Kampus Kelola Tambang, Siapa Setuju? Siapa Menolak?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP).
Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025).
Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Indonesia, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya.
Budi berkata, usulan itu pernah mereka sampaikan kepada Prabowo Subianto dan juga Joko Widodo. Budi membuat klaim, APTISI memberikan usulan pertama kepada Jokowi pada tahun 2016.
“Dari Pak Jokowi tidak direspon, lalu saya usulkan kepada Pak Prabowo pada 2018,” kata Budi kepada BBC News Indonesia.
Budi juga mengatakan bertemu berkali-kali dengan Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk membicarakan usulan tersebut. Setidaknya, ada sekitar 15 pertemuan.
Usulan universitas mengelola konsesi pertambangan dirumuskan dalam dokumen berjudul “Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045”.
Pada dokumen itu, Budi Djatmiko tertulis sebagai penyusun dokumen. Nama lain yang tertera adalah La Ode Masihu Kamaludin, yang ditulis penyunting. Kamaludin tercatat sebagai anggota dewan pakar pada Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran untuk Pilpres 2024.
Dia sempat menjabat ketua Forum Rektor Indonesia pada 2013 dan pernah berkiprah sebagai anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan.
Kamaludin berkata, dokumen usulan itu mereka terbitkan pada Agustus 2024—sekitar dua bulan sebelum pelantikan Prabowo-Gibran.
Peta jalan yang disusun Budi dan Kamaludin memuat “permasalahan utama pendidikan” yang mereka klaim selama ini “bias perkotaan”.
“Pada saat anak desa ke kota ambil jurusan industri, dia enggak akan kembali ke desanya karena desanya enggak ada industri,” kata Budi via telepon, Selasa (21/01).
Dokumen usulan itu menyebut “pertambangan merupakan salah satu elemen dalam solusi permasalahan pendidikan”.
Pada dokumen itu, mereka menulis “Indonesia memiliki kekayaan bahan terbaik di dunia”. Pada poin tersebut pula, mereka membuat klaim “sumber daya manusia dan teknologi Indonesia belum mampu mengelolanya dengan optimal”.
Saat ini, RUU sudah diketok menjadi inisiatif DPR pada Kamis. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan, revisi RUU Minerba didorong oleh dua alasan utama.
Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009. MK telah mengeluarkan tiga putusan, yakni 59/PUU-XVIII/2020, 60/PUU-XVII/2020 (pengujian formal), dan 64/PUU-XVIII/2020 (pengujian materiil).
Dalam putusan tersebut, MK menolak pengujian formal tetapi mengabulkan sebagian pengujian materiil, sehingga memerlukan penyesuaian terhadap UU Minerba.
Kedua, untuk memperkuat keberpihakan negara terhadap masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Lalu, revisi ini bertujuan untuk membuka peluang lebih besar bagi masyarakat melalui ormas, perguruan tinggi, dan UKM dalam pengelolaan tambang.
“Revisi ini adalah langkah afirmatif untuk memastikan SDA dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” kata dia.
Merespons hal ini banyak bermunculan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Delapan fraksi di DPR menyepakati pembahasan revisi UU Minerba.
Salah satu pihak yang menolak keras adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Penolakan ini bahkan disampaikan oleh Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) soal revisi UU Minerba di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
“Kami menolak dengan keras keterlibatan atau pemberian hak atau akses dalam rancangan undang-undang perubahan minerba kepada perguruan tinggi. Saya kira cukup sudah bangsa ini menceburkan ulama ke lahan-lahan kotor,” kata Mukri di hadapan jajaran Baleg DPR RI.
Mukri tidak ingin pemberian izin kelola tambang ini memberangus pikiran kritis perguruan tinggi.
Dia sangat mendesak agar usulan pemberian izin kelola tambang ke universitas dihapuskan dalam revisi UU Minerba.
“Jika mereka tempat kita bertanya tentang intelektualitas, diceburkan, bagaimana dia akan kemudian menjadi bersih ketika menyampaikan pikiran, kalau telah tercemari oleh lumpur-lumpur tambang,” sambungnya.
Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, secara tegas menolak usulan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi yang diatur dalam revisi Undang-Undang Minerba.
Menurutnya, fokus perguruan tinggi adalah mendidik dan mengajar, bukan terlibat dalam aktivitas bisnis seperti pengelolaan tambang.
“Kami menolak keras. Kampus itu tujuannya untuk mendidik, bukan jadi tempat bisnis,” kata Herianto kepada Kompas.com, Jumat (23/1/2025).
“Jika kampus diberi pengelolaan tambang, mahasiswa berpotensi menjadi obyek bisnis. Ini jelas di luar koridor tujuan pendidikan tinggi,” tegas Herianto.
Forum Rektor Indonesia mendukung wacana agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang yang diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Didin Muhafidin menilai langkah ini sangat positif, asalkan perguruan itu telah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri.
“Perguruan tinggi seperti ITB atau UGM, yang sudah profesional dan memiliki unit usaha, sebenarnya sudah biasa mendapat kontrak di sektor pertambangan,” ujar Didin kepada Kompas.com, Rabu (22/1/2025).
“Jadi, syaratnya harus yang sudah BHP dan memiliki badan usaha mandiri,” ujar dia.
Menurut Didin, melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang akan meningkatkan pendapatan lembaga, terutama bagi perguruan tinggi swasta besar yang memiliki yayasan dengan unit usaha.
Pendapatan tambahan ini diharapkan dapat mengurangi beban mahasiswa, misalnya dengan menekan kenaikan SPP atau biaya operasional lainnya.
“Jika yayasan mendapatkan tambahan pendapatan dari proyek tambang, tentu muaranya akan meringankan beban mahasiswa,” kata Didin.
“SPP mungkin tidak perlu naik, beban lain juga tidak perlu naik, dan kesejahteraan pegawai bisa meningkat,” ujar rektor Universitas Al Ghifari itu.
Sejumlah rektor universitas juga telah angkat bicara mengenai isu ini. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sumaryanto mengaku siap jika mendapat perintah untuk mengelola tambang.
“UNY itu kan bagian yang tidak terpisahkan dari negara ya siap melaksanakan kalau “didhawuhi” (diperintah). Udah itu saja. Demi kemaslahatan umat,” ujar dia.
Saat ini masih menunggu syarat dan regulasi dari pemerintah jika usulan perguruan tinggi mengelola tambang dijadikan kebijakan.
Terkait peran di pertambangan, Sumaryanto mengungkapkan, UNY memiliki multi fakultas. Sehingga bisa berperan diberbagai bidang, mulai dari teknologi, Biologi hingga Fisika.
“Kami kan multi, misalnya dari aspek teknologi punya Fakultas Teknik, dari aspek Biologi, Kimia, Fisika wonten (ada),” ucapnya.
Sumaryanto menuturkan civitas akademika UNY siap jika diminta untuk terlibat dalam pengelolaan.
“Insya allah (siap) ya dosen tendik mahasiswa, alumni dan mitra kerja,” pungkasnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. M Nasih, juga setuju dengan wacana perizinan pengelolaan tambang untuk perguruan tinggi.
Nasih menganggap, rencana memberikan
izin tambang untuk perguruan tinggi
tersebut merupakan sebuah niat baik dari Pemerintah.
“Niatan ini kan sudah dapat satu, artinya pahalanya sudah satu. Kalau niatan baik ini direalisasikan tentu kami akan menyambut dengan baik,” kata Nasih, di Kampus B Unair.
Pro dan kontra pun terjadi di lingkungan DPR. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Yasti Soepredjo khawatir adanya upaya pembungkaman sehingga pemerintah memberikan izin usaha kelola tambang kepada perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas), dan usaha kecil menengah (UKM).
Dengan begitu, pihak yang mendapat akses untuk mengelola tambang tersebut tidak lagi bersuara kencang kepada pemerintah.
“Saya khawatir pemberian WIUP (wilayah izin usaha pertambangan) ini kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi adalah upaya pembungkaman. Apabila ormas bersuara kencang, perguruan tinggi bersuara kencang, itu bisa bernasib lain,” ujar Yasti di rapat Baleg DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Menurutnya, ada ribuan perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah ormas di Indonesia juga banyak. Ia bertanya-tanya bagaimana pemerintah dapat memberikan izin usaha pertambangan kepada institusi tersebut.
Oleh karenanya, ia juga mendorong agar pemberian izin usaha kelola tambang dilakukan secara selektif.
“Bagaimana cara pemerintah memberikan IUP kepada ormas dan perguruan tinggi?. Harus selektif betul terhadap pemberian izin khusus ini,” tegasnya.
Anggota DPR lain, yakni Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, juga menekankan pemberian konsesi tambang untuk perguruan tinggi perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif.
Ia menekankan pentingnya pertimbangan yang matang terkait usulan pemberian izin kelola tambang kepada perguruan tinggi.
“Harus betul-betul dipikirkan manfaat dan mudaratnya, apakah lebih banyak ke kepentingan pendidikan atau bisnis?” ujar Lalu, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, kemarin.
Kendati ada pihak yang kontra, ada pula yang mendukung usulan ini. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai, usul memberikan hak mengelola tambang bagi perguruan tinggi muncul agar kampus memiliki sumber penghasilan lain.
Politikus Partai Gerindra ini berharap, pemberian izin kelola tambang ini bisa memberi manfaat yang baik kepada kampus.
“Mungkin mekanisme pengerjaan dan lain-lainnya itu silakan nanti diatur di dalam aturan yang ada. Nah, sehingga kemudian memang pemberian-pemberian itu juga memberikan manfaat kepada universitas yang dimaksud,” kata Dasco.
Di sisi lain, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Saintek) siap terlibat terkait usulan pemberian izin kelola tambang kepada perguruan tinggi.
Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang menilai usulan itu dapat membuat perguruan tinggi semakin dekat dengan sumber pendanaan.
“Karena itu termasuk salah satu kebijakan dalam pendidikan tinggi yang dekat dengan apa, dekat dengan pendanaan, seperti itu kira-kira,” ujarnya.
Sementara salah satu pihak kampus, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Ridho Kresna Wattimena, mengungkapkan, ITB masih harus berpikir keras terkait pemberian izin kelola tambang.
Sebab, usaha tambang adalah bisnis jangka panjang dan perlu modal besar.
Dia menekankan proses pertambangan tidaklah cepat. Apabila kampus mendapat lahan kategori greenfield, maka harus menjalankan berbagai tahapan sebelum bisa menambang
Tahapan yang dimaksud mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, membuat amdal, membuat studi kelayakan, kemudian membuat desain dan menambang.
“Pengalaman teman-teman di industri, penyelidikan umum sampai eksplorasi (sekitar) 5 sampai 10 tahun, apakah perguruan tinggi memang diminta spend (mengeluarkan) uang 5 sampai 10 tahun sebelum bisa mendapatkan uang. Itu juga sesuatu yang berat untuk perguruan tinggi,” tandasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: ITB
-

Mengenal Proses Gerhana Matahari dan Jadwalnya di Tahun 2025
Jakarta –
National Aeronautics and Space Administration (NASA) merilis data sedikitnya akan ada empat kali fenomena gerhana di tahun 2025. Akan ada dua kali gerhana bulan total dan dua kali gerhana matahari sebagian.
Mungkin masih banyak publik yang kurang memahami gerhana bulan dan matahari. Lalu, apa itu sebetulnya gerhana matahari? Kapan terjadinya pada tahun ini? Berikur informasinya.
Mengenal Proses Gerhana Matahari dan Jenisnya
Gerhana Matahari adalah fenomena alam yang terjadi ketika Bulan bergerak di antara Matahari dan Bumi saat mengorbit Bumi. Dijelaskan pada laman NASA, saat Bulan melintas di antara Matahari dan Bumi, kadang Bulan hanya menghalangi sebagian cahaya Matahari yang kemudian disebut gerhana matahari parsial.
Di waktu lain, Bulan bisa menghalangi seluruh cahaya Matahari dan inilah yang disebut gerhana matahari total. Dalam posisi ini, Bulan menghalangi cahaya Matahari yang seharusnya sampai ke Bumi. Saat terjadi gerhana matahari, timbul bayangan pada sebagian Bumi.
Dalam laman Observatorium Bosscha ITB, dijelaskan terdapat empat jenis utama gerhana Matahari yang memiliki karakteristik berbeda:
1. Gerhana Matahari Total
Gerhana ini hanya dapat dilihat dari wilayah kecil di Bumi. Ketika seseorang berada di area umbra (bayangan gelap pusat Bulan), mereka akan melihat Matahari sepenuhnya tertutup oleh Bulan. Langit menjadi gelap seperti malam, karena Matahari, Bulan, dan Bumi berada dalam satu garis lurus sempurna.
Daerah yang berada di jalur totalitas akan dapat menyaksikan Matahari perlahan masuk ke bayangan bulan. Fase totalitas gerhana atau saat piringan matahari ditutupi sepenuhnya, hanya akan terjadi selama beberapa menit saja.
2. Gerhana Matahari Sebagian
Pada gerhana ini, Matahari, Bulan, dan Bumi tidak berada dalam satu garis lurus. Akibatnya, hanya sebagian kecil permukaan Matahari yang tertutupi oleh bayangan Bulan.
Wilayah lain di permukaan Bumi di luar penumbra (bayangan yang lebih terang dan melebar saat mencapai Bumi) tidak dapat menyaksikan gerhana matahari. Ada kalanya bayangan umbra tidak sampai di permukaan Bumi. Hal ini membuat hanya bayangan penumbra yang jatuh sampai ke permukaan Bumi sehingga akan terjadi Gerhana Matahari Sebagian tanpa ada Gerhana Matahari Total.
3. Gerhana Matahari Cincin
Fenomena ini terjadi ketika Bulan berada di titik terjauh dari Bumi, sehingga tampak lebih kecil dari biasanya. Karena ukurannya yang lebih kecil, Bulan tidak mampu menutupi seluruh Matahari, sehingga bagian tepi Matahari tetap terlihat seperti cincin bercahaya.
4. Gerhana Matahari Hibrida
Kejadian ini jarang terjadi dan dikatakan sekitar satu gerhana per dekade. Sebab, jarak Matahari dan Bulan terus berubah sementara jarak Bulan dan Matahari terhadap Bumi harus betul-betul pas, jika ingin gerhana matahari hibrida tercapai.
Jika jarak Bulan dan Bumi relatif dekat, hanya umbra yang jatuh di permukaan Bumi, menciptakan gerhana matahari total. Sementara itu jika jarak Bulan dan Bumi relatif jauh, antumbra akan jatuh di permukaan Bumi dan menciptakan gerhana matahari cincin.
Kalau gerhana hibrida terjadi, maka siklusnya dapat dimulai sebagai gerhana cincin, kemudian berubah ke gerhana total, lalu berakhir kembali sebagai gerhana cincin. Gerhana inilah yang disebut gerhana matahari hibrida.
Jadwal Gerhana di Tahun 2025
Gerhana Matahari terjadi setiap 18 bulan di lokasi tertentu di Bumi, tetapi durasinya sangat singkat, hanya beberapa menit. Hal ini berbeda dengan gerhana Bulan yang biasanya berlangsung lebih lama.
Meski tahun ini akan ada empat kali gerhana, menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hanya satu fenomena gerhana yang bisa dilihat dari Indonesia. Itupun gerhana Bulan total pada September 2025.
“Fenomena astronomi menarik yang bisa diamati sepanjang tahun 2025 di antaranya adalah parade planet, gerhana bulan total, hujan meteor dan okultasi planet/bintang terang,” tulis keterangan BRIN.
Berikut jadwal-jadwal gerhana bulan dan matahari di tahun 2025:
1. Gerhana Bulan Total 14 Maret 2025
Fenomena yang pertama, akan ada gerhana Bulan total yang diperkirakan terjadi pada tanggal 14 Maret 2025. Dikutip dari laporan NASA, wilayah-wilayah yang dapat melihat fenomena ini adalah di Pasifik, Amerika, Eropa Barat, Afrika Barat.
2. Gerhana Matahari Sebagian 29 Maret 2025
Kedua, akan ada fenomena gerhana Matahari sebagian yang diperkirakan terjadi pada tanggal 29 Maret 2025. Menurut laporan NASA, wilayah-wilayah yang bisa melihat fenomena ini ada di Eropa, Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Samudra Atlantik, Samudra Arktik.
3. Gerhana Bulan Total 7 September 2025
Kemudian fenomena yang ketiga, akan kembali terjadi gerhana Bulan total yang diperkirakan berlangsung pada tanggal 7 September 2025. Menurut BRIN, fenomena gerhana Bulan total ini dapat dilihat dari wilayah Indonesia. Selain itu juga di Eropa, Afrika, Asia, Australia.
4. Gerhana Matahari Sebagian 21 September 2025
Terakhir, akan ada fenomena gerhana Matahari sebagian yang diperkirakan terjadi pada tanggal 21 September 2025. NASA merilis wilayah-wilayah yang bisa melihat fenomena ini adalah di Australia, Antartika, Samudra Pasifik, Samudra Atlantik.
Nah, itulah tadi pengetahuan tentang gerhana matahari dan jadwalnya. Semoga membantu, ya!
(aau/fds)
-
Bungkamnya Mendikti Saintek Satryo Saat Dicecar Soal Polemik Demo ASN
Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro memilih bungkam saat dimintai tanggapan oleh wartawan terkait dengan demonstrasi terhadapnya di Kemendikti Saintek belum lama ini.
Satryo terlihat meninggalkan area Ruang Sidang Kabinet di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/1/2025), sore sekitar pukul 16.44 WIB. Saat itu, Satryo dan anggota Kabinet Merah Putih baru saja mendengarkan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Para awak media yang menunggu di luar ruang sidang kabinet silih berganti mencoba untuk mewawancarai para menteri, wakil menteri, hingga kepala lembaga setingkat yang meninggalkan ruangan.
Pada saat giliran Satryo, para awak media langsung memintai tanggapannya soal demo ASN Kemensaintek Dikti belum lama ini. Demo itu terkait dengan Satryo yang diduga arogan dan pemarah kepada para ASN di lingkungan kementerian tersebut.
Kendati sudah diikuti sampai dengan mobil jemputannya, Satryo tetap diam seribu bahasa. Dia tak menjawab soal penyelesaian masalah internal itu, maupun apabila ada instruksi tertentu dari Presiden.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Satryo sudah lebih dulu membantah tuduhan pemarah, arogan hingga tindakan lainnya yang dituduhkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menggelar aksi protes di Kemendikti Saintek, Senin (20/1/2025).
“Tidak ada sama sekali, tidak benar,” kata dia menyangkal tuduhan tersebut, usai pelantikan Rektor ITB di Aula Barat ITB.
Dia menyebut aksi tersebut dilakukan lantaran pihaknya tengah melakukan “bersih-bersih” di tubuh Kemendikti Saintek dengan melakukan rotasi-mutasi.
“Pendemo biasanya kan mencari sesuatu yang menarik kan, intinya kita sedang bersih-bersih, bereskan banyak kegiatan yang dianggap oleh kami pemborosan, presiden mengatakan tidak boleh boros di Kementerian, kita kerjakan,” ungkapnya.
Adapun para ASN Kemendikti Saintek melakukan aksi unjuk rasa lantaran merasa diperlakukan tidak adil oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Dari undangan yang diterima Bisnis, aksi ini dilakukan buntut dari pemecatan tidak adil yang dialami oleh Prahum Ahli Muda dan Pj. rumah Tangga Setditjen Diktiristek, Neni Herlina.
Dalam keterangan resminya, Neni diketahui sudah 24 tahun bekerja di instansi tersebut.
Kemudian, pada Jumat (17/1/2025) sore kemarin dirinya mengaku tiba-tiba diusir keluar ruangan oleh pimpinan tertinggi di Kemendikti Saintek.
“Tiba-tiba pimpinan tertinggi kami masuk ke ruangan kami dan di hadapan semua orang, beliau mengusir saya keluar dan memerintahkan untuk pindah ke Kemendikdasmen… Saya keluar dan shalat,” ujarnya dalam keterangan tersebut, dikutip Senin (20/1/2025).
/data/photo/2025/01/23/6791fe5318d6b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)






