Institusi: ITB

  • Profil Rozik Boedioro Soetjipto, Mantan Menteri PU Tutup Usia

    Profil Rozik Boedioro Soetjipto, Mantan Menteri PU Tutup Usia

    Jakarta, Beritasatu.com – Kabar duka datang dari dunia pertambangan dan infrastruktur Indonesia, mantan Menteri Pekerjaan Umum, Rozik Boedioro Soetjipto di era Kabinet Persatuan Nasional, meninggal dunia pada Senin (24/3/2025).

    Informasi tersebut disampaikan melalui unggahan di Instagram Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, M Basuki Hadimuljono.

    “Keluarga Besar Otorita Ibu Kota Nusantara turut berduka cita yang mendalam atas berpulangnya Bapak Dr Ir Rozik Boedioro Soetjipto,” tulis unggahan tersebut, dikutip pada Senin (24/3/2025).

    Profil dan Perjalanan Karier Rozik Boedioro Soetjipto

    Rozik Boedioro Soetjipto lahir pada 20 Agustus 1943 dan merupakan lulusan teknik pertambangan Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1961. Ia dikenal sebagai dosen senior di fakultas teknik pertambangan dan perminyakan (FTTM) ITB.

    Selama kariernya, ia pernah menjabat sebagai direktur jenderal di Kementerian Pertambangan dan Energi sebelum akhirnya ditunjuk sebagai menteri pekerjaan umum periode 1999-2001.

    Selain aktif di pemerintahan, Rozik juga memiliki pengalaman akademik yang kuat. Ia meraih gelar doktor dari Universitas Katolik Leuven, Belgia, dengan disertasi yang membahas pemulihan logam transisi menggunakan resin penukar ion. Kemampuannya dalam berbagai bahasa, termasuk Inggris, Prancis, dan Belanda, turut mendukung kiprahnya di tingkat internasional.

    Jabatan Strategis di Dunia Pertambangan

    Setelah meninggalkan jabatan sebagai menteri, Rozik melanjutkan perannya di industri pertambangan. Ia menjadi salah satu Komisaris PT Freeport Indonesia sejak tahun 2000 dan kemudian diangkat sebagai presiden direktur perusahaan tersebut pada 27 Januari 2012, menggantikan Armando Mahler. Masa kepemimpinannya di Freeport berakhir pada 2015, dan posisinya digantikan oleh Maroef Sjamsuddin.

    Di luar Freeport, Rozik juga menjabat sebagai komisaris independen PT Bayan Resources dan aktif dalam Natural Resource Centre, sebuah lembaga yang fokus pada pengelolaan sumber daya alam. Salah satu peninggalan pentingnya adalah hibah Gedung Freeport SBM ITB yang kini dikenal sebagai Gedung Labtek XIV ITB, yang diresmikan pada 2017.

    Dedikasi di Dunia Pendidikan dan Pertambangan

    Semasa hidupnya, Rozik berkontribusi besar di berbagai bidang, termasuk akademik dan pengelolaan sumber daya alam. Berikut adalah beberapa posisi yang pernah diembannya:

    Dosen Teknik Pertambangan dan Manajemen Geologi FTTM ITB.Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana ITB.Direktur Pembinaan di Ditjen Pertambangan Umum.Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral.Direktur Jenderal Pertambangan Umum.Menteri Pekerjaan Umum (1999-2001).Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (2012-2015).Komisaris Independen PT Bayan Resources.Pendiri dan pegiat di Natural Resource Centre.

    Kepergian Rozik Boedioro Soetjipto meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar ITB dan dunia pertambangan Indonesia. Jasa dan dedikasi yang telah ia torehkan akan selalu dikenang sebagai inspirasi bagi generasi penerus. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan serta ketabahan

  • Komitmen BRI Terapkan Budaya Kerja Inklusif, Bawa BRI Raih Penghargaan Anugerah Avirama Nawasena dari SBM ITB

    Komitmen BRI Terapkan Budaya Kerja Inklusif, Bawa BRI Raih Penghargaan Anugerah Avirama Nawasena dari SBM ITB

  • Raih Penghargaan Anugerah Avirama Nawasena, Bukti Nyata BRI Komitmen Terapkan DEI

    Raih Penghargaan Anugerah Avirama Nawasena, Bukti Nyata BRI Komitmen Terapkan DEI

    TRIBUNJATENG.COM – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI kembali mendapatkan pengakuan atas komitmennya dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berkelanjutan.

    Dalam ajang Anugerah Avirama Nawasena 2024 yang diselenggarakan oleh Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) pada Rabu (5/2/2025), BRI meraih penghargaan pada kategori Organisation and Work Culture for DEI Practices.

    Anugerah Avirama Nawasena adalah penghargaan tahunan dari SBM ITB yang diberikan kepada individu, perusahaan, UMKM, dan organisasi nirlaba yang berkontribusi dan berkomitmen dalam mendorong inovasi serta menggerakkan masyarakat menuju ekonomi berkelanjutan di masa depan.

    Pada kesempatan terpisah, Direktur Kepatuhan BRI, A. Solichin Lutfiyanto, menegaskan bahwa keberagaman bukan sekadar konsep, melainkan strategi utama dalam memperkuat daya saing perusahaan.

    “BRI percaya bahwa lingkungan kerja yang inklusif memungkinkan setiap individu untuk berkembang dan berkontribusi secara maksimal. Penghargaan ini menjadi motivasi bagi BRI untuk terus memperkuat budaya kerja yang inklusif serta menciptakan dampak nyata bagi masyarakat dan perekonomian nasional,” ujarnya.

    Dengan ragam pekerja yang dimiliki, BRI berkomitmen untuk mendorong terciptanya tempat kerja yang inklusif dan setara dengan menjunjung tinggi prinsip kesetaraan, keberagaman, dan non-antidiskriminasi dalam pengembangan karier.

    Komitmen ini dituangkan ke dalam ketentuan internal BRI mengenai Respectful Workplace Policy (Kebijakan Berperilaku Saling Menghormati di Tempat Kerja).

    Tidak hanya itu, BRI juga merilis kebijakan terkait Hak Asasi Manusia, yang dirancang untuk memastikan bahwa BRI menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia.

    BRI melakukan proses uji tuntas HAM melalui metode self-assessment yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui aplikasi PRISMA.

    Berdasarkan proses uji tuntas tersebut, BRI mendapatkan kategorisasi Hijau, yang menandakan kepatuhannya terhadap Standar Indikator Penilaian Risiko Bisnis dan Hak Asasi Manusia dan menegaskan komitmennya yang kuat terhadap pemenuhan hak asasi manusia.

    Sejak tahun 2023 BRI juga telah bergabung ke dalam United Nations Global Compact (UNGC) yang menunjukkan komitmen BRI dalam penerapan 10 prinsip berkaitan dengan tata kelola, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, dan anti-korupsi, serta dukungan atas pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

    Lebih lanjut, Solichin menekankan bahwa implementasi DEI bukan hanya berdampak pada internal perusahaan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya BRI dalam mendorong perekonomian yang lebih inklusif.

    “BRI terus mengedepankan prinsip keberlanjutan dalam setiap aspek bisnisnya. Implementasi DEI tidak hanya diterapkan di lingkungan internal perusahaan, tetapi juga menjadi bagian dari berbagai inisiatif pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam memperluas akses layanan keuangan bagi pelaku UMKM,” tegasnya.

  • Konsisten Budayakan Kerja Inklusif, BRI Sabet Anugerah Aviratama Nawasena dari SBM ITB – Halaman all

    Konsisten Budayakan Kerja Inklusif, BRI Sabet Anugerah Aviratama Nawasena dari SBM ITB – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI kembali mendapatkan pengakuan atas komitmennya dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berkelanjutan.

    Dalam ajang Anugerah Avirama Nawasena 2024 yang diselenggarakan oleh Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) pada Rabu (5/2/2025), BRI meraih penghargaan pada kategori Organisation and Work Culture for DEI Practices.

    Anugerah Avirama Nawasena adalah penghargaan tahunan dari SBM ITB yang diberikan kepada individu, perusahaan, UMKM, dan organisasi nirlaba yang berkontribusi dan berkomitmen dalam mendorong inovasi serta menggerakkan masyarakat menuju ekonomi berkelanjutan di masa depan.

    Pada kesempatan terpisah, Direktur Kepatuhan BRI, A. Solichin Lutfiyanto, menegaskan bahwa keberagaman bukan sekadar konsep, melainkan strategi utama dalam memperkuat daya saing perusahaan.

    “BRI percaya bahwa lingkungan kerja yang inklusif memungkinkan setiap individu untuk berkembang dan berkontribusi secara maksimal. Penghargaan ini menjadi motivasi bagi BRI untuk terus memperkuat budaya kerja yang inklusif serta menciptakan dampak nyata bagi masyarakat dan perekonomian nasional,” ujarnya.

    Dengan ragam pekerja yang dimiliki, BRI berkomitmen untuk mendorong terciptanya tempat kerja yang inklusif dan setara dengan menjunjung tinggi prinsip kesetaraan, keberagaman, dan non-antidiskriminasi dalam pengembangan karier.

    Komitmen ini dituangkan ke dalam ketentuan internal BRI mengenai Respectful Workplace Policy (Kebijakan Berperilaku Saling Menghormati di Tempat Kerja).

    Tidak hanya itu, BRI juga merilis kebijakan terkait Hak Asasi Manusia, yang dirancang untuk memastikan bahwa BRI menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia.

    BRI melakukan proses uji tuntas HAM melalui metode self-assessment yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui aplikasi PRISMA.

    Berdasarkan proses uji tuntas tersebut, BRI mendapatkan kategorisasi Hijau, yang menandakan kepatuhannya terhadap Standar Indikator Penilaian Risiko Bisnis dan Hak Asasi Manusia dan menegaskan komitmennya yang kuat terhadap pemenuhan hak asasi manusia.

    Sejak tahun 2023 BRI juga telah bergabung ke dalam United Nations Global Compact (UNGC) yang menunjukkan komitmen BRI dalam penerapan 10 prinsip berkaitan dengan tata kelola, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, dan anti-korupsi, serta dukungan atas pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

    Lebih lanjut, Solichin menekankan bahwa implementasi DEI bukan hanya berdampak pada internal perusahaan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya BRI dalam mendorong perekonomian yang lebih inklusif.

    “BRI terus mengedepankan prinsip keberlanjutan dalam setiap aspek bisnisnya. Implementasi DEI tidak hanya diterapkan di lingkungan internal perusahaan, tetapi juga menjadi bagian dari berbagai inisiatif pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam memperluas akses layanan keuangan bagi pelaku UMKM,” tegasnya.

  • Komitmen BRI Terapkan Budaya Kerja Inklusif, Raih Penghargaan Anugerah Avirama Nawasena dari SBM ITB

    Komitmen BRI Terapkan Budaya Kerja Inklusif, Raih Penghargaan Anugerah Avirama Nawasena dari SBM ITB

    Tidak hanya itu, BRI juga merilis kebijakan terkait Hak Asasi Manusia, yang dirancang untuk memastikan bahwa BRI menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia. BRI melakukan proses uji tuntas HAM melalui metode self-assessment yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui aplikasi PRISMA. 

    Berdasarkan proses uji tuntas tersebut, BRI mendapatkan kategorisasi Hijau, yang menandakan kepatuhannya terhadap Standar Indikator Penilaian Risiko Bisnis dan Hak Asasi Manusia dan menegaskan komitmennya yang kuat terhadap pemenuhan hak asasi manusia.

    Sejak tahun 2023 BRI juga telah bergabung ke dalam United Nations Global Compact (UNGC) yang menunjukkan komitmen BRI dalam penerapan 10 prinsip berkaitan dengan tata kelola, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, dan anti-korupsi, serta dukungan atas pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

    Lebih lanjut, Solichin menekankan bahwa implementasi DEI bukan hanya berdampak pada internal perusahaan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya BRI dalam mendorong perekonomian yang lebih inklusif.

    “BRI terus mengedepankan prinsip keberlanjutan dalam setiap aspek bisnisnya. Implementasi DEI tidak hanya diterapkan di lingkungan internal perusahaan, tetapi juga menjadi bagian dari berbagai inisiatif pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam memperluas akses layanan keuangan bagi pelaku UMKM,” tegasnya.

  • Ukir Prestasi! Tim Mahasiswa SITH ITB Raih Runner-Up GSIC 2024

    Ukir Prestasi! Tim Mahasiswa SITH ITB Raih Runner-Up GSIC 2024

    BANDUNG – Sebanyak empat mahasiswa Rekayasa Pertanian Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB berhasil menjadi runner-up dalam kategori Frontier Science and Technology di ajang Global Student Innovation Challenge (GSIC) 2024. Ke empat mahasiswa itu adalah Rosdiana Anjelina, Sakura Laila Santoso, Paloma Matondang, dan Indah Kezia Gultom.

    GSIC merupakan wadah yang fokus pada pengembangan keprofesian, karya, dan inovasi mahasiswa ITB. Acara ini berada di bawah naungan Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB dan menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mempresentasikan solusi ilmiah serta teknologi terhadap berbagai tantangan global.

    Keberhasilan tim ini diraih berkat penelitian inovatif mereka yang berjudul “Analisis Pengaruh Vermikompos pada Sistem Three Sisters terhadap Dinamika Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) dan Kadar Fosfat Tanah sebagai Penerapan Pertanian Berkelanjutan.

    Penelitian ini berfokus pada sistem pertanian Three Sisters, yaitu teknik polikultur tradisional yang mengombinasikan tiga jenis tanaman. Dalam penelitian ini, tanaman yang ditanam adalah jagung, kacang panjang, dan labu.

    Ketiga tanaman ini ditanam secara bersamaan karena memiliki hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Inovasi yang dilakukan oleh tim ini adalah dengan menambahkan vermikompos, yaitu pupuk organic berbasis kotoran cacing yang mengandung mikroba bermanfaat, termasuk Bakteri Pelarut Fosfat (BPF).

    Penggunaan vermikompos dalam sistem ini bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah secara alami, mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia, sehingga dapat menciptakan metode pertanian yang lebih ramah lingkungan.

    “Penelitian kami memberikan gambaran awal mengenai penerapan pertanian berkelanjutan yang dapat memperbaiki kondisi tanah, meningkatkan hasil panen, serta meningkatkan biodiversitas. Selain itu, penelitian kami membuktikan adanya potensi bakteri pelarut fosfat dalam menyediakan fosfat secara berkelanjutan untuk tanaman yang berujung pada peningkatan hasil panen,” ujar salah seorang runner-up Mahasiswa SITH ITB, Sakura, melalui keterangan tertulisnya.

    Penelitian ini berlangsung selama empat bulan, yaitu dari Oktober 2024 hingga Februari 2025, di ITB Jatinangor. Dalam penelitian ini, tim melakukan serangkaian eksperimen untuk mengamati dinamika jumlah BPF dan kadar fosfat dalam tanah selama siklus pertumbuhan tanaman.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bakteri BPF meningkat pesat pada tahap awal pertumbuhan tanaman dan mencapai jumlah tertinggi saat tanaman memasuki fase perkembangan. Setelah melewati fase tersebut, jumlah BPF berkurang, kemungkinan akibat meningkatnya penyerapan fosfat oleh tanaman serta perubahan kondisi tanah.

  • Inovasi! Mahasiswi SITH ITB Kembangkan Pembalut Biodegradable dari Limbah Pelepah Pisang

    Inovasi! Mahasiswi SITH ITB Kembangkan Pembalut Biodegradable dari Limbah Pelepah Pisang

    BANDUNG – Tiga mahasiswi Rekayasa Pertanian Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati-Rekayasa (SITH-R) Institut Teknologi Bandung (ITB), berhasil meraih juara 3 kategori Business Plan Competition dalam ajang Agricultural Food Competition (AFC) Season 16. Ketiga mahasiswi SITH ITB ini adalah Salwa Salsadila, Kezia Wira Keren, dan Diola Suprapti.

    Kompetisi ini diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman yang berlangsung 1 Januari hingga 23 Februari 2025.

    Mengusung tema “The Actualization of Sustainable Development Goals through Agricultural Innovation in the Society 5.0 Era”, AFC Season 16 bertujuan untuk mendorong generasi muda dalam mengembangkan ide bisnis inovatif di bidang pertanian yang berkelanjutan.

    Tim mahasiswi Rekayasa Petanian ITB yang diberi nama The Bananabees itu berkompetisi dengan berbagai tim yang berasal dari universitas ternama di Indonesia, seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

    Dalam kompetisi ini, The Bananabees memilih subtema Utilization of Agriculture Waste and Material, dengan fokus pada pengelolaan limbah secara berkelanjutan. Mereka menawarkan inovasi Mennapads, yaitu pembalut biodegradable yang terbuat dari limbah pelepah pisang.

    Untuk memastikan produk sepenuhnya ramah lingkungan, lapisan awal dan akhir Mennapads terbuat dari bioplastik, sehingga dapat terurai secara alami 100 persen. Tidak hanya itu, kemasannya juga terbuat dari bioplastik.

    Hal ini menjadikan Mennapads sebagai solusi yang lebih berkelanjutan bagi kesehatan wanita dan kelestarian lingkungan.

    Mennapads dirancang untuk menyelesaikan dua permasalahan utama lingkungan. Pertama, Mennapads dapat mengurangi limbah plastik dari pembalut konvensional. Saat ini, sekitar 95 persen wanita di Indonesia menggunakan pembalut konvensional yang menyumbang timbunan sampah hingga 26 ton setiap harinya.

    Dengan hadirnya Mennapads, penggunaan pembalut sekali pakai berbahan plastik ini dapat diminimalisir. Kedua, terkait pemanfaatan limbah pertanian. Pelepah pisang diolah menjadi lapisan penyerap alami yang mampu menggantikan bahan sintetis dalam pembalut.

    Salah seorang mahasiswi yang berhasil mearaih juara itu Salwa mengungkapkan, dalam sistem produksi pisang, satu pohon hanya menghasilkan satu tandan pisang sebelum akhirnya ditebang. Akibatnya, lanjut Salwa, limbah pelepah pisang terus meningkat dengan perkiraan jumlahnya mencapai 640.000 batang per tahun.

  • Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kecerdasan buatan (AI) yang pesat tanpa diiringi langkah untuk menuju kedaulatan dikhawatirkan beragam ancaman bagi Indonesia, termasuk salah satunya bias informasi. 

    Dalam konferensi kecerdasan buatan global Nvidia GTC 2025, Kamis (20/3/2025), Presiden Direktur dan CEO PT Indosat Tbk. (ISAT) Vikram Sinha menegaskan pentingnya Indonesia membangun kapabilitas kecerdasan buatan (AI) yang berdaulat.

    Vikram menyampaikan  tanpa kedaulatan teknologi, Indonesia berisiko mengalami bentuk baru kolonialisme atau penjajahan digital, di mana informasi dihasilkan berisiko meleset dari sosial dan budaya Indonesia. 

    “Kita menghadapi risiko besar di mana semua aktivitas, bahasa, dan budaya kita diproses oleh mesin AI yang tidak memahami Indonesia. Hal ini dapat membawa kita ke arah yang berbeda, sebuah bentuk kolonialisme digital yang harus kita hindari,” ujar Vikram.

    Dia menuturkan kolonialisme digital bukan sekadar teori, melainkan realitas yang makin nyata. Dalam ekosistem teknologi global, negara-negara yang tidak memiliki kendali atas AI akan menjadi konsumen pasif yang bergantung pada teknologi dari luar. 

    AI yang tidak dikembangkan dengan  konteks lokal berpotensi mengabaikan, atau bahkan mendistorsi, realitas sosial, budaya, dan ekonomi Indonesia.

    Menurut Vikram, solusi terbaik untuk menghadapi tantangan ini adalah dengan memastikan bahwa Indonesia bukan hanya pengguna, tetapi juga pencipta teknologi AI. 

    Dengan meningkatkan kapabilitas AI berdaulat, Indonesia juga berpeluang meraup potensi ekonomi besar yang dihasilkan oleh AI. 

    Studi PricewaterCooper (PwC) tahun 2023 menunjukkan bahwa kecerdasan buatan diproyeksikan dapat menyumbang hingga US$ 1 triliun terhadap produk domestik bruto wilayah Asia Tenggara pada 2030.

    CEO Indosat Vikram Sinha

    Sementara itu khusus di Indonesia, AI berpotensi memberi kontribusi hingga US$366 miliar, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga menjadi 18,8 persen.  

    “Membangun kapabilitas AI yang berdaulat berarti menjadi ‘creator’ dan bukan hanya ‘consumer’,” kata Vikram.

    Vikram mengatakan pertarungan untuk kedaulatan tidak lagi terjadi di medan perang fisik, tetapi di dalam algoritma, data, dan sistem AI yang menggerakkan ekonomi serta kehidupan sosial.

    Indonesia harus keluar dari ancaman tersebut dan membangun sistem AI yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia.

    “Kita tidak boleh hanya menjadi pengguna teknologi yang dikendalikan pihak lain. Saatnya bagi kita untuk membangun AI yang memahami Indonesia, bekerja untuk Indonesia, dan memperkuat posisi kita sebagai AI Nation Shaper,” kata Vikram. 

    Bias Informasi

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan Indonesia perlu mengembangkan AI mandiri, yang dapat  diberikan masukan, dilatih dan dikelola oleh Negara Indonesia. 

    Ian berpendapat kekosongan kedaulatan AI dan ketergantungan pada teknologi luar negeri, akan berdampak pada kualitas informasi yang diterima oleh pengguna di Indonesia. 

    “Keluaran AI-nya bisa beda. Contoh karena input big data hukum di Amerika. Kalau ditanya mengenai penyelesaian hukum, maka yang keluar ada hukum di sana,” kata Ian kepada Bisnis.

    Geopolitik …..

  • Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kecerdasan buatan (AI) yang pesat tanpa diiringi langkah untuk menuju kedaulatan dikhawatirkan beragam ancaman bagi Indonesia, termasuk salah satunya bias informasi. 

    Dalam konferensi kecerdasan buatan global Nvidia GTC 2025, Kamis (20/3/2025), Presiden Direktur dan CEO PT Indosat Tbk. (ISAT) Vikram Sinha menegaskan pentingnya Indonesia membangun kapabilitas kecerdasan buatan (AI) yang berdaulat.

    Vikram menyampaikan  tanpa kedaulatan teknologi, Indonesia berisiko mengalami bentuk baru kolonialisme atau penjajahan digital, di mana informasi dihasilkan berisiko meleset dari sosial dan budaya Indonesia. 

    “Kita menghadapi risiko besar di mana semua aktivitas, bahasa, dan budaya kita diproses oleh mesin AI yang tidak memahami Indonesia. Hal ini dapat membawa kita ke arah yang berbeda, sebuah bentuk kolonialisme digital yang harus kita hindari,” ujar Vikram.

    Dia menuturkan kolonialisme digital bukan sekadar teori, melainkan realitas yang makin nyata. Dalam ekosistem teknologi global, negara-negara yang tidak memiliki kendali atas AI akan menjadi konsumen pasif yang bergantung pada teknologi dari luar. 

    AI yang tidak dikembangkan dengan  konteks lokal berpotensi mengabaikan, atau bahkan mendistorsi, realitas sosial, budaya, dan ekonomi Indonesia.

    Menurut Vikram, solusi terbaik untuk menghadapi tantangan ini adalah dengan memastikan bahwa Indonesia bukan hanya pengguna, tetapi juga pencipta teknologi AI. 

    Dengan meningkatkan kapabilitas AI berdaulat, Indonesia juga berpeluang meraup potensi ekonomi besar yang dihasilkan oleh AI. 

    Studi PricewaterCooper (PwC) tahun 2023 menunjukkan bahwa kecerdasan buatan diproyeksikan dapat menyumbang hingga US$ 1 triliun terhadap produk domestik bruto wilayah Asia Tenggara pada 2030.

    CEO Indosat Vikram Sinha

    Sementara itu khusus di Indonesia, AI berpotensi memberi kontribusi hingga US$366 miliar, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga menjadi 18,8 persen.  

    “Membangun kapabilitas AI yang berdaulat berarti menjadi ‘creator’ dan bukan hanya ‘consumer’,” kata Vikram.

    Vikram mengatakan pertarungan untuk kedaulatan tidak lagi terjadi di medan perang fisik, tetapi di dalam algoritma, data, dan sistem AI yang menggerakkan ekonomi serta kehidupan sosial.

    Indonesia harus keluar dari ancaman tersebut dan membangun sistem AI yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia.

    “Kita tidak boleh hanya menjadi pengguna teknologi yang dikendalikan pihak lain. Saatnya bagi kita untuk membangun AI yang memahami Indonesia, bekerja untuk Indonesia, dan memperkuat posisi kita sebagai AI Nation Shaper,” kata Vikram. 

    Bias Informasi

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan Indonesia perlu mengembangkan AI mandiri, yang dapat  diberikan masukan, dilatih dan dikelola oleh Negara Indonesia. 

    Ian berpendapat kekosongan kedaulatan AI dan ketergantungan pada teknologi luar negeri, akan berdampak pada kualitas informasi yang diterima oleh pengguna di Indonesia. 

    “Keluaran AI-nya bisa beda. Contoh karena input big data hukum di Amerika. Kalau ditanya mengenai penyelesaian hukum, maka yang keluar ada hukum di sana,” kata Ian kepada Bisnis.

    Geopolitik …..

  • Akademisi Peringatkan Ancaman Bias Informasi di Tengah Pertumbuhan AI

    Akademisi Peringatkan Ancaman Bias Informasi di Tengah Pertumbuhan AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dibayang-bayangi oleh informasi yang bias di tengah era kecerdasan buatan (AI) yang berkembang pesat. Hal itu dapat terjadi jika Indonesia gagal dalam menghadirkan AI berdaulat.

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan Indonesia perlu mengembangkan AI mandiri, yang dapat  diberikan masukan, dilatih dan dikelola oleh Indonesia. 

    Ian berpendapat kekosongan kedaulatan AI dan ketergantungan pada teknologi luar negeri, akan berdampak pada kualitas informasi yang diterima oleh pengguna di Indonesia. 

    “Keluaran AI-nya bisa beda. Contoh karena input big data hukum di Amerika Serikat. Kalau ditanya mengenai penyelesaian hukum, maka yang keluar ada hukum di sana,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (20/3/2025). 

    Ian menambahkan dengan menggunakan data AI yang dikelola di luar negeri, maka data tersebut harus siap digunakan oleh negara tersebut, termasuk data-data yang bersifat sensitif. 

    Ian juga menyoroti mengenai ancaman pengarahan informasi perihal geopolitik. Teknologi AI yang datanya diolah di luar negeri, berpeluang menghasilkan informasi sesuai dengan kepentingan negara tempat data tersebut diolah. 

    “Ini bisa berbahaya, karena masukan yang tidak sesuai dengan tujuan negara Indonesia (secara luas), maka akan condong ke sesuatu yang tidak diharapkan negara Indonesia, malah yang diinginkan negara lain. Ini sangat berbahaya,” kata Ian. 

    Untuk mengantisipasi setumpuk ancaman tersebut, Ian mendorong agar Indonesia mengembangkan AI secara berdaulat. Pengembangan tersebut dimulai dengan menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang AI, baik dari algoritma, data science dan lain-lain. 

    Kementerian yang berhubungan dalam pengembangan AI, seperti Komdigi, perlu menyiapkan kurikulum, serta karya AI Indonesia yang digunakan di dalam negeri. 

    “Dan ada ruang proxy untuk AI yang berasal dari luar. Sehingga minimal SDM Indonesia bisa terserap di Indonesia,” kata Ian. 

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyusun peta jalan (roadmap) terkait dengan kecerdasan buatan (AI), yang ditargetkan rampung 3 bulan lagi atau pada Juni 2025. 

    Roadmap ini ditargetkan rampung dalam tiga bulan ke depan atau Juni 2025 sebagai bagian dalam mewujudkan tata kelola AI di Indonesia.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria mengatakan, pemerintah telah menyelenggarakan berbagai forum diskusi dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan peta jalan yang disusun komprehensif.

    “Diskusi sudah berlangsung di beberapa forum, termasuk juga kerja sama kita dengan beberapa organisasi dan beberapa company yang ikut mendukung,” kata Nezar. 

    Nezar menambahkan, regulasi yang telah diterapkan di berbagai negara dapat dijadikan referensi untuk menyusun peta jalan AI di Indonesia.

    Dirinya mengapresiasi berbagai studi tentang tata kelola AI yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga karena telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam penyusunan tata kelola AI yang lebih inklusif.

    “Saya kira di sini pentingnya studi yang dibuat oleh teman-teman Mandala Consulting untuk membuat semacam mapping atau pemetaan terhadap posisi Indonesia,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Nezar menegaskan pemerintah akan menerapkan regulasi yang berbasis insentif dan fleksibel untuk mendorong penerapan AI tanpa menciptakan beban kepatuhan yang tinggi.

    Dirinya  pemerintah akan fokus menyelesaikan tantangan terkait infrastruktur AI dengan memasukkan kebijakan yang inklusif untuk meminimalisasi cost of compliance yang tinggi di infrastruktur.

    Kemudian juga mendorong investasi di infrastruktur untuk pengembangan AI dan talenta digital di bidang AI.

    “Kita ada dalam early stage, dimana dua hal ini harus kita penuhi dulu sebelum kita bicara lompatan-lompatan ke depan,” ucap Nezar.