Institusi: IPB

  • Pemerintah Harus Perketat Pengawasan di Industri Pertambangan

    Pemerintah Harus Perketat Pengawasan di Industri Pertambangan

    Jakarta

    Pemerintah perlu memperketat pengawasannya terhadap industri pertambangan, usai lima korporasi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015-2022.

    Lima perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka baru dalam perkara tindak pidana korupsi timah oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) diantaranya, PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB dan CV VIP.

    Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan dan Konservasi asal Universitas Indonesia (UI) Budi Riyanto mengatakan, kelima pemain di industri pertambangan Tanah Air memiliki izin resmi dari pemerintah, sehingga selama beroperasi mendapat pengawasan dari otoritas.

    Pernyataan Budi Riyanto ini sekaligus meragukan sikap Kejagung yang menjadikan kelima korporasi sebagai tersangka dalam korupsi komoditas timah. Apalagi, dasar penetapan tersangka hanya mengacu pada potensi nilai kerusakan lingkungan yang dianggap sebagai kerugian keuangan negara sebesar Rp300 triliun.

    “Pertanyaannya, siapa sih yang harus bertanggung jawab ini? Jangan terus pemerintah lepas tangan begitu saja, tetapi dia sebagai regulator pengawas. Apalagi dari korporasi itu kan ada izin. Ada izin yang masih hidup, berarti ada pengawasan,” ujar Budi kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (5/1/2025).

    Adapun, asal muasal nilai kerusakan lingkungan dan dijadikan sebagai kerugian keuangan negara bersumber dari hitungan ahli lingkungan asal Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.

    Kala itu, Bambang yang dihadirkan Kejagung menyebut kerugian negara yang dikaitkan dengan kasus korupsi timah mencapai Rp271 triliun. Hitungannya didasarkan pada kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan hutan non kawasan.

    Setelah itu nilai kerugian naik menjadi Rp300 triliun setelah auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) Suaedi yang dihadirkan jaksa dalam sidang dugaan korupsi pengelolaan timah pada 13 November 2024 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

    Total kerugian yang diperoleh dari penyimpangan pada kerja sama sewa smelter, pembelian timah, dan kerusakan lingkungan.

    Sayangnya, nilai kerugian keuangan negara yang dimaksud belum dapat dibuktikan di Pengadilan. Bahkan, Budi Riyanto meragukan hitungan ahli tersebut.

    Menurutnya, masalah kerusakan lingkungan punya parameter dan harus dihitung secara holistik. Diperlukan perhitungan yang matang secara komprehensif oleh scientific authority.

    “Tidak bisa secara parsial, rusaknya airnya begini, rusak tanahnya begini, tanamannya begini, tetapi harus secara holistik. Scientific authority itu kalau di kita dulu LIPI, sekarang diganti BRIN,” paparnya.

    “Soal BRIN ini nanti akan mengundang para ahli di Bogor, nantinya silahkan, jadi jangan pendapat orang per orang langsung dijadikan dasar tuntutan, itu yang berbahaya menurut saya,” lanjut dia.

    Sementara itu, Pengamat Pertambangan, Abrar Saleng memandang Kejagung terkesan mempersoalkan aktivitas perusahaan tambang yang secara resmi mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).

    Menurutnya, perusahaan yang telah memperoleh IUP punya tanggung jawab terhadap lingkungan atau kawasan yang diekploitasi. Hal inipun bisa diawasi oleh pemerintah.

    “Justru penambang-penambang yang punya izin yang dipersoalkan. Justru yang ilegal nggak dipersoalkan. Padahal yang ilegal itu, itu tidak, tidak ada, tidak ada tanggung jawab lingkungannya.Tidak ada tanggung kewajibannya juga pada negara,” ungkap Abrar Saleng.

    Abrar menjelaskan, kasus pertambangan jika terjadi pelanggaran biasanya diselesaikan secara administrasi dan bukan pidana.

    Jika terjadi tindak pidana dalam perusahaan penambangan, maka selain sanksi administrasi, yang berhak melakukan penyidikan adalah polisi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM, bukan lembaga lain atau didasarkan pada hitungan ahli lingkungan.

    “Kalau khusus dunia pertambangan diragukan (perhitungan ahli) karena orang tambang juga bisa menghitung kerugian lingkungan, bukan cuma orang pertanian,” ucapnya.

    (rrd/rrd)

  • Poin-poin Wacana Pemerintah Ubah 20 Juta Ha Hutan Jadi Lahan Pangan

    Poin-poin Wacana Pemerintah Ubah 20 Juta Ha Hutan Jadi Lahan Pangan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah berencana menyulap seluas 20 juta hektare (ha) hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air.

    Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/12).

    Menurutnya, rencana itu guna memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air.

    Ketahanan pangan, energi, dan air sejatinya memang menjadi salah satu misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto yang dimuat dalam 8 misinya yang diberi nama Asta Cita.

    Berikut poin-poin wacana pemerintah ubah 20 juta ha hutan menjadi lahan pangan dan energi:

    Kemenhut jadi penyedia lahan untuk swasembada pangan dan energi

    Raja Juli menyatakan rencana tersebut menjadi dukungan langsung bagi program swasembada pangan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan swasembada energi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Meskipun tugas utama swasembada pangan dan energi tetap berada di Kementan dan ESDM, Kementerian Kehutanan akan berperan sebagai penyedia lahan untuk program ini.

    “Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air,” ujar dia.

    Dalam pembicaraan informal bersama Presiden Prabowo Subianto serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, ia menyebut salah satu fokus utama salah satunya budidaya padi gogo atau padi yang dapat tumbuh di lahan kering.

    Raja Juli memperkirakan ada potensi sekitar 1,1 juta ha lahan yang bisa menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun. Jumlah tersebut, katanya, setara dengan total impor beras Indonesia pada 2023.

    Selain itu, pemerintah juga berencana menanam pohon aren sebagai sumber bioetanol.

    “Satu hektare aren mampu menghasilkan 24 ribu kilo liter bioetanol. Jika kita menanam 1,5 juta hektare aren, kita bisa menghasilkan 24 juta kiloliter bioetanol, yang dapat menggantikan impor BBM sebesar 26 juta kiloliter,” jelas dia.

    Raja Juli mengatakan konsep ini akan mendukung ketahanan pangan nasional dengan memperluas food estate hingga ke tingkat desa.

    “Ini bukan hanya food estate besar, tapi juga lumbung pangan kecil di kabupaten, kecamatan, bahkan desa,” katanya.

    Respons Kementerian ESDM

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung irit bicara soal wacana membabat hutan demi mengejar target swasembada pangan dan energi tersebut.

    “Itu (lahan untuk swasembada energi yang akan dikelola ESDM) masih dikonsolidasikan,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).

    “Kita (Kementerian ESDM) belum dapat (bagian dari 20 juta ha hutan yang akan dibabat),” tegas Yuliot.

    Dirinya juga belum mengetahui pihaknya akan mengelola lahan di daerah mana saja. Ia menegaskan ESDM belum mendapatkan konfirmasi dari Kementerian Kehutanan.

    Lanjut ke sebelah…

    Kritik keras organisasi lingkungan

    Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian mengkritik rencana pengubahan 20 juta lahan hutan menjadi lahan pangan dan energi.

    Uli mengatakan kebijakan itu justru bakal menimbulkan kerugian ekologis. Menurutnya, penggundulan hutan bakal melepaskan emisi dalam skala sangat besar yang berujung kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan zoonosis.

    “Akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis. Lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia akan dipertaruhkan,” kata Uli kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

    Dampak lainnya adalah warga-warga di sekitar hutan akan tergusur. Ia pun khawatir konflik agraria timbul diikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi pembebasan lahan.

    Uli mengingatkan saat ini sudah ada 33 juta hektare hutan dibebani izin di sektor kehutanan. Lalu 4,5 juta hektare konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Selain itu, 7,3 juta hektare hutan sudah dilepaskan, sekitar 70 persennya untuk perkebunan sawit.

    “Narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi dan untuk memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar serta meluas,” ucapnya.

    Pakar jelaskan dampaknya

    Guru Besar IPB University Herry Purnomo menjelaskan alih fungsi hutan menjadi lumbung pangan dan energi tentu memiliki dampak, salah satunya berkurangnya stok karbon yang menyebabkan peningkatan emisi karbon ke atmosfer.

    Selain itu, deforestasi juga akan memberikan dampak pada keanekaragaman hayati yang ada di kawasan tersebut. Herry menyebut hutan dibentuk oleh pohon yang beragam, kontras dengan pertanian yang biasanya monokultur.

    Keanekaragaman tumbuhan tersebut nantinya juga berdampak pada fauna yang tinggal dalam ekosistem hutan.

    “Itu dari segi biodiversitas akan berkurang drastis. Orang utan kan enggak bisa hidup di padi ya. Orang utan enggak punya rice cooker buat masak-masak,” ujar Herry kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/1).

    Alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian juga disebut akan mengurangi kemampuan tanah untuk menahan air, penyerbukan, hingga pengendalian hama dan penyakit.

    Ilmuwan senior CIFOR-ICRAF ini mengatakan hutan dan pertanian harus seimbang, karena keduanya sama-sama dibutuhkan. Namun, ia menyarankan intensifikasi sebagai solusi kebutuhan pangan, bukan malah ekstensifikasi.

  • Ahli Hukum Pidana Nilai Kerugian Negara Rp 300 T di Kasus Korupsi Timah Harus Dibuktikan – Halaman all

    Ahli Hukum Pidana Nilai Kerugian Negara Rp 300 T di Kasus Korupsi Timah Harus Dibuktikan – Halaman all

    Ahli Hukum Pidana Nilai Kerugian Negara Rp 300 T di Kasus Korupsi Timah Harus Dibuktikan
     
     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Hukum Pidana Profesor Romli Atmasasmita menilai bahwa klaim Rp 300 triliun di kasus korupsi Timah yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) menimbulkan tanda tanya.

    Menurutnya, angka fantastis itu menjadi beban berat yang harus mampu dibuktikan.

    “Kejagung sudah kadung mengumumkan kerugian Rp 300 triliun ke publik. Presiden pun sudah memberikan respons. Jadi, mereka harus menunjukkan hasil, meski angka itu tampaknya sulit terbukti,” ujar Romli dalam keterangannya, Jumat (3/1/2025).  

    Ia menyebut bahwa upaya menyeret lima perusahaan sebagai tersangka merupakan salah satu langkah untuk mengejar kerugian keuangan negara yang belum tercukupi dari hukuman para terdakwa sebelumnya.  

    Prof Romi menuturkan hukuman denda kepada korporasi harus ditentukan oleh majelis hakim berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020. 

    Namun, denda yang telah dijatuhkan kepada para direksi perusahaan yang telah terdakwa sebelumnya belum mencapai angka fantastis itu.  

    “Jaksa boleh saja hitung semau-maunya dia, boleh tapi hakim sudah punya patokan, patokan hakim dalam membuat penilaian tentang kerugian keuangan negara sesuai Perma 1/2020,” ujarnya.

    Menurut Romli, selain dugaan korupsi, Kejagung turut menambahkan tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk mengejar aset-aset perusahaan tersebut.  

    “Aset halal atau tidak halal semuanya bisa disita. Tapi persoalannya adalah pembuktiannya. Jika data awalnya sudah bermasalah, bagaimana mereka bisa membuktikan kerugian sebesar Rp300 triliun?” tegas Romli.  

    Langkah Kejagung yang terkesan terburu-buru ini dinilai justru berpotensi menimbulkan disparitas hukum.

    Angka Rp 300 T Kerugian Nyata atau Baru Potensi Kerugian?

    Sementara itu, ahli Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Sudarsono Soedomo, menyebut bahwa perhitungan Rp300 triliun tersebut didasarkan pada data yang tidak valid. 

    “Angka Rp300 triliun itu lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil. Kejagung sendiri kini mulai meragukan angka tersebut setelah banyak pihak, termasuk Mahkamah Agung, menyorotinya,” jelas Sudarsono.  

    Dia mengatakan bahwa untuk menghitung kerugian lingkungan itu masih bahan perdebatan di antara para ahli. (*/)

     

    Klik Di Sini Untuk Berita-Berita Lain Seputar Topik Korupsi di PT Timah

  • Pakar Ungkap Dampak Buruk Ubah 20 Juta Ha Hutan untuk Pangan-Energi

    Pakar Ungkap Dampak Buruk Ubah 20 Juta Ha Hutan untuk Pangan-Energi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Guru Besar IPB University Herry Purnomo mengungkap dampak buruk dari rencana pemerintah mengalihkan lahan hutan menjadi lahan untuk ketahanan pangan dan energi.

    Menurut Herry alih fungsi hutan menjadi lumbung pangan dan energi tentu memiliki dampak, salah satunya berkurangnya stok karbon yang menyebabkan peningkatan emisi karbon ke atmosfer.

    Selain itu, deforestasi juga akan memberikan dampak pada keanekaragaman hayati yang ada di kawasan tersebut. Herry menyebut hutan dibentuk oleh pohon yang beragam, kontras dengan pertanian yang biasanya monokultur.

    Keanekaragaman tumbuhan tersebut nantinya juga berdampak pada fauna yang tinggal dalam ekosistem hutan.

    “Itu dari segi biodiversitas akan berkurang drastis. Orang utan kan enggak bisa hidup di padi ya. Orang utan enggak punya rice cooker buat masak-masak,” ujar Herry kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/1).

    Alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian juga disebut akan mengurangi kemampuan tanah untuk menahan air, penyerbukan, hingga pengendalian hama dan penyakit.

    Ilmuwan senior CIFOR-ICRAF ini mengatakan hutan dan pertanian harus seimbang, karena keduanya sama-sama dibutuhkan. Namun, ia menyarankan intensifikasi sebagai solusi kebutuhan pangan, bukan malah ekstensifikasi.

    Ketahanan pangan, energi, dan air menjadi salah satu misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto yang dimuat dalam 8 misinya yang diberi nama Asta Cita. Baru-baru ini, misi ini disebut akan melibatkan pemanfaatan 20 juta hektare lahan hutan.

    Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengungkap rencana pemerintah jadikan 20 juta hektare hutan cadangan jadi lahan untuk pangan, energi, dan air.

    Raja Juli menyatakan konsep tersebut akan menjadi dukungan langsung bagi program Kementerian Pertanian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Lebih lanjut, Herry mengatakan deforestasi bisa malah berujung buruk untuk misi ketahanan pangan. Pasalnya, kenaikan suhu global sebagai dampak deforestasi bisa menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian alias gagal panen.

    “Nanti karena suhu makin naik, produktivitas turun, kita makin cepat memanaskan bumi dengan cara menebang hutan,” katanya.

    Herry menyarankan solusi lain untuk ketahanan pangan yang tidak menyebabkan deforestasi, yakni pangan yang berasal dari wilayah perairan. Ia menyebut Indonesia sebagai Negara Maritim harusnya bisa memaksimalkan perairan untuk misi tersebut.

    Lautan dan bentangan pesisir dari ujung Sumatra hingga Papua bisa dimanfaatkan dan tak bakal terbentur persoalan lahan seperti di daratan.

    Pertanyakan lahan

    Herry juga mempertanyakan lahan mana yang akan digunakan untuk mengakomodir 20 juta hektare tersebut. Menurutnya, Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 12,7 juta hektare lahan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), sehingga masih kurang sekitar 7,3 juta hektare lahan lagi untuk memenuhi angka tersebut.

    Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 51 Tahun 2016, HPK dijelaskan sebagai Kawasan Hutan Produksi yang tidak produktif dan produktif yang secara ruang dapat dicadangkan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan atau dapat dijadikan lahan pengganti Tukar Menukar Kawasan Hutan.

    Secara sederhana, Herry menjelaskan HPK adalah hutan produksi yang telah rusak. Kawasan ini bisa tetap dipertahankan sebagai hutan dan dikelola oleh masyarakat dengan program Perhutanan Sosial, tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk program lain seperti lumbung pangan atau Food Estate.

    Meski jumlah lahan HPK yang saat ini tersedia cukup besar, masih terdapat celah besar untuk memenuhi kebutuhan pemerintah tersebut.

    Herry mengatakan pemerintah sebetulnya bisa mempertahankan kondisi hutan jika ingin memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk produksi energi. Tak seperti Food Estate yang mengubah hutan menjadi ladang pertanian, pemanfaatan lahan untuk kebutuhan energi bisa mempertahankan fungsi hutan.

    Dengan demikian, stok karbon yang berada di kawasan tersebut tidak menurun karena deforestasi.

    Berlanjut ke halaman berikutnya…

    Selain HPK, Hutan Lindung (HL) bisa jadi salah satu sasaran pemerintah untuk dijadikan Food Estate. Pasalnya, hal tersebut tertuang dalam Permen LHK Nomro 24 Tahun 2020.

    Kawasan Hutan Lindung yang bisa digunakan untuk program tersebut harus hutan yang sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung.

    Pada 2020, Kementerian LHK menjelaskan “hutan yang sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung” sebagai kawasan Hutan Lindung yang terbuka/terdegradasi/sudah tidak ada tegakan hutan.

    Mereka mengklaim kawasan HL yang dimanfaatkan sebagai Food Estate juga sekaligus merupakan kegiatan rehabilitasi kawasan hutan lindung dengan pola kombinasi tanaman hutan (tanaman berkayu) dengan tanaman pangan yang dikenal sebagai tanam wana tani (agroforestry), kombinasi tanaman hutan dengan hewan ternak yang dikenal sebagai wana ternak (sylvopasture), dan kombinasi tanaman hutan dengan perikanan yang dikenal sebagai wana mina (sylvofishery).

    Kritik keras

    Sementara itu, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WalhiUli Arta Siagian mengkritik rencana pemerintah mengubah 20 juta hektarehutan menjadi lahan pangan dan energi.

    Uli mengatakan kebijakan itu justru bakal menimbulkan kerugian ekologis. Menurutnya, penggundulan hutan bakal melepaskan emisi dalam skala sangat besar yang berujung kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan zoonosis.

    “Akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis. Lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia akan dipertaruhkan,” kata Uli kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).

    Dampak lainnya adalah warga-warga di sekitar hutan akan tergusur. Ia juga mengkhawatirkan konflik agraria timbul diikuti dengan kekerasan dan kriminalisasi pembebasan lahan.

    Uli mengingatkan saat ini sudah ada 33 juta hektare hutan dibebani izin di sektor kehutanan. Lalu 4,5 juta hektare konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Selain itu, 7,3 juta hektare hutan sudah dilepaskan, sekitar 70 persennya untuk perkebunan sawit.

    “Narasi pemerintah untuk memastikan swasembada pangan dan energi hanya sebagai tempelan untuk melegitimasi penyerahan lahan secara besar-besaran kepada korporasi dan untuk memastikan bisnis pangan dan energi bisa terus membesar serta meluas,” ucapnya.

  • Bolehkah Pengidap Kolesterol Tinggi Makan Durian? Simak Penjelasannya

    Bolehkah Pengidap Kolesterol Tinggi Makan Durian? Simak Penjelasannya

    Jakarta

    Durian menjadi salah satu buah yang kerap dihindari sebagian orang, termasuk orang dengan kolesterol. Pasalnya, buah beraroma khas itu dikhawatirkan dapat mempengaruhi kondisi kolesterol menjadi semakin parah.

    Dikutip dari laman Kemenkes RI, kolesterol total merupakan gabungan dari jumlah kolesterol baik, kolesterol jahat dan trigliserida dalam setiap desiliter darah. Kadar kolesterol normal berada di angka

    Bila total kolesterol berada di angka 200 – 239 mg/dL, berarti sudah termasuk kategori agak tinggi. Angka kolesteol tinggi yakni jika rentangnya >240 mg/dL

    Kolesterol tinggi bisa menyebabkan berbagai penyakit yang membahayakan jiwa, seperti penyakit jantung, stroke, hingga pembuluh darah. Maka dari itu, orang dengan kolesterol tinggi harus memperhatikan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh dan mengkonsumsi obat berdasarkan anjuran dokter.

    Lantas, bolehkah orang dengan kolesterol makan durian?

    Dikutip dari laman VnExpress, kolesterol darah tinggi melibatkan peningkatan kolesterol jahat (LDL) atau trigliserida, yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, arteriosklerosis, dan perlemakan hati, di antara masalah lainnya.

    Kondisi ini sering dikaitkan dengan kebiasaan makan, termasuk konsumsi lemak hewani dalam jumlah besar, daging organ, makanan manis, pati, produk susu berlemak penuh, es krim, minuman manis, dan kurangnya aktivitas fisik.

    Makan durian dalam jumlah besar sekaligus dapat menyebabkan lonjakan gula darah. Jika mengonsumsi terlalu banyak durian terlalu sering dapat menyebabkan penambahan berat badan dan obesitas, sehingga mempersulit pengelolaan kadar kolesterol darah.

    Mengingat ketidakpastian tingkat keparahan kondisi kolesterol seseorang, disarankan untuk memakannya dalam jumlah sedang, setidaknya sebulan sekali, untuk menjaga kesehatan.

    Apakah Durian Mengandung Kolesterol?

    Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi, Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Ir Ahmad Sulaeman, MS, PhD, mengatakan durian kerap kali mendapat stigma sebagai gudangnya kolesterol. Padahal, buah tersebut justru menjadi sumber energi yang baik, mengandung vitamin C, dan serat yang bagus untuk kesehatan.

    “Selama ini, durian memang selalu dipersepsikan sebagai penyebab berbagai penyakit, terutama hipertensi, kolesterol, dan sebagainya,” kata Prof Ahmad Sulaeman beberapa waktu lalu.

    “Ini membuat banyak orang takut makan durian. Durian ya sama seperti makanan lain, bergizi, baik, dan bermanfaat untuk kesehatan. Yang sudah diketahui secara umum bahwa durian ini mempunyai sifat afrodisiak yang bisa membangkitkan gairah, menambah semangat dan menaikkan keharmonisan suami istri,” sambungnya.

    Meski diperbolehkan mengkonsumsi durian, Prof Ahmad mewanti-wanti agar tidak makan secara berlebihan. Terkait masalah kolesterol, ia mengungkapkan bahwa durian tidak mengandung kolesterol sama sekali.

    “Kalau kita khawatir, ‘aduh takut kolesterol tinggi’, saya pastikan durian tidak mengandung kolesterol karena dia bahan nabati, kolesterol hanya ada pada hewani. Kalaupun ada justru itu fitosterol yang malah baik mencegah atau mengurangi kolesterol,” tandasnya.

    (sao/kna)

  • Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    GELORA.CO  – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya yang dibacakan di persidangan telah menuntut terdakwa Harvey Moeis dengan pidana 12 tahun penjara akibat keterlibatannya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan keuangan negara Rp 300.003.263.938.131,14 (Rp300 triliun).

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Selain itu, jaksa juga mengungkapkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun berdasarkan hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

    Selain itu, JPU, juga menuntut Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Namun demikian, majelis hakim di pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara kepada Harvey dengan pidana 6,5 tahun penjara.

    Selain itu, Harvey juga divonis pidana denda sebesar Rp 1 miliar dimana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Harvey juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Vonis itu pun memicu kontroversi di publik.

    Sejumlah tokoh bahkan mempertanyakan vonis yang dinilai terlalu ringan jika dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

    Bahkan ada juga yang mempertanyakan mengapa jaksa hanya menuntut Harvey mengganti rugi sebesar Rp210 miliar mengingat kerugian negara yang dihasilkan akibat perubatannya dan sejumlah pihak lainnya mencapai sekira Rp300 triliun.

    Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut?

    Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khsusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pun mengakui ada kesimpangsiuran terkait pembebanan uang pengganti kerugian negara Rp300 triliun itu.

    Ia menjelaskan ada tiga klaster perbuatan yang mengakibatkan kerugian.

    Pertama, kata dia, mengenai adanya kerja sama sewa alat atau smelter pihak swasta dengan PT Timah. 

    Kedua, lanjutnya, adanya perbuatan tentang transaksi timah dari PT Timah yang dilakukan penjualan oleh pihak swasta. 

    Ketiga, adalah terkait kerugia lingkungan akibat kerusakan ekosistem.

    Terkait kerusakan ekosistem, ungkapnya, hakim sependapat bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini adalah kerugian negara dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.

    Namun, hal yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang menanggung kerugian kerusakan lingkungan hidup tersebut.

    Oleh karena itu, ujarnya, berdasarkan alat bukti, penyidik memastikan peran dan berapa uang yang diterima masing-masing tersangka. 

    Ia mengatakan, hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum untuk melakukan pembebanan uang pengganti.

    Hal itu disampaikannya saat konferensi pers usai rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga terkait Desk Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola di Kantor Kejaksaan Agung RI di Jakarta pada Kamis (2/1/2025).

    “Oleh karena itu, hasil ekspose, Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini akan kita bebankan kepada perusahaan-perusahaan seusai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-masing perusahaan tersebut. Dan itu juga sudah ada dalam putusan pengadilan,” kata Febrie.

    Korporasi atau perusahaan tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Binasentosa (SB), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Internusa (TIN), dan PT Venus Inti Perkasa (VIP).

    Kejaksaan pun telah menetapkan kelima perusahaan tersebut menjadi tersangka korporasi dalam kasus itu.

    Ia pun merinci pembebanan kerusakan lingkungan kepada kelima perusahaan itu berdasarkan alat bukti maupun keterangan ahli yang dilalukan pembuktian di persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum dan disetujui dalam putusan hakim.

    Berikut ini rinciannya:

    1.  PT RBT sebesar Rp38,5 triliun.

    2.  PT SB Rp23,6 triliun

    3.  PT SIP Rp24,3 triliun.

    4.  PT TIN Rp23,6 triliun.

    5.  PT VIP Rp42,1 triliun.

    “Ini jumlahnya sekitar Rp152 triliun. Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan oleh hakim dan itu menjadi kerugian negara, ini sedang dihitung oleh BPKP,” ujar Febrie.

    “Siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti dan tentunya akan segera kita sampaikan ke publik,” pungkasnya.

    Untuk Perbaiki Lingkungan 

    Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam kesempatan yang sama menjelaskan titik kerugian yang paling besar dalam kasus tersebut adalah kerusakan lingkungan.

    Ia pun bersyukur kerusakan lingkungan itu dapat dibuktikan oleh jaksa di dalam persidangan mengingat biasanya sangat sulit untuk membuktikan hal tersebut.

    “Kita bersyukur bahwa kerusakan lingkungan yang selama ini tidak tertanggulangi, Insyaallah dana ini apabila nanti bisa kita ambil dan kita bisa gunakan untuk perbaikan-perbaikan lingkungan,” kata  Burhanuddin.

    “Kalau teman-teman, misalnya untuk Timah datanglah ke Bangka lihat dari pesawat di bawah itu begitu rusak lingkungan itu. Itulah insyaallah dengan Dana dana yang ada apabila nanti dapat bisa dikembalikan kepada pemerintah untuk perbaikan lingkungan akibat dari pertambangan-pertambangan ini,” sambung dia.

    Rincian Kerugian Lingkungan

    Kejaksaan menggandeng Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo untuk menghitung kerugian kerusakan lingkungan akibat pada kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.

    Untuk menghitung hal tersebut sejumlah instrumen dan metode digunakan, di antaranya melalui citra satelit maupun verifikasi ke lapangan.

    Berdasarkan hal itu, ditemukan total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung adalah 170.363.064 hektar.

    Namun, luas galian yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya 88.900,462 hektar.

    Sedangkan luas galian yang tidak mempunyai izin mencapai 81.462,602 hektar. 

    Penghitungan kemudian dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan.

    Perhitungan dilakukan dengan membagi kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.

    Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271,06 triliun). 

    Jumlah tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologi) Rp 157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 223,36 triliun. 

    Sedangkan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL) yakni biaya kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6,62 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 47,70 triliun.

    Baca juga: Komentari Harvey Moeis Korupsi Rp 300 T Cuma Divonis 6,5 Tahun, Mahfud MD: Duh Gusti, Bagaimana Ini?

    Bila semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, maka total kerugian akibat kerusakan lingkungan itu mencapai Rp 271,06 triliun

  • Menilik dinamika industri tekstil dalam negeri di penghujung tahun

    Menilik dinamika industri tekstil dalam negeri di penghujung tahun

    Solo (ANTARA) – Tahun ini publik dikejutkan dengan kondisi PT Sri Isman Rejeki (Sritex) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Sritex yang pernah menjadi perusahaan raksasa di level Asia tersebut saat ini disebut-sebut memiliki tumpukan utang.

    Hal itulah yang membuat Sritex dinyatakan pailit. Bahkan upaya kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung beberapa waktu lalu tidak membuahkan hasil. Status pailit membuat makin hari makin banyak karyawan yang harus dirumahkan.

    Hal ini menyusul sebagian bahan baku terutama bahan baku yang harus diimpor masih tertahan di Bea Cukai, sehingga operasional perusahaan menjadi terganggu.

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menjelaskan nasib bahan baku PT Sri Rejeki Isman (Sritex) kini berada di bawah kewenangan kurator.

    Dia mengaku tak mempunyai kewenangan atas tersendatnya impor dan ekspor bahan baku Sritex.

    Manajemen menyebut sudah ada sekitar 3.000 karyawan yang dirumahkan. Saat ini perusahaan masih berupaya mencari bahan baku pengganti yang bisa didatangkan dari lokal.

    Meski upaya perusahaan untuk berproduksi masih terlihat begitu maksimal, tapi karyawan tak menampik mereka tetap ketar-ketir dengan masa depan perusahaan. Apalagi bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, maka perusahaan ini menjadi satu-satunya periuk nasi yang mereka andalkan.

    Selain mencoba pengadaan bahan baku pengganti dengan memanfaatkan industri lokal, dari sisi hukum, manajamen perusahaan juga masih melakukan upaya peninjauan kembali.

    Going concern menjadi satu hal yang diharapkan menjadi pertimbangan para kurator.

    Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto berupaya memastikan operasional perusahaan masih berjalan senormal mungkin. Dengan demikian, diharapkan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh Sritex.

    Hingga saat ini pihaknya juga masih berusaha menjalin dialog dengan pihak kurator, namun lagi-lagi belum ada titik temu.

    “Going concern kami butuhkan untuk memastikan keberlangsungan usaha ini,” katanya.

    Tenaga kerja tekstil

    Kondisi Sritex yang berada di ujung tanduk berbanding terbalik dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang tekstil dalam negeri. AK-Tekstil Solo mengklaim 100 persen lulusan mereka terserap oleh industri tekstil.

    Pada tahun lalu, Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (AK-Tekstil) Solo meluluskan sebanyak 145 orang dan seluruhnya terserap oleh industri. Direktur AK Tekstil Solo Wawan Ardi Subakdo berkomitmen perguruan tinggi tersebut tidak hanya menjamin secara kuantitas tetapi juga kualitas.

    Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin kualitas para lulusan, pihaknya mengembangkan pendidikan melalui konsep vokasi. Belum lama ini AK-Tekstil Solo menjalin kerja sama dengan puluhan mitra kerja.

    “Kami ingin mendukung terciptanya lapangan kerja dan pekerja yang kompeten di sektor tekstil,” katanya.

    AK-Tekstil Solo yang berada di bawah Kementerian Perindustrian berkomitmen menyediakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor industri tekstil dalam negeri.

    “Kami ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi di AK-Tekstil,” katanya.

    Perguruan tinggi tersebut juga berkomitmen terus mengembangkan kurikulum untuk meningkatkan kemampuan para mahasiswa, di antaranya dari Teknik Pembuatan Benang, Teknik Pembuatan Kain Tenun, hingga Teknik Pembuatan Garmen.

    Seluruh program studi di akademi tersebut berkomitmen menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai teori tetapi juga memiliki keterampilan praktis yang siap pakai.

    Berdasarkan data dari AK-Tekstil Solo, ada upaya memperkuat hubungan antara kampus dan industri. Bahkan, akademi tersebut juga memperkenalkan Program Career Development Center (CDC). Platform ini akan menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengakses informasi lowongan kerja, program magang, serta berbagai peluang pengembangan diri lainnya.

    Perlu pengamanan

    Badan Pengurus Daerah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (BPD API) Jawa Tengah tidak menampik saat ini industri tekstil di dalam negeri masih terengah-engah. Padahal, di dalam negeri pula tenaga kerja mumpuni siap ikut terlibat dalam pengembangan industri ini.

    Lemahnya industri tekstil tidak lepas dari kondisi geopolitik global di Eropa yang akhirnya membuat sebagian pasar memilih untuk menggeser anggaran belanjanya pada barang yang lebih penting dibandingkan tekstil.

    “Krisis Eropa yang disebabkan oleh Ukraina dan Rusia ini sangat merugikan kita,” kata salah satu pengurus BPD API Jawa Tengah Liliek Setiawan.

    Oleh karena itu, pelaku usaha dengan didukung oleh pemerintah harus memutar strategi. Alih-alih ekspor, industri tekstil justru perlu memanfaatkan pasar lokal. Apalagi, Indonesia yang merupakan salah satu pasar terbesar di dunia sudah banyak dibidik oleh negara produsen lain.

    Negara-negara yang masuk dalam kawasan Indochina seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam juga berkembang pesat tekstilnya. Belum lagi yang perlu diwaspadai yakni India, Pakistan, Bangladesh (IPB).

    Akibat kondisi global yang belum normal, negara-negara ini juga kesulitan mencari pasar untuk menyalurkan produk buatan mereka. Dalam hal ini Indonesia menawarkan pasar yang besar bagi mereka.

    Oleh karena itu, Liliek beranggapan pemerintah perlu menerapkan sistem pengamanan atau safeguard untuk melindungi pasar dalam negeri.

    Upaya ini penting dilakukan mengingat industri tekstil bisa menjadi jejaring pengaman sosial bagi pemerintah menyusul sektor ini bersifat padat karya dengan capaian penyerapan tenaga kerja hingga 43 persen dari seluruh industri manufaktur yang ada.

    “Kalau kita masih mau berjalan, kalau tidak memproteksi industri dalam negeri kita akan kehilangan pasar,” katanya.

    Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menawarkan tiga strategi untuk memulihkan ekosistem dan menciptakan peluang baru bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri, yakni penguatan sumber daya manusia, memastikan ketersediaan bahan baku dan keseimbangan hulu-hilir, serta menghidupkan kembali sektor permesinan nasional.

    Dengan demikian, diharapkan kepercayaan pasar terhadap tekstil dan produk tekstil lokal dalam negeri dapat terus terjaga. Sementara itu, Kemenperin mencatat pada triwulan I-2024, industri tekstil mulai menunjukkan perbaikan kinerja yang signifikan. Hal ini terlihat dari produk domestik bruto (PDB) mengalami pertumbuhan sebesar 2,64 persen secara tahunan (year on year/yoy).

    Ekspor sektor TPT juga mengalami peningkatan sebesar 0,19 persen atau senilai 2,95 miliar dolar AS pada triwulan I-2024, padahal di periode itu situasi pasar global masih tak menentu oleh ketidakpastian geopolitik

    Melihat perbaikan kinerja yang signifikan sekaligus ketersediaan SDM yang berkualitas, pemerintah perlu terus mendorong industri ini agar kembali perkasa. Apalagi, melihat banyaknya orang yang mengandalkan hidup dari sektor ini.

    Pembatasan impor pakaian maupun tekstil perlu kembali diperketat. Selain untuk melindungi SDM agar tidak ter-PHK akibat operasional perusahaan macet, upaya pengetatan impor pakaian juga untuk melindungi UMKM yang selama ini menjadi nyawa dari perekonomian nasional.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Urgensi satgas pengadaan gabah petani

    Urgensi satgas pengadaan gabah petani

    Jakarta (ANTARA) – Sebagai operator pangan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, kehadiran dan keberadaan BUMN pangan yakni Perum Bulog, benar-benar sangat strategis.

    Perum Bulog diharapkan tampil selaku perusahaan parastatal yang dapat mengokohkan cadangan pangan Pemerintah melalui pengadaan gabah/beras setinggi-tingginya. Perum Bulog perlu motekar (kosakata dalam bahasa Sunda yang bermakna kreatif) dalam melahirkan terobosan cerdas dan inovatif.

    Itu sebabnya, wajar jika Pemerintah selalu mendorong Perum Bulog untuk meningkatkan serapan gabah/beras.

    Penyerapan gabah/beras itu perlu dioptimalkan, terutama pada saat panen raya berlangsung. Hal itu disampaikan Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui akun Instagramnya.

    Lebih jelasnya berbunyi, “Sobat Pangan, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong Perum Bulog untuk mengoptimalkan serapan gabah/beras petani pada saat panen raya”.

    Apa yang dilakukan Perum Bulog dalam menggeber penyerapan gabah petani mengingatkan penulis pada kejadian sekitar 44 tahun lalu.

    Saat itu, Bulog melakukan kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mempercepat penyerapan gabah petani.

    Kerja sama tersebut diwujudkan dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengadaan Pangan Dalam Negeri. Banyak mahasiswa yang dilibatkan sebagai operatornya di lapangan.

    Lebih dari 4 dekade lalu, sebagai mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB, penulis terlibat aktif dalam proses satgas tersebut.

    Selama sebulan penuh, para mahasiswa IPB bersama petugas Bulog turun ke sawah untuk membeli langsung gabah petani.

    Seiring dengan itu, dilakukan pula pencerahan soal Bulog. Digambarkan Bulog bukan tengkulak. Bulog adalah sahabat petani. Itu sebabnya, Bulog berkewajiban membantu petani untuk memperoleh harga wajar pada saat panen raya tiba.

    Pencerahan petugas Bulog bersama mahasiswa IPB kepada para petani ini betul-betul sangat efektif sehingga hasil pengadaan gabah/beras dalam negeri berhasil sesuai target yang ditetapkan.

    Satgas Pengadaan Pangan memang bukan sekadar mencari gabah/beras para petani, melainkan juga sebagai media untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan Pemerintah di bidang pangan, khususnya pergabahan dan perberasan.

    Satgas berkiprah juga sebagai penyuluh yang berkomunikasi dengan petani di lapangan.

    Pengalaman ini, tentu cukup penting disuarakan kembali saat ini. Langkah Perum Bulog jemput gabah/beras petani sebetulnya telah digarap Bulog bekerja sama dengan IPB sekitar 44 tahun lalu.

    Artinya, kalau 44 tahun lalu Bulog membentuk satgas, apa tidak mungkin, sekarang ini pun Perum Bulog bersama beberapa perguruan tinggi kembali membangun kerja sama untuk menerjunkan para mahasiswanya menjemput gabah/beras para petani.

    Perum Bulog, misalnya, bisa menugaskan Divre Jawa Barat untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti IPB, Universitas Padjadjaran, atau yang lain guna menggarap pengadaan di sentra-sentra produksi padi seperti Karawang, Subang, dan Indramayu.

    Di Jawa Tengah, divisi regional (divre) bisa bekerja sama dengan UGM dan perguruan tinggi lainnya. Begitu pun di Jawa Timur, dapat dibuat kerja sama Divre Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya, Universitas Jember, dan lain sebagainya. Hal yang sama, dapat ditempuh di sentra-sentra produksi padi lainnya.

    Kemitraan seperti ini perlu digarap agar Perum Bulog mendapat dukungan langsung dari kalangan akademisi untuk mengoptimalkan keberadaan Perum Bulog dalam menjalankan peran utamanya sebagai operator pangan.

    Yang harus dihindari adalah tampilnya Perum Bulog hanya sebagai pedagang yang akan membeli gabah/beras petani sematatanpa memosisikan BUMN ini sebagai lembaga pangan yang memiliki tanggung jawab sosial.

    Copyright © ANTARA 2024

  • Pengamat Ungkap 2 Persoalan Mendasar Realisasi Program Makan Bergizi Gratis

    Pengamat Ungkap 2 Persoalan Mendasar Realisasi Program Makan Bergizi Gratis

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengamat ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof M Firdaus menyebutkan, ada dua persoalan mendasar dalam program makan bergizi gratis (MBG) yang akan berjalan pada 2025.

    “Persoalan mendasar dalam program makan bergizi gratis ada dua hal. Pertama, yakni koordinasi dan kedua bagaimana menjamin ketersediaan dari suplai bahan baku, lalu kemudian bisa di-delivery dengan baik kepada target,” jelas Firdaus saat dihubungi Beritasatu.com, Jumat (27/12/2024).

    Firdaus mengungkapkan, persoalan koordinasi ini dikarenakan tujuan makan bergizi gratis, yang dikoordinir oleh Badan Gizi Nasional (BGN), tidak hanya bertujuan meningkatkan kualitas gizi sumber daya manusia (SDM), tetapi juga menggerakkan perekonomian dan menyesuaikan dengan kondisi budaya setempat.

    Ia menuturkan, keterlibatan pemerintah daerah perlu digerakkan guna menyukseskan program makan bergizi gratis tersebut.

    “Dalam hal ini keterlibatan dari pemerintah daerah sebetulnya masih sangat diperlukan, terutama agar bisa dimanfaatkan untuk menggerakan perekonomian lokal dengan cara melibatkan partisipasi dari penyedia atau pemasok bahan-bahan baku,” terang Firdaus.

    “Bukan hanya kateringnya saja, tetapi juga bahan baku atau hulunya, bisa dipasok dari daerah tersebut, sehingga variasi menu memang disesuaikan dengan ketersediaan yang ada di sana tetapi tetap memenuhi nutrisi,” sambung Firdaus.

    Oleh karena itu, Firdaus mengatakan ketersediaan bahan baku yang melimpah dari suatu daerah dapat memenuhi nutrisi makan bergizi gratis yang sesuai dari sasaran lokasi yang sama. Baginya, persoalan koordinasi harus diutamakan tetapi tetap tidak menjadi hambatan birokrasi bagi BGN dalam melaksanakan program makan bergizi gratis.

    “Kemudian kedua, kita mengetahui pasokan pangan di Indonesia sering kali memiliki ketidakpastian yang tinggi. Ketidakpastian tersebut dapat mengakibatkan fluktuasi harga yang besar,” terang Firdaus.

    Dia mencontohkan, harga Tomat bisa meroket tinggi hingga Rp 50.000 per kilogram dan kadang kala dapat menukik menjadi hanya Rp 3.000 atau Rp 4.000 per kilogram. Kondisi tersebut tidak ada ubahnya dialami oleh komoditas pangan, seperti ikan, ayam, dan telur.

    “Diharapkan dengan program makan bergizi gratis ini, akan terjadi komitmen yang tinggi dari pembuat kebijakan untuk bisa menyediakan pasokan pangan dengan harga yang lebih stabil. Bukan harga yang murah,” tegas Firdaus.

    Lebih lanjut, Firdaus juga menyebutkan, dalam upaya memenuhi ketersediaan pangan, diperlukannya bahan baku pangan yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Namun, lanjut Firdaus, produk pangan memiliki daya tahan yang singkat, maka diperlukan koordinasi dengan teknologi yang melibatkan banyak pihak.

    Diketahui, Pemerintah Indonesia siap meluncurkan program makan bergizi gratis (MBG) pada 2 Januari 2025, sebagai bagian dari upaya memperbaiki kualitas gizi anak-anak Indonesia.

    Setelah melalui uji coba intensif selama beberapa bulan, berbagai proses terkait pelaksanaan program telah dipersiapkan dengan matang, mulai dari penyediaan bahan baku, operasional unit pelayanan, pengiriman makanan ke sekolah, hingga pengelolaan limbah.

    Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Hariqo Satria Wibawa menyampaikan, makan bergizi gratis merupakan program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Melalui program ini, pemerintah bertujuan untuk mengurangi kesenjangan gizi di Indonesia, meningkatkan kualitas hidup anak-anak, dan membentuk sumber daya manusia unggul yang siap bersaing di masa depan.

    “Presiden ingin anak-anak Indonesia tercukupi gizinya dengan makanan sehat. Harapannya, pada 2025, pelajar dan santri akan menjadi generasi emas yang siap menyongsong Indonesia Emas 2045,” ujar Hariqo saat meninjau kesiapan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Tanah Sareal di Kota Bogor Senin (9/12/2024).
     

  • Ternyata Indonesia Punya Tanaman Penghasil Emas 5 Gram, Begini Bentuknya

    Ternyata Indonesia Punya Tanaman Penghasil Emas 5 Gram, Begini Bentuknya

    Jakarta

    Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam (SDA), tidak terkecuali akan kekayaan flora (tumbuh-tumbuhan) yang dimilikinya. Saking kayanya, Indonesia dikatakan memiliki tanaman yang dapat menghasilkan emas.

    Dalam catatan detikcom, hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Hamim, Pakar Biologi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada gelaran Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap IPB, beberapa waktu lalu. Menurutnya, logam mulia dapat diekstraksi dari tanaman penyerap logam berat. Hamim menjelaskan logam berat merupakan komponen yang tidak mudah terdegradasi. Ia mampu bertahan di dalam tanah hingga mencapai ratusan tahun.

    Namun ada beberapa jenis tumbuhan yang mampu menyerap logam berat dalam jumlah besar di jaringannya. Berkat kemampuannya tersebut, tumbuhan itu dapat digunakan sebagai bahan pembersih lingkungan yang dikenal dengan sebutan fitoremediasi.

    “Beberapa jenis tumbuhan dapat menyerap logam berat dalam jumlah besar di jaringannya, yang disebut tumbuhan hiperakumulator,” ujar Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini.

    “Selain dapat digunakan dalam fitoremediasi, tanaman ini juga dapat digunakan untuk menambang logam-logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti nikel, perak, emas, platina dan thallium atau kegiatan yang dikenal dengan phytomining,” tambahnya lagi.

    Hamim menjelaskan tanaman hiperakumulator biasanya ditemukan di daerah dengan kandungan logam tinggi seperti tanah serpentin dan ultrabasa. Indonesia merupakan salah satu negara dengan daratan ultrabasa terbesar di dunia, meliputi wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua.

    Hanya saja, ia menilai potensi tumbuhan hiperakumulator di sana belum tergarap optimal. Perlu adanya perhatian dari berbagai pihak agar potensi dapat digali dan dimanfaatkan untuk fitoremediasi dan fitomining.

    Sebagai contoh, hasil eksplorasi tumbuhan di sekitar tailing dam (lokasi limbah sisa pemisahan bijih logam mulia dengan material non-ekonomis) tambang emas PT Antam UBPE Pongkor, hampir semua jenis tumbuhan di sana mampu mengakumulasi emas meski dalam kadar rendah.

    “Kelompok bayam-bayaman (Amaranthus) yang tumbuh di sekitar tailing memiliki kemampuan akumulasi emas tertinggi, tetapi karena bio massanya rendah, potensi fitomining-nya rendah. Tanaman lembang (Typha angustifolia) juga cukup tinggi mengakumulasi logam emas (Au). Typha dapat menghasilkan 5-7 gram emas per hektar. Hal ini tentu memerlukan pendalaman lebih lanjut,” jelas Hamim.

    Typha Angustifolia Foto: LightRocket via Getty Images/Roberto Machado Noa

    Sementara itu, dalam eksperimennya, penggunaan dark septate endofit dan jamur mikoriza terbukti membantu tanaman beradaptasi dengan lingkungan tercemar logam berat. Jamur ini dapat membantu program fitoremediasi.

    “Penggunaan amonium tiosianat (NH4SCN) sebagai ligan pelarut emas juga dapat meningkatkan serapan emas oleh tanaman dan meningkatkan biomassa tanaman. Ini merupakan potensi yang baik untuk program phytomining di tailing tambang emas,” pungkasnya.

    (fdl/fdl)