    Berjuang Dalam Senyap

    Kita coba masuk lorong waktu ke tahun 2020, saat bencana biologis COVID-19 menerjang Indonesia, disinilah ketahanan infrastruktur kesehatan suatu negara diuji. Gelombang COVID-19 mengubah rumah sakit menjadi “gelanggang tempur”.

    Dokter dan perawat berguguran karena kelelahan dan terinfeksi, sementara pasien berjejal di lorong-lorong tanpa tempat tidur dan oksigen. Nakes terpaksa harus “memilih” siapa yang hidup atau mati akibat keterbatasan ventilator, sementara masyarakat panik berebut ambulans dan tabung oksigen.

    Di balik APD yang pengap, air mata perawat bercampur keringat demi memberi penghormatan terakhir bagi pasien tanpa keluarga yang boleh mendekat. Layanan kesehatan kolaps, dokter junior dipaksa handle ICU, perawat bekerja 24 jam nonstop, dan mayat-mayat dibungkus plastik menumpuk.

    Dalam momen heroik itu banyak dari kita (masyarakat) baru merasa terhubung ikatan emosionalnya dan terharu melihat betapa kerasnya perjuangan para perawat.

    Mereka seperti pahlawan tanpa tanda jasa terutama di saat negara sedang menghadapi krisis kesehatan. Namun, begitu pandemi mereda, kesadaran dan ikatan batin itu kembali mulai longgar dan goyah, profesi ini kembali mendapat stigma pahit sebagai profesi “kelas 2”.

    Surplus Perawat Yang Semu

    Pulau Jawa-Bali menyerap sekitar 70% perawat, sehingga distribusi secara nasional menjadi timpang. Banyak wilayah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal) mengalami “kekeringan” perawat. Akibatnya, fasilitas kesehatan di daerah terpencil mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kesehatan, di sisi lain di kota besar terjadi surplus.

    Dalam penelitian dari Ferry Efendi (2022) Indonesia menghadapi ketimpangan antara surplus dan defisit tenaga perawat. Kebijakan terkait jenjang pendidikan keperawatan, penempatan, dan remunerasi belum sepenuhnya optimal. Program Nusantara Sehat dan pengiriman perawat ke luar negeri masih berdampak minimalis

    Berkaca dari Negara Tetangga

    Indonesia butuh berkontemplasi sejenak, negara-negara tetangga (Asia), seperti Jepang, Taiwan, dan Thailand, yang menghadapi tantangan serupa tetapi memiliki cara berbeda dalam menanggulanginya.

    Menurut International Council of Nurses (ICN) dalam Asia Workforce Forum: highlights widening gap in global supply and demand of nurses menjelaskan bahwa Jepang, menghadapi peningkatan populasi lansia yang signifikan, mereka merespons tantangan ini dengan mengembangkan jalur karier berjenjang bagi perawat, mulai dari Registered Nurse (RN), Certified Nurse (CN), hingga Certified Nurse Specialist (CNS).

    Taiwan mengambil pendekatan berbeda. Mereka memiliki dua jalur pendidikan, yakni Technical and Vocational Education (TVE) dan General University Education (GUE). Sejak awal 2000-an, Taiwan bahkan mengembangkan program Nurse Practitioner (NP) untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis spesialis. Dengan pendekatan pada kurikulum internasional dan kemampuan berbahasa Inggris, perawat Taiwan kini sangat diminati di pasar internasional.

    Sementara itu, Thailand mensyaratkan pendidikan minimal Bachelor of Nursing Science (BSN) untuk perawatnya. Pemerintah Thailand secara aktif memberikan insentif khusus dan beasiswa agar perawat mau bertugas di daerah-daerah terpencil. Walaupun demikian, isu “brain drain” ke perkotaan masih menjadi tantangan tersendiri. Bagaimana dengan Indonesia?

    Pentingnya “Merawat Perawat” Indonesia

    Dunia keperawatan Indonesia memiliki catatan kelam akan tindak korban kekerasan, mulai dari cacian, ancaman, pukulan, hingga pelecehan seksual. saat mengalami segala sesuatu yang tidak memuaskan maka perawat yang akan menjadi “samsak”. Berikut sebagian cuplikan kasus kekerasan terbaru yang dialami nakes perawat:

    Fakta Baru Kasus Pengeroyokan Perawat Saat Pertahankan Tabung Oksigen, 3 Pengeroyok Perawat Puskesmas di Bandar Lampung Mengaku Keluarga Pejabat Dinkes (Kompas, 2021), Perawat di ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari inisial EL dianiaya keluarga pasien yang meninggal dunia (Detik, 2023), Perawat dianiaya Keluarga Pasien Gara-gara Cabut Jarum Infus di Rumah Sakit Siloam Sriwijaya Palembang (Kompas, 2021) hingga berita Perawat di Garut Dianiaya Keluarga Pasien COVID-19, Terekam CCTV hingga Kronologi (Kompas, 2021).

    Fenomena tidak mengenakkan ini seringkali dipicu oleh emosi keluarga pasien yang tidak terkendali atau mispersepsi terhadap layanan kesehatan. Dampaknya bukan hanya luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi seorang perawat. Data tersebut membuka mata kita bahwa dibalik megahnya rumah sakit ada pejuang kesehatan yang nasibnya memprihatinkan.

    Tantangan kian pelik saat masuk ke urusan dapur (kesejahteraan), masih banyak perawat berstatus honorer atau kontrak dengan gaji yang jauh di bawah standar, padahal tanggung jawab yang mereka pikul sama besarnya dengan para pegawai tetap. Baru-baru ini publik dihebohkan demonstrasi terkait Tunjangan Hari Raya (THR) Insentif 2025 nakes RSUP Sardjito yang hanya dibayar 30% (Kompas, 2025), ini menambah daftar panjang catatan kelam kesejahteraan profesi perawat

    Melihat fenomena yang terjadi, maka sudah waktunya Indonesia serius memperhatikan konsep “Merawat Perawat.” Ini bukan hanya sekedar slogan, tetapi memang kebutuhan mendesak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dengan jelas, jika kesejahteraan perawat ditingkatkan, angka kesalahan medis dan burnout dapat berkurang signifikan.

    Ketika seorang perawat diperlakukan dengan adil, jam kerjanya wajar, dan pendapatannya cukup, ia dapat bekerja lebih tenang dan fokus pada perawatan kesembuhan pasien dan diharapkan tidak akan ada lagi menemukan stigma “perawat galak/perawat judes”

    Refleksi dan Harapan

    Pemerintah sebagai regulator seyogyanya membuat perubahan kebijakan yang berkeadilan. Pertama pemerintah perlu memikirkan strategi insentif yang efektif bagi perawat yang rela bertugas di daerah 3T, beasiswa pendidikan lanjut yang terus digalakkan, serta fasilitas tempat tinggal layak, Kedua, penerapan jalur advanced practice nurse, sebagaimana di Jepang dan Taiwan, bisa memotivasi perawat untuk terus belajar dan naik tingkat pendidikan.

    Ketiga, standar gaji dan tunjangan yang pantas akan berdampak langsung pada kualitas hidup dan layanan yang mereka berikan, Keempat, inovasi layanan di tengah modernisasi praktik mandiri perawat di bidang tertentu, misalnya klinik luka, perawatan geriatrik, atau homecare. Di sinilah regulasi yang jelas soal kewenangan dan perlindungan hukum menjadi krusial.

    Dalam beberapa tahun terakhir, profesi keperawatan di Indonesia telah mengalami sejumlah kemajuan yang cukup membuat optimis. diantaranya adalah berdirinya Kolegium Keperawatan Indonesia, yang menjadi tonggak penting dalam upaya untuk memajukan profesi ini. Kolegium ini berperan sebagai wadah untuk mengembangkan standar pendidikan, praktik, dan penelitian di bidang keperawatan, serta berkontribusi dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan profesi perawat di Indonesia.

    Menanam pohon, tidak tumbuh dalam sehari, sehingga merawat profesi perawat butuh perjalanan maraton yang panjang dan berkelanjutan untuk mencapai hasil yang terbaik. Maju terus perawat Indonesia.

    Yayu Nidaul Fithriyyah. Ahli di bidang keperawatan onkologi. Dosen Departemen Keperawatan Medikal-Bedah, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, UGM.

    (rdp/imk)

  • Forum Purnawirawan TNI Kandas, Giliran Rismon Sianipar Ngotot Wapres Gibran Dicopot Paksa, Ini Kata Pakar UGM

    Forum Purnawirawan TNI Kandas, Giliran Rismon Sianipar Ngotot Wapres Gibran Dicopot Paksa, Ini Kata Pakar UGM

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ahli Forensik Digital, Rismon Hasiholan Sianipar menyerukan pemakzulan atau pemberhentian secara paksa terhadap Gibran Rakabuming Raka dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI.

    Wacana pemakzulan Wapres Gibran sejatinya bukan hal baru disuarakan oleh sekelompok orang. Tak lama setelah dilantik sebagai Wapres, putra sulung Joko Widodo itu telah dirongrong isu pemakzulan.

    Sebelum Rismon yang menyangsikan ijazah Gibran, seruan agar Gibran dicopot mencuat ke ruang publik menyusul pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI yang menyoroti proses pencalonannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

    “MAKZULKAN GIBRAN! LULUS SMK KOK DARI UNIVERSITAS!” celoteh Rismon melalui akun X pribadinya, dikutip pada Jumat (19/9/2025).

    Menanggapi desakan pemakzulan terhadap Gibran, pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona menerangkan permintaan pemberhentian Wakil Presiden Gibran oleh Forum Purnawirawan TNI kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau oleh Rismon Sianipar belum memiliki dasar hukum yang memadai.

    Pasalnya kata dia, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, setiap proses pemakzulan harus berjalan berdasarkan ketentuan konstitusional dan bukan semata-mata didorong oleh opini atau tekanan politik.

    Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara dorongan politik simbolik dan mekanisme hukum yang sungguh-sungguh dapat ditempuh.

    “Argumen-argumennya juga tidak begitu solid secara hukum. Belum tentu ini memang satu proses hukum yang sedang digulirkan, tapi bisa jadi proses politik yang justru menjadikan spotlight pemberitaan media terarah ke Wakil Presiden Gibran,” jelas Yance dalam keterangannya sebagaimana dilansir dari situs resmi UGM.

  • Rentetan Keracunan MBG Dinilai karena Program Tergesa-gesa untuk Capai Jumlah Penerima
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        18 September 2025

    Rentetan Keracunan MBG Dinilai karena Program Tergesa-gesa untuk Capai Jumlah Penerima Yogyakarta 18 September 2025

    Rentetan Keracunan MBG Dinilai karena Program Tergesa-gesa untuk Capai Jumlah Penerima
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Peristiwa dugaan keracunan makanan bergizi gratis (MBG) kembali terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
    Terbaru, insiden ini dilaporkan terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, dan di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
    Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Raharjo, memberikan pandangannya terkait dugaan keracunan tersebut.
    “Jadi kalau memang kejadian ini sering terjadi di banyak tempat, itu menunjukkan bahwa kesiapan dalam menangani pangan, pengolahannya, sampai penyajian, masih banyak kelemahan di sana-sini,” ujar Prof. Sri Raharjo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/09/2025).
    Sri Raharjo menjelaskan bahwa evaluasi perlu dilakukan dari berbagai aspek, seperti fasilitas, ruangan, dan peralatan yang digunakan.
    Evaluasi ini berkaitan dengan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan untuk mengolah makanan.
    “Sepanjang dari sisi kebersihannya, dari sisi peralatannya, ruangan tempat dapur sudah terpisah dari toilet atau pembuangan limbah, saya rasa itu akan lebih menjamin keamanan,” ucapnya.
    Ia juga menekankan pentingnya menjaga higienitas para pekerja yang mengolah makanan.
    “Orangnya juga tidak sedang atau habis sembuh dari sakit menular,” tuturnya.
    Selain itu, Sri Raharjo menyoroti pentingnya memperhatikan jumlah makanan yang harus disediakan oleh satu SPPG, serta alat dan sumber daya manusia yang dimiliki.
    Hal ini berkaitan dengan jeda waktu antara makanan selesai dimasak hingga dikonsumsi.
    “Misalnya, dengan alat yang ada dan SDM yang tersedia, jika harus melayani 3.000 porsi, mereka harus mulai bekerja jam 5 pagi dan baru selesai jam 8 atau 9. Nah, ini kan jeda waktunya panjang,” ungkapnya.
    Sri Raharjo juga menyinggung cara memasak dalam jumlah besar yang berpotensi menyebabkan kematangan tidak merata.
    “Ketika ada bakteri, tidak dapat dilemahkan karena panas yang diterima bahan yang dimasak tidak sama rata,” jelasnya.
    Ia menambahkan bahwa keracunan akibat pangan juga bisa dipengaruhi oleh kondisi kesehatan siswa.
    “Kondisi siswa yang lebih fit tidak akan mengalami gejala keracunan, tetapi bagi teman-temannya yang kurang fit, sedikit saja terpapar bisa sakit,” bebernya.

    Sri mengungkapkan bahwa penyebab dugaan keracunan MBG ini berkaitan dengan penekanan pada jumlah penerima manfaat yang banyak dalam waktu singkat.
    “Kalau disarikan, inti penyebab keracunan ini adalah kita terlalu menargetkan jumlah yang sangat banyak untuk dilayani dalam waktu singkat,” tuturnya.
    Tahun ini, target penerima manfaat MBG mencapai sekitar 80 juta, dengan penambahan 32.000 SPPG.
    “Proses membangunnya juga buru-buru, pengadaan orang-orangnya, melatihnya juga mungkin buru-buru, karena yang lebih diutamakan adalah pokoknya 80 juta harus bisa menerima MBG,” ucapnya.
    Menurut Sri Raharjo, dengan jumlah yang semakin banyak, risiko keracunan pun semakin tinggi.
    “Ketika jumlah pesanannya banyak, catering yang sudah berpengalaman pun jika kapasitasnya hanya 1.000 pack sehari dan dituntut 10 ribu pack, risikonya makin tinggi meskipun sudah berpengalaman,” ujarnya.
    Sri mengingatkan bahwa semua pihak tidak mengharapkan kejadian keracunan MBG terulang.
    Namun, ia menegaskan bahwa jika target tetap berfokus pada penambahan 32 ribu SPPG untuk mencapai 80 juta penerima manfaat, kemungkinan kejadian serupa dapat terjadi kembali.
    “Kita tidak berharap, tetapi pasti akan bisa diminimalkan kalau target itu tidak harus sebanyak itu,” ucapnya.
    “Risiko keamanan pangan atau keracunan semakin tinggi ketika melayani dalam jumlah banyak di luar kapasitas yang wajar,” ucapnya.
    Melayani dalam jumlah besar secara berulang juga meningkatkan risiko, karena potensi human error meningkat seiring berjalannya waktu.
    “Pelayanan tidak hanya sekali, tetapi setiap hari, sekian bulan. 10 hari pertama aman, 50 hari pertama aman, menuju ke 100 hari, orang yang tidak teliti akan membuat kemungkinan error semakin besar,” jelasnya.
    Sri juga menekankan pentingnya setiap SPPG menyimpan satu porsi makanan sebagai sampel.
    “Setiap kali SPPG masak, makanan yang dikirim ke sekolah harus menyimpan satu porsi,” ucapnya.
    Porsi yang disimpan ini berfungsi sebagai bukti jika terjadi keracunan, sehingga dapat digunakan sebagai sampel pembanding.
    Sri mencontohkan praktik ini yang sudah diterapkan di negara-negara seperti Jepang.
    “Di Jepang, menyimpan satu porsi masakan adalah hal yang diwajibkan, dan ada fasilitas untuk menyimpannya,” pungkasnya.
    Kasus keracunan setelah menyantap MBG terjadi hampir setiap hari di berbagai daerah dalam beberapa pekan terakhir.
    Peristiwa paling baru, saat 194 siswa di Garut, Jawa Barat, keracunan setelah memakan MBG. Di hari yang sama, sebanyak 251 siswa di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, pun mengalami gejala keracunan. 
    Keracunan usai santap MBG juga terjadi di Lamongan, Jawa Timur dan Tual, Maluku. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengamat UGM: Monopoli Pertamina Kacaukan Iklim Investasi, SPBU Swasta Bisa Hengkang Akibat BBM Satu Pintu

    Pengamat UGM: Monopoli Pertamina Kacaukan Iklim Investasi, SPBU Swasta Bisa Hengkang Akibat BBM Satu Pintu

    Padahal, salah satu sumber margin SPBU Asing adalah pengadaan impor BBM yang punya kebebasan dalam menentukan negara impor dengan harga yang paling murah dan melakukan efisiensi biaya pengadaan impor BBM.

    Dengan kebijakan pemerintah menerapkan impor BBM Satu Pintu, SPBU asing tidak dapat lagi impor dengan harga yang paling murah, tetapi harus membeli BBM dari Pertamina dengan harga ditetapkan oleh Pertamina.

    Kondisi tersebut diperkirakan bakal memangkas margin keuntungan SPBU asing. Bahkan, risiko kerugian berkelanjutan tak bisa dihindari.

    “Margin SPBU asing akan semakin kecil, bahkan pada saatnya SPBU asing akan merugi. Dengan kerugian yang berkelanjutan, tidak menutup kemungkinan SPBU asing akan tumbang hingga menutup SPBU,” jelasnya.

    Jika hal itu terjadi, bukan tidak mungkin tata kelola migas hilir akan kembali dimonopoli Pertamina. Bahkan, pada saat seluruh SPBU asing hengkang dari Indonesia, pada saat itulah tata kelola migas hilir dimonopoli oleh Pertamina.

    Lebih jauh, hengkangnya SPBU asing akan berimbas terhadap iklim investasi di Indonesia. Dampaknya bukan hanya di sektor migas, melainkan juga merembet ke sektor bisnis lain.

    “Hengkangnya SPBU asing akan berdampak terhadap iklim investasi di Indonesia, tidak hanya investasi sektor migas saja tetapi juga investasi sektor bisnis lainnya,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, ia mengingatkan, memburuknya iklim investasi bisa mengganggu target ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun. Oleh sebab itu, ia menilai kebijakan impor BBM satu pintu sebaiknya ditinjau ulang.