Institusi: ReForminer Institute

  • Ditjen Gakkum ESDM Beroperasi, Tambang Ilegal hingga BBM Oplosan jadi PR

    Ditjen Gakkum ESDM Beroperasi, Tambang Ilegal hingga BBM Oplosan jadi PR

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) di lingkup Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi beroperasi seiring dengan terisinya posisi direktur jenderal dan jajarannya.

    Adapun, Rilke Jeffri Huwae resmi menjabat sebagai dirjen gakkum Kementerian ESDM setelah dilantik di Gedung Chairul Saleh, Kantor Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM, Rabu (25/6/2025). 

    Founder & Advisor Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto memandang terbentuknya Ditjen Gakkum ESDM berpotensi membawa angin positif di sektor energi. 

    “Pembentukan Ditjen ini bisa kemudian memfasilitasi pelaksanaan tugas-tugas di Kementerian ESDM dengan masalah-masalah energi, migas, minerba yang berkaitan dengan penegakan aturan dengan lebih baik,” kata Pri kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025). 

    Selama ini, Pri melihat dalam regulasi di sektor migas maupun minerba memang sudah terbentuk landasan mengenai penegakan hukum dari aparat pemerintah di instansi sipil seperti halnya Kementerian ESDM. 

    Namun, pembentukan Ditjen Gakkum ESDM ini dinilai akan lebih fokus dan memperkuat kinerja sektoral karena ada pihak yang secara khusus menangani dari sisi penegakan hukumnya. 

    “Harapannya yang ditangani bisa meliputi persoalan terkait tambang ilegal, sumur migas ilegal, pengawasan teknik-volume-kandungan produksi tambang, penerapan aturan baku mutu lingkungan di lingkup bidang ESDM, sampai pada masalah terkait penyalahgunaan atau oplosan produk BBM dan LPG subsidi,” ujarnya. 

    Tak hanya itu, berdirinya Ditjen Gakkum ESDM juga dapat mempermudah koordinasi dalam hal penegakan aturan/hukum di lingkup Kementerian ESDM dengan institusi penegak hukum lain seperti kepolisian, kejaksaan, KPK.

    “Dari situ harapannya penertiban-penertiban terhadap permasalahan-permasalahan terkait sebagaimana di atas kemudian dapat diterapkan dengan lebih efektif,” pungkasnya. 

    Untuk diketahui, Menteri Bahlil Lahadalia telah melantik Rilke Jeffri Huwae menjadi dirjen gakkum Kementerian ESDM dan Ma’mun sebagai direktur penindakan pidana Ditjen Gakkum. 

    Rilke sebelumnya menjabat sebagai staf ahli bidang pengembangan sektor investasi prioritas di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 

    Dia juga sempat menjabat sebagai kepala kejaksaan negeri di Fak-fak, Bangka, dan Ternate, serta asisten perdata dan tata usaha negara di Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.

    Sementara itu, Kombes Pol. Ma’mun sebelumnya menjabat sebagai kasubdit V Dittipideksus Bareskrim Polri, Markas Besar Kepolisian RI. 

    Berdasarkan keterangan dalam akun resmi Instagram @dittipideksus_bareskrim, Ma’mun dilantik sebagai kasubdit V IKNB (industri keuangan nonbank) oleh Dirtipideksus Bareskrim Polri pada 2020 lalu. 

  • Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US5 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US$145 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memproyeksikan harga minyak dunia bisa melambung ke level US$145 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Hal ini tak lepas dari terganggunya jalur pengiriman minyak dunia.

    Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

    Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti menilai jika selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, bakal terjadi disrupsi pasokan global. Apalagi, Iran memiliki kontribusi sekitar 5% terhadap pasokan minyak global.

    Yayan berpendapat, disrupsi pasokan minyak imbas ditutupnya Selat Hormuz bakal lebih dalam dibanding efek dari perang Rusia-Ukraina pada 2022.

    “Kemungkian disrupsinya sekitar 3% hingga 4%, kemungkinan harga minyak jika Selat Hormuz ditutup harga bisa di kisaran US$100 hingga US$145 per barel,” ucap Yayan kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Adapun, dilansir dari Reuters, harga minyak dunia sudah mulai bergejolak. Bahkan, melonjak ke level tertinggi sejak Januari 2025 pada perdagangan pagi ini, Senin (23/6/2025).

    Tercatat, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman terdekat naik US$1,92 atau 2,49% menjadi US$78,93 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,89 atau 2,56% ke posisi US$75,73 per barel.

    Kendati demikian, proyeksi kenaikan harga minyak tersebut bakal bergantung pada berapa lama Selat Hormuz ditutup. Menurutnya, semakin lama selat itu ditutup, semakin parah jika efeknya.

    Dia menilai efek buruk penutupan Selat Hormuz, bahkan bakal menimpa Iran sendiri.

    “Selat Hormuz vital tak hanya untuk perdagangan internasional, tapi bagi Iran sendiri untuk melakukan aktivitas perdagangan internasional. Kalau tutup dalam jangka panjang itu enggak baik bagi ekonomi Iran,” jelas Yayan.

    Yayan berpendapat hal tersebut pun bakal berdampak bagi Indonesia, yakni harga BBM bisa naik. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah dan para pemangku kepentingan mulai mencari pasokan minyak mentah tak hanya dari Timur Tengah.

    “Strateginya kita kan sudah ada hubungan dagang dengan AS, saya kira harus kita akselerasi impor BBM dari AS atau negara lainnya,” ucap Yayan.

    Sementara itu, Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai harga minyak bisa melonjak jika eskalasi di Timur Tengah kian meluas. Artinya, jika konflik meluas dan tak hanya melibatkan Israel, Iran, dan AS, maka harga minyak bisa melambung.

    Namun, jika konflik itu masih terbatas, harga minyak perlahan akan kembali turun.

    “Kalau terbatas, perlahan harga akan kembali turun ke fundamentalnya di kisaran US$60-US$70 per barel. Kalau perang meluas, ya tidak ada yang tahu berapa batas atasnya,” kata Pri Agung.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, pemerintahan Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut.

    Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu (22/6/2025), di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

    Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

  • Siasat Baru Pemerintah Kerek Produksi Minyak Nasional

    Siasat Baru Pemerintah Kerek Produksi Minyak Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus memutar otak untuk meningkatkan produksi dan lifting minyak dan gas bumi (migas) nasional. Kali ini, pemerintah mendorong pemberdayaan sumur minyak rakyat yang selama ini dipandang ilegal. 

    Kebijakan itu termaktub dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Dalam beleid yang ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada 3 Juni 2025 itu, sumur minyak masyarakat adalah sumur yang dikelola oleh badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, atau UMKM.

    Melalui aturan baru tersebut, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat melakukan kerja sama pengolahan bagian wilayah kerja (WK), tata kelola, keamanan sosial, dan perlindungan investasi demi memberdayakan sumur ilegal itu.

    Regulasi ini pun mengatur tiga bentuk kerja sama. Pertama kerja sama KKKS dengan mitra, yaitu kerja sama operasi atau teknologi mencakup sumur idle well, production well, idle field, serta lapangan produksi.

    Kedua, kerja sama sumur rakyat. Ketiga, kerja sama pengusahaan sumur tua yang sudah berjalan sesuai dengan Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.

    Khusus sumur rakyat, kegiatan operasinya akan dinaungi BUMD, koperasi, atau UMKM yang bekerja sama dengan KKKS. Kelak, KKKS pun wajib membeli minyak dari sumur rakyat tersebut.

    Sebaliknya, BUMD, koperasi, atau UMKM yang tak menjual minyak ke KKKS akan dilakukan penindakan hukum. Adapun, kerja sama antara KKKS dengan sumur rakyat ini dilakukan pada periode penanganan sementara paling lama 4 tahun.

    Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia menuturkan, aturan baru itu dapat mendorong peningkatan produksi migas nasional. Ini khususnya dengan cara melibatkan stakeholders partnership untuk optimalisasi potensi produksi dari wilayah kerja (WK) KKKS dan pengelolaan sumur idle, serta sumur minyak masyarakat.

    “Manfaatnya, bagi masyarakat lokal, melalui BUMD, koperasi, badan usaha UKM, memberikan kesempatan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam peningkatan produksi migas nasional,” kata Dwi kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

    Pengolahan sumur ilegal memang tidak boleh dipandang sebelah mata, terlebih jumlahnya pun tak sedikit. Untuk itu, alih-alih membiarkan, produksi dari sumur masyarakat itu harus ikut dimanfaatkan.

    Kementerian ESDM mencatat sebaran sumur ilegal berada di Sumatra Selatan, Aceh, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk wilayah Sumatra Selatan saja, jumlah sumur masyarakat itu lebih dari 7.700.

    Kementerian ESDM pun memperkirakan jumlah orang yang bekerja pada 7.700 sumur ilegal di Sumatra Selatan itu mencapai 230.000 jiwa. Adapun, perkiraan produksi dari sumur tersebut mencapai 6.000 sampai dengan 10.000 barel per hari (bopd).

    Praktik sumur ilegal itu umumnya berada di luar wilayah kerja migas, di dalam wilayah kerja migas, dan di dalam wilayah kerja tetapi berada di dalam wilayah operasi kontraktor.

    Oleh karena itu, dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan kepada BUMD, koperasi, atau UMKM tersebut dalam jangka waktu 4 tahun. Ini khususnya untuk penguasaan tata kelola produksi migas yang baik, teknologi, aspek lingkungan, dan penguatan permodalan.

    Dwi mengatakan, pemerintah juga mendapat keuntungan dari aturan baru itu. Keuntungan tersebut berupa penambahan pasokan migas nasional berkontribusi dalam penciptaan ketahanan energi dan ketersediaan lapangan kerja di daerah.

    Maklum, realisasi lifting minyak RI belum meningkat secara signifikan. Tercatat, realisasi lifting minyak bumi pada kuartal I/2025 mencapai 573.900 bopd. Angka ini masih di bawah target APBN yang sebesar 605.000 bopd.

    Beban bagi KKKS

    Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal berpendapat aturan baru itu seperti memberikan karpet merah legalisasi bagi sumur ilegal. Hal ini pun malah menjadi beban bagi KKKS.

    “Menurut kami ini risiko cukup besar. Kenapa? Karena yang tadinya ilegal akhirnya dibuat seolah-olah menjadi legal. Dan ini menjadi beban bagi si KKKS-nya,” katanya.

    Moshe mengatakan, kerja sama dengan sumur rakyat itu dapat merugikan KKKS. Musababnya, KKKS harus bertanggung jawab terhadap sumur yang dikelola BUMD, koperasi, atau UMKM itu, sedangkan sumur tersebut bukan sesuatu yang potensial secara bisnis.

    Terlebih, Permen baru ini juga malah bisa menjadi ‘senjata’ bagi pemegang sumur rakyat untuk memaksa kerja sama dengan KKKS. Moshe menukarkan sejumlah ‘beban’ yang harus ditanggung KKKS itu seperti memperbaiki tata kelola sumur rakyat, menanggung keselamatan, hingga menjaga lingkungan.

    Dalam beleid terbaru itu, gubernur/bupati/wali kota, SKK Migas atau BPMA, dan KKKS diminta untuk membina dan memperbaiki tata kelola sumur rakyat. Pembinaan dan perbaikan itu meliputi good engineering practices, keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup, keamanan, keekonomian, serta monitoring dan evaluasi.

    Menurut Moshe, ini sesuatu yang sukar dicapai. Sebab, melakukan pembinaan pada sumur yang dikelola masyarakat bukan hal mudah.

    Dia juga mengingatkan bahwa pengelolaan sumur rakyat masih rentan akan keselamatan dan kesehatan kerja, serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pedoman good engineering practices. Moshe menyebut, setiap tahunnya selalu terjadi kecelakaan kerja seperti kebakaran yang menimbulkan korban jiwa.

    Sementara KKKS wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penerimaan minyak sejak titik serah sumur minyak BUMD, koperasi, atau UMKM. Moshe menilai hal ini bisa menjadi ancaman bagi investor.

    “Kalau ini dibenarkan dan dibiarkan, tanggung jawabnya itu didorong ke KKKS, wah itu investor bisa kabur,” ucapnya.

    Alih-alih memperbolehkan KKKS bekerja sama dengan sumur rakyat, Mose mengingatkan pemerintah sebaiknya membentuk badan khusus pemberantas sumur ilegal itu.

    Pada praktiknya, masyarakat hanya menjadi korban. Pasalnya, dalam operasional sumur rakyat itu terdapat oknum dari pelindung sampai pembeli minyaknya. Oleh karena itu, menurutnya, operasional sumur rakyat itu seolah menjadi kejahatan yang terstruktur.

    “Jadi menurut saya, daripada nge-push Permen seperti ini, lebih baik membentuk sebuah badan pemberantas sumur ilegal,” kata Moshe.

    Dia mengatakan, badan tersebut harus dibuat selayaknya Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bertugas memberantas narkoba. Badan itu harus berdiri sendiri sehingga saat rezim berganti, badan itu tetap berdiri.

    “Siapa yang memimpin badan ini? Bukan Kementerian ESDM, tapi instansi yang bertanggung jawab terhadap hukum,” kata Moshe.

    Iklim Investasi Perlu Dijaga

    Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengingatkan agar upaya merangkul sumur rakyat oleh pemerintah itu, jangan sampai mengganggu iklim investasi.

    Dia menuturkan, sejatinya aturan kerja sama pengelolaan sumur rakyat sah-sah saja jika sudah ada payung hukum baru itu. Namun, sebaiknya kerja sama antara KKKS dengan BUMD, koperasi, atau UMKM tetap menghormati kontrak kerja sama yang berlaku.

    “Prinsipnya, agar apa yang menjadi objektif pemerintah bisa berjalan tetapi tidak mengganggu kegiatan operasional KKKS yang sudah ada dan tidak mengganggu iklim investasi hulu migas secara keseluruhan,” ucap Pri Agung.

    Dalam Permen Nomor 14 Tahun 2025 tadi, KKKS membeli minyak dari sumur masyarakat dengan harga minimal 80% dari standar Indonesian crude price (ICP) yang ditetapkan Kementerian ESDM. Harga ini merupakan bagian dari biaya operasi kontraktor pada kontrak kerja sama skema cost recovery.

    Sementara untuk skema gross split diberlakukan dengan penyesuaian bagi hasil bagian kontraktor (before tax) menjadi sebesar 93%.

    Sementara itu, BUMD, koperasi, atau UMKM wajib memberikan imbalan kepada kelompok masyarakat yang dilibatkan secara wajar berdasarkan kesepakatan para pihak dan paling tinggi sebesar 70%.

    Di sisi lain, KKKS yang membeli minyak dari sumur rakyat akan mendapat insentif. Insentif berupa tambahan bagi hasil bagian kontraktor paling tinggi sebesar 10% dalam kontrak kerja sama antara pemerintah dan kontraktor berdasarkan rekomendasi SKK Migas atau BPMA sesuai dengan kewenangannya dan persetujuan menteri.

    Menurut Pri Agung, ketentuan harga dan insentif ini cukup masuk akal secara keekonomian. Ini juga merupakan upaya pemerintah yang ingin tetap memperhatikan kepentingan KKKS.

    “Dari sisi keekonomian, itu bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai objektif dengan tetap menyeimbangkan atau memperhatikan kepentingan KKKS,” katanya.

    Dari sisi peningkatan lifting, Pri Agung menilai kerja sama dengan sumur rakyat ini tak akan memberikan peningkatan signifikan. Menurutnya, bisa mendapat tambahan minyak 10.000 barel per hari saja sudah sangat bagus.

    “Terkait peningkatan lifting, skalanya pasti akan terbatas di skala pertambangan rakyat/sumur tua. Bisa mendapat 5.000 – 10.000 barel per hari untuk seluruh sumur idle secara stabil per tahun, sudah bisa dikatakan bagus,” ucapnya.

  • Pengamat: Aturan Kerja Sama Sumur Minyak Rakyat Jangan Sampai Ganggu Investasi

    Pengamat: Aturan Kerja Sama Sumur Minyak Rakyat Jangan Sampai Ganggu Investasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengingatkan agar aturan baru terkait kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang diperbolehkan bekerja sama dan membeli minyak dari sumur rakyat tak mengganggu iklim investasi.

    Adapun, aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.

    Dalam beleid itu, KKKS kini boleh bekerja sama dan wajib membeli minyak dari sumur rakyat yang berada dalam wilayah kerja (WK) dan di luar wilayah operasi. Sumur minyak masyarakat adalah sumur yang dikelola oleh badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, atau UMKM.

    Ketentuan ini dibuat untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional.

    Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, aturan tersebut sah-sah saja. Namun, sebaiknya kerja sama antara KKKS dengan BUMD, koperasi, atau UMKM dilakukan dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang ada dan tetap menghormati kontrak kerja sama yang berlaku.

    Dia juga mengingatkan agar implementasi kerja sama itu kelak tidak mengganggu iklim investasi.

    “Prinsipnya, agar apa yang menjadi objektif pemerintah bisa berjalan tetapi tidak mengganggu kegiatan operasional KKKS yang sudah ada dan tidak mengganggu iklim investasi hulu migas secara keseluruhan,” ucap Pri Agung kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

    Dalam beleid terbaru itu, KKKS membeli minyak dari sumur masyarakat dengan harga minimal 80% dari standar Indonesian crude price (ICP) yang ditetapkan Kementerian ESDM. Harga ini merupakan bagian dari biaya operasi kontraktor pada kontrak kerja sama skema cost recovery.

    Sementara untuk skema gross split diberlakukan dengan penyesuaian bagi hasil bagian kontraktor (before tax) menjadi sebesar 93%. Sementara itu, BUMD, koperasi, atau UMKM wajib memberikan imbalan kepada kelompok masyarakat yang dilibatkan secara wajar berdasarkan kesepakatan para pihak dan paling tinggi sebesar 70%.

    Menurut Pri Agung, ketentuan harga ini cukup masuk akal secara keekonomian. Ini juga merupakan upaya pemerintah yang ingin tetap memperhatikan kepentingan KKKS.

    “Dari sisi keekonomian, itu bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai objektif dengan tetap menyeimbangkan atau memperhatikan kepentingan KKKS,” katanya.

    Dari sisi peningkatan lifting, Pri Agung menilai kerja sama dengan sumur rakyat ini tak akan memberikan peningkatan signifikan. Menurutnya, bisa mendapat tambahan minyak 10.000 barel per hari saja sudah sangat bagus.

    “Terkait peningkatan lifting, skalanya pasti akan terbatas di skala pertambangan rakyat/sumur tua. Bisa mendapat 5.000 – 10.000 barel per hari untuk seluruh sumur idle secara stabil per tahun, sudah bisa dikatakan bagus,” ucap Pri Agung.

    Dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 itu, jika KKKS telah sepakat bekerja sama dengan sumur rakyat, mereka wajib membeli minyak dari sumur yg dikelola BUMD, koperasi, atau UMKM itu. Di sisi lain, KKKS yang membeli minyak dari sumur rakyat akan mendapat insentif.

    “Insentif berupa tambahan bagi hasil bagian kontraktor paling tinggi sebesar 10% dalam kontrak kerja sama antara pemerintah dan kontraktor berdasarkan rekomendasi SKK Migas atau BPMA sesuai dengan kewenangannya dan persetujuan menteri,” demikian bunyi Pasal 27 beleid tersebut.

    Sedangkan, BUMD, koperasi, atau UMKM yang tak menjual minyak ke KKKS akan dilakukan penindakan hukum. Adapun, kerja sama antara KKKS dengan sumur rakyat ini dilakukan pada periode penanganan sementara paling lama 4 tahun sejak berlakunya Permen ini atau hingga 2029.

    Dalam kerja sama ini BUMD, koperasi, atau UMKM bertanggung jawab atas aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pedoman good engineering practices.

    Sementara KKKS wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penerimaan minyak sejak titik serah sumur minyak BUMD, koperasi, atau UMKM.

  • Pakar Sebut Impor LNG Jadi Solusi Defisit Gas Ketimbang Batasi Ekspor

    Pakar Sebut Impor LNG Jadi Solusi Defisit Gas Ketimbang Batasi Ekspor

    Bisnis.com, JAKARTA — Keterbatasan pasokan gas dalam negeri disebut dapat disiasati dengan mengimpor liquefied natural gas (LNG) dari negara lain, alih-alih membatasi ekspor LNG untuk memenuhi kebutuhan domestik. 

    Founder & Advisor Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto mengatakan, impor LNG terbatas menjadi salah satu solusi untuk menjamin pasokan gas domestik tanpa mengorbankan volume ekspor. 

    “Dalam hal ini, terbatas, misal untuk BUMN, seperti PGN karena PGN dalam hal ini kan memang menguasai lebih dari 80%—90% infrastruktur dan jaringan transmisi distribusi gas bumi di Tanah Air,” kata Pri kepada Bisnis, Senin (16/6/2026). 

    Menurut dia, pengalihan ekspor LNG dari produksi lokal untuk kebutuhan domestik tidak selalu dapat dilakukan karena volume terbatas dan sudah terikat kontrak ekspor jangka panjang.

    Terlebih, jika harga domestik lebih rendah, bisa memengaruhi keekonomian pengembangan lapangan gas dan penerimaan negara. 

    “Ekspor agar bisa tetap jalan dengan harga pasar karena dari ekspor itu ada bagian penerimaan negara, semakin tinggi harga ekspor, penerimaan negara semakin besar juga,” ujarnya. 

    Apabila keran impor LNG dibuka bagi BUMN, dalam hal ini PGN, Pri melihat akan ada peluang untuk mendapatkan LNG impor dengan harga lebih murah karena pasar LNG global saat ini sedang relatif cukup dari sisi pasokan

    “Ada LNG dari AS, Qatar, Malaysia, dan juga Australia yg sama-sama mencari peluang pasar di Asia Pasifik,” ujarnya. 

    Di sisi lain, sekalipun jika LNG impor tidak lebih murah atau harganya sama, maka dari sisi jaminan keberlanjutan pasokan bagi PGN bisa lebih baik karena tidak bergantung pada keputusan alokasi ekspor ataupun domestik dari produksi LNG nasional.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga mengakui keputusan untuk mengalihkan alokasi LNG jatah ekspor demi kebutuhan domestik. Dia menerangkan bahwa pemerintah meminta agar produk gas nasional dapat diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri. 

    “Tetapi kita juga harus ingat bahwa teman-teman K3S [kontraktor kontrak kerja sama] ini sebelum melakukan develop terhadap wilayah kerja mereka itu mereka sudah mencari market captive-nya dan itu kontraknya panjang,” ujar Bahlil, belum lama ini. 

    Bahlil menilai kondisi defisit gas yang terjadi saat ini tidak perlu saling menyalahkan, kendati dia melihat memang terdapat ketidaktelitian dari stakeholder ketika merancang permintaan dan pasokan domestik beberapa tahun terakhir. 

    “Maka kemudian apa yang terjadi sekarang di 2025 ada bagian yang harusnya kita ekspor untuk memenuhi kontrak dengan buyer dan bagiannya kita potong, ini semua dalam rangka mewujudkan apa menjadi program pemerintah,” tuturnya. 

    Namun, Bahlil menyadari bahwa pengalihan LNG ekspor untuk domestik tidak dapat dilakukan terus-menerus karena dapat mengganggu kepercayaan investor. Untuk itu, dalam hal ini, dia mendorong untuk optimalisasi potensi gas yang dapat ditingkatkan dalam negeri. 

    Sebelumnya, Bahlil juga mengakui terdapat potensi defisit gas beberapa tahun ke depan. Defisit gas terjadi lantaran meningkatnya konsumsi dalam negeri karena kurangnya perhitungan kebutuhan.

    Kendati demikian, Bahlil menyebut setelah dilakukan reviu, seharusnya produksi gas untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri masih akan terjaga. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa tidak akan ada impor gas.

    “Sampai dengan hari ini tidak ada impor gas, dan kami berusaha maksimal untuk tidak ada impor gas,” kata Bahlil seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (1/5/2025).  

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menuturkan, pada 2026 dan 2027, diperkirakan lifting gas akan meningkat. Oleh karena itu, pada 2026, sebisa mungkin tidak ada impor gas, kecuali bila terdapat situasi mendesak.  

    “Terkecuali sudah sangat emergency banget, kita harus yakin bahwa yang dihasilkan dari dalam negeri bisa memenuhi dalam negeri kita,” katanya. 

    Di samping itu, Bahlil menyebut, pihaknya tidak akan melakukan revisi terhadap target produksi minyak dan gas bumi (migas), 1 juta barel per hari (bopd) pada 2030

  • Ekspor Listrik EBT Solusi Saat Polemik Power Wheelin

    Ekspor Listrik EBT Solusi Saat Polemik Power Wheelin

    JAKARTA – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai kesepakatan terkait ekspor listrik bersih dari Indonesia ke Singapura dengan kapasitas sebesar 3,4 gigawatt (GW) hingga 2035 merupakan solusi di tengah polemik power wheeling di dalam negeri.

    Power wheeling merupakan mekanisme yang memperbolehkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung terhadap masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.

    “Di tengah problem-problem itu (power wheeling), kalau ada kesepakatan dengan Singapura, otomatis ini menjadi solusi secara tidak langsung yang ada di kita. Di sisi lain kita ada masalah, di sisi lain kita ada peluang untuk menjadi market,” ujar Komaidi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

    Dari dalam negeri, ia menjelaskan PLN masih belum bersedia untuk menyerap listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seiring harganya yang relatif mahal.

    Seiring dengan itu, tarif dasar listrik (TDL) telah ditentukan oleh pemerintah yang membuat PLN tidak memiliki fleksibilitas untuk menentukan harga jual listrik.

    Sehingga, PLN masih cenderung memilih listrik dari energi fosil (batu bara) yang harganya jauh lebih murah dibandingkan listrik berbasis EBT, yang mana akan memberikan margin keuntungan besar bagi PLN,

    “Di tengah polemik power wheeling yang implementasinya masih belum ada kesepakatan final, karena PLN masih belum bersedia. Kemudian ini menjadi hambatan bagi pengembang EBT, karena as bisnis teman-teman di PLN harus mempertimbangkan margin itu yang utama, sementara kalau kalau beli yang EBT mahal,” ujar Komaidi.

    Lebih lanjut, ia tidak memungkiri bahwa energi listrik berbasis EBT seharusnya dimanfaatkan di dalam negeri apabila merujuk aspek lingkungan, aspek teknik, dan lainnya.

    Namun, menurutnya lagi, terdapat problematika terkait aspek daya beli masyarakat yang belum dapat menjangkau listrik dengan harga mahal, karena terbiasa dengan listrik subsidi.

    “Kalau EBT mau ditambah, kan harganya mahal, kalau harganya mahal terkendala di daya beli kita yang belum menjangkau ke sana. Kita terbiasa dengan harga yang subsidi. Kalau subsidi yang ditambah, kapasitas fiskal kita terbatas,” ujar Komaidi.

    Pada Jumat (13/6), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kedua Bidang Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait ekspor listrik bersih ke Singapura dengan kapasitas sebesar 3,4 gigawatt (GW) hingga 2035.

    Selain itu, disepakati pula pengembangan zona industri berkelanjutan yang direncanakan berlokasi di Kepulauan Riau, tepatnya di Bintan, Batam, dan Karimun, oleh Singapura, serta disepakati juga kerja sama penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) di Indonesia.

    Potensi investasi yang diserap dari kesepakatan itu sebesar 30-50 miliar dolar AS untuk investasi pembangkit panel surya, serta 2,7 miliar dolar AS untuk manufaktur panel surya dan baterai, selain itu juga berpotensi membuka 418 ribu lapangan kerja baru dari manufaktur, konstruksi, operasi, serta pemeliharaan panel surya dan baterai.

    Di sisi lain, sebelumnya, Kementerian ESDM menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) tetap menjadi pembahasan prioritas antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Meskipun hampir seluruh pasal RUU telah disepakati bersama DPR, Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Sahid Junaidi mengatakan pembahasan mengenai pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT) atau power wheeling masih menjadi perdebatan dan memerlukan penyelesaian.

    “Secara formal, pemerintah sudah menyampaikan tanggapannya, kemudian di dalam dinamikanya kebutuhan akan PBJT ini meningkat. Dan di internal pemerintah sepakat bahwa isu ini perlu dinaikkan,” ujar Sahid.

  • Ada Potensi Defisit Gas, Pengamat Soroti Masalah Rantai Pasok

    Ada Potensi Defisit Gas, Pengamat Soroti Masalah Rantai Pasok

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyoroti masalah supply chain atau rantai pasok gas pipa yang harus dibenahi agar tidak terjadi defisit pasokan gas.

    Sebelumnya, PT PGN (Persero) Tbk (PGAS) melaporkan adanya potensi defisit pasokan gas. Potensi kekurangan pasokan gas ini khususnya terjadi wilayah Jawa Barat hingga Sumatra bagian utara mulai 2025 sampai 2035 mendatang. 

    Bahkan, penurunan pasokan itu akan terjadi lebih dalam mulai 2028. Ini khususnya untuk wilayah Sumatra Utara. Wilayah ini bisa kekurangan gas hingga 96 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd).

    Komaidi menjelaskan, masalah utama potensi defisit adalah konsumsi domestik yang naik, sementara produksi di wilayah seperti Sumatra bagian utara dan Jawa Barat itu mulai turun.

    Maklum, energi fosil memang kalau tidak ada pembaruan mesti mengalami natural declining. Kendati demikian, menurut Komaidi, secara neraca nasional sebenarnya RI masih memiliki cadangan gas baru.

    Namun, cadangan itu berada di wilayah Indonesia Timur, sementara potensi defisit terjadi di Indonesia bagian barat.

    “Beberapa cadangan-cadangan yang baru sebagian besar adalah gas, tapi ada di Indonesia Timur. Mungkin [harus ada] ada mix-match antara kebutuhan gas dengan tempat produksinya atau cadangannya,” ucap Komaidi kepada Bisnis dikutip Senin (5/5/2025).

    Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah bisa mengedukasi perusahaan terkait penggunaan gas secara rasional. Selain itu, dalam jangka panjang pemerintah harus memanfaatkan gas dari sumber di daerah lain, seperti Indonesia Timur.

    “Tapi intinya pemerintah harus bijak, harus di tengah membela semuanya jangan cuma satu sisi. Hulu migas juga harus diperhatikan, kan kalau enggak berkelanjutan harus dari impor,” kata Komaidi.

    Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menilai potensi defisit gas terjadi lantaran meningkatnya konsumsi dalam negeri dan kurangnya perhitungan kebutuhan. 

    Kendati demikian, Bahlil menyebut, setelah dilakukan reviu, seharusnya produksi gas untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri masih akan terjaga. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa tidak akan ada impor gas. 

    “Sampai dengan hari ini tidak ada impor gas, dan kami berusaha maksimal untuk tidak ada impor gas,” kata Bahlil seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (1/5/2025).  

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menuturkan, pada 2026 dan 2027, diperkirakan lifting gas akan meningkat. Oleh karena itu, pada 2026, sebisa mungkin tidak ada impor gas, kecuali bila terdapat situasi mendesak.  

    “Terkecuali sudah sangat emergency banget, kita harus yakin bahwa yang dihasilkan dari dalam negeri bisa memenuhi dalam negeri kita,” katanya.

  • Industri Nikel Lagi Sulit, Bagaimana Dampaknya ke Kinerja Antam?

    Industri Nikel Lagi Sulit, Bagaimana Dampaknya ke Kinerja Antam?

    Jakarta

    Industri sektor nikel menghadapi banyak tantangan pada tahun ini. Keberlangsungan bisnis nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) pun menjadi pertanyaan apakah investasi yang dilakukan Antam bakal menguntungkan di masa depan atau justru membuatnya merugi.

    Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Paris Agreement membuat masa depan energi bersih dan hilirisasi nikel masih tanda tanya. Hal itu turut memberikan pengaruh terhadap bisnis nikel Antam.

    Beruntung pemerintah Indonesia tetap berkomitmen mendorong energi bersih dan hilirisasi nikel. Dengan demikian ia optimis prospek bisnis nikel terhadap kinerja Antam akan tetap baik.

    “Masih ada prospek cukup baik dalam beberapa tahun ke depan saya melihatnya,” kata Komaidi kepada detikcom, Rabu (30/4/2025).

    Terkait harga nikel yang terus merosot karena pasokan dunia berlebih, Komaidi melihat akan ada pembalikan harga ketika ekonomi sudah mulai pulih.

    “Nanti kalau ekonominya sudah mulai pulih, pembalikan harga biasanya akan kembali sehingga saya kira nggak perlu ada kekhawatiran. Kalau yang namanya bisnis ya wajar naik turun,” ucapnya.

    Industri nikel memang sedang mengalami masa sulit terutama disebabkan oleh berbagai faktor seperti penurunan harga nikel, kelebihan pasokan dan melemahnya permintaan global. Selain itu, kebijakan pemerintah seperti larangan ekspor bijih nikel mentah juga turut berdampak pada industri ini.

    Seperti diketahui, Antam mengelola beberapa blok tambang nikel termasuk PT Sumberdaya Arindo (SDA) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Pada 2024, Antam memproduksi sekitar 9,94 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel, meskipun sempat menargetkan 11 juta wmt.

    Selain itu, Antam mengoperasikan pabrik feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan kapasitas 27.000 ton nikel dalam feronikel (TNi). Antam juga memulai tahap awal commissioning pabrik feronikel baru di Halmahera Timur dengan kapasitas tambahan 13.500 TNi.

    Selain itu, pada Oktober 2024, Antam melalui anak perusahaannya PT Gag Nikel mengakuisisi 30% saham senilai US$ 102 juta di smelter milik PT Jiu Long Metal Industry, anak perusahaan Tsingshan Holding Group. Smelter ini terletak di kawasan industri Weda Bay, Maluku Utara dan menjadi bagian dari upaya Antam untuk memperkuat hilirisasi industri nikel di dalam negeri.

    (aid/rrd)

  • Negosiasi Tarif Trump: Peningkatan Impor LPG & Minyak AS Dinilai Rasional

    Negosiasi Tarif Trump: Peningkatan Impor LPG & Minyak AS Dinilai Rasional

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menilai rencana pemerintah untuk mengerek impor liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak mentah dari Amerika Serikat (AS) cukup rasional.

    Langkah pemerintah itu berkaitan dengan upaya negosiasi tarif impor timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang diterapkan Presiden AS Donald Trump kepada RI.

    Selain meningkatkan impor LPG dan minyak mentah, pemerintah juga berjanji akan membeli drilling rig atau peralatan yang digunakan untuk mengebor sumur migas dari AS. Peningkatan impor itu bertujuan mengurangi defisit dagang AS dari Indonesia sehingga diharapkan dapat melunakkan kebijakan tarif AS.

    Founder dan Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, upaya meningkatkan impor LPG dan minyak mentah dari AS cukup memungkinkan. Menurutnya, hal ini juga tak bertolak belakang dengan upaya pemerintah mengerek produksi dalam negeri.

    Dia menjelaskan, peningkatan impor LPG bisa menjadi daya tawar RI kepada AS. Apalagi, jika pemerintah mau membuka lebih lebar keran investasi untuk perusahaan migas AS.

    “Jika itu memang menjadi bagian dari negosiasi-diplomasi dagang kita dengan AS terkait tarif Trump ini. Itu langkah rasional dari pemerintah,” ucap Pri Agung kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Pri Agung juga menilai peningkatan impor migas tak jadi sandungan rencana pemerintah mengerek produksi dalam negeri. Khususnya, peningkatan produksi dari Blok Masela dan reaktivasi 10.000 sumur idle yang direncanakan Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut Pri Agung, produksi dari Masela dan reaktivasi sumur idle itu tidak akan menaikkan produksi migas RI secara signifikan.

    “Jadi, ya bisa dikatakan malah [peningkatan impor migas AS] tidak ada kaitan dan pengaruhnya dengan langkah menaikkan impor migas dari AS ini,” kata Pri Agung.

    Senada, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti menilai langkah pelibatan teknologi AS dalam reaktivasi sumur idle dan kilang minyak menjadi pilihan realistis.

    “Saya kira bagus ya, karena memang AS, merupakan negara yang kompeten untuk teknologi migas. Tetapi harus hati-hati dari sisi kontrak dan adjustment cost akibat pergeseran tersebut,” ucap Yayan.

    Dia menjelaskan, adjustment cost ini berhubungan dengan biaya kesiapan regulasi dan rekalkulasi proyek. Yayan juga menyebut, pada dasarnya AS lebih kompeten untuk migas dibandingkan pemain yang sekarang ada.

    “Jika kita lihat teknologi migas relatif efisien walaupun memang yang menjadi tanda tanya apakah pemain baru atau pemain lama. Karena kalau pemain lama AS sudah tahu kondisi cadangan migas yang mungkin lebih akurat dibandingkan kita sendiri,” tuturnya.

    Kendati demikian, Yayan mengingatkan pemerintah tetap menghitung dengan baik sebagai bahan renegosiasi dan mengukur multiplier effect dengan akurat terhadap tarif resiprokal Trump.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mulai menghitung kebutuhan impor LPG dan minyak mentah dari AS. Dia menjelaskan, impor minyak dan LPG selama ini datang dari Singapura, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin.

    Demi meningkatkan impor dari AS, pembelian LPG dan minyak dari negara-negara tadi pun bakal dikurangi. Hingga saat ini, Bahlil mengatakan, pemerintah masih menghitung berapa banyak impor LPG dan minyak yang bisa diambil dari AS.

    “Dalam exercise, kami lagi menghitung,” ucap Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (9/4/2025).

    Dia pun memastikan pihaknya juga menghitung tingkat keekonomian impor dari AS. Pasalnya, impor dari AS kemungkinan membutuhkan biaya lebih besar. Menurut Bahlil, hal ini terjadi karena biaya transportasi dari AS lebih tinggi dibandingkan Timur Tengah.

    “Harga LPG dari Amerika sama dengan dari Middle East. Jadi, saya pikir semua ada cara untuk kita menghitung dalam bisnis kan yang penting adalah produk yang diterima di negara kita adalah dengan harga yang kompetitif,” tutur Bahlil.

  • Pakar: Meningkatnya TKDN Hulu Migas Jadi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi – Halaman all

    Pakar: Meningkatnya TKDN Hulu Migas Jadi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di industri hulu migas terus meningkat.

    Menurut Komaidi, meningkatnya TKDN di industri hulu migas turut menciptakan dampak berganda terhadap perekonomian nasional. 

    Data Reforminer Institute mencatat bahwa sektor hulu migas nasional terkait dengan 129 industri lain, menyumbang 90 persen PDB nasional, dan menyerap 82 perseb tenaga kerja di Indonesia.

    “Setiap investasi sebesar Rp1 triliun di sektor hulu migas akan mampu menciptakan nilai tambah ekonomi hingga Rp5,43 triliun. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan satu dekade lalu,” ujar Komaidi dalam Media Training IPA Convex 2025 di Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Indeks multiplier effect industri hulu migas, ucap Komaidi, terus tumbuh. Hal tersebut mencerminkan besarnya peran sektor ini dalam mendorong ekonomi nasional. 

    Selain kontribusi terhadap investasi dan penerimaan negara—rata-rata Rp192,32 triliun per tahun terhadap APBN—hulu migas juga mempercepat pertumbuhan industri pendukung dalam negeri.

    TKDN dalam pengadaan barang dan jasa hulu migas selama 12 tahun terakhir stabil di kisaran 54-68 persen.

    Sementara itu, menurut Direktur Keuangan dan Komersial Tripatra, Benny Joesoep, dampak berganda akan terasa semakin luas dengan peningkatan peran penggunaan produk dan keterlibatan perusahaan Engineering, Procurement dan Construction (EPC) dalam negeri sepanjang Project Life Cycle.

    “Dengan menguasai engineering, maka perusahaan EPC nasional akan menjadi lokomotif peningkatan penggunaan barang dan jasa dalam negeri,” terang Benny.

    Senada, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association, Marjolijn Wajong, menambahkan, target produksi migas yang lebih ambisius dan agenda transisi energi akan membuat keterlibatan industri dalam negeri semakin strategis bagi ketahanan energi nasional.

    “Kami berharap melalui Media Training ini, semakin banyak pihak memahami bahwa penguatan industri hulu migas adalah investasi jangka panjang bagi perekonomian Indonesia,” ujarnya.

    Acara Media Training bertema “Dampak Berganda Industri Hulu Migas” ini merupakan bagian dari rangkaian acara menuju IPA Convex 2025 yang akan digelar pada 20-22 Mei 2025 di ICE BSD, Tangerang.