Institusi: IPB

  • Kisah UKM dari Cianjur Mengolah Limbah Desa Menjadi Perangkat Audio Bernilai Tinggi

    Kisah UKM dari Cianjur Mengolah Limbah Desa Menjadi Perangkat Audio Bernilai Tinggi

    Jakarta: Berawal dari keresahan terhadap limbah kayu jati kehutanan, Devasari Rahmawati mendirikan Faber Instrument Indonesia (FII), yaitu perusahaan yang mengubah potongan kayu sisa menjadi radio speaker bergaya vintage dengan teknologi modern. Mengusung filosofi “From Waste to Wisdom”, FII tidak sekadar menjual produk audio, tapi juga menghadirkan karya seni yang bernilai lingkungan dan sosial.

    Devasari mengawali perjalanannya dari Desa Cipendawa, sebuah desa di Kecamatan Pacet, Cianjur. Dengan prinsip sustainable craftmanship dan pemberdayaan komunitas, seluruh produksi FII dilakukan oleh para pengrajin lokal, termasuk perempuan serta penyandang tuna netra. Salah satu inovasi awal FII yaitu radio kayu Model Hafiz. Sebuah radio kayu estetik yang bisa memainkan 30 Juz murottal Alquran, dapat berfungsi sebagai radio, serta sebagai perangkat home audio dan home decoration.

    “Melalui inovasi seperti Model Hafiz, FII membuktikan bahwa suara indah bisa lahir dari kepedulian terhadap manusia, budaya, dan bumi – The Sound of Art,” tutur Devasari mengenang awal perjalanannya.

    Saat ini produk-produk radio kayu FII dibanderol dari harga 1 juta hingga 3 juta rupiah. Puncak pencapaian FII datang pada tahun 2021, ketika radio kayu Model Joglo menjuarai Wood Awards yang diselenggarakan di Inggris dan menjadi merchandise resmi ajang COP26. Prestasi ini menegaskan bahwa karya anak bangsa mampu bersaing di panggung global dengan tetap berakar pada nilai lokal.

    Namun perjalanan FII tidak selalu mudah. Devasari menghadapi tantangan dalam menjaga keberlanjutan produksi di tengah keterbatasan sumber daya dan akses teknologi di desanya. Ia kemudian memeperkuat sistem produksi berbasis komunitas, menambah jumlah pelatihan pengrajin lokal, memanfaatkan limbah kayu sekitar, serta berkolaborasi dengan kampus dan lembaga inovasi seperti STP-IPB. Pendekatan ini melahirkan ekosistem pengrajin yang mandiri, efisien, dan berdaya.
     
    Diplomat Success Challenge (DSC) Berperan dalam Membentuk Karakter Wirausaha

    Mengikuti Diplomat Success Challenge (DSC) Season 15 tahun 2024 menjadi titik balik penting dalam perjalanannya. Melalui proses mentoring dan kompetisi, Devasari belajar mengubah visi idealis menjadi model bisnis yang terukur dan berkelanjutan. “DSC bukan hanya lomba, tapi ruang refleksi. Ajang pembuktian bahwa semangat impact-driven business bisa berjalan seiring dengan keberhasilan komersial,” ujarnya.

    Setelah bergabung dalam Diplomat Entrepreneur Network (DEN), jejaring yang mengumpulkan alumni DSC dari tahun ke tahun, Devasari melihat perubahan besar dalam cara berpikir dan bertindak. Ia kini mengelola FII sebagai bisnis berdampak yang memberi manfaat bagi lebih banyak orang. Berkat jejaring DEN, kolaborasi lintas sektor pun terbuka. Mulai dari media, kemitraan bisnis, hingga peluang ekspansi internasional. Dampak sosial FII juga kian meluas: lebih banyak pengrajin terlibat, kapasitas produksi meningkat, dan kisah FII dikenal luas hingga mancanegara.
     
    Bagi Devasari, DSC dan DEN adalah ruang tumbuh wirausaha Indonesia. “Di sini saya belajar bahwa bisnis bukan hanya soal profit, tapi juga dampak dan ketulusan. DSC membuat saya sadar bahwa kita tidak berjalan sendiri,” tuturnya.

    Ia berpesan kepada para calon peserta DSC, “Jangan takut memulai dari kecil, karena yang besar selalu lahir dari keberanian pertama. Datanglah ke DSC bukan hanya untuk menang, tapi untuk tumbuh sebagai pribadi dan wirausaha yang membawa dampak.”

    Sebagai program kompetisi, inkubasi, dan ekosistem kewirausahaan terbesar di Indonesia, tahun ini, DSC Season 16 hadir dengan semangat baru: “Wujud Sinergi Kolaborasi. dan siap menawarkan hibah modal usaha dengan total 2,5 miliar Rupiah. Saat ini DSC Season 16 telah memasuki masa seleksi nasional, dan siap menyambu ide-ide bisnis baru untuk berkolaborasi membangun dampak nyata.  Nantikan update DSC Season 16 di www.diplomatsukses.com, dan melalui kanal resmi DSC di media sosial Instagram @diplomatsukses, Facebook Wismilak Diplomat, X @diplomat_sukses, dan YouTube Series di @diplomatsuccess.

    Jakarta: Berawal dari keresahan terhadap limbah kayu jati kehutanan, Devasari Rahmawati mendirikan Faber Instrument Indonesia (FII), yaitu perusahaan yang mengubah potongan kayu sisa menjadi radio speaker bergaya vintage dengan teknologi modern. Mengusung filosofi “From Waste to Wisdom”, FII tidak sekadar menjual produk audio, tapi juga menghadirkan karya seni yang bernilai lingkungan dan sosial.
     
    Devasari mengawali perjalanannya dari Desa Cipendawa, sebuah desa di Kecamatan Pacet, Cianjur. Dengan prinsip sustainable craftmanship dan pemberdayaan komunitas, seluruh produksi FII dilakukan oleh para pengrajin lokal, termasuk perempuan serta penyandang tuna netra. Salah satu inovasi awal FII yaitu radio kayu Model Hafiz. Sebuah radio kayu estetik yang bisa memainkan 30 Juz murottal Alquran, dapat berfungsi sebagai radio, serta sebagai perangkat home audio dan home decoration.
     
    “Melalui inovasi seperti Model Hafiz, FII membuktikan bahwa suara indah bisa lahir dari kepedulian terhadap manusia, budaya, dan bumi – The Sound of Art,” tutur Devasari mengenang awal perjalanannya.

    Saat ini produk-produk radio kayu FII dibanderol dari harga 1 juta hingga 3 juta rupiah. Puncak pencapaian FII datang pada tahun 2021, ketika radio kayu Model Joglo menjuarai Wood Awards yang diselenggarakan di Inggris dan menjadi merchandise resmi ajang COP26. Prestasi ini menegaskan bahwa karya anak bangsa mampu bersaing di panggung global dengan tetap berakar pada nilai lokal.
     

     
    Namun perjalanan FII tidak selalu mudah. Devasari menghadapi tantangan dalam menjaga keberlanjutan produksi di tengah keterbatasan sumber daya dan akses teknologi di desanya. Ia kemudian memeperkuat sistem produksi berbasis komunitas, menambah jumlah pelatihan pengrajin lokal, memanfaatkan limbah kayu sekitar, serta berkolaborasi dengan kampus dan lembaga inovasi seperti STP-IPB. Pendekatan ini melahirkan ekosistem pengrajin yang mandiri, efisien, dan berdaya.
     

    Diplomat Success Challenge (DSC) Berperan dalam Membentuk Karakter Wirausaha

    Mengikuti Diplomat Success Challenge (DSC) Season 15 tahun 2024 menjadi titik balik penting dalam perjalanannya. Melalui proses mentoring dan kompetisi, Devasari belajar mengubah visi idealis menjadi model bisnis yang terukur dan berkelanjutan. “DSC bukan hanya lomba, tapi ruang refleksi. Ajang pembuktian bahwa semangat impact-driven business bisa berjalan seiring dengan keberhasilan komersial,” ujarnya.
     
    Setelah bergabung dalam Diplomat Entrepreneur Network (DEN), jejaring yang mengumpulkan alumni DSC dari tahun ke tahun, Devasari melihat perubahan besar dalam cara berpikir dan bertindak. Ia kini mengelola FII sebagai bisnis berdampak yang memberi manfaat bagi lebih banyak orang. Berkat jejaring DEN, kolaborasi lintas sektor pun terbuka. Mulai dari media, kemitraan bisnis, hingga peluang ekspansi internasional. Dampak sosial FII juga kian meluas: lebih banyak pengrajin terlibat, kapasitas produksi meningkat, dan kisah FII dikenal luas hingga mancanegara.
     
    Bagi Devasari, DSC dan DEN adalah ruang tumbuh wirausaha Indonesia. “Di sini saya belajar bahwa bisnis bukan hanya soal profit, tapi juga dampak dan ketulusan. DSC membuat saya sadar bahwa kita tidak berjalan sendiri,” tuturnya.
     

     
    Ia berpesan kepada para calon peserta DSC, “Jangan takut memulai dari kecil, karena yang besar selalu lahir dari keberanian pertama. Datanglah ke DSC bukan hanya untuk menang, tapi untuk tumbuh sebagai pribadi dan wirausaha yang membawa dampak.”
     
    Sebagai program kompetisi, inkubasi, dan ekosistem kewirausahaan terbesar di Indonesia, tahun ini, DSC Season 16 hadir dengan semangat baru: “Wujud Sinergi Kolaborasi. dan siap menawarkan hibah modal usaha dengan total 2,5 miliar Rupiah. Saat ini DSC Season 16 telah memasuki masa seleksi nasional, dan siap menyambu ide-ide bisnis baru untuk berkolaborasi membangun dampak nyata.  Nantikan update DSC Season 16 di www.diplomatsukses.com, dan melalui kanal resmi DSC di media sosial Instagram @diplomatsukses, Facebook Wismilak Diplomat, X @diplomat_sukses, dan YouTube Series di @diplomatsuccess.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Ramai Kritik Susu di Paket Menu MBG, BGN Angkat Bicara

    Ramai Kritik Susu di Paket Menu MBG, BGN Angkat Bicara

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) menuai beragam tanggapan para pakar gizi. Salah satu yang menyoroti implementasinya adalah dr Tan Shot Yen, dokter yang juga ahli gizi masyarakat. Ia menilai sejumlah menu dalam program tersebut belum sepenuhnya tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah.

    Salah satu sorotan utamanya pada pemberian susu kemasan yang menjadi bagian dari paket MBG di beberapa daerah.

    Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR beberapa waktu lalu, dr Tan menyampaikan masih banyak menu MBG yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip gizi modern, terutama dalam hal pemilihan susu sebagai menu wajib.

    “Tidak banyak orang tahu bahwa etnik Melayu, yang juga mencakup sebagian besar masyarakat Indonesia, sekitar 80 persennya itu intoleran laktosa, termasuk saya. Jadi, Anda bisa bayangkan dampaknya,” ujar dr Tan.

    Ia menambahkan, secara regulasi, Indonesia sudah meninggalkan konsep empat sehat lima sempurna sejak diterbitkannya Permenkes tahun 2014 yang menggantinya dengan panduan Gizi Seimbang atau Isi Piringku.

    “Susu adalah bagian dari protein hewani yang tidak begitu penting selama kita punya telur, ikan, dan daging. Kita negara kaya protein hewani, jadi tidak harus bergantung pada susu. Kalau dipaksakan, banyak anak justru bisa mencret,” lanjutnya.

    Selain itu, dr Tan juga menyoroti kualitas produk susu yang dibagikan dalam MBG. Menurutnya, masyarakat kini semakin cerdas membedakan antara susu murni dan minuman bergula rasa susu.

    “Yang dibagi itu bukan susu, tapi minuman bergula. Ini bukti bahwa publik kita sudah pinter, bisa menilai sendiri mana yang benar-benar susu dan mana yang hanya minuman manis,” tegasnya.

    BGN Buka Suara

    Menanggapi kritik tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan kehadiran susu dalam program MBG bukan keputusan spontan, melainkan hasil kajian ilmiah dan kebijakan berbasis bukti.

    Prof Epi Taufik, Tim Pakar Bidang Susu BGN sekaligus Guru Besar Ilmu dan Teknologi Susu Fakultas Peternakan IPB, mengklaim hampir semua panduan gizi di dunia, termasuk Indonesia, tetap menempatkan susu dan produk olahannya (dairy) sebagai bagian dari diet seimbang.

    “Dalam berbagai dietary guidance seperti di Malaysia, Jepang, China, hingga panduan Isi Piringku dari Kemenkes RI dan prinsip B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) dari Bapanas RI, susu selalu masuk dalam rekomendasi. Ini bukan soal ikut-ikutan, tapi karena bukti ilmiahnya kuat,” kata Prof Epi di Bogor, Minggu (12/10).

    Ia menjelaskan, susu mengandung 13 zat gizi esensial, termasuk protein berkualitas tinggi, kalsium, dan vitamin D, semuanya penting untuk pertumbuhan tulang, perkembangan otak, dan daya tahan tubuh anak usia sekolah.

    “Anak usia 9 hingga 12 tahun sedang berada di masa peak growth velocity, periode percepatan pertumbuhan tinggi badan dan kebutuhan energi meningkat tajam. Kalsium dari makanan harian biasanya baru mencukupi 7-12 persen dari kebutuhan harian. Tambahan dari susu membantu menutup kekurangan itu agar pertumbuhan optimal,” jelasnya.

    Selain alasan gizi, BGN juga menilai keberadaan susu dalam program MBG memiliki efek ekonomi positif.

    Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, mengatakan setiap produk MBG diwajibkan mengandung minimal 20 persen susu segar lokal.

    “Susu dalam MBG bukan hanya menyehatkan anak-anak, tapi juga menghidupkan ekonomi desa. Peternak rakyat kini memiliki pasar yang stabil dan berkelanjutan,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Guru Besar IPB Buka-bukaan soal Kandungan Susu Segar MBG Cuma 30%

    Guru Besar IPB Buka-bukaan soal Kandungan Susu Segar MBG Cuma 30%

    Bisnis.com, JAKARTA – Guru Besar Ilmu dan Teknologi Susu, Fakultas Peternakan IPB, Epi Taufik menjelaskan polemik kandungan susu segar hanya 30% di susu dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebab, masyarakat menilai seharusnya kandungan susu segar seharusnya 100%.

    Epi menjelaskan bahwa pada dasarnya susu sapi segar mengandung 88% air, dan 12% bahan kering yang terdiri dari lemak, protein, laktosa/karbohidrat, dan mineral.

    “Susu sapi segar, terutama yang saat ini mayoritas berasal dari sapi Frisian Holstein (FH), juga susu kambing, dan bahkan ASI (Air Susu Ibu), kandungan utamanya adalah air,” kata Epi dalam keterangan, Minggu (12/10/2025).

    Menurutnya, pemberian susu segar dalam susu MBG telah mengikuti Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 13/2023 tentang Kategori Pangan terutama pada bagian 01.1.2 tentang Susu Cair Plain lain dalam bentuk Susu Lemak Penuh Rekombinasi. 

    Dia menyebut susu MBG berbahan susu segar minimum 20%, ditambah padatan susu dengan kandungan gizi seperti susu segar. Persentase tersebut tidak masalah selagi kandungan gizi seperti protein, mineral, dan laktosa tidak di bawah standar.

    “Kandungan kalsium tidak kurang dari 15% daily value, kadar lemak tidak kurang dari 3 persen, kadar protein tidak kurang dari 2,7 persen, dan kadar karbohidrat dan mineral tidak kurang dari 7,8 persen,” ujarnya.

    Epi mengungkapkan bahwa ada faktor produksi susu segar dalam negeri belum mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia sehingga kandungan susu segar minimum 20% tetap ideal dengan tambahan padatan susu yang setara susu segar.

    “Produksi susu segar kita kurang dari 1 juta ton per tahun sehingga untuk menutupi kebutuhan susu reguler di dalam negeri sebelum ada MBG saja harus impor 80%. Dengan adanya tambahan kebutuhan susu MBG, maka ketersediaan susu segar dalam negeri semakin berkurang,” tuturnya.

    Penambahan padatan susu setara susu segar juga menekan impor susu dan menyerap bahan baku dari peternak sapi lokal. Kendati, presentase susu segar dalam negeri akan ditingkatkan sesuai ketersediaan peternak sapi lokal.

  • Macan Tutul Masuk Hotel di Bandung, Pakar IPB: Satwa Liar Tak Cocok Hidup di Kandang Sempit
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Oktober 2025

    Macan Tutul Masuk Hotel di Bandung, Pakar IPB: Satwa Liar Tak Cocok Hidup di Kandang Sempit Regional 11 Oktober 2025

    Macan Tutul Masuk Hotel di Bandung, Pakar IPB: Satwa Liar Tak Cocok Hidup di Kandang Sempit
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Peristiwa macan tutul masuk ke area hotel di Bandung menjadi pengingat pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan memperkuat sistem konservasi satwa liar di habitat alaminya.
    Sebelumnya, seekor macan tutul dilaporkan masuk ke salah satu hotel di kawasan Bandung pada Senin (6/10/2025).
    Berdasarkan laporan petugas, satwa tersebut diduga merupakan individu yang lepas dari Lembang Zoo sekitar sebulan lalu.
    Menurut Pakar Ekologi Satwa Liar IPB University, Dr Abdul Haris Mustari, kejadian itu tidak bisa dipandang sekadar insiden kebun binatang, melainkan cerminan lemahnya pengelolaan konservasi satwa di luar habitat alami (ex-situ).
    “Ini perlunya kehati-hatian pengelola kebun binatang atau taman margasatwa. Kandang harus benar-benar representatif, dengan bahan yang kuat dan menciptakan rasa nyaman bagi satwa di dalamnya,” kata Mustari, dosen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB University, melalui keterangan tertulis, Sabtu (11/10/2025).
    Mustari menilai, kemampuan macan tutul tersebut bertahan hidup di alam selama berminggu-minggu setelah lepas dari kandang menunjukkan bahwa insting alaminya masih kuat.
    Namun, hal itu juga menjadi peringatan agar pengelola lembaga konservasi lebih berhati-hati.
    “Macan tutul yang mampu bertahan hidup setelah lepas dari penangkaran menunjukkan insting alaminya masih kuat. Tapi ini juga menegaskan pentingnya kehati-hatian pengelola agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.
    Mustari menjelaskan, macan tutul jawa (Panthera pardus melas) adalah predator puncak di Pulau Jawa setelah punahnya harimau jawa.
    Satwa ini berperan penting menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengontrol populasi satwa herbivor.
    Di alam, macan tutul memangsa babi hutan, kancil, muncak, anak banteng, serta primata seperti monyet ekor panjang, lutung, surili, dan kukang jawa.
    Hewan ini juga berburu burung seperti ayam hutan dan merak, serta reptil seperti biawak.
    “Dari karakter itu, jelas bahwa macan tutul adalah satwa yang tidak cocok hidup dalam kandang, apalagi jika kandang itu tidak memenuhi syarat kesejahteraan satwa,” kata Mustari.
    Mustari menjelaskan, ada lima indikator utama kesejahteraan satwa di penangkaran, yaitu:
    Bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan lingkungan fisik, bebas dari rasa sakit dan penyakit, bebas dari rasa takut dan tekanan, serta bebas mengekspresikan perilaku alaminya.
    “Meskipun satwa diberi makan setiap hari, kebutuhan mereka untuk mengekspresikan perilaku alami seperti berburu dan berinteraksi sosial tidak bisa digantikan,” tegasnya.
    Kondisi tertekan di dalam kandang kerap membuat satwa berusaha melarikan diri. Bahkan, satwa yang sudah lama bergantung pada manusia sering kali kembali mendekati permukiman ketika lepas.
    “Satwa yang sudah lama dikandangkan dan terbiasa diberi makan manusia akan memiliki ketergantungan pada suplai makanan tersebut. Karena itu, ketika lepas, mereka cenderung kembali mendekati lingkungan manusia,” jelasnya.
    Sebagai solusi jangka panjang, Mustari menekankan pentingnya konservasi in-situ, yakni perlindungan satwa di habitat alaminya. Menurutnya, pendekatan ini lebih efektif karena menjaga keanekaragaman hayati sekaligus kestabilan ekosistem.
    “Dengan konservasi in-situ, sumber air, iklim mikro, dan keseimbangan ekologis dapat terjaga dengan baik,” tutur Mustari.
    Ia menambahkan, upaya penangkaran hanya bisa menjadi pelengkap jika habitat aslinya sudah tidak memungkinkan.
    Namun, pengelola harus memastikan standar kesejahteraan satwa tetap tinggi agar hewan tidak stres dan berpotensi kabur.
    “Pihak pengelola hendaknya memperhatikan faktor keamanan dan kesejahteraan satwa. Pemerintah, dalam hal ini BBKSDA dan Kementerian Kehutanan, perlu memperketat pengawasan terhadap lembaga konservasi seperti kebun binatang, taman margasatwa, dan taman safari agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kata Pakar soal Japanese Walking, Begini Cara Melakukannya Biar Dapat Manfaat

    Kata Pakar soal Japanese Walking, Begini Cara Melakukannya Biar Dapat Manfaat

    Jakarta

    Olahraga seperti jalan kaki memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Adapun salah satu metode jalan kaki yang belakangan menarik perhatian adalah Japanese Interval Walking (JIW).

    Tidak seperti jalan cepat atau jalan biasa, metode ini merupakan bentuk latihan interval, metode latihan yang bergantian antara intensitas sedang hingga berat dan intensitas ringan hingga sedang.

    Dalam Japanese Interval Walking (JIW), tubuh dilatih melalui variasi tingkat intensitas dengan menyesuaikan kecepatan langkah dan detak jantung. Metode latihan ini kian populer karena tergolong murah, mudah dilakukan, serta tidak memerlukan peralatan maupun fasilitas khusus.

    Menurut Prof Denny Agustiningsih dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), JIW memberikan manfaat signifikan bagi kebugaran jasmani dan kesehatan kardiovaskular.

    Menurutnya, jenis latihan ini memengaruhi kebugaran kardiovaskular, pernapasan, dan metabolisme dengan cara yang sebanding dengan latihan ketahanan lainnya. Namun, manfaatnya hanya dapat dimaksimalkan jika dilakukan dengan metode yang tepat.

    “Metode yang tepat adalah dengan bergantian antara jalan cepat dan jalan biasa. Selama jalan cepat, beban pada sistem tubuh harus mencapai intensitas sedang hingga tinggi,” ujar Prof Agustiningsih, dikutip dari laman IPB University, Kamis (9/10/2025).

    Ia menjelaskan ada dua cara untuk memastikan teknik Japanese Interval Walking (JIW) dilakukan dengan benar. Cara pertama adalah ‘tes bicara’, yaitu berjalan cepat hingga seseorang tidak lagi mampu berbicara dalam kalimat panjang tanpa terengah.

    Jika masih bisa berbicara panjang lebar, bernyanyi, atau bersiul, berarti kecepatan berjalan perlu ditingkatkan, namun tidak sampai pada tingkat berlari.

    Cara kedua ditujukan bagi mereka yang menggunakan jam tangan pintar atau alat pemantau detak jantung, yaitu dengan menargetkan zona detak jantung ketiga. Setelah fase jalan cepat, detak jantung sebaiknya kembali ke tingkat terendah selama fase jalan normal.

    Rutinitas yang disarankan adalah berjalan cepat selama tiga menit, diikuti berjalan normal selama tiga menit, dan dilakukan selama 20-30 menit setiap hari, menyesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing individu.

    Menurut Prof Agustiningsih, JIW dapat dilakukan oleh semua kelompok usia, termasuk lansia. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini sangat bermanfaat bagi orang dewasa yang lebih tua karena intensitas latihan dapat disesuaikan dengan kapasitas fisiologis tubuh.

    Selain itu, JIW juga memberikan manfaat signifikan bagi individu dengan sindrom metabolik, diabetes melitus kronis, atau hipertensi. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui dampaknya pada individu yang lebih muda atau mereka yang memiliki gaya hidup sedentari.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Pajak, Plat, dan Ekologi: Logika Eksternalitas di Balik Kebijakan Gubernur Bobby
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        7 Oktober 2025

    Pajak, Plat, dan Ekologi: Logika Eksternalitas di Balik Kebijakan Gubernur Bobby Regional 7 Oktober 2025

    Pajak, Plat, dan Ekologi: Logika Eksternalitas di Balik Kebijakan Gubernur Bobby
    Aktivis dan peneliti; Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, IPB University.
    SAYA
    lahir dan besar di Medan. Sejak kecil, jalan lintas Medan-Binjai-Langkat adalah pemandangan harian saya: berderet truk-truk besar, banyak di antaranya berplat BL dari Aceh.
    Setiap tahun, kondisi jalan itu kian memburuk, aspal mengelupas, lubang di mana-mana, dan debu makin tebal.
    Saya tidak menulis ini karena pro pada Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Saya menulis sebagai warga Sumut yang melihat ketimpangan logika fiskal di jalanan sendiri.
    Kendaraan yang menimbulkan kerusakan dan polusi di wilayah ini justru membayar pajaknya ke provinsi lain.
    Bagi saya, ini bukan soal plat atau sentimen daerah. Ini soal tanggung jawab eksternalitas. Setiap aktivitas ekonomi, terutama yang menggunakan infrastruktur publik dan menghasilkan dampak lingkungan, semestinya menyumbang kembali kepada wilayah yang menanggung akibatnya. Dalam hal ini, Sumatera Utara.
    Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) menegaskan bahwa kendaraan bermotor wajib didaftarkan di wilayah provinsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Sementara itu, Pasal 9 menjelaskan bahwa dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mencakup faktor kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
     
    Ketentuan ini mengandung filosofi bahwa PKB bukan sekadar pajak atas kepemilikan, tetapi juga mekanisme fiskal untuk menginternalisasi dampak ekologis dari aktivitas transportasi.
    Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (4) menegaskan bahwa kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan/atau alamat yang sama.
    Dengan demikian, lokasi pendaftaran dan pemungutan pajak ditentukan oleh alamat administratif pemilik kendaraan.
    Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memperkuat hubungan antara aspek fiskal dan lingkungan.
    Pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa dasar pengenaan PKB merupakan hasil perkalian antara nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
    Klausul ini menjadi bukti yuridis bahwa beban ekologis (kerusakan jalan dan polusi) sudah diinternalisasi dalam struktur pajak kendaraan itu sendiri.
    Artinya, PKB secara konseptual memang dirancang untuk menanggung sebagian dari eksternalitas negatif akibat aktivitas kendaraan di wilayah tertentu.
    Dengan pemahaman itu, bila kendaraan berplat Aceh (BL) terdaftar di Aceh, tetapi beroperasi di Sumatera Utara, maka pajaknya tetap disetor ke kas Pemerintah Provinsi Aceh.
    Sumatera Utara tidak memperoleh bagian dari PKB tersebut, meskipun jalan dan lingkungannya menanggung beban eksternalitas negatif berupa kerusakan, polusi, dan kemacetan.
    Dengan kata lain, Sumatera Utara hanya menerima dampak ekologis tanpa kompensasi fiskal.
    Saya menduga, inilah logika yang melandasi kebijakan Gubernur Bobby untuk menertibkan kendaraan plat luar daerah.
    Kebijakan ini bukan sekadar penegakan administrasi, melainkan bagian dari upaya menyeimbangkan antara kewajiban fiskal dan tanggung jawab ekologis atas aktivitas ekonomi lintas wilayah.
    Konsep eksternalitas pertama kali diperkenalkan oleh Arthur C. Pigou (1920) dalam
    The Economics of Welfare
    .
    Pigou menjelaskan bahwa setiap aktivitas ekonomi menimbulkan dampak sosial di luar harga pasar, baik berupa manfaat maupun kerugian.
    Untuk mengoreksinya, pemerintah perlu mengenakan pajak korektif (
    Pigouvian tax
    ) agar pelaku ekonomi menanggung biaya sosial yang ditimbulkannya.
    Pandangan ini diperkuat oleh Musgrave dan Musgrave (1989) yang menegaskan bahwa fungsi pajak publik adalah mengoreksi kegagalan pasar akibat eksternalitas.
    Joseph Stiglitz (2000) menambahkan bahwa eksternalitas negatif seperti polusi atau kerusakan jalan menuntut kebijakan fiskal yang mampu menginternalisasi biaya sosial, sehingga tidak dibebankan kepada masyarakat luas.
    Dalam konteks Indonesia, Fauzi (2006) menjelaskan bahwa eksternalitas merupakan dampak dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain tanpa mekanisme kompensasi.
    Eksternalitas negatif terjadi ketika aktivitas seseorang menimbulkan kerugian bagi pihak lain tanpa pembayaran balik, sehingga menimbulkan inefisiensi alokasi sumber daya.
    Bila teori tersebut diterapkan, maka kerusakan jalan dan pencemaran akibat kendaraan berat berplat BL di Sumatera Utara adalah bentuk nyata eksternalitas negatif.
    Biaya sosialnya ditanggung oleh masyarakat Sumut, sedangkan penerimaan pajaknya justru dinikmati oleh daerah lain.
    Inilah yang tampaknya menjadi dasar kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Penertiban kendaraan plat luar bukan tindakan emosional, melainkan upaya mengoreksi ketimpangan fiskal dan ekologis yang sudah lama terjadi.
    Tujuannya adalah menyamakan lokasi pemungutan pajak dengan lokasi timbulnya dampak, terutama bagi kendaraan yang beroperasi penuh di Sumut.
    Langkah ini juga tidak sepenuhnya represif. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memberikan insentif penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) bagi perusahaan yang bersedia memindahkan pendaftaran armadanya ke Sumut.
    Artinya, kebijakan ini bukan menambah pajak baru, melainkan menata ulang domisili fiskal agar sejalan dengan domisili aktivitas ekonomi.
    Kebijakan seperti ini bukan hal baru di Indonesia. Di Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyadi memberikan pembebasan PKB dan BBNKB bagi kendaraan mutasi dari luar daerah ke Jabar, agar pajak kendaraan yang beroperasi di wilayah Jabar masuk ke kas daerah.
    Di Banten, Gubernur Andra Soni menetapkan pembebasan pokok PKB bagi kendaraan mutasi dari luar provinsi, untuk mendorong armada operasional perusahaan di wilayahnya mengganti plat luar dan menyumbang PAD provinsi.
    Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa langkah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki preseden administratif di provinsi lain, meskipun dengan pendekatan berbeda.
    Di daerah lain berbasis insentif, sedangkan di Sumut dilakukan melalui penertiban dan imbauan tegas.
    Pada konteks ini, kebijakan tersebut juga berfungsi sebagai upaya mendorong, menertibkan, sekaligus menyadarkan para pengusaha asal Aceh yang beroperasi di Sumatera Utara agar menunaikan kompensasi fiskal atas biaya eksternalitas di wilayah operasinya.
    Prinsipnya sederhana: siapa pun yang memanfaatkan infrastruktur publik dan menimbulkan dampak sosial-ekologis di suatu wilayah, wajib berkontribusi pada pembiayaan publik di wilayah tersebut.
    Dari sisi teori eksternalitas, kebijakan ini merupakan bentuk internalisasi spasial, yaitu memastikan biaya sosial dibayar di tempat dampak muncul.
    Manfaatnya ada tiga: efisiensi fiskal, karena penerimaan daerah sejalan dengan beban publik yang ditanggung; keadilan ekologis, karena daerah yang menanggung kerusakan memperoleh kompensasi yang layak; dan disiplin pasar, karena pelaku usaha akan memperhitungkan biaya lingkungan dalam keputusan bisnisnya.
    Sebagai warga Medan, saya melihat kebijakan ini bukan sebagai konflik antarprovinsi, melainkan sebagai upaya memperbaiki tata kelola pajak daerah yang selama ini salah alamat.
    Jalan yang rusak tidak peduli plat mana yang melintas, tetapi rakyat yang melintas setiap hari menanggung akibatnya.
    Sumatera Utara membutuhkan keadilan fiskal. Dan keadilan itu bermula dari kesadaran sederhana: siapa pun yang memanfaatkan infrastruktur publik untuk kegiatan ekonominya, harus menanggung biaya sosial di tempat ia menimbulkan dampak.
    Jadi, ketika Gubernur Sumatera Utara menertibkan kendaraan plat luar, sesungguhnya ia sedang menyuarakan prinsip yang jauh lebih universal dari sekadar otonomi daerah, yaitu keadilan ekologis dalam perpajakan.
    Pajak seharusnya mengikuti dampak, bukan sekadar mengikuti alamat di STNK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kisah UMKM Kuliner asal Padang Sukses Go Global Berkat Pemberdayaan BRI

    Kisah UMKM Kuliner asal Padang Sukses Go Global Berkat Pemberdayaan BRI

    Jakarta

    Menjaga cita rasa menjadi hal penting saat menjalani bisnis di bidang kuliner. Hal inilah yang terus diupayakan Herry Kurniadi, pemilik brand DBFOODS. Sudah lebih dari lima dekade, usaha keluarga di bidang kuliner ini konsisten menjaga cita rasa autentik khas Padang. Dirintis sejak 1969, bisnis rumahan tersebut berhasil bertahan lintas generasi dan semakin berkembang.

    Usaha ini berawal dari dapur sederhana milik keluarga Herry. Setelah lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB), ia melihat peluang besar untuk membawa usaha keluarganya naik kelas agar dapat menjawab kebutuhan pasar yang lebih luas.

    “Ketika lulus kuliah pada tahun 2009, saya melihat peluang bisnis dari modernisasi dan penerapan teknologi pangan pada usaha makanan padang keluarga yang saat itu masih diproduksi secara tradisional. Maka dari itu, saya pilih pulang ke Padang, dan belajar mengolah resep warisan sekaligus memodernisasi proses produksinya,” ujar Herry dalam keterangannya, Senin (6/10/2025).

    Berbekal resep keluarga yang telah diwariskan lintas generasi, Herry kemudian meluncurkan brand DBFOODS dengan produk pertama Dendeng Balado dalam kemasan vacuum pouch. Produk ini sudah dilengkapi dengan Sertifikat Halal dan memiliki masa simpan yang panjang. Hal ini menjadikan produk tersebut praktis untuk dibawa bepergian, dikirim ke seluruh Indonesia, bahkan dijadikan bekal bagi jemaah haji dan umrah di Tanah Suci.

    Tidak berhenti di sana, DBFOODS juga terus berinovasi agar kuliner Padang tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat masa kini. Melalui riset dan pengembangan (R&D), lahirlah varian Dendeng Balado dan Rendang Low Fat pertama di Indonesia yang rendah lemak, kolesterol dan garam.

    Selain itu, DBFOODS juga dikemas secara individual, praktis, dan higienis dan dapat langsung dikonsumsi tanpa perlu dihangatkan. Bahkan, DBFOODS tahan lama hingga 6 bulan di luar kulkas meskipun tanpa bahan pengawet.

    Berkat inovasi tersebut, DBFOODS mampu memperluas jangkauan pasar. Meski saat ini seluruh produksi masih berpusat di Padang dengan dukungan 20 karyawan, produk DBFOODS telah terdistribusi ke berbagai kota seperti Padang, Jakarta, dan Surabaya. Bahkan, produk DBFOODS mampu menembus pasar internasional di Singapura dan Malaysia.

    “Saat ini DBFOODS memproduksi sekitar 140.000 pack Dendeng Balado dan Rendang per tahun, dengan harga Rp30.000 per pack. Omzet DBFOODS saat ini di kisaran Rp4,2 miliar per tahun atau sekitar Rp350 juta per bulan,” papar Herry.

    Ikuti Progra, Pemberdayaan dari BRI

    Meski DBFOODS telah berkembang pesat, Herry terus mencari ruang untuk belajar dan berinovasi. DBFOODS pun mengikuti ajang Pengusaha Muda BRILiaN BRI 2024, yang diikuti oleh ribuan pengusaha muda dari seluruh Indonesia. Dalam ajang tersebut, DBFOODS menjadi Juara Kategori Food & Beverages.

    Melalui program pemberdayaan yang difasilitasi BRI, Herry mengaku mendapatkan banyak manfaat, mulai dari dorongan menghadirkan produk-produk baru, hingga wawasan mengenai manajemen usaha, strategi pemasaran.

    Ia juga berkesempatan memperluas jejaring dengan sesama pelaku UMKM dari berbagai daerah, hingga mendapatkan pembelajaran mengenai pembaruan tampilan kemasan yang lebih modern.

    Pada kesempatan terpisah, Corporate Secretary BRI Dhanny menegaskan BRI akan terus berkomitmen mendampingi UMKM, termasuk di sektor kuliner. Menurutnya, pemberdayaan yang konsisten merupakan bekal penting bagi pelaku usaha untuk terus berkembang.

    “Lewat pembinaan berkelanjutan dan program pemberdayaan yang terintegrasi, BRI percaya UMKM di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang, menghadirkan inovasi produk, sekaligus memperkenalkan kuliner Nusantara hingga ke mancanegara,” pungkas Dhanny.

    (ega/ega)

  • Heboh Radioaktif di Cikande, Pakar Ungkap  2 Kelompok Ini Paling Rentan Terkena Dampak

    Heboh Radioaktif di Cikande, Pakar Ungkap 2 Kelompok Ini Paling Rentan Terkena Dampak

    Jakarta

    Kecamatan Cikande di Kabupaten Serang, Banten, ditetapkan sebagai wilayah yang terkontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137). Sumber paparan diduga berasal dari material reaktor nuklir yang masuk dari luar negeri.

    Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, dr Laila Rose Foresta, SpRad (K) NKL, mengatakan, ancaman zat radioaktif tidak hanya berdampak langsung pada kesehatan, tetapi juga menimbulkan risiko jangka panjang hingga memengaruhi generasi mendatang.

    Menurutnya, radiasi tidak punya bau, rasa, atau warna. Jika jumlahnya sangat tinggi, tubuh bisa langsung memberi tanda misalnya luka bakar pada daerah kulit yang terkena, atau rasa mual, muntah, atau lemas hanya beberapa jam setelah terpapar.

    “Gejala ini disebut acute radiation syndrome (ARS). Tapi kalau jumlahnya kecil dan berulang, tubuh tidak langsung memberi sinyal bahaya. Radiasi bisa diam-diam mengendap di organ, lalu merusak sel sedikit demi sedikit,” paparnya, dikutip dari laman IPB University.

    Ia menuturkan, efek paparan radiasi dapat berbeda pada setiap orang. Efek ini yang disebut dengan efek stokastik.

    “Dalam jangka pendek, paparan radiasi tinggi bisa menyebabkan gangguan saluran cerna hingga menurunkan sel darah putih. Namun dalam jangka panjang, risikonya lebih serius: kanker, katarak, hingga menyebabkan kerusakan sumsum tulang belakang yang menimbulkan anemia, leukopenia, hingga leukemia,” jelasnya.

    Kelompok Paling Berisiko

    Menurut dr Laila, anak-anak dan ibu hamil merupakan kelompok paling rentan terhadap paparan radiasi. Hal ini karena sel dalam tubuh seorang anak masih dalam masa pertumbuhan. Paparan radiasi berulang dapat menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan tersebut, keterlambatan perkembangan otak, hingga masalah hormonal pada anak,

    Selain itu, radiasi juga menimbulkan risiko tinggi pada sistem reproduksi. Radiasi, jelas dr Laila, dapat menurunkan kesuburan akibat kerusakan produksi sel sperma atau ovum. Pada ibu hamil, terutama trimester pertama, paparan radiasi bisa meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, cacat bawaan, hingga retardasi mental pada bayi.

    “Kalau radiasi mengenai sel germinal, mutasi DNA bisa diwariskan ke generasi berikutnya. Jadi risikonya bukan hanya untuk pasien, tapi juga keturunannya,” tegasnya.

    Untuk mencegah dampak lebih lanjut, langkah utama adalah deteksi dan penanganan dini. dr Laila menjelaskan, jika seseorang terpapar radiasi tinggi, tindakan pertama adalah dekontaminasi eksternal, yakni melepaskan pakaian dan mencuci tubuh secara menyeluruh menggunakan sabun dan air mengalir.

    Jika pasien sudah menunjukkan gejala, maka dilakukan perawatan suportif, seperti pemberian cairan, obat antimual, hingga antibiotik profilaktik bila jumlah sel darah putih menurun.

    “Kalau dekontaminasi internal, kami memberikan obat-obatan yang dapat mengikat zat radioaktif dalam tubuh agar bisa dikeluarkan lewat ekskresi. Contohnya, tablet KI untuk mengikat I-131 supaya tidak menumpuk di tiroid, atau prussian blue dan Zn-DTPA untuk jenis zat tertentu,” jelasnya.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI telah memeriksa lebih dari 1.500 orang yang beraktivitas di kawasan industri dan wilayah sekitarnya. Dari hasil pemeriksaan, sebanyak sembilan orang terindikasi positif terpapar radioaktif Cs-137 melalui uji whole body counter (WBC), sementara enam orang lainnya terdeteksi positif berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan surveymeter.

    Meski begitu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman mengatakan pasien yang terpapar radioaktif sudah dipulangkan dari rumah sakit.

    “Pasien sudah pulang nggak dirawat lama. Ditangani khusus dan diberi obat. Tanpa gejala dan kondisi baik,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Jumat (3/10).

    Aji menjelaskan, pasien yang terpapar tersebut hanya dirawat satu hari dan sudah diberikan obat untuk dikonsumsi beberapa waktu ke depan. Kondisi pasien juga dilaporkan tanpa gejala dan dalam kondisi baik.

    “Nggak lama hanya 1 hari (dirawat) dan kemarin diberi obat prussian blue untuk dikonsumsi beberapa waktu ke depan,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Tingkatkan Ketersediaan Makanan Bergizi, BGN Perkuat Kolaborasi dengan UMKM Pangan Lokal – Page 3

    Tingkatkan Ketersediaan Makanan Bergizi, BGN Perkuat Kolaborasi dengan UMKM Pangan Lokal – Page 3

    Dampak ekonomi dari kolaborasi ini mulai pun terasa. Data menunjukkan bahwa dengan pengembangan SPPG, peluang kerja lokal terbuka luas. Di Tangerang Selatan misalnya, terdapat 169 SPPG yang beroperasi dan melalui program MBG telah menyerap tenaga kerja secara langsung dan melibatkan banyak pemasok produk lokal. 

    Selain itu, BGN mencatat bahwa program MBG telah menjangkau lebih dari 20,5 juta penerima manfaat melalui 5.885 SPPG yang tersebar di 38 provinsi, 502 kabupaten, dan 4.770 kecamatan. Setiap SPPG melayani rata-rata 3.500 orang. Dengan cakupan seluas itu, kehadiran UMKM penyedia pangan menjadi sangat strategis untuk menjaga ketersediaan pangan bergizi dan keterjangkauannya.

    Dosen pascasarjana IPB ini juga menekankan bahwa memastikan masyarakat mendapatkan makanan bergizi dengan harga terjangkau adalah bagian penting dari visi MBG. Dadan menyebut bahwa melalui ekosistem SPPG, belanja bahan baku lokal, dan dukungan UMKM yang bergerak di pangan sehat, harga pangan dapat ditekan. 

    “Kalau 1 SPPG butuh 3.500 telur sehari tinggal dikalikan 85 persen dialokasikan untuk pembelian bahan baku pertanian lokal,” ujar Dadan untuk menggambarkan bagaimana struktur ekonomi pangan bergizi disusun agar biaya produksi dan distribusi tidak terlalu tinggi.  

     

  • Addie MS Persembahkan Twilite Chorus 30th Anniversary Concert di Aula Simfonia Jakarta, 8 November

    Addie MS Persembahkan Twilite Chorus 30th Anniversary Concert di Aula Simfonia Jakarta, 8 November

    JAKARTA – Twilite Chorus yang dipimpin Addie MS akan menggelar pertunjukan spesial dengan tajuk “Twilite Chorus 30th Anniversary Concert” yang akan dilangsungkan di Aula Simfonia Jakarta pada 8 November mendatang.

    Konser yang dipersembahkan oleh Adinda Bakrie Foundation ini akan menjadi perpaduan musik simfoni dengan vokal dari Perbanas Institute Choir, PSM IPB Agria Swara, PSM Universitas Mercu Buana, serta solois Antea Putri Turk.

    “Di gelaran kali ini, kita ada seperti cuplikan dari karya-karya yang pernah kita bawakan selama 30 tahun ini,” kata Addie MS saat jumpa pers di Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu, 1 Oktober.

    Karya-karya tersebut meliputi lagu nasional, lagu daerah, lagu pop, hingga musik opera. Di samping itu, Twilite Chorus akan membawakan lagu ciptaan Addie MS untuk pertama kalinya.

    “Dan yang baru, pastinya kali ini ada karya saya,” tambahnya. “Karena saya kalau bikin karya tuh rasanya belum pernah dibawakan oleh Twilite Orchestra.”

    Dalam pertunjukan ini, sebanyak 200 penyanyi dari paduan suara akan tampil megah bersama 70 musisi Twilite Orchestra. Konser menjadi semakin istimewa dengan kehadiran Antea Putri Turk—cicit buyut kakak kandung dari Wage Rudolf Supratman—yang akan membawakan lagu “Tanah Airku” karya Ibu Sud.

    “Sebuah kehormatan besar bisa berbagi panggung bersama dengan Twilite Chorus, khususnya Om Addie, yang selalu menjadi inspirasi bagi banyak musisi,” ujar Antea.

    Di samping itu, Adinda Bakrie selaku Pendiri Adinda Bakrie Foundation mengatakan, dukungan atas pertunjukan ini tidak lepas dari apa yang telah dilakukan Twilite Chorus dalam tiga dekade terakhir.

    “Kami merasa terhormat dapat mendukung konser ini sebagai salah satu bentuk komitmen kami terhadap perkembangan seni dan budaya di Indonesia,” kata Adinda. “Semoga kehadiran Twilite Chorus bisa menginspirasi generasi muda untuk semakin mencintai musik simfonik.”

    Adapun tiket “Twilite Chorus 30th Anniversary Concert” sudah tersedia secara terbatas dan dapat dimiliki melalui TipTip.