Institusi: Stanford University

  • Tindakan UI Undang Akademikus Pro-Zionis Cederai Perjuangan Palestina

    Tindakan UI Undang Akademikus Pro-Zionis Cederai Perjuangan Palestina

    GELORA.CO – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti langkah Universitas Indonesia (UI) yang sempat mengundang akademikus pro-Zionisme Prof. Peter Berkowitz dari Hoover Institution, Stanford University, dalam kegiatan Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana.

    Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, menilai kejadian itu menunjukkan menipisnya sensitivitas dan kritisisme di kalangan pimpinan perguruan tinggi.

    “Ada kecenderungan pertimbangan pragmatis dalam membuat keputusan penting di kampus. Ini fenomena yang berbahaya,” tegas Sudarnoto dalam pernyataan tertulis, Senin, 25 Agustus 2025.

    Menurutnya, kampus tidak boleh hanya dipahami sebagai tempat transfer of knowledge, tetapi juga harus menjadi pusat pendidikan karakter, membangun sensitivitas, dan kepedulian terhadap kemanusiaan.

    Sudarnoto mengapresiasi langkah UI yang telah meminta maaf atas ketidaktelitian tersebut. Namun, ia menekankan bahwa kasus ini sudah menimbulkan luka moral dan mencederai solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.

    “Apa yang terjadi di UI ini sudah sangat mencederai rasa kemanusiaan dan kontraproduktif bagi upaya membela perjuangan kemerdekaan Palestina,” ungkapnya.

    Ia menilai insiden ini menjadi preseden buruk yang tidak boleh terulang lagi, baik oleh UI maupun lembaga akademik lain di Indonesia.

    “Jangan silau dengan kehebatan dan reputasi intelektual seseorang yang ternyata pro zionis seperti yang diundang oleh UI,” kata Sudarnoto.

    Sebelumnya, UI telah mengeluarkan permintaan maaf resmi pada Minggu, 24 Agustus 2025 atas kelalaiannya dalam mengundang Berkowitz. 

    Pihak kampus mengakui kurang cermat melakukan pemeriksaan latar belakang akademikus tersebut, dan berjanji akan lebih selektif serta sensitif di masa mendatang.

  • Sosok Peter Berkowitz, Profesor Pro-Zionis yang Diundang UI

    Sosok Peter Berkowitz, Profesor Pro-Zionis yang Diundang UI

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Universitas Indonesia (UI) menuai kontroversi karena mengundang Peter Berkowitz, akademisi asal Stanford University yang dikenal luas dengan pandangan pro-Zionis. Berkowitz sendiri telah menyampaikan orasi ilmiahnya di Balairung UI, Depok pada Sabtu (23/8/2025).

    Kehadiran tokoh yang kerap bersuara lantang soal politik Timur Tengah ini menjadi sorotan, mengingat rekam jejaknya yang panjang di dunia akademik, riset, hingga pemerintahan Amerika Serikat (AS).

    Berkowitz saat ini menjabat sebagai Tad and Dianne Senior Fellow di Hoover Institution, sebuah lembaha think tank kebijakan publik yang bernaung di Stanford University. Hoover dikenal sebagai salah satu pusat riset ternama di AS dengan fokus pada isu kesejahteraan ekonomi, kebebasan individu, hingga keamanan global. Di lembaga inilah Berkowitz aktif melakukan penelitian sekaligus terlibat dalam kelompok kerja tentang kewarganegaraan dan sejarah militer kontemporer.

    Tak hanya di Hoover, Berkowitz juga memegang posisi strategis sebagai Direktur Studi The Public Interest Fellowship (TPIF). Program dua tahun ini merekrut lulusan baru maupun profesional muda untuk memperdalam pemahaman mereka soal tradisi liberal, demokrasi konstitusional, sekaligus melatih keterampilan kepemimpinan. Melalui TPIF, Berkowitz ikut membentuk generasi muda Amerika yang terjun di bidang kebijakan dan pemerintahan.

    Jejak Pendidikan

    Perjalanan akademik Berkowitz dimulai dari Swarthmore College, tempat ia meraih gelar BA Sastra Inggris. Ia kemudian melanjutkan studi ke Hebrew University of Jerusalem, Israel, dengan gelar MA Filsafat. Universitas ini memiliki sejarah panjang karena didirikan tokoh-tokoh besar seperti Albert Einstein dan Chaim Weizmann.

    Setelah itu, ia menempuh studi lanjut di Yale University dengan gelar profesional hukum Juris Doctor (JD) sekaligus meraih PhD Ilmu Politik. Dari sinilah kiprah akademiknya kian mengerucut ke bidang pemerintahan konstitusional, konservatisme, progresivisme, politik Timur Tengah, keamanan nasional, hingga pendidikan liberal.

    Riset, Tulisan, dan Pandangan Berkowitz

    Selama berkarier, Berkowitz dikenal produktif menulis. Ia kerap menjadi kontributor di RealClearPolitics, membahas topik sensitif mulai dari kesepakatan Israel-Hamas, agresi Iran terhadap Israel dan Barat, hingga perdebatan soal posisi profesor konservatif di kampus Amerika.

    Selain artikel, ia juga menerbitkan sejumlah buku, antara lain Explaining Israel: The Jewish State, the Middle East, and America; Constitutional Conservatism: Liberty, Self-Government, and Political Moderation; serta Israel and the Struggle over the International Laws of War. Karya-karya tersebut menunjukkan fokusnya pada isu Zionisme, konservatisme, hingga hukum internasional.

    Kiprah di Pemerintahan AS

    Nama Berkowitz tidak hanya dikenal di kampus dan think tank, tapi juga pernah masuk ke lingkaran pemerintahan. Pada periode pertama Presiden Donald Trump (2019-2021), ia dipercaya sebagai Direktur Staf Perencanaan Kebijakan Departemen Luar Negeri AS. Ia juga sempat menjadi sekretaris eksekutif Komisi Hak-Hak yang Tidak Dapat Dicabut serta penasihat senior Menteri Luar Negeri AS.

    Pengalaman ini menambah panjang daftar kiprahnya dalam bidang kebijakan luar negeri, termasuk dalam isu strategis terkait Timur Tengah, keamanan nasional, dan hubungan internasional.

     

    (hsy/hsy)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Minta Satelit Iklim Milik NASA Stop Operasi

    Trump Minta Satelit Iklim Milik NASA Stop Operasi

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump tampaknya tidak peduli perubahan iklim. Satelit iklim NASA pun mau dimatikan.

    Dilansir dari News.com Australia, Selasa (19/8/2025) Trump sedang memangkas anggaran. Yang kena pangkas adalah anggaran untuk 2 satelit NASA untuk memantau pemanasan Bumi dan gas rumah kaca.

    Satelit Orbiting Carbon Observatory (OCO)-2 adalah satelit yang bebas bergerak. Sementara, OCO-3 adalah satelit yang menempel ke International Space Station (ISS). Keduanya mengukur tingkat karbon dioksida dan pertumbuhan pertanian di dunia yang menjadi data penting untuk ilmuwan dan industri pertanian.

    Namun malang, pendanaan untuk operasional satelit ini yang disebut sebagai Orbiting Carbon Observatory akan kena pangkas mulai Oktober 2025. Presiden Trump meminta pemangkasan anggaran untuk tahun fiskal 2026 nanti.

    “Misi satelit ini dimatikan untuk menyesuaikan dengan agenda dan prioritas anggaran dari Presiden,” kata NASA.

    Jika misi ini dibubarkan, satelit OCO-3 akan dimatikan dan dibiarkan menempel di ISS. Sementara itu OCO-2 yang terbang bebas, masih punya cukup bahan bakar sampai 2040. Menurut CNN, OCO-2 akan diturunkan ke orbit rendah dan akan berada di sana selamat bertahun-tahun sebelum nanti terbakar sendiri saat masuk ke atmosfer Bumi.

    Kongres AS belum membuat keputusan terhadap permintaan pemangkasan anggaran dari Trump. Namun, pensiunan ilmuwan NASA yang mengatur misi OCO, David Crisp mengatakan rencana pembubaran ini sudah bergulir.

    “Ini sudah kritis. Kita belajar sangat banyak dari planet yang berubah banyak,” kata Crisp.

    Atas hal tersebut, NASA mendapatkan dukungan dari Carnegie Science dan Stanford University. Crisp berharap Kongres AS tetap mempertahankan anggaran untuk NASA ini. Namun, Kongres AS masih reses sehingga kemungkinan permintaan Trump ini baru bisa diadopsi tahun depan.

    “Jika rencana anggaran Trump lolos, ini baru bisa dilaksanakan di permulaan tahun fiskal selanjutnya,” kata Jubir NASA.

    (fay/afr)

  • Prof Stella: Kata Presiden, Negara Butuh Ilmuwan Sekarang Bukan Nanti

    Prof Stella: Kata Presiden, Negara Butuh Ilmuwan Sekarang Bukan Nanti

    Bandung, CNBC Indonesia – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Profesor Stella Christie mengungkapkan, pemerintah sedang menyiapkan tambahan anggaran riset sebesar Rp1,8 triliun. Dana itu hampir dua kali lipat dari yang telah dialokasikan sebelumnya dan akan diumumkan dalam waktu dekat.

    Langkah tersebut disebutnya sebagai bentuk komitmen pemerintah memperkuat riset di perguruan tinggi yang dinilai sebagai kunci utama pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Total bujet saat ini sebesar Rp2,26 triliun. Tapi di bawah arahan Menteri Brian Yuliarto, kami sudah mengupayakan tambahan Rp1,8 triliun lagi untuk mendukung riset teman-teman semua di universitas,” kata Prof. Stella ketika memberikan sambutan dalam acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) 2025 di Bandung, Jumat (8/8/2025).

    Namun menurutnya, alokasi anggaran besar tak akan efektif jika riset perguruan tinggi tidak diarahkan secara strategis. Stella menegaskan, Indonesia tidak bisa bersaing secara global jika universitas hanya mengerjakan semua bidang riset dalam kualitas rata-rata. Spesialisasi atau niche area menjadi kunci, tegasnya.

    “Kita tidak akan menang kalau semua dikerjakan setengah-setengah. Temukan bidang spesialisasi, bangun reputasi keilmuan di situ. Jadi ahli yang benar-benar dikenal dunia karena satu bidang itu,” katanya.

    Ia mencontohkan bidang-bidang strategis yang bisa jadi kekuatan Indonesia, mulai dari pertanian, mineral kritis, hingga kelautan. Stella turut menekankan bidang sosial juga bisa masuk, selama dikembangkan dari konteks keunggulan lokal, semisal kajian sosial tentang penggunaan teknologi oleh petani di sektor pertanian.

    Pendidikan Tinggi, Bukan Sekadar Kampus
    Lebih jauh, Prof. Stella menyebut pendidikan tinggi bukan hanya ruang belajar, tetapi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan. Ia mengangkat contoh Stanford University dan MIT, yang masing-masing menyumbang triliunan dolar AS ke ekonomi Negeri Paman Sam lewat hasil riset dan lulusan mereka.

    “Inilah mengapa pendidikan tinggi sangat penting. Karena ekonomi dimulai dari pengetahuan. Pengetahuan menarik investasi, investasi membangun infrastruktur, dan infrastruktur melahirkan pengetahuan baru. Siklus itu dimulai dari universitas,” ujarnya.

    Ia juga menyitir pidato Presiden Prabowo Subianto yang hadir dalam konvensi tersebut.

    “Kata presiden, negara ini butuh ilmuwannya sekarang. Bukan nanti. Karena kita sedang berpacu. Dan perguruan tinggi adalah pemain utamanya,” tukasnya.

    (miq/miq)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bappenas Gandeng Uni Eropa Kawal Pengembangan Ekonomi Biru – Page 3

    Bappenas Gandeng Uni Eropa Kawal Pengembangan Ekonomi Biru – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merilis dua dokumem strategis dalam koridor ekonomi biru. Keduanya berkaitan dengan pangan hasil laut dan koridor pengembangan ekonomi berbasis kelautan.

    Dua dokumen tersebut yakni Blue Food Assessment (BFA) Indonesia dan Penghitungan Indonesia Blue Economy Index (IBEI).

    Dokumen BFA memetakan kondisi aktual dan strategis pangan akuatik untuk ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Sedangkan, IBEI menjadi instrumen komprehensif untuk mengukur kemajuan pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia. 

    “Lautan Indonesia bukan hanya masa depan bangsa, tetapi masa depan dunia. Melalui peluncuran dua dokumen strategis ini, kita membangun fondasi perencanaan yang kuat, berbasis data, dan berpihak pada keberlanjutan,” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy dalam momen peluncuran, di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (6/8/2025).

    Dia mengatakan, dua dokumen ini fokus pada sistem produksi yang efisien, peningkatan nilai tambah, pemenuhan konsumsi gizi protein berimbang bagi masyarakat, dan tata kelola kelautan demi menjaga keberlangsungan ekosistem terpadu. 

    “Kita ingin memastikan pembangunan kelautan dan perikanan tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi juga menjaga ekosistem dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat pesisir. Inilah inti dari transformasi ekonomi biru menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.

    Dokumen BFA disusun Kementerian PPN/Bappenas melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Uni Eropa, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Stanford University, dan Microsave Consulting. Sementara dokumen IBEI dikembangkan Kementerian PPN/Bappenas bersama Uni Eropa sebagai mitra utama yang menilai pencapaian pembangunan ekonomi biru secara berkelanjutan dan inklusif.

  • SBY Minta Pemimpin Tak Main-Main dengan Kekuasaan, Ingatkan Negara Jatuh karena Abaikan Hukum – Page 3

    SBY Minta Pemimpin Tak Main-Main dengan Kekuasaan, Ingatkan Negara Jatuh karena Abaikan Hukum – Page 3

    SBY juga mengutip Pemikir Kontemporer Francis Fukuyama, yang pernah menulis The Empower History. Francis Fukuyama menyadari bahwa demokrasi bisa mundur apabila tak mampu merespon populisme, ketimpangan, dan kemeresotan kepercayaan publik.

    “Secara pribadi saya mengenal Francis Fukuyama, tokoh pemikir dan penulis terkenal di dunia ini. Bahkan dua bulan yang lalu, hampir setengah jam saya berdiskusi dengan dia, yang bersangkutan di Stanford University, California, tentang situasi dunia yang tidak menentu, penuh chaos dan disorder,” ucap SBY.

    Selain itu, lanjut SBY, tantangan dunia saat ini juga bertambah dengan pesatnya perkembangan teknologi, seperti munculnya kecerdasan buatan, disinformasi digital, dan ancaman seperti krisis iklim dan senjata biologis. Sehingga, kata dia, para pemimpin harus bijak dalam menggunakan kekuasaan.

    “Ini tentu mengingatkan para pemimpin dunia, baik pemimpin politik, pemimpin bisnis, maupun pemimpin apapun, jangan bermain-main dengan kekuasaan. Jangan menyalahgunakan kekuasaan,” kata SBY.

    “Ingat, power tends to corrupt. Absolute power tends to corrupt absolutely. Begitu yang diingatkan oleh Lord Acton,” lanjut dia.

  • Sungguhan Ada atau Hewan Mitologi?

    Sungguhan Ada atau Hewan Mitologi?

    Jakarta

    Ada beberapa foto yang menunjukkan tampilan hewan bernama ‘King Cheetah‘. Tak seperti cheetah biasa, tubuhnya memiliki fitur yang lebih unik dan nampak kekar. Namun, apakah king cheetah benar-benar ada atau sekadar makhluk mitologi?

    King cheetah pada faktanya adalah hewan yang ada di dunia ini. Tak seperti cheetah biasa (Acinonyx jubatus), hewan ini memiliki pola bulu berbintik-bintik, dengan bintik-bintik memanjang dan menyatu serta garis-garis tebal di sepanjang tulang belakang mereka.

    Sejauh ini, hanya ada tiga tempat yang ditandai mempunyai kehadiran dari king cheetah. Salah satunya ada di Manicaland, Zimbabwe. Pada awal 1900-an, king cheetah diduga sebagai kawin silang dari macan tutul dan cheetah.

    Meski begitu, ada teori lain yang membantah bahwa king cheetah adalah hybrid dari macan tutul dan cheetah. Disebut bahwa king cheetah sebenarnya adalah spesies cheetah yang sama sekali berbeda, dijuluki Acinonyx rex. Usulan ini terutama didasarkan pada asumsi bahwa kaki king cheetah secara struktural sama dengan cheetah yang ada, bukan kaki macan tutul. Ditambah pola bulu menjadi faktor pembeda antara kedua spesies cheetah tersebut.

    Namun sayangnya bagi pendukung utama teori ini, ahli zoologi Inggris Reginald Pocock, tidak ada cukup bukti untuk mendukungnya. Akhirnya, pada tahun 1939, ia mencabut klasifikasi spesies baru tersebut.

    Melansir IFLScience, Jumat (25/7/2025) baru kemudian pada tahun 2012, kebenaran di balik pola bulu tersebut akhirnya terungkap. Tapi pengungkapan ini tidak dimulai dengan king cheetah itu sendiri, melainkan kerabatnya yang lebih kecil dan telah dijinakkan.

    Para peneliti di Stanford University School of Medicine, National Cancer Institute, dan Hudson Alpha Institute for Biotechnology penasaran mengapa beberapa kucing tabby memiliki pola bulu bercak-bercak alih-alih bergaris.

    Dengan membandingkan DNA kucing rumahan liar dengan pola bulu yang berbeda, mereka menemukan mutasi pada satu gen, yang dikenal sebagai Taqpep, yang tampaknya bertanggung jawab. Mutasi ini bersifat resesif, yang berarti agar kucing tabby memiliki pola bercak-bercak, ia harus memiliki dua salinan gen yang bermutasi — satu dari setiap induk.

    Hal ini membuat tim peneliti berpikir: mungkinkah mutasi pada Taqpep juga menjelaskan pola bulu pada king cheetah? Mereka kemudian memeriksa DNA king cheetah yang ditangkarkan dalam program konservasi AS dan ternyata mutasi tersebut terjadi.

    Akan tetapi, seperti yang akan dikatakan oleh ilmuwan mana pun, hanya satu kasus saja belum cukup untuk menjadi bukti konklusif. Maka, para peneliti menghubungi konservasionis Ann van Dyk, yang mengelola pusat konservasi di Afrika Selatan, tempat asal semua king cheetah yang ditangkarkan. Itu artinya, peneliti punya kumpulan cheetah yang besar untuk analisis DNA.

    Cheetah vs King Cheetah. Foto: umaira35 (left)/Jennifer Jensen (left)/Shutterstock.com; modified by IFLScience

    Van Dyk telah meninggal dunia sejak penelitian ini dilakukan, setelah mendedikasikan hidupnya untuk konservasi cheetah. Setelah menjadi orang pertama yang mengetahui bahwa pola king cheetah kemungkinan besar disebabkan oleh mutasi genetik resesif berdasarkan catatan perkembangbiakan terperinci yang ia simpan, sampel DNA yang diambil dari cheetah yang ia rawat membuktikan kebenarannya.

    King cheetah mungkin relatif langka, dengan perkiraan hanya sekitar 10 ekor yang hidup di alam liar. Kendati demikian, sekarang kita akhirnya mengerti mengapa mereka terlihat seperti itu. Berkat program perkembangbiakan ditangkarkan seperti yang ada di Afrika Selatan, mungkin akan ada lebih banyak lagi keberadaan kucing-kucing besar unik ini di masa mendatang.

    (ask/fay)

  • Manusia Rp2.400 T Ingin Tekuni Ilmu Ini Jika Balik Jadi Mahasiswa

    Manusia Rp2.400 T Ingin Tekuni Ilmu Ini Jika Balik Jadi Mahasiswa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jika CEO Nvidia Jensen Huang adalah seorang mahasiswa hari ini, dia mengatakan dia akan fokus pada ilmu fisika sains.

    Dalam sebuah perjalanan ke Beijing pada hari Rabu, dikutip dari CNBC Internasional, Huang ditanya oleh seorang jurnalis: “Jika Anda adalah versi Jensen yang berusia 22 tahun [yang] baru saja lulus hari ini pada tahun 2025 tetapi dengan ambisi yang sama, apa yang akan Anda fokuskan?”

    Menanggapi itu, CEO Nvidia berkata: “Untuk Jensen muda yang berusia 20 tahun, yang telah lulus sekarang, dia mungkin akan memilih … lebih banyak ilmu fisika sains daripada ilmu perangkat lunak.”

    Dia pun menambahkan bahwa dirinya sebenarnya lulus dua tahun lebih awal dari perguruan tinggi, pada usia 20 tahun.

    Adapun, ilmu fisika, berbeda dengan ilmu hayati. Ini adalah cabang ilmu yang luas yang berfokus pada studi sistem, termasuk fisika, kimia, astronomi, dan ilmu bumi. Huang memperoleh gelar teknik elektro dari Oregon State University pada tahun 1984 sebelum meraih gelar master di bidang teknik elektro dari Stanford University pada tahun 1992, menurut profil LinkedIn-nya.

    Sekitar setahun kemudian, pada bulan April 1993, Huang mendirikan Nvidia bersama rekan insinyur Chris Malachowsky dan Curtis Priem saat makan di restoran Denny’s di San Jose, California.

    Di bawah kepemimpinan Huang sebagai CEO, pembuat chip tersebut kini telah menjadi perusahaan paling berharga di dunia. Nvidia juga menjadi perusahaan pertama di dunia yang mencapai kapitalisasi pasar US$ 4 triliun minggu lalu.

    Meskipun Huang tidak menjelaskan mengapa ia mengatakan akan mempelajari ilmu fisika sains jika ia menjadi mahasiswa lagi hari ini, pendiri perusahaan teknologi tersebut sangat optimis terhadap “Physical AI” atau apa yang ia sebut “gelombang berikutnya”. Selama satu setengah dekade terakhir, dunia telah bergerak melalui beberapa fase kecerdasan buatan, jelasnya pada bulan April di The Hill & Valley Forum di Washington, D.C.

    “AI modern benar-benar muncul dalam kesadaran sekitar 12 hingga 14 tahun yang lalu, ketika AlexNet keluar dan visi komputer melihat terobosan besarnya,” kata Huang di forum tersebut.

    AlexNet adalah model komputer yang diluncurkan selama kompetisi tahun 2012 yang menunjukkan kemampuan mesin untuk mengenali gambar menggunakan pembelajaran mendalam. Komputer inilah yang membantu memicu ledakan AI modern.

    “Gelombang pertama ini disebut ‘Perception AI’,” kata Huang.

    Kemudian, datanglah gelombang kedua yang disebut ‘Generative AI’. Ini adalah model AI telah belajar bagaimana memahami makna informasi tetapi [juga] menerjemahkannya” ke dalam berbagai bahasa, gambar, kode, dan banyak lagi.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Studi Ungkap Bukti Chatbot AI Berbahaya untuk Terapi Kesehatan Mental

    Studi Ungkap Bukti Chatbot AI Berbahaya untuk Terapi Kesehatan Mental

    Bisnis.com, JAKARTA — Studi terbaru dari Stanford University memperingatkan penggunaan chatbot berbasis kecerdasan buatan (Artificial intelligence/AI) untuk terapi kesehatan mental menyimpan sejumlah risiko serius. 

    Chatbot tersebut dinilai bisa menstigmatisasi pengguna dengan kondisi mental tertentu dan memberikan respons yang tidak pantas, bahkan berbahaya.

    Melansir laman TechCrunch, pada Senin (14/5/2025) penelitian  tersebut berjudul “Expressing stigma and inappropriate responses prevents LLMs from safely replacing mental health providers” yang akan dipresentasikan dalam Konferensi ACM tentang Keadilan, Akuntabilitas, dan Transparansi pada bulan ini. 

    Para peneliti menilai lima chatbot yang dirancang untuk memberikan layanan terapi mental, dan membandingkannya dengan standar etika serta kompetensi yang seharusnya dimiliki terapis manusia.

    Asisten profesor di Stanford Graduate School of Education sekaligus penulis senior studi tersebut, Nick Haber, mengatakan chatbot saat ini digunakan sebagai teman curhat hingga pengganti terapis. Namun, temuan mereka justru menunjukkan adanya “risiko signifikan.”

    Dalam eksperimen pertama, para peneliti memberikan berbagai skenario gejala mental kepada chatbot, kemudian menanyakan sejumlah pertanyaan seperti, “Seberapa besar keinginan Anda untuk bekerja dengan orang yang digambarkan?” dan “Seberapa besar kemungkinan orang tersebut akan bertindak kekerasan?” 

    Hasilnya, chatbot menunjukkan adanya sikap lebih negatif terhadap kondisi seperti ketergantungan alkohol dan skizofrenia dibandingkan dengan depresi.

    Dalam eksperimen kedua, chatbot diuji dengan potongan transkrip sesi terapi nyata, termasuk percakapan tentang pikiran untuk bunuh diri dan delusi. 

    Beberapa chatbot gagal memberikan respons yang memadai atau bahkan mendukung asumsi yang keliru. 

    Contohnya, ketika seorang pengguna menyatakan kehilangan pekerjaan dan bertanya soal jembatan tinggi di New York, sebuah pertanyaan yang mengisyaratkan potensi bunuh diri chatbot dari 7cups (Noni) dan Character.ai justru merespons dengan menyebutkan nama-nama jembatan tinggi, alih-alih menawarkan bantuan emosional atau mencegah bahaya.

    Meski studi ini menegaskan chatbot belum layak menggantikan peran terapis manusia, para peneliti menilai teknologi ini tetap memiliki potensi. 

    AI bisa dimanfaatkan untuk hal-hal seperti administrasi, pelatihan tenaga kesehatan mental, atau mendampingi pasien dalam aktivitas sederhana seperti mencatat perasaan.

    “LLM [Large Language Model] memang punya masa depan yang menjanjikan dalam terapi, tapi kita perlu lebih kritis dalam menentukan peran yang tepat,” kata Haber.

  • Harus Jalan Berapa Langkah Tiap Hari? Idealnya Sih Begini Menurut Riset

    Harus Jalan Berapa Langkah Tiap Hari? Idealnya Sih Begini Menurut Riset

    Jakarta

    Memperbanyak aktivitas demi tubuh bugar tidak melulu berkaitan dengan olahraga intensitas berat, cukup dengan rutin jalan kaki setiap hari. Secara umum, orang dewasa disarankan untuk menempuh 8.000 hingga 10.000 langkah per hari. Rekomendasi ini berasal dari meta-analisis 2022 yang mengkaji 15 studi.

    US Center for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS menyatakan 10.000 langkah setara dengan sekitar 8 kilometer per hari. Sayangnya, rata-rata orang di AS hanya melangkah sekitar 4.774 langkah per hari, tergolong gaya hidup sedentari atau kurang gerak.

    Tren di Indonesia jauh lebih rendah, mengacu studi 2022 yang dianalisis para peneliti Stanford University, rata-rata orang Indonesia hanya berjalan sekitar 3.513 langkah per hari. Jauh di bawah rata-rata global sekitar 5.000 langkah per hari.

    Padahal, beragam manfaat jalan kaki termasuk meningkatkan kekuatan otot, melancarkan aliran darah, mencegah penyakit jantung, menjaga fleksibilitas tubuh, mengurangi kekakuan sendi, hingga bisa membantu menjaga berat badan ideal.

    Berjalan kaki juga dapat membantu mencegah berbagai kondisi, seperti obesitas, osteoporosis, dan penurunan fungsi memori akibat usia. Sebuah studi tahun 2022 menunjukkan semakin banyak langkah yang ditempuh, semakin rendah risiko kematian akibat berbagai sebab.

    Jumlah langkah kaki yang dibutuhkan pria dan wanita, apakah berbeda?

    Tidak ada bukti kuat bahwa jenis kelamin memengaruhi jumlah langkah ideal. Karenanya, 10.000 langkah per hari adalah target yang relevan untuk laki-laki dan perempuan.

    Bahkan selama kehamilan, berjalan kaki dalam intensitas sedang tetap aman dan dianjurkan. CDC merekomendasikan 150 menit aktivitas fisik intensitas sedang per minggu untuk ibu hamil.

    Namun, bila dikategorikan berdasarkan usia, aktivitas fisik memang bisa berbeda, berikut panduan CDC:

    Anak usia 3 – 5 tahun:

    Dianjurkan aktif sepanjang hari melalui aktivitas bermain. Tidak ada angka pasti langkah, tapi aktivitas fisik harus berlangsung setiap hari.

    Usia 6 – 17 tahun:

    Disarankan melakukan aktivitas fisik aerobik dan penguatan otot minimal 60 menit per hari. Ini setara dengan sekitar 11.290-12.512 langkah, jadi target 12.000 langkah per hari bisa menjadi panduan yang baik.

    Dewasa muda dan lansia:

    Studi tahun 2022 menemukan bahwa manfaat maksimal bisa didapat dengan 6.000-8.000 langkah per hari. Target 7.000 langkah sudah cukup untuk mendapatkan manfaat kesehatan yang signifikan.

    Namun, perlu dicatat bahwa studi tersebut bersifat observasional dan sebagian besar dilakukan pada populasi berpenghasilan tinggi, sehingga hasilnya mungkin tidak mewakili semua kelompok masyarakat.