Respons PSI soal Atribut Bendera dan Spanduk Dicopot Jelang Kongres
Tim Redaksi
SOLO, KOMPAS.com –
Partai Solidaritas Indonesia (
PSI
) merespons penertiban ratusan atribut berupa bendera dan spanduk menjelang pelaksanaan
Kongres PSI
2025 oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng).
Penertiban ini dilakukan karena PSI melanggar Peraturan Wali Kota Surakarta Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pemasangan Atribut Partai Politik dan Atribut Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI Jateng, Muhammad Bilal, mengatakan setelah adanya penertiban dari Satpol PP, pihaknya melakukan evaluasi atas pemasangan atribut.
“Jadi kita terus evaluasi terkait SOP atau peraturan yang mengatur pemasangan di zona putih begitu. Tapi saya rasa yang di luar zona putih masih aman, masih terpasang,” kata Muhammad Bilal pada Rabu (16/7/2025).
Sejalan dengan adanya penertiban ini, PSI menerjunkan tim mentoring untuk melakukan pengawasan dan perawatan terhadap atribut tersebut. Sehingga, tidak mengganggu keindahan Kota Bengawan.
“Jadi jangan sampai alat atribut yang kita pasang itu mengganggu, kami menghormati dan kooperatif. Ini jadi masukan untuk kelancaran acara kongres,” katanya.
Bilal menegaskan PSI menghormati penertiban tersebut dan merasa bahwa kejadian ini merupakan pembelajaran bagi partai.
“Justru kalau enggak ditindak, itu pasti akan banyak pertanyaan juga. Loh, kenapa PSI-nya pasangnya sembarangan kok enggak ditindak. Ya, kita menghormati peraturan yang ada, kita mengindahkan perwali yang ditandatangani Mas Gibran,” ujarnya.
Kepala Satpol PP, Didik Anggono, menjelaskan penertiban sudah berjalan sejak Senin (13/7/2025) hingga Rabu (16/7/2025) di kawasan Kelurahan Kleco, Kecamatan Laweyan hingga Jalan Adi Sucipto Kota Solo.
“Total hampir sekitar 500 atribut bendera plus banner. Paling banyak bendera. Ada di Kleco dan Adi Sucipto. Kemudian terletak di jembatan-jembatan,” kata Didik Anggono saat dikonfirmasi pada Rabu (16/7/2025).
“Di awal sudah kami sampaikan ada pengurus aksi bahwa pada saat memasang harus memperhatikan area-area larangan yang tidak boleh dipasang,” lanjutnya.
Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 2025 di Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng), bakal mendapatkan pengamanan ekstra dari pihak kepolisian.
Direncanakan, kongres pertama kali PSI ini akan dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Kongres bakal digelar selama dua hari, pada 19-20 Juli 2025, di Graha Saba Buana dan Gedung Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Kabag Ops Polresta Solo, Kompol Engkos Sarkosi, menjelaskan pengamanan bakal dilaksanakan di dua venue.
Untuk Graha Saba Buana, akan diterjunkan 500 personel kepolisian.
Sedangkan di Edutorium UMS, bakal melibatkan 1.000 personel gabungan yang berasal dari satuan wilayah Kota Solo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Karanganyar.
Banyaknya personel yang dilibatkan untuk memastikan seluruh tamu VVIP hingga peserta kongres berjalan lancar dan aman.
“Informasi sementara, ada 100 orang tamu VIP. Untuk pengamanan Presiden dan Wakil Presiden sudah menjadi domain Paspampres, sedangkan kita fokus pada acara serta arus kendaraan,” kata Engkos pada Rabu (16/7/2025).
Kemudian, untuk arus keluar masuk pengamanan kongres, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pihak panitia untuk mekanisme.
“Nanti yang mensortir adalah panitia. Apakah dengan ID khusus atau seperti apa, kita belum mengetahui secara pasti, masih akan koordinasi lagi dengan penyelenggara,” jelas Engkos.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: Paspampres
-
/data/photo/2025/07/16/68777b66256b2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Respons PSI soal Atribut Bendera dan Spanduk Dicopot Jelang Kongres Regional 16 Juli 2025
-
/data/photo/2025/06/18/68529a41c495e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Mahasiswa Dihalau Saat Ingin Aksi ke Wapres, Anggota DPR: Aparat Jangan Represif Nasional
Mahasiswa Dihalau Saat Ingin Aksi ke Wapres, Anggota DPR: Aparat Jangan Represif
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi III DPR RI Abdullah mengkritik adanya penghalauan dan penahanan sementara terhadap tiga mahasiswa yang ingin menggelar aksi protes secara damai kepada Wakil Presiden (Wapres)
Gibran Rakabuming Raka
di Kota Blitar, Jawa Timur.
Abdullah meminta aparat keamanan agar tidak bereaksi berlebihan atau bertindak represif menghadapi sejumlah mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi.
Apalagi, lanjut Abdullah, tiga mahasiswa itu tidak memuat unsur kekerasan, ujaran kebencian, atau tindakan yang mengancam keselamatan pejabat negara.
“Penangkapan mahasiswa karena membawa poster bertuliskan pertanyaan atau kritik terhadap Wakil Presiden, apapun narasinya, adalah bentuk reaksi yang berlebihan,” kata Abdullah, kepada wartawan, Sabtu (21/6/2025).
Menurut dia, sikap reaktif aparat yang berlebihan dapat menciptakan iklim ketakutan terhadap
kebebasan berekspresi
di Tanah Air.
“Aparat jangan-lah
over reaction
, apalagi sampai represif seperti itu dalam menyikapi bentuk aspirasi publik yang dilindungi dalam konstitusi kita,” imbuh dia.
Abdullah menilai, penghadangan terhadap mahasiswa itu tidak sesuai konstitusi.
Sebab, warga negara punya hak konstitusional untuk bebas menyampaikan pendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan menyampaikan pendapat. Aksi mahasiswa yang membentangkan poster kritik terhadap kebijakan publik jelas merupakan ekspresi damai, bukan ancaman keamanan,” ujar dia.
Meski akhirnya ketiga mahasiswa itu dibebaskan, Abdullah menilai bahwa kritik terhadap pejabat tertinggi bukanlah tindakan kriminal, melainkan bagian dari partisipasi publik yang seharusnya dilindungi.
Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu pun menilai sikap aparat tersebut tidak dapat dibenarkan secara demokratis.
“Maka tindakan pengamanan yang berujung pada penahanan selama berjam-jam adalah bentuk pembatasan kebebasan sipil yang tidak dapat dibenarkan secara demokratis,” ujar dia.
Politikus PKB ini menyoroti tindakan aparat yang membawa mahasiswa ke suatu tempat tertutup selama kurang lebih empat jam tanpa proses hukum dan kejelasan status.
Menurut dia, tindakan polisi ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip
due process of law
dan membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang.
“Aparat sebagai perwakilan negara dalam kasus ini, seharusnya hadir sebagai pelindung ruang demokrasi, bukan pengendali narasi tunggal kekuasaan,” kata Abdullah.
Abdullah mengatakan, pengamanan terhadap pejabat tinggi negara memang penting.
Namun, jangan dijadikan alasan pengamanan untuk meredam aspirasi masyarakat secara sewenang-wenang.
Dia menekankan demokrasi bukan hanya soal pemilu, tapi juga tentang keberanian mendengar suara berbeda.
“Kalau ruang kritik yang sah dan damai ditanggapi dengan penangkapan atau pembungkaman, maka kita sedang menghadirkan demokrasi yang hanya prosedural, bukan substantif,” tutur Abdullah.
Abdullah berharap ke depannya tidak ada upaya lanjutan untuk membungkam mahasiswa secara struktural.
Sebagai bagian dari fungsi pengawasan, Komisi III DPR RI disebut akan terus memastikan bahwa prinsip-prinsip negara hukum dijalankan secara adil.
“Kami akan mengawal agar tidak ada bentuk intimidasi lanjutan. Kritik mahasiswa adalah bagian dari kontrol publik. Justru pejabat publik perlu mendengarkannya secara terbuka dan bertanggung jawab,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, tiga mahasiswa diringkus personel Paspampres saat membentangkan poster ke arah iring-iringan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang tengah menuju ke sebuah rumah makan di Jalan Kalimantan, Kota Blitar, Rabu (18/6/2025) siang.
Aksi tersebut terekam dalam sebuah video berdurasi 10 detik.
Terlihat tiga personel Paspampres memiting dua mahasiswa serta merebut sejumlah poster dari tangan mereka.
Satu orang mahasiswa yang juga ikut membentangkan poster itu tidak terlihat dalam video tersebut.
Wakil Kepala Polres Blitar Kota, Kompol Subiyantana, membenarkan peristiwa tersebut, tetapi membantah adanya penangkapan.
“Informasinya tiga mahasiswa itu membawa poster mau menerobos rombongan Wakil Presiden itu sehingga dihalau untuk dipinggirkan,” ujar Subiyantana saat dikonfirmasi awak media.
“Ketiganya sekarang sudah pulang. Wong cuma dihalau, suruh minggir. Kalau VVIP kan harus steril,” kata dia lagi.
Terpisah, Ketua Pengurus Cabang Blitar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Muhammad Thoha Ma’ruf, melalui keterangan tertulisnya kepada awak media mengatakan bahwa sebenarnya ada empat mahasiswa yang membentangkan empat poster.
“Ada empat poster catatan kritis mahasiswa PMII Blitar terhadap Wapres Gibran. Kami memang berniat membentangkan poster itu sebagai sambutan untuk Wapres Gibran,” ujar Thoha.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Aksi 3 Kader PMII Ditindak secara Represif, Ketum: Mas Wapres Baper?
GELORA.CO – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dianggap “baper” alias terbawa perasaan, atas aksi 3 kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang membentangkan spanduk mengkritik dinasti politik saat dirinya melakukan kunjungan kerja ke Blitar, Jawa Timur.
Ketua Umum Pengurus Besar (Ketum PB) PMII, Mohammad Shofiyulloh Cokro memandang, aksi 3 kadernya merupakan aspirasi masyarakat yang wajar disampaikan di alam demokrasi.
Sehingga, dia tak habis pikir aksi 3 kadernya itu direspons dengan tindakan represif, bahkan hingga diduga ada upaya pemukulan oleh pasukan pengamanan presiden (Paspampres) yang mengawal Gibran.
“Apa karena merasa atau bagaimana? Padahal kan memang semuanya tahu, dan bahkan mungkin Mas Wapres pun juga ngerti, kalau politik dinasti itu berbahaya,” ujar sosok yang disapa Gus Shofi itu, saat dihubungi RMOL, Jumat, 20 Juni 2025.
Menurut Gus Shofi, UUD 1945 jelas-jelas mengamanatkan adanya kebebasan berekspresi di Indonesia, dan tidak boleh dilakukan tindakan represif
“Kebebasan berekspresi yang dilindungi demokrasi iya, dan tentu dilindungi konstitusi itu ya,” tegasnya.
“Terlebih lagi tidak hanya kebebasan, tapi itu memang tanggung jawab, tugas dari masyarakat untuk monitoring, untuk mendampingi,” demikian Gus Shofi.
-

Kapolres Blitar Bantah Tangkap Tiga Kader PMII Pendemo Gibran
GELORA.CO -Polres Blitar Kota membantah kabar penangkapan tiga anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Blitar saat kunjungan kerja Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka pada Rabu, 18 Juni 2025.
Kapolres Blitar Kota, AKBP Titus Yudho Uly, mengatakan ketiga kader PMII itu sempat diamankan karena berusaha mendekat ke lokasi makan siang Wapres di Rumah Makan Bu Mamik, Kota Blitar.
“Perlu kami tegaskan, tidak ada penangkapan, ketiganya hanya kami mintai klarifikasi secara baik-baik di lokasi,” kata Titus dalam keterangan resmi pada Kamis, 19 Juni 2025.
Adapun kronologis kejadian terjadi sekitar pukul 12.55 WIB.
Saat itu, iring-iringan kendaraan Wapres memasuki halaman rumah makan, tiga orang tak dikenal muncul dari gang dan mencoba ke tepi jalan sambil membawa poster.
Petugas pengamanan dari unsur TNI dalam hal ini Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) langsung menghalau mereka dan membawa ke trotoar.
“Setelah diperiksa, diketahui bahwa mereka adalah kader PMII Blitar. Tidak ada unsur ancaman, mereka hanya ingin menyampaikan aspirasi,” ujar Titus.
Ketiganya yakni M. Toha Ma’ruf (Ketua Cabang PMII Blitar), Alex Cahyono, dan Reyda Hafis.
Setelah dimintai keterangan, ketiganya justru diajak berdialog dan makan bersama di rumah makan yang sama, bersama Kapolres dan Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin, yang juga alumni PMII.
“Kami menghadirkan para senior mereka, termasuk Wali Kota, untuk memberikan pembinaan. Pendekatannya dialogis dan kekeluargaan,” jelas Kapolres.
Sementara itu, Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin alias Mas Ibin berharap penyampaian kritik bisa lebih elegan, tidak dengan cara membentangkan poster yang akhirnya dihalau pasukan pengamanan.
“Jadi kemarin adek-adek itu akhirnya aspirasinya diterima di rumah makan itu, diajak ngobrol dan dijamu dengan baik. Jadi tidak ada isu-isu terjadi apa-apa dengan mereka,” kata Mas Ibin
-
/data/photo/2025/06/19/6853db812fda7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Merasa Malu Ada Aksi Bentang Poster Kritik Gibran, Walkot Blitar: Caper dan Nggak Tahu Substansi Surabaya
Merasa Malu Ada Aksi Bentang Poster Kritik Gibran, Walkot Blitar: Caper dan Nggak Tahu Substansi
Tim Redaksi
BLITAR, KOMPAS.com
– Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin alias Ibin mengaku merasa malu atas aksi bentang poster oleh 4 mahasiswa saat iring-iringan kendaraan membawa rombongan Wakil Presiden
Gibran Rakabuming Raka
melintas di Kota Blitar, Rabu (18/6/2025).
Empat mahasiswa tersebut membentangkan poster berisi kritikan terhadap
Gibran
yang masing-masing berbunyi “Omon-omon 19 Juta Lapangan Kerja”, “Siapa Percaya Pengangkang Konstitusi”, “Semangat Terus Bikin Bualan Mas Wapres”, dan “Dinasti Tiada Henti”.
“Sebagai senior yang dulu juga pernah menjadi aktivis, malu lah kita ya. Seperti itu. Sampaikan aspirasi dengan cara yang baik. Tidak dengan cara yang cari perhatian seperti itu,” ujar Ibin saat ditemui awak media di Kantor Wali Kota Blitar, Kamis (19/6/2025).
Ibin menyadari jaminan kebebasan dalam menyampaikan aspirasi termasuk oleh empat mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Blitar itu.
Namun, Ibin menilai cara yang mereka lakukan dengan cara membentangkan poster ketika rombongan
Wapres Gibran
melintas sebagai cara tidak elegan.
“Jadi seolah-olah pada pingin cari perhatian. Caper (cari perhatian) gitu ya. Caper dan gak tahu substansinya,” tuturnya.
“Kalau seorang pejabat negara datang ke suatu wilayah itu kan pingin mengecek apakah program jalan apa tidak. Apa yang perlu ditingkatkan. Apa yang perlu dibangun. Itu penting bagi suatu daerah,” imbuhnya.
Ibin kembali mengungkapkan kekecewaannya atas aksi bentang poster tersebut dengan alasan dirinya telah bersusah payah mengundang Gibran untuk datang ke Kota Blitar.
Apalagi, lanjutnya, kedatangan Gibran menjadi kesempatan bagi dirinya untuk mengajukan sejumlah proposal untuk membangun Kota Blitar.
Ibin menyebut bahwa dia sempat mengajukan proposal ke Gibran untuk mendapatkan dukungan Pemerintah Pusat bernilai ratusan miliar Rupiah untuk pembenahan rumah sakit daerah agar menjadi rumah sakit rujukan yang baik.
“Dan alhamdulillah beliau menerima proposal saya yang tentunya nilainya ratusan miliar (rupiah),” ungkapnya.
Menurut Ibin, dalam kunjungannya ke sentra kerajinan kendang jimbe di Kota Blitar, Gibran juga memberikan bantuan berupa mesin-mesin produksi bernilai ratusan juta rupiah.
Karena itu, ujarnya, seharusnya “tamu negara” seperti Gibran disambut dengan baik dan dengan penuh penghormatan.
“Saya sebagai Pemerintah Kota Blitar merasa aneh ya. Betapa susahnya, betapa sulitnya mengundang tokoh-tokoh nasional untuk berkunjung ke sini,” kata dia.
“Dan sebagai penerima tamu, kami Pemkot sangat menyayangkan ada tindakan penyampaian aspirasi yang dilakukan dengan cara yang tidak baik,” tuturnya.
“Tapi adik-adik kita menyambut tamu-tamu negara itu seperti itu,” ujarnya.
Meski demikian, kata Ibin, 3 dari 4 mahasiswa yang diringkus personel Paspampres akhirnya diajak ke rumah makan dimana Gibran dan rombongan menikmati makan siang.
Kata Ibin, ketiga mahasiswa tersebut diterima dengan baik oleh Gibran dan diajak makan siang bersama.
“Jadi kemarin di rumah makan itu saya melihat adik-adik kita itu aspirasinya ditetima, diajak ngobrol, dijamu dengan baik. Saya kira gak ada isu-isu (penangkapan),” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, empat mahasiswa melakukan aksi bentang poster ke arah iring-iringan rombongan Wapres Gibran saat hendak menuju sebuah rumah makan di Jalan Kalimantan, Kota Blitar, Rabu siang.
Tiga dari empat mahasiswa tersebut diringkus oleh personel Paspampres.
Meskipun pihak kepolisian menyebut bahwa tindakan Paspampres hanya menghalau para mahasiswa.
Namun dalam video berdurasi sekitar 10 detik yang mereka tindakan personel Paspampres terlihat tiga orang anggota Paspampres meringkus dua mahasiswa dan merebut sejumlah poster dari tangan mereka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Mahasiswa Tagih Janji Kampanye Gibran Dipiting Paspampres, Guntur Romli: Tindakan berlebihan!
GELORA.CO – Politikus PDI Perjuangan Mohamad Guntur Romli mengkritik keras penangkapan dan penahanan sejumlah mahasiswa di Blitar, Jawa Timur, Rabu (18/6).
“Tindakan berlebihan dan berbasis kekerasan,” kata dia kepada awak media, Kamis (19/6).
Diketahui, sejumlah mahasiswa sempat ditangkap dan ditahan saat hendak membentangkan spanduk ketika Wapres RI Gibran Rakabuming Raka melaksanakan kunjungan ke Blitar.
Isi spanduk yang hendak dibentangkan ialah kritik terhadap janji kampanye Gibran untuk mewujudkan 19 juta lapangan kerja.
Guntur Romli menilai keberadaan mahasiswa yang hendak membentangkan spanduk sebenarnya tidak mengancam jiwa Gibran, sehingga aksi penangkapan menjadi berlebihan.
“Mereka hanya ingin menyampaikan aspirasi dan menagih janji yang disampaikan Gibran saat kampanye Pilpres seperti lapangan pekerjaan untuk 19 juta orang,” kata dia.
Guntur Romli menyatakan tindakan menangkap dan menahan mahasiswa yang mau menyalurkan aspirasi menjadi ancaman terhadap demokrasi.
“Kebebasan menyampaikan pendapat dan pembungkaman terhadap suara kritis dari publik,” ujarnya.
Guntur Romli mengatakan reaksi berlebihan aparat yang menangkap dan menahan mahasiswa tidak bisa dibela dengan dalih apa pun.
“Sebab, kalau mereka menyambut dengan poster dan spanduk yang memuji dan menjilat Gibran tidak akan pernah ditangkap,” kata dia.
-

Kata Wali Kota Blitar soal 3 Mahasiswa PMII Dihalau Saat Kunjungan Wapres Gibran
Blitar (beritajatim.com) – Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin angkat bicara soal insiden penghalauan 3 mahasiswa anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) oleh Paspampres Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka pada Rabu (18/6/2025) kemarin. Pria yang akrab disapa Mas Ibin itu pun menyayangkan aksi yang dilakukan oleh 3 anggota PC PMII Blitar tersebut.
“Jadi semestinya kita menghargai tamu yang datang siapapun itu, dan kami sangat menyayangkan ya atas sikap adek adek ini,” ungkap Mas Ibin, Kamis (19/06/2025)
Mas Ibin sebenarnya mempersilakan para mahasiswa, termasuk PMII, menyampaikan aspirasinya. Namun, penyampaian aspirasi tersebut harus sesuai dengan prosedur yang ada.
“Sebenarnya gimana lagi? Negara ini kan negara demokratis, bebas, menyampaikan aspirasi boleh-boleh, tapi cara-caranya harus diperhatikan,” tegasnya.
Mas Ibin justru menilai cara penyampaian kritik tiga anggota PMII Blitar itu seperti mencari perhatian. Dari pandangan Mas Ibin, mereka seperti tidak mengerti soal substansi dari kunjungan kerja Wakil Presiden Gibran ke Bumi Bung Karno.
“Jadi seolah-olah jadi caper (cari perhatian) itu loh, caper dan tidak tahu substansinya gitu loh, kalau seorang pejabat negara datang ke suatu wilayah itu kan mereka mesti mengecek wilayah itu, program-programnya jalan atau tidak, terus apa yang perlu ditingkatkan apa yang perlu dibangun itu penting bagi suatu daerah,” imbuhnya.
Mas Ibin pun menyindir penyampaian kritik 3 anggota PMII tersebut. Orang nomor satu di Kota Blitar itu pun mengimbau agar aksi ini tidak diulangi oleh para mahasiswa.
“Istilahnya itu sesuatu yang kita idam-idamkan kita inginkan dirusak oleh oknum-oknum yang hanya mementingkan ego nya untuk menyampaikan gagasan, pikiran dengan cara mencari perhatian seperti itu,” tegas Mas Ibin.
Bahkan, Mas Ibin merasa malu atas sikap 3 anggota PMII Blitar tersebut. Ia pun meminta agar kejadian ini tidak terulang kembali.
“Saya sebagai senior yang dulu pernah jadi aktivis malulah saya, disampaikan kalau menyampaikan aspirasi dengan cara yang baik tidak dengan cara cari perhatian seperti itu,” tandasnya. [owi/beq]
-

Dihalau Saat Hampiri Wapres Gibran, 3 Mahasiswa PMII di Blitar Diajak Makan Siang
Blitar (beritajatim.com) – Tiga mahasiswa anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Blitar dihalau oleh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka hendak makan siang di Rumah Makan Ayam Bakar Bu Mamik, Blitar, Rabu (18/06/2025).
Wakapolres Blitar Kota, Kompol Subiyantana, memberikan klarifikasi bahwa ketiga mahasiswa tersebut tidak ditangkap, melainkan dihalau karena berusaha mendekati rombongan Wapres yang hendak memasuki rumah makan.
“Saat rombongan Wapres hendak masuk ke Rumah Makan Bu Mamik, tiba-tiba ada 3 orang yang berusaha menerobos barisan pengamanan. Mereka kemudian dipinggirkan agar tidak menghalangi jalan,” kata Kompol Subiyantana.
Subiyantana menjelaskan bahwa prosedur pengamanan Wapres mengharuskan ring 1 steril dari orang-orang yang tidak berkepentingan. Penghalauan tersebut merupakan upaya antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Prosedur VVIP mengharuskan ring 1 steril. Tidak boleh ada kendala,” tegasnya.
Ketiga mahasiswa PMII tersebut tidak menjalani proses hukum. Setelah dihalau, mereka justru diajak makan siang bersama rombongan dan kemudian dipulangkan.
“Setelah dihalau, mereka diajak makan dan dipulangkan. Tidak ada proses hukum lanjutan,” pungkas Waka Polres Blitar Kota.
Sejalan dengan pernyataan Wakapolres Blitar Kota, Dandim 0808/Blitar, Letkol Inf Hendra Sukmana, menambahkan bahwa prosedur pengamanan yang dilakukan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Pengamanan VVIP, khususnya Wapres, memiliki SOP yang ketat. Apa yang dilakukan oleh Paspampres dan aparat keamanan lainnya sudah sesuai prosedur untuk menjamin keamanan dan keselamatan Wapres selama berada di Blitar,” ujar Dandim 0808/Blitar.
“Penghalauan tersebut merupakan bagian dari upaya preventif untuk mengantisipasi potensi gangguan keamanan.” tambah Dandim 0808/Blitar. [owi/beq]
-

Polisi Sebut 3 Mahasiswa Blitar Pembawa Poster ‘Omon-omon’ Saat Kunjungan Gibran Tidak Ditahan
Bisnis.com, JAKARTA — Polisi meluruskan informasi terkait penangkapan tiga mahasiswa di Blitar saat agenda kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Kapolres Blitar Kota, AKBP Titus Yudho Uly membantah adanya narasi penangkapan itu. Pasalnya, ketiga mahasiswa itu langsung diajak makan bersama Gibran.
“Tidak ada [penangkapan],” ujar Titus saat dikonfirmasi, Kamis (19/6/2025).
Di lain sisi, Wakapolres Blitar Kota, Kompol Subiyanta menjelaskan kronologi peristiwa tersebut. Kala itu, Gibran tengah mengunjungi salah satu rumah makan di Blitar pada 12.30 WIB.
Saat hendak berkunjung itu, terdapat sekitar tiga mahasiswa yang diduga akan menerobos rombongan Wapres. Mahasiswa itu juga membawa poster kritik dengan tulisan tangan.
Poster itu bertuliskan “Dinasti Tiada Henti”, “Omon-omon 19 Juta Lapangan Kerja”, “Semangat terus bikin bualan Mas Wapres Gibran”, “Siapa percaya pengangkang konstitusi?!”.
“Iya memang saat rombongan Wapres mengarah ke Rumah Makan Bu Mamik, tiba-tiba ada sekitar 3 mahasiswa yang diduga menerobos barisan, sehingga dari pengamanan [paspampres] mereka dipinggirkan agak tidak menerobos,” ujar Subiyanta.
Pada intinya, penghalauan itu merupakan proses pengamanan VVIP atau ring 1 dari Paspampres. Meskipun begitu, Subiyanta menegaskan bahwa tiga mahasiswa itu tidak diproses hukum dan telah dipersilakan pulang.
“Ketiganya sudah dipulangkan, karena memang cuma menghalau. Itu kan wajar pengamanan rombongan RI 2 mau masuk ke rumah makan,” pungkasnya.
/data/photo/2025/07/16/6877285156454.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)