Institusi: IPB

  • Celios: Peningkatan produksi sawit dapat dengan intensifikasi lahan

    Celios: Peningkatan produksi sawit dapat dengan intensifikasi lahan

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga riset Celios menyampaikan bahwa upaya untuk meningkatkan produksi sawit di Indonesia dapat ditempuh dengan intensifikasi lahan, dan peningkatan teknologi pertanian.

    Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin, mengatakan masalah produksi sawit selama ini adalah produktivitas per lahan yang rendah. Lahan sawit di Indonesia, kata dia, secara rata rata hanya hasilkan 12,8 ton per hektar untuk tandan buah segar. Sementara di Malaysia bisa mencapai 19 ton per hektar tandan buah segar.

    “Apalagi di era perang dagang, sawit Indonesia rentan jadi sasaran proteksionisme negara maju. Justru dengan adanya EUDR (European Deforestation Regulation) yang harus dipastikan itu kebun sawitnya tidak bertambah luas tapi tambah produktif,” ujarnya

    EUDR dari Uni Eropa yang diterapkan di akhir tahun 2024, mewajibkan perusahaan yang ingin mengekspor komoditas ke Eropa untuk melakukan pemeriksaan kepatuhan dan mengambil tanggung jawab dalam memantau rantai pasokan komoditas mereka untuk mengatasi degradasi lingkungan dan perubahan iklim.

    Terkait kebijakan moratorium atau penundaan pemberian izin baru pembukaan perkebunan kelapa sawit, Bhima menjelaskan bahwa Celios memiliki kajian.

    Kebijakan moratorium sawit ditambah skema replanting, menurut Celios, mampu menciptakan kontribusi ekonomi pada tahun 2045 yakni output ekonomi bertambah Rp28,9 triliun, Produk Domestik Bruto Rp28,2 triliun, pendapatan masyarakat naik Rp28 triliun, surplus usaha Rp16,6 triliun, penerimaan pajak bersih Rp165 miliar, ekspor Rp782 miliar, pendapatan tenaga kerja Rp13,5 triliun, dan penyerapan tenaga kerja 761 ribu orang. Laporan riset tersebut bisa diunduh di laman resmi Celios.

    Masih menurut kajian Celios, meskipun ekspor sawit mungkin menurun, namun moratorium akan meningkatkan daya saing di pasar internasional yang peduli lingkungan.

    Moratorium sawit diberlakukan sejak disahkannya Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit pada 19 September 2018. Moratorium sawit ini berlaku selama tiga tahun atau sampai September 2021.

    Sebelumnya, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dalam pernyataan pada 30 Desember 2024 mengatakan ada rencana besar pemerintah memanfaatkan lahan hutan untuk kebutuhan pangan, energi, dan air. Menurut dia, pemerintah sudah mengidentifikasi 20 juta hektare kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut.

    Sementara itu, menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Yanto Santosa, sekitar 31,8 juta hektare (ha) kawasan hutan yang tidak berhutan atau terdegradasi dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pangan dan energi.

    Menurut Yanto penambahan lahan sawit di kawasan hutan tersebut bukanlah kegiatan deforestasi apabila dilakukan di kawasan hutan yang sudah tidak berhutan atau terdegradasi.

    Pewarta: Indra Arief Pribadi
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pemanfaatan Hutan Terdegradasi Dukung Langkah Prabowo soal Ketahanan Pangan dan Energi

    Pemanfaatan Hutan Terdegradasi Dukung Langkah Prabowo soal Ketahanan Pangan dan Energi

    Jakarta: Kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas kebun kelapa sawit di Indonesia mendapat dukungan dari pakar kehutanan, Yanto Santoso. Ia menyarankan agar langkah tersebut difokuskan pada pemanfaatan hutan yang sudah terdegradasi, yang selama ini kurang diperhatikan. 
     
    Menurutnya, langkah ini tidak hanya akan meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga membantu mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan yang masih alami.
     
    “Kalau kebun sawit yang ditanamkan Bapak Presiden itu, akan ditanam di kawasan hutan yang sudah rusak, maka itu bukan deforestasi. Karena nggak ada tumbuhan pohon. Sebaliknya akan meningkatkan produktivitas kawasan tersebut,” ujar Yanto yang merupakan Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Senin, 13 Januari 2025.

    Dengan memanfaatkan lahan yang sudah terdegradasi, Indonesia dapat menghindari pembukaan hutan baru yang masih alami. Yanto menekankan pentingnya fokus pada lahan-lahan yang tidak lagi memiliki fungsi ekosistem yang maksimal, seperti hutan yang sudah rusak.
     
    Baca juga: Kemendiktisaintek Siap Dukung Pencapaian Ketahanan Pangan, Begini Caranya
     
    Ini bisa menjadi solusi untuk mendukung ketahanan pangan dan energi nasional tanpa menambah beban terhadap kelestarian hutan primer. Namun, dia juga mengingatkan bahwa pemanfaatan hutan rusak harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan kerusakan lebih lanjut. 
     
    “Ada yang salah paham tentang pengertian hutan dan kawasan hutan. Semua yang tidak setuju, berpikir bahwa Bapak Presiden atau Menteri LHK akan membuka hutan rimba raya dan menjadikannya kebun sawit. Padahal tidak demikian,” tegasnya.
     
    Yanto menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sekitar 31,8 juta hektare hutan terdegradasi, yang bisa dimanfaatkan secara produktif. Ia menilai bahwa potensi besar ini harus dimanfaatkan untuk mendukung produksi pangan dan energi tanpa merusak hutan yang masih utuh.
     
    Meskipun begitu, Yanto mengusulkan agar 30 persen dari kawasan tersebut sebaiknya dialokasikan untuk tanaman-tanaman unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti bangkirai, kayu hitam, dan meranti, sementara 70 persen bisa digunakan untuk kelapa sawit. Dengan cara ini, ia menilai kebijakan tersebut tetap sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan.
     
    Dalam Musrenbangnas 2025-2029, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya menjaga dan memperluas kebun kelapa sawit yang sudah ada sebagai aset strategis bagi perekonomian Indonesia. Prabowo mengungkapkan, selain berkontribusi pada ketahanan pangan, kelapa sawit juga mendukung industri penting lainnya yang memiliki dampak luas di berbagai sektor.
     
    “Jagalah kebun-kebun kelapa sawit kita. Di mana-mana itu aset, aset negara. Ke depan kita juga harus tambah, tanam kelapa sawit,” ujar Presiden Prabowo, dalam sambutannya pada Musrebangnas itu, Senin, 30 Desember 2024.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Benarkah Durian Picu Kolesterol dan Darah Tinggi? Begini Kata Profesor IPB

    Benarkah Durian Picu Kolesterol dan Darah Tinggi? Begini Kata Profesor IPB

    Jakarta

    Banyak masyarakat yang meyakini durian dapat menyebabkan kadar kolesterol dan tekanan darah tinggi. Banyak dari mereka kemudian berhati-hati dalam mengonsumsi buah ini. Lalu, apakah durian memang benar menyebabkan kolesterol dan darah tinggi?

    Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi, Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Ir Ahmad Sulaeman, MS, PhD mengatakan bahwa durian tidak mengandung kolesterol, karena buah ini termasuk ke dalam bahan nabati.

    “Kalau kita khawatir, ‘aduh takut kolesterol tinggi’, saya pastikan durian tidak mengandung kolesterol karena dia bahan nabati, kolesterol hanya ada pada hewani. Kalaupun ada justru itu fitosterol yang malah baik mencegah atau mengurangi kolesterol,” kata Prof Ahmad kepada detikcom, beberapa waktu lalu.

    Dikutip dari Singapore Health Service (SingHealth), kolesterol ditemukan dalam makanan yang mengandung lemak jenuh seperti daging merah, seafood, dan produk susu. Sementara itu, durian mengandung lemak jenuh tunggal yang dapat menyehatkan jantung dan membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (low-density lipoprotein).

    Lalu, untuk darah tinggi, sebuah penelitian yang diterbitkan di Indonesian Journal of Global Health Research pada tahun 2020 menemukan bukti bahwa mengonsumsi durian dengan jumlah sedikit tidak akan berimbas pada meningkatnya tekanan darah. Namun, orang-orang yang mengidap darah tinggi tetap harus berhati-hati dalam mengonsumsi durian dalam jumlah banyak.

    Berikut manfaat kesehatan yang bisa didapatkan saat mengonsumsi durian.

    1. Menyehatkan Jantung

    Kandungan serat yang tinggi seperti pada durian dapat melindungi dari masalah kesehatan sistem kardiovaskular. Selain serat, durian juga mengandung lemak tak jenuh tunggal yang dipercaya sehat bagi jantung karena dapat mengontrol kadar kolesterol.

    Durian juga menyediakan nutrisi penting lain untuk kesehatan jantung, seperti magnesium dan kalium, yang membantu memfasilitasi kontrol tekanan darah. Buah ini uga merupakan sumber folat yang baik, yang mengatur kadar asam amino yang disebut homosistein.

    2. Mengontrol Berat Badan

    Kandungan serat dalam buah durian dapat mendukung upaya penurunan dan pengelolaan berat badan. Serat dapat membantu seseorang merasa kenyang lebih lama setelah makan, dan ini dapat membantu mempertahankan berat badan yang ideal.

    Sebuah studi terhadap 345 orang menemukan bahwa asupan serat merupakan prediktor paling berpengaruh terhadap berat badan, terlepas dari asupan makronutrien dan kalori.

    3. Mendukung Kesehatan Pencernaan

    Kandungan serat dalam durian dapat membantu melancarkan sistem pencernaan dengan melindunginya dari sembelit, mendukung kesehatan usus, dan memicu bakteri probiotik untuk melepaskan senyawa bernama short-chain fatty acids (SCFAs).

    Senyawa ini dapat membantu mengurangi peradangan usus, memperkuat lapisan usus, dan melindungi dari penyakit pencernaan seperti kanker usus besar.

    4. Melindungi dari Penyakit Tertentu

    Durian dikenal sebagai makanan yang tinggi antioksidan dan senyawa anti-peradangan, sehingga dapat membantu tubuh untuk menangkal beberapa penyakit tertentu.

    Kandungan vitamin C pada durian dapat membantu melindungi tubuh melawan beberapa penyakit umum, termasuk kanker dan masalah pada jantung. Kandungan flavonoid dan karotenoid dalam durian juga dapat melindungi sel-sel dari kerusakan oksidatif.

    5. Menyehatkan Otak

    Makanan yang kaya akan vitamin C seperti durian diketahui dapat bermanfaat bagi kesehatan, salah satunya adalah mampu menyehatkan fungsi otak. Bahkan, hal ini telah dibuktikan lewat sebuah studi.

    Sebuah penelitian yang melibatkan 80 orang dewasa yang lebih tua menemukan bahwa orang dengan kadar vitamin C yang lebih tinggi dalam darah, memiliki kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang melibatkan ingatan, fokus, memori, perhatian, pengambilan keputusan, dan pengenalan dibandingkan dengan mereka yang kadar vitamin C-nya lebih rendah.

    (dpy/naf)

  • Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu

    Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu

    Jakarta: Pakar hukum pidana Boris Tampubolon mengatakan seorang ahli yang memberikan keterangan di pengadilan tidak bisa dilaporkan atas dasar memberi keterangan palsu. Hal itu termaktub dalam Pasal 242 KUHP. 

    Menurutnya, unsur Pasal 242 KUHP juga tidak masuk dalam kasus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga ahli lingkungan, Bambang Hero Saharjo.

    “Sebab seorang ahli di dalam persidangan itu hanya memberikan pendapat berdasarkan keahliannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP intinya keterangan seorang ahli itu merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan,” kata dia melalui keterangan tertulis, Senin, 13 Januari 2025.

    Organisasi Masyarakat (Ormas) Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Kepulauan Bangka Belitung (Babel), melaporkan Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung pada Rabu, 8 Januari 2024. Ormas tersebut melaporkan Bambang Hero atas dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan yang jadi dasar penanganan korupsi timah, yakni sebesar Rp271 triliun. 

    Boris menambahkan, pendapat itu sendiri bisa berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lain. Nantinya hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat dari ahli itu bisa digunakan sebagai dasar atau tidak dalam pertimbangan putusannya. 

    “Pada akhirnya, hakim yang menilai dan menentukan, apakah pendapat ahli itu bisa diterima atau justru ditolak. Jadi, sangat tidak tepat bila keterangan Prof Bambang Hero sebagai ahli yang mengutarakan pendapatnya dalam kasus timah itu dituduh sebagai memberi keterangan palsu,” kata Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) ini.

    Meski demikian, Lanjut Boris, tidak bisa dimungkiri bahwa pendapat Prof Bambang Hero yang menyatakan kerugian 271 triliun di kasus timah banyak menjadi perbincangan. Sehingga, wajar bila memunculkan banyak reaksi dari masyarakat termasuk adanya sekelompok warga masyarakat yang sampai melaporkan dia ke polisi atas memberi keterangan palsu.

    “Saya pribadi menghormati pendapat beliau yang menyatakan kerugian dalam kasus timah ini mencapai 271 triliun akibat kerusakan lingkungan. Yang menjadi persoalan mengganjal dalam kasus ini sebenarnya adalah apakah kerugian akibat kerusakan lingkungan itu sama dengan kerugian korupsi? Atau apakah bisa kerugian kerusakan lingkungan itu dimasukan menjadi kerugian korupsi dalam UU Tipikor,” ujar dia.
     

    Menurut sepengetahuan Boris, kerugian akibat kerusakan lingkungan itu punya mekanisme sendiri dan secara aturan kerugian lingkungan itu sifatnya masih bisa mengalami perubahan karena dipengaruhi faktor teknis dan nonteknis di bidang lingkungan (Pasal 6 Permen LH No. 7/2014), artinya sifat kerugiannya potensial atau belum pasti. Sementara, kerugian keuangan negara dalam korupsi itu harus pasti atau actual lost.

    “Menurut saya karena kejanggalan inilah sehigga wajar menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat atas pendapat dari Prof Bambang Hero ini. Sehingga beliau akhirnya sampai dilaporkan atas dasar dugaan memberikan keterangan palsu,” kata Boris.
     
    Kejagung harus melindungi
    Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melindungi Bambang Hero. “Ya, melindungi dari tuntutan hukum dengan menggugurkan perkaranya,” kata Fickar kepada Metrotvnews.com.

    Sebelumnya, Kejagung merespons pelaporan Bambang Hero buntut menghitung kerugian kasus dugaan korupsi timah Rp271 triliun. Penghitungan itu disebut permintaan jaksa penuntut umum (JPU).

    “Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kamis, 9 Januari 2025.

    Jakarta: Pakar hukum pidana Boris Tampubolon mengatakan seorang ahli yang memberikan keterangan di pengadilan tidak bisa dilaporkan atas dasar memberi keterangan palsu. Hal itu termaktub dalam Pasal 242 KUHP. 
     
    Menurutnya, unsur Pasal 242 KUHP juga tidak masuk dalam kasus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga ahli lingkungan, Bambang Hero Saharjo.
     
    “Sebab seorang ahli di dalam persidangan itu hanya memberikan pendapat berdasarkan keahliannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP intinya keterangan seorang ahli itu merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan,” kata dia melalui keterangan tertulis, Senin, 13 Januari 2025.

    Organisasi Masyarakat (Ormas) Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Kepulauan Bangka Belitung (Babel), melaporkan Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung pada Rabu, 8 Januari 2024. Ormas tersebut melaporkan Bambang Hero atas dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan yang jadi dasar penanganan korupsi timah, yakni sebesar Rp271 triliun. 
     
    Boris menambahkan, pendapat itu sendiri bisa berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lain. Nantinya hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat dari ahli itu bisa digunakan sebagai dasar atau tidak dalam pertimbangan putusannya. 
     
    “Pada akhirnya, hakim yang menilai dan menentukan, apakah pendapat ahli itu bisa diterima atau justru ditolak. Jadi, sangat tidak tepat bila keterangan Prof Bambang Hero sebagai ahli yang mengutarakan pendapatnya dalam kasus timah itu dituduh sebagai memberi keterangan palsu,” kata Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) ini.
     
    Meski demikian, Lanjut Boris, tidak bisa dimungkiri bahwa pendapat Prof Bambang Hero yang menyatakan kerugian 271 triliun di kasus timah banyak menjadi perbincangan. Sehingga, wajar bila memunculkan banyak reaksi dari masyarakat termasuk adanya sekelompok warga masyarakat yang sampai melaporkan dia ke polisi atas memberi keterangan palsu.
     
    “Saya pribadi menghormati pendapat beliau yang menyatakan kerugian dalam kasus timah ini mencapai 271 triliun akibat kerusakan lingkungan. Yang menjadi persoalan mengganjal dalam kasus ini sebenarnya adalah apakah kerugian akibat kerusakan lingkungan itu sama dengan kerugian korupsi? Atau apakah bisa kerugian kerusakan lingkungan itu dimasukan menjadi kerugian korupsi dalam UU Tipikor,” ujar dia.
     

    Menurut sepengetahuan Boris, kerugian akibat kerusakan lingkungan itu punya mekanisme sendiri dan secara aturan kerugian lingkungan itu sifatnya masih bisa mengalami perubahan karena dipengaruhi faktor teknis dan nonteknis di bidang lingkungan (Pasal 6 Permen LH No. 7/2014), artinya sifat kerugiannya potensial atau belum pasti. Sementara, kerugian keuangan negara dalam korupsi itu harus pasti atau actual lost.
     
    “Menurut saya karena kejanggalan inilah sehigga wajar menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat atas pendapat dari Prof Bambang Hero ini. Sehingga beliau akhirnya sampai dilaporkan atas dasar dugaan memberikan keterangan palsu,” kata Boris.
     
    Kejagung harus melindungi
    Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melindungi Bambang Hero. “Ya, melindungi dari tuntutan hukum dengan menggugurkan perkaranya,” kata Fickar kepada Metrotvnews.com.
     
    Sebelumnya, Kejagung merespons pelaporan Bambang Hero buntut menghitung kerugian kasus dugaan korupsi timah Rp271 triliun. Penghitungan itu disebut permintaan jaksa penuntut umum (JPU).
     
    “Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kamis, 9 Januari 2025.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (UWA)

  • Pakar Hukum Pidana Nilai Pernyataan Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu – Halaman all

    Pakar Hukum Pidana Nilai Pernyataan Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Organisasi Masyarakat (Ormas) Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Kepulauan Bangka Belitung (Babel), melaporkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga ahli lingkungan Bambang Hero Saharjo, ke Polda Bangka Belitung pada Rabu (8/1/2025). 

    Ormas tersebut melaporkan Bambang Hero atas dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan yang jadi dasar penanganan korupsi timah, yakni sebesar Rp 271 triliun. 

    Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Pidana Boris Tampubolon mengatakan, seorang ahli yang memberikan keterangan di pengadilan tidak bisa dilaporkan atas dasar memberi keterangan palsu yang terdapat dalam Pasal 242 KUHP.

     

    “Menurutnya, unsur Pasal 242 KUHP juga tidak masuk dalam kasus Prof Bambang Hero ini.

    “Sebab seorang ahli di dalam persidangan itu hanya memberikan pendapat berdasarkan keahliannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP intinya keterangan seorang ahli itu merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan,” kata Boris, Senin (13/01/2025).

    Boris menambahkan, pendapat itu sendiri bisa berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lain.

    Nantinya hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat dari ahli itu bisa digunakan sebagai dasar atau tidak dalam pertimbangan putusannya. 

    “Pada akhirnya, hakim lah yang menilai dan menentukan, apakah pendapat ahli itu bisa diterima atau justru ditolak. Jadi sangat tidak tepat bila keterangan Prof. Bambang Hero sebagai ahli yang mengutarakan pendapatnya dalam kasus timah itu dituduh sebagai memberi keterangan palsu,” kata Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) ini.

    Meski demikian, Lanjut Boris, tidak bisa dipungkiri bahwa pendapat Prof. Bambang Hero yang menyatakan kerugian 271 triliun di kasus timah banyak menjadi perbincangan.

    Sehingga wajar bila memunculkan banyak reaksi dari masyarakat termasuk adanya sekelompok warga masyarakat yang sampai melaporkan dia ke polisi atas memberi keterangan palsu.

    “Saya pribadi menghormati pendapat beliau yang menyatakan kerugian dalam kasus timah ini mencapai 271 triliun akibat kerusakan lingkungan. Yang menjadi persoalan mengganjal dalam kasus ini sebenarnya adalah apakah kerugian akibat kerusakan lingkungan itu sama dengan kerugian korupsi? Atau apakah bisa kerugian kerusakan lingkungan itu dimasukan menjadi kerugian korupsi dalam UU Tipikor,” ujarnya.

    Menurut sepengetahuan Boris, kerugian akibat kerusakan lingkungan itu punya mekanisme sendiri dan secara aturan kerugian lingkungan itu sifatnya masih bisa mengalami perubahan karena dipengaruhi faktor teknis dan non teknis di bidang lingkungan (Pasal 6 Permen LH No. 7/2014), artinya sifat kerugiannya potensial atau belum pasti.

    Sementara kerugian keuangan negara dalam korupsi itu harus pasti atau actual lost.

    “Menurut saya karena kejanggalan ini lah sehigga wajar menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat atas pendapat dari Prof. Bambang Hero ini. Sehingga beliau akhirnya sampai dilaporkan atas dasar dugaan memberikan keterangan palsu,” kata Boris.

    Diberitakan sebelumnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengaku tak kapok jika sewaktu-waktu kembali dilibatkan untuk menghitung kerugian negara akibat adanya kerusakan lingkungan dari hasil tindak pidana korupsi.

    Bambang yang merupakan Ahli Lingkungan itu menyebut bahwa apa yang ia lakukan selama ini sebagai bentuk jihad untuk mencegah adanya kerusakan lingkungan di tanah air.

    Adapun hal itu Bambang ungkapkan usai dilaporkan ke polisi atas tuduhan memberikan keterangan palsu terkait kerugian keuangan negara dalam sidang kasus korupsi timah.

    “Saya memang ini jihad saya, bahwa saya berniat Lillahita’ala mencegah jangan sampai kerusakan di muka bumi ini berlanjut,” ucap Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (12/1/2025).

    Dia pun menekankan, tetap bersedia jika nantinya kembali dilibatkan oleh penegak hukum meski kini dirinya terancam dipidanakan usai dituduh beri keterangan palsu.

    Sebab menurut dia, apabila ia berhenti melakukan perhitungan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, maka sama saja ia melegalkan kerusakan lingkungan itu terjadi.

    “Kalau saya bisa berbuat sesuatu kenapa tidak, kalau saya tahu kemudian gara-gara ini berhenti, itu sama saja saya melegalkan. Agama saya melarang untuk membiarkan kerusakan di muka bumi,” tuturnya.

    “Saya yakin, saya tidak berjuang sendiri,” sambungnya.

    Sebut Telah Sesuai Prosedur dan Diterima Hakim

    Bambang Hero Saharjo heran dirinya dipolisikan atas tuduhan pemberian keterangan palsu terkait perhitungan kerugian negara di sidang kasus korupsi tata niaga timah.

    Bambang menyatakan, perhitungan kerugian negara akibat adanya kerusakan lingkungan di kasus timah telah dilakukan sesuai prosedur dan juga telah diputus oleh Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

    “Saya sudah melakukan sesuai prosedur itu dan sudah sampaikan detail di persidangan dengan gunakan paparan dan satelit sebagainya dan ternyata di terima Majelis hakim,” kata Bambang Hero saat dihubungi, Minggu (12/1/2025).

    Dia juga mengatakan, kalaupun terdapat data yang salah dalam kerugian keuangan negara di kasus timah, maka Kejaksaan Agung selaku pihak yang melibatkannya akan protes sejak awal.

    Tak hanya pihak Kejaksaan, dalam perhitungan itu, kata Bambang juga terdapat pihak Auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang turut mengawasi hal tersebut.

    “Belum nanti di persidangan diuji oleh Jaksa, belum lagi lawyer, belum lagi Majelis lima orang. Lalu kok kemudian saya yang jadi bahan bancakan dikerubutin rame-rame,” ucap Bambang.

    Bambang mengaku hingga saat ini dirinya pun belum menerima informasi apapun dari pihak kepolisian usai sebelumnya dilaporkan ke Polda Banga Belitung.

    Dia menjelaskan, bahwa pertama kali mengetahui dirinya dilaporkan ke polisi dari pemberitaan di media massa.

    “Sampai dengan hari ini saya belum menerima informasi apapun, bahkan dari Polda kah atau darimana, laporannya pun saya tidak tahu,” ucapnya.

    Akan tetapi guna menyikapi hal ini, Bambang mengatakan telah menginformasikan pelaporan itu ke pihak Kejaksaan Agung selaku pihak yang menunjuknya sebagai ahli dalam kasus tersebut.

    “Tapi saya sudah laporkan ke Kejaksaan Agung, saya kan diminta oleh mereka,” pungkasnya.

    Respons Kejagung

    Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal dilaporkannya Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung atas dugaan pemberian keterangan palsu terkait kerugian keuangan negara di korupsi tata niaga komoditas timah.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar berpandangan, semestinya semua pihak haruslah taat asas.

    Pasalnya dalam memperkirakan kerugian negara, Bambang Hero selaku ahli yang dihadirkan di persidangan saat itu telah memberikan keterangannya atas dasar pengetahuan yang kemudian diolah dan dihitung oleh Auditor negara.

    “Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan Jaksa penyidik,” kata Harli saat dikonfirmasi, Jumat (10/1/2025).

    Selain itu lanjut Harli bahwa Pengadilan melalui majelis hakim juga telah menyatakan bahwa terdapat kerugian negara Rp 300 triliun dalam perkara tata niaga komoditas timah.

    Alhasil menurut dia, Pengadilan dalam hal ini juga sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) yang sebelumnya mendakwakan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di kasus tersebut termasuk merupakan kerugian negara.

    Atas dasar ini, Harli pun mengaku heran kenapa masih ada pihak yang meragukan keterangan ahli tersebut hingga berujung adanya pelaporan ke polisi.

    “Pengadilan dalam putusannya telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebanyak Rp 300 T. Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?,” pungkas Harli.

    Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel).

    Pelaporan itu diajukan oleh Ketua DPD Perpat Bangka Belitung Andi Kusuma, yang menuduh Hero telah memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUH Pidana.

    Adapun keterangan palsu tersebut terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah di Bangka Belitung.

    “Sesuai dengan penerapan Pasal 242 Ayat 1 barang siapa yang dalam keadaannya dimana undang-undang menentukan supaya memberikan keterangan yang demikian dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah baik secara lisan maupun tertulis secara pribadi ataupun ditunjuk oleh kuasanya dituntut maksimal penjara 7 tahun,” kata Andi, dikutip dari BangkaPos.com, Rabu (8/1/2025).

    Sebagaimana diketahui, Bambang Hero Saharjo adalah ahli yang diminta Kejaksaan Agung RI untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan di lahan tambang wilayah Bangka Belitung. 

    Total kerugian yang dihitung oleh Bambang Hero Saharjo mencapai Rp 271 triliun.Andi juga menuturkan, pelaporan itu dilakukannya lantaran Bambang Hero Saharjo dinilai tidak berkompeten dalam menghitung kerugian negara dalam kasus tersebut.

    “Dia (Bambang Hero Saharjo) diadukan melanggar pasal 242 KUH Pidana tentang keterangan palsu. Pada saat di persidangan ketika ditanya dalam kapasitas dia sebagai saksi ahli dia menjawab malas untuk menjawab. Artinya dia tidak menjalan tugas sebagai saksi ahli,” tutur Andi. 

    Menurut Andi, perhitungan Hero tidak berdasar dan berdampak terhadap lumpuhnya perekonomian Bangka Belitung.Tanggapan Polda Bangka BelitungDirektur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kepulauan Bangka Belitung, Kombes Pol Nyoman Merthadana, memastikan pihaknya telah menerima laporan dari DPD Perpat Babel.

    Dia menegaskan bahwa laporan tersebut akan ditindaklanjuti dengan proses kajian dan pendalaman.

    “Setiap laporan dari masyarakat pasti akan kami terima dan tindak lanjuti. Saat ini laporan tersebut masih dalam tahap pengaduan dan akan kami pelajari lebih lanjut,” kata Kombes Nyoman.

    Dia juga menyebut laporan ini telah tercatat di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Babel untuk proses lanjutan

    Kontroversi Perhitungan Kerugian 

    Kasus tata niaga timah yang menyeret angka kerugian hingga Rp 271 triliun menjadi perhatian publik.

    Namun, DPD Perpat menilai perhitungan tersebut tidak jelas dan berpotensi merugikan masyarakat Bangka Belitung jika tidak terbukti akurat.

    “Kami mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi. Namun, prosesnya harus berkeadilan dan transparan,” tutup Andi.

    Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Bangka Belitung.Semua pihak berharap proses hukum dapat berjalan adil dan memberikan kejelasan terkait polemik yang terjadi.

  • Ekonom Celios Sebut Moratorium Sawit Ciptakan Kontribusi Ekonomi Rp28,9 Triliun pada 2045 – Halaman all

    Ekonom Celios Sebut Moratorium Sawit Ciptakan Kontribusi Ekonomi Rp28,9 Triliun pada 2045 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Instruksi Presiden Prabowo Subianto tentang perluasan kebun sawit dengan pembukaan lahan baru demi ambisi bioenergi sangat berisiko. 

    Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan, sawit Indonesia akan dijadikan pembenaran dari negara importir untuk tambah berbagai hambatan dagang baik tarif maupun non-tarif. 

    Ini seolah pemerintah dukung perluasan kebun sawit meski ada risiko deforestasi. 

    “Saya kira itu blunder sekali. Apalagi era perang dagang, sawit Indonesia rentan jadi sasaran proteksionisme negara maju. Justru dengan adanya EUDR yang harus dipastikan itu kebun sawit nya tidak bertambah luas tapi tambah produktif. Jika masalah pak Prabowo ini soal produksi sawit, maka jawabannya bukan dengan perluasan kebun sawit baru atau ekstensifikasi lahan,” kata Bhima dalam keterangan tertulis Senin (13/1/2025).

    Kata Bhima, masalah selama ini adalah produktivitas per lahan sawit yang rendah. 

    Sawit di Indonesia secara rata rata hanya hasilkan 12,8 ton per hektar untuk tandan buah segar. 

    Sementara di Malaysia bisa capai 19 ton per hektar tandan buah segar. 

    Karena itu,  solusinya intensifikasi lahan, masalah teknologi pertanianya, pembibitan, sampai pupuk. 

    Berdasarkan perhitungan Celios, moratorium perluasan kebun sawit punya banyak manfaat. 

    “Dampak implementasi kebijakan moratorium sawit ditambah skema replanting dinilai mampu menciptakan kontribusi ekonomi pada tahun 2045 yakni output ekonomi bertambah Rp 28,9 triliun, PDB Rp 28,2 triliun, pendapatan masyarakat naik Rp 28 triliun, surplus usaha Rp 16,6 triliun, penerimaan pajak bersih Rp 165 miliar, ekspor Rp 782 miliar, pendapatan tenaga kerja Rp 13,5 triliun, dan penyerapan tenaga kerja 761 ribu orang. Hasilnya jauh lebih positif dibanding skenario pembukaan kawasan hutan besar-besaran,” tutup Bhima.

    Sebelumnya, Kementerian Kehutanan RI mengklaim ada potensi 20,6 juta hektar lahan hutan yang dapat digunakan. 

    Sumber lahan tersebut adalah hutan lindung dan hutan produksi.

    Wacana hutan cadangan pangan dan energi tersebut disampaikan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta akhir tahun lalu. 

    “Ini hanya men-support terhadap apa yang dikerjakan Menteri Pertanian dan Menteri ESDM, yaitu dengan konsep hutan cadangan pangan dan energi. Kami telah mengidentifikasi dengan Menteri Pertanian, ada sekitar 20 juta hektar yang dapat digunakan,” ungkap Raja Juli.

    Raja Juli Antoni juga mengatakan bahwa seluruh lahan hutan cadangan pangan dan energi adalah bagian dari proyek lumbung pangan/food estate. 

    Lokasinya tersebar di seluruh provinsi, bahkan di tingkat desa. 

    “Ada di seluruh provinsi, jadi itu akan menjadi lumbung pangan kecil. Tidak hanya food estate yang besar, namun bahkan bisa di desa. Ini menjadi bagian dari program swasembada pangan.” kata Raja Juli.

    Tujuan untuk memperluas program lumbung pangan/food estate perlu dipertanyakan. 

    Pasalnya, jutaan hektar hutan yang telah dibabat sejak tahun 1995, terbukti gagal dan malah menimbulkan kehancuran ekosistem hutan dan lahan gambut. 

    Bahkan, hasil kajian Pantau Gambut tahun 2024 bertajuk “Swanelangsa Pangan di Lumbung Nasional” menyebutkan bahwa ribuan hektar lahan bekas food estate dijadikan perkebunan kelapa sawit.

    Dosen di Departemen Antropologi UI, Suraya Afif mengatakan bahwa ada ketidakjelasan informasi yang disampaikan oleh pemerintah terkait proyek-proyek besar yang akan dilakukan selama ini. 

    “Masalah terbesarnya adalah pemerintah tidak pernah jelas, apakah pembangunan yang dilakukan semata-mata untuk kesejahteraan rakyat. Kita ketahui bersama proyek food estate selama ini malah diberikan seluruh aksesnya terhadap tentara dan perusahaan-perusahaan swasta, sementara rakyat malah terusir,” ungkap Suraya.

    Ketimpangan dan kemiskinan harusnya bisa diturunkan melalui berbagai proyek tersebut. 

    Kata dia, selama ini masyarakat hanya dijadikan sebagai buruh di proyek-proyek pemerintah, sehingga tidak akan pernah sejahtera. 

    Harusnya masyarakat menjadi fokus utama dalam pembangunan. 

    Mereka berhak mendapatkan perlindungan, akses ke lahan, dan kepastian dukungan dari pemerintah.

    Kepala Tani Center IPB, Hermanu Triwidodo mengatakan bahwa kedaulatan pangan dapat dicapai tanpa program food estate. 

    “Sebenarnya tidak perlu menambah lahan untuk food estate. Dua hal utama yang dapat dilakukan adalah penguatan diversifikasi pangan dan menangani lahan-lahan kering di Indonesia.” ungkap Hermanu.

    Diversifikasi pangan menggambarkan keberagaman konsumsi jenis pangan oleh masyarakat. 
    Artinya, tidak terbatas hanya padi untuk mendapatkan asupan karbohidrat. 

    “Indonesia memiliki banyak sekali sumber karbohidrat, tidak terbatas hanya beras. Ada singkong, sagu, umbi, dan jagung. Itu semua tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia.” kata Hermanu.

    Persoalan lahan untuk hutan cadangan pangan dan energi seluas 20 juta hektar berisiko memperparah kerusakan lingkungan dan ketimpangan di tengah masyarakat. 

    Koordinator Program LaporIklim, Yoesep Budianto mengatakan bahwa pengelolaan lahan yang buruk malah mendatangkan petaka ekologis bagi masyarakat. 

    “Saat ini banyak sekali banjir bandang, kekeringan, atau tanah longsor yang terjadi di pusat proyek dan area sekitarnya. Akhirnya, pihak yang paling menderita adalah masyarakat.” kata Yoesep.

  • Melihat pemanfaatan hutan untuk cadangan pangan Indonesia

    Melihat pemanfaatan hutan untuk cadangan pangan Indonesia

    Jakarta (ANTARA) – Pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kerap kali kita mendengar salah satu program prioritas mewujudkan swasembada pangan sebagai dasar kedaulatan bangsa yang tertuang dalam Agenda Pembangunan Nasional 2025-2029.

    Presiden Prabowo menegaskan bahwa swasembada pangan merupakan fondasi perlindungan fisik bagi rakyat. Tanpa pangan yang cukup, negara tidak dapat menjamin keberlangsungan kehidupan warga masyarakat.

    Indonesia negara yang dianugerahi daratan yang membentang serta lautan luas mengelilingi negeri ini pun bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kemandirian pangan. Semua itu, dengan catatan pemanfaatan untuk swasembada pangan yang memiliki tujuan untuk kesejahteraan masyarakat ini dapat dikelola dengan melibatkan masyarakat serta mengutamakan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan.

    Pemanfaatan hutan

    Baru-baru ini, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi seluas 20 juta hektare hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan cadangan pangan, energi dan air.

    Kawasan yang dimaksud adalah lahan yang teridentifikasi. Ide besar untuk dapat mendukung program swasembada pangan seiring dengan menjaga hutan. Perlu digarisbawahi bahwa upaya itu sebetulnya bukanlah deforestasi.

    Kemenhut memproyeksi seluas 1,1 juta hektare lahan yang bisa dimanfaatkan itu menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun atau setara dengan total impor beras Indonesia pada 2023. Selain padi, pemerintah juga berencana menanam pohon aren sebagai sumber bioetanol.

    Satu hektare aren mampu menghasilkan 24 ribu kiloliter bioetanol. Jika kita menanam 1,5 juta hektare aren, kita bisa menghasilkan 24 juta kiloliter bioetanol yang dapat menggantikan impor BBM sebesar 26 juta kiloliter.

    Dengan konsep tersebut diharapkan bisa mendukung ketahanan pangan nasional dengan perluasan wilayah food estate hingga mencakup ke wilayah desa. Kementerian Kehutanan memiliki peran strategis dalam penyediaan lahan untuk program swasembada pangan.

    Melihat lebih jauh soal rencana pemanfaatan lahan hutan sebagai cadangan pangan, Guru Besar Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Dodik Ridho Nurrochmat mengatakan rencana perluasan lahan kelapa sawit, pemanfaatan hutan sebagai cadangan pangan oleh pemerintah harus memerhatikan keberlanjutan serta kelestarian lingkungan.

    Dengan demikian, pemanfaatan hutan untuk cadangan pangan dapat berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan lewat intensifikasi lahan untuk peningkatan produktivitas, hilirisasi untuk peningkatan nilai tambah produk dan ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian untuk peningkatan produksi.

    Lebih jauh, ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit dan cadangan pangan tidak selalu mengakibatkan deforestasi atau memicu kerusakan lingkungan, apabila dilakukan dengan perencanaan yang baik dan strategi yang tepat.

    Ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit dan hutan cadangan pangan tidak menyebabkan deforestasi jika dilakukan di kawasan hutan yang tidak berhutan atau areal penggunaan lain (APL). Hal ini berdasarkan hasil evaluasi Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2024, karena tidak semua kawasan hutan secara fisik berhutan.

    Terdapat 29 juta hektare kawasan hutan yang tidak berhutan, dengan lokasi yang menyebar dan kondisi lapangan beragam, dan di antara kawasan hutan yang tidak berhutan tersebut ada yang berupa permukiman, kebun, sawah, maupun lahan telantar dan terdegradasi.

    Karena itu, agar lahan telantar di kawasan hutan tidak boleh dibiarkan tanpa pengelolaan, karena akan menjadi sumber konflik yang mengancam stabilitas sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

    Di kawasan hutan produksi, lahan terdegradasi harus segera direhabilitasi dengan pohon dan tanaman komersial, termasuk kelapa sawit dan tanaman pangan, dengan agroforestri pola tertentu melalui skema multiusaha kehutanan, sehingga produktivitas hutan meningkat dan luasan tutupan hutan juga akan meningkat.

    Artinya, penanaman sawit dan tanaman pangan dengan pola agroforestri di kawasan hutan produksi yang terdegradasi justru berpotensi menghadirkan penghutanan kembali atau reforestasi, bukan konversi hutan atau deforestasi. Sementara lahan terdegradasi di kawasan hutan lindung dan konservasi harus direhabilitasi dengan pohon dan tanaman lain yang tidak mengakibatkan perubahan fungsi pokok kawasan.

    Sementara itu, ekonom dan pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) Achmad Nur Hidayat mengatakan pemanfaatan 20 juta hektare hutan yang diidentifikasi oleh Kementerian Kehutanan sebagai cadangan pangan, energi, dan air memerlukan kajian mendalam mengenai keberlanjutan ekosistem hutan.

    Bila hutan-hutan yang itu berstatus hutan lindung, maka mengalihfungsikan untuk kebutuhan pangan dan lainnya dapat mengancam keberlangsungan ekosistem, sebab hutan lindung menjadi penjaga keseimbangan lingkungan, penyedia oksigen, pengatur tata air, serta habitat keanekaragaman hayati yang tinggi, mengurangi biodiversitas dan merusak habitat flora dan fauna yang menjadi ciri khas ekosistem tersebut.

    Pengalihfungsian hutan untuk pertanian intensif juga sering kali merusak struktur tanah, mengurangi kesuburannya dan meningkatkan risiko erosi, terutama di wilayah berbukit atau berlereng curam.

    Pemanfaatan hutan sebagai lahan produksi pangan, seringkali membuka peluang ekspansi besar-besaran oleh perusahaan besar yang bisa menggeser masyarakat lokal dan adat dari wilayah mereka. Hal ini bisa menimbulkan konflik sosial serta mengabaikan hak masyarakat adat yang sering kali bergantung pada hutan untuk mata pencaharian.

    Dengan ini perlu dipikirkan bagaimana pemanfaatan hutan sebagai cadangan pangan tetap sejalan dengan prinsip keberlanjutan, dengan tetap menjaga hutan lindung dan hutan konservasi dari perubahan fungsi. Bila terdapat lahan hutan yang mengalami kerusakan atau degradasi, langkah pertama adalah melakukan rehabilitasi untuk memulihkan fungsinya.

    Mengganti fungsi hutan lindung atau konservasi menjadi lahan pangan,energi, atau air bukanlah solusi yang berkelanjutan.

    Pemerintah mendorong intensifikasi pertanian di lahan yang sudah ada dengan memanfaatkan teknologi modern, meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, memberdayakan petani melalui pendidikan dan pelatihan, sehingga hasil panen dapat ditingkatkan, tanpa perlu membuka lahan baru.

    Jika pemanfaatan hutan produksi dipilih sebagai cadangan pangan, maka pengelolaan harus dilakukan dengan pengawasan ketat. Pemegang izin pengelolaan hutan perlu diaudit secara berkala untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan lahan, terutama pada era yang berdekatan dengan hutan lindung. Sanksi tegas juga diperlukan terhadap pelanggaran, termasuk izin pengelolaan bagi perusahaan yang tidak bertanggung jawab.

    Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menggunakan pendekatan agroforestri, yakni mengintegrasikan tanaman pangan dengan pohon-pohon dalam satu kawasan, sehingga upaya memungkinkan produksi pangan dapat berjalan, tanpa menghilangkan fungsi ekologi hutan, seperti penyerapan karbon, konservasi tanah, dan pelestarian biodiversitas.

    Selain mengalihfungsikan hutan menjadi lahan produksi pangan, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan hutan secara bijaksana, yakni hutan produksi yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemegang hak pengelolaan dapat dijadikan area cadangan pangan. Meskipun demikian, hal ini harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian agar tidak membuka celah penyalahgunaan.

    Penilaian menyeluruh terhadap kondisi lahan, potensial memiliki dampak lingkungan, dan kapasitas pengelolaan harus dilakukan sebelum memutuskan pemanfaatannya.

    Alih-alih mengganti fungsi hutan, hasil hutan non-kayu, seperti madu, getah, buah-buahan, dan obat-obatan herbal dapat dikembangkan. Sebab, pengelolaan hasil hutan non-kayu yang berkelanjutan dapat mendukung ketahanan pangan, tanpa merusak fungsi ekologi hutan.

    Lahan kritis atau terdegradasi di luar kawasan hutan dapat direhabilitasi untuk dijadikan lahan pertanian produktif. Pendekatan ini lebih ramah lingkungan dibandingkan mengubah fungsi hutan. Selain itu, teknologi pertanian modern, seperti pertanian vertikal, hidroponik, dan akuaponik, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produksi pangan tanpa memerlukan ekspansi lahan.

    Dengan berbagai usulan serta rekomendasi, diharapkan program swasembada pangan dapat berjalan baik di Indonesia, dengan tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan dan kebermanfaatan bagi rakyat Indonesia.

    Editor: Masuki M. Astro
    Copyright © ANTARA 2025

  • HUT Ke-72 PDHI, Dokter Hewan Berperan Penting dalam Program Makan Bergizi Gratis

    HUT Ke-72 PDHI, Dokter Hewan Berperan Penting dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Jakarta Beritasatu.com – Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi menegaskan pentingnya peran dokter hewan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dan mencegah penyakit hewan di Indonesia.

    Meskipun jumlah tenaga kesehatan hewan masih jauh dari ideal, Viva Yoga mengajak para dokter hewan untuk tetap optimis berkontribusi dalam mendukung program makan bergizi gratis.

    Pernyataan tersebut disampaikan dalam sambutannya pada peringatan HUT ke-72 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), di Jakarta, Sabtu (11/1/2025).

    Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 13.500 dokter hewan, jumlah yang dinilai belum mencukupi kebutuhan di lapangan. Viva Yoga menyebutkan, idealnya Indonesia memerlukan tambahan 50.000 dokter hewan untuk mendukung berbagai program kesehatan hewan dan ketahanan pangan.

    “Sayangnya, dari ribuan perguruan tinggi, hanya 14 yang memiliki Fakultas Kedokteran Hewan (FKH),” ujar alumni FKH Universitas Udayana tersebut.

    Beberapa perguruan tinggi dengan FKH di Indonesia antara lain, Universitas Udayana, Universitas Airlangga, UGM, IPB, Universitas Syiah Kuala, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Nusa Cendana, Universitas Padjadjaran, Universitas Mandalika, Universitas Riau, Universitas Negeri Padang, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, dan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

    Viva Yoga juga mengungkapkan DPR saat ini tengah memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan dan Pelayanan Kedokteran Hewan yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Ia optimistis RUU tersebut dapat disahkan dalam waktu satu tahun jika mendapat dukungan mayoritas fraksi di DPR.

    “Ini demi kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara,” tegas politisikus Partai Amanat Nasional (PAN).

    Dalam mendukung program makan bergizi gratis, Viva Yoga menekankan pentingnya peran dokter hewan untuk memastikan ketersediaan protein hewani yang berkualitas dan aman. Menurutnya, Indonesia tidak bisa terus bergantung pada impor protein hewani dari negara lain.

    “Kita harus mewujudkan swasembada pangan dan memenuhi kebutuhan protein hewani secara mandiri,” ujarnya.

    Dengan kerja sama antarkementerian dan dukungan semua pihak, Viva Yoga optimistis  Indonesia mampu mencukupi kebutuhan protein hewani.

    “Dokter hewan memiliki peran strategis dalam mendukung program makan bergizi gratis yang menjadi bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” tutupnya.

  • Beda Pendapat Eks Menkumham dan Kejagung soal Kewenangan Ahli dalam Kasus Timah

    Beda Pendapat Eks Menkumham dan Kejagung soal Kewenangan Ahli dalam Kasus Timah

     

    JAKARTA – Polemik seputar kewenangan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo dalam menghitung kerugian negara terkait kasus korupsi tambang timah di Bangka Belitung (Babel) terus bergulir.

    Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Amir Syamsudin mengatakan berdasar Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014, ahIi harusnya ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggungjawab di bidang penaatan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup daerah.

    “Sepanjang tidak ada perubahan maka tetap berlaku seperti yang tertera dalam aturan tersebut. Tidak bisa ditafsirkan lain. Permen itu disusun dengan kajian, tidak asal-asalan,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu, 12 Januari.

    Hal ini dikatakan Amir menanggapi polemik dipolisikannya Bambang Hero Saharjo terkait hasil penghitungan kerugian lingkungan kasus korupsi timah Rp271 triliun, yang menyeret nama suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis itu.

    Amir menegaskan sesuai dengan Permen Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014, maka kewenangan melakukan audit tersebut adalah domain pejabat di lingkungan instansi lingkungan hidup, bukan kewenangan penyidik.

    Adapun Amin merupakan eks Menteri Hukum dan HAM yang menandatangani Permen Lingkung Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tersebut.

    Pernyataan Amin ini tidak sejalan dengan apa yang diungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar. Harli menegaskan pengadilan telah menetapkan kerugian negara mencapai Rp300 triiun dan mendukung dakwaan jaksa.

    Menurut Harli, putusan pengadilan sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan adanya kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dalam kasus tersebut.

    “Iya semua pihak harus taat asas. Ahli memberikan keterangannya atas adasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara. Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik,” ujar Harli.

  • Respons Guru Besar IPB Usai Dipolisikan Terkait Hitung Kerugian Kasus Timah

    Respons Guru Besar IPB Usai Dipolisikan Terkait Hitung Kerugian Kasus Timah

    Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar IPB Bambang Hero angkat bicara usai dipolisikan terkait penghitungan kerugian keuangan negara kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

    Bambang mengungkapkan masih belum mendapatkan undangan dari kepolisian untuk mengklarifikasi terkait hal itu. Bahkan, dia juga baru mengetahui laporan itu dari awak media.

    “Karena yang muncul itu hanya tulisan-tulisan di media itu aja, yang bilang begini, yang bilang begitu, dan sebagian besar itu, itu tidak benar itu,” ujarnya, dikutip Minggu (12/1/2025).

    Meski demikian, Bambang menekankan bahwa telah melakukan penghitungan kerugian negara sesuai prosedur dan berdasarkan permintaan dari penyidik pidsus Kejagung.

    Apalagi, berdasarkan Permen LH No.7/2014, ahli lingkungan dan ahli valuasi ekonomi berhak menghitung kerugian lingkungan hidup.

    “Nah saya kan ahli lingkungan, boleh dong? Karena disitu kan dan atau bukan dan. Lalu palsunya itu dimana? Kalau saya dikatakan memberikan keterangan palsu di persidangan mestinya dari awal sudah ditolak sama majelis,” imbuhnya.

    Lebih jauh, Bambang memastikan bahwa dirinya akan tetap menghormati hukum apabila laporan terkait penghitungan negara kasus timah tetap diproses.

    “Iya, silahkan aja, toh saya sudah laporkan juga ke Kejaksaan Agung karena mereka yang minta. Karena kan yang minta mereka, kecuali kalau saya misalnya ngarang-ngarang atau apa silahkan,” jelasnya.

    Tanggapan Kejagung

    Di lain sisi, Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan bahwa Bambang sudah sesuai dalam memberikan keterangan atas dasar pengetahuannya sebagai ahli lingkungan.

    Dia juga menyatakan, hasil dari penghitungan kerugian lingkungan hidup oleh Bambang tidak ditelan mentah-mentah lantaran telah diolah oleh auditor negara.

    Di samping itu, hakim dalam putusannya telah sependapat dengan jaksa terkait dengan kerugian lingkungan hidup pada kasus timah merupakan kerugian negara.

    “Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tsb sehingga harus dilaporkan?” pungkasnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Bambang dilaporkan oleh kelompok Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) ke Polda Bangka Belitung.

    Kelompok masyarakat itu pada intinya menilai bahwa Bambang tidak berkompeten untuk menyatakan kerugian negara. Apalagi, kerugian lingkungan hidup Rp271 triliun dinilai tidak jelas.

    Di samping itu, DPD Perpat Babel juga menuding bahwa penghitungan kerugian oleh Bambang telah berimbas kepada perekonomian Babel. Sebab, banyak perusahaan dan karyawan terdampak akibat kasus timah itu.