Institusi: IPB

  • WEGE Gelar Public Expose 2025, Ungkap Strategi Bisnis dan Permodalan

    WEGE Gelar Public Expose 2025, Ungkap Strategi Bisnis dan Permodalan

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) menyelenggarakan Public Expose pada Jumat pagi, 28 November 2025, sebagai bentuk komitmen Perseroan untuk menjaga keterbukaan informasi dan akuntabilitas kepada publik. Pada siang hari, Perseroan juga menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) dengan agenda perubahan penggunaan dana hasil penawaran umum.

    Dalam pemaparan manajemen pada Public Expose tahun ini, WEGE menyampaikan perkembangan terkini kinerja operasional dan kondisi keuangan hingga Triwulan III 2025. Perseroan mengakui bahwa tahun 2025 merupakan periode penuh tantangan bagi industri konstruksi nasional. Beberapa indikator menunjukkan tekanan, antara lain perlambatan perolehan kontrak baru, penurunan pendapatan kuartalan, dan tingginya kompetisi harga pada tender proyek pemerintah dan BUMN. Data order book WEGE hingga September 2025 tercatat sebesar Rp4,16 triliun dengan kontribusi terbesar masih berasal dari sektor pemerintah.

    Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja tersebut turut dipaparkan, termasuk realisasi tender yang melambat akibat transisi pemerintahan, refocusing anggaran, dan kondisi makroekonomi yang menekan likuiditas sektor konstruksi . Selain itu, margin laba juga terdampak oleh tingginya biaya bahan baku dan ketatnya persaingan proyek.

    Meski menghadapi dinamika tersebut, WEGE menegaskan bahwa strategi mitigasi yang telah dijalankan menunjukkan arah pemulihan yang positif. Perseroan secara konsisten melakukan optimalisasi manajemen arus kas, efisiensi biaya usaha, penguatan struktur modal, serta percepatan siklus tagihan proyek. WEGE juga memperkuat diversifikasi usaha melalui pengembangan produk modular seperti Netro House, Rumah Dosen Modular IPB, dan Marina Bay – Villa Lombok, yang menjadi engine growth baru Perseroan di tengah pasar konstruksi yang sedang terkoreksi .

    Direktur Utama WEGE, Hadian Pramudita, menyampaikan bahwa transparansi terhadap kondisi pasar dan kinerja Perseroan merupakan bentuk tanggung jawab kepada pemegang  saham.  “Kami  menyampaikan  tantangan  yang dihadapi dengan terbuka, namun lebih penting dari itu, kami menegaskan langkah taktis dan adaptif untuk menjaga keberlanjutan bisnis serta meningkatkan daya saing Perseroan,” ujar Direksi.

    Optimalisasi Penggunaan Dana IPO sebagai Langkah Adaptif Menghadapi Dinamika Industri

    Dalam agenda RUPS-LB, pemegang saham menyetujui perubahan penggunaan sebagian dana hasil penawaran umum (IPO). Meskipun demikian, manajemen WEGE menekankan bahwa penyesuaian tersebut dilakukan secara terukur dan berbasis kehati-hatian untuk menjaga kelangsungan operasi di tengah kondisi industri yang menekan.

    Perubahan penggunaan dana dilakukan dengan mempertimbangkan tiga aspek utama:

    1. Strategi proaktif menghadapi tekanan keuangan

    Dalam industri yang sedang terkoreksi dan dihadapkan pada perlambatan tender, menjaga likuiditas menjadi prioritas fundamental agar Perseroan tetap  dapat menjalankan operasional secara sehat.

    2. Optimalisasi arus kas untuk menjamin kecukupan modal kerja

    Penyesuaian alokasi dana IPO akan memperkuat kemampuan Perseroan dalam menyelesaikan proyek eksisting secara tepat waktu, sehingga mempercepat cash inflow dari pembayaran termin proyek.

    3. Memperkuat struktur permodalan jangka pendek agar lebih adaptif

    Penataan struktur keuangan jangka pendek akan mendukung fleksibilitas WEGE dalam merespons dinamika pasar, sekaligus meningkatkan ketahanan Perseroan dalam menghadapi risiko likuiditas.

    Manajemen menegaskan bahwa perubahan penggunaan dana ini tidak mengurangi komitmen terhadap tata kelola yang baik. Seluruh proses dilakukan berdasarkan regulasi pasar modal dan telah dikonsultasikan dengan otoritas terkait. Keputusan ini diambil justru untuk menjaga keberlangsungan bisnis Perseroan dalam jangka panjang serta memastikan pelaksanaan proyek tetap berjalan dengan kualitas dan ketepatan waktu sebagai prioritas utama.

    Komitmen Berkelanjutan terhadap Tata Kelola, Keberlanjutan, dan Inovasi

    Selain kinerja finansial, WEGE juga menegaskan pijakan kuat pada aspek keberlanjutan (ESG) yang terus diperkuat. WEGE telah mengimplementasikan berbagai standar internasional, termasuk ISO 50001 Manajemen Energi, serta kebijakan keberlanjutan yang terintegrasi dalam operasi harian Perseroan. Perseroan juga memperluas kontribusi sosial melalui pemberdayaan UMKM, program zero waste, konservasi beruang madu di Balikpapan, dan inisiatif Kampung Iklim.

    Inovasi teknologi seperti penggunaan Building Information Modeling (BIM), modular construction, serta digitalisasi proses bisnis menjadi pilar utama untuk mempercepat efisiensi dan meningkatkan daya saing Perseroan.

    WEGE meyakini bahwa kombinasi antara strategi adaptif, penguatan fundamental keuangan, serta komitmen terhadap tata kelola dan inovasi akan menjadi fondasi kuat untuk melewati situasi industri yang menantang. Perseroan akan terus memperkuat komunikasi dengan pemegang saham, investor, dan seluruh pemangku kepentingan sebagai wujud transparansi dan tanggung jawab perusahaan. Dalam upaya menjaga integritas dan akuntabilitas, WEGE juga berkomitmen untuk terus memperkuat sistem manajemen anti penyuapan dengan penerapan ISO 37001 Anti Penyuapan, yang menjadi bagian dari prinsip tata kelola yang baik dan upaya untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih bersih dan transparan.

  • Perjalanan Ridhamal Dirikan Flipper Vintage, Berawal dari Koleksi Motor Lawas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 November 2025

    Perjalanan Ridhamal Dirikan Flipper Vintage, Berawal dari Koleksi Motor Lawas Megapolitan 28 November 2025

    Perjalanan Ridhamal Dirikan Flipper Vintage, Berawal dari Koleksi Motor Lawas
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com –
    Di tengah berkembangnya tren dekorasi interior yang memanfaatkan barang antik dan vintage, Flipper Vintage & Hobbies muncul sebagai salah satu pionir di Kota Bogor.
    Toko ini menawarkan barang-
    barang vintage
    mulai tahun 1800-an hingga tahun 1900-an, yang diminati oleh berbagai kalangan, dari anak muda hingga orang dewasa.
    Pemiliknya,
    Ridhamal Barkah
    , yang akrab disapa Amal, menilai pasar barang vintage di Bogor memiliki prospek yang cukup baik.
    “Kalau bicara peluang usaha, saya rasa cukup menjanjikan. Di Bogor sendiri toko vintage masih jarang, meskipun toko antik sudah mulai ada beberapa,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (27/11/2025).
    Menurut dia, jarangnya toko yang khusus menjual barang vintage membuat Flipper Vintage Store memiliki posisi unik di pasar lokal.
    Selain itu, minat masyarakat terhadap barang vintage yang orisinal, termasuk furnitur, dekorasi, dan aksesori rumah, semakin meningkat.
    Selain peluang yang masih terbuka, lokasi Bogor yang kaya akan kafe dengan konsep industrial menjadi salah satu alasan meningkatnya permintaan.
    “Peluangnya di Bogor juga menarik karena banyak kafe. Saat ini, banyak kafe yang mengusung konsep industrial dan memanfaatkan dekorasi vintage, sehingga pasarnya makin luas,” ujar Amal.
    Menurut dia, banyak pemilik kafe dan restoran yang ingin menghadirkan nuansa unik bagi pengunjung.
    Barang-barang vintage menjadi elemen penting untuk menciptakan estetika yang menarik.
    Tak hanya kafe, hotel dan penginapan di kota ini juga mulai melirik furnitur vintage sebagai bagian dari desain interior mereka.
    Amal menegaskan bahwa target pasar Flipper Vintage Store berbeda dari galeri-galeri besar yang biasanya menyasar kolektor antik dan konsumen dengan daya beli tinggi.
    “Target saya berbeda dari galeri-galeri besar. Saya menyasar anak muda, tapi tetap bisa masuk ke middle age dan orang tua. Konsep tokonya vintage, bukan antik,” ujarnya.
    Ia menjelaskan perbedaan antara vintage dan antik, agar pembeli tidak keliru.
    “Vintage itu 70-an ke atas, kalau yang lebih tua itu antik,” katanya.
    Dengan strategi ini, Amal berharap bisa menjangkau pasar yang lebih luas, termasuk mereka yang baru tertarik memulai koleksi barang vintage, tanpa harus mengeluarkan biaya setinggi membeli barang antik.
    Tren barang vintage di Bogor justru mengalami lonjakan sejak pandemi Covid-19.
    Banyak orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di rumah mencari hobi baru dan cara mempercantik lingkungan rumahnya.
    “Naik. Sejak Covid malah lebih ramai, mungkin karena orang banyak di rumah dan cari hobi. Banyak interior designer, pemilik kafe, dan hotel yang cari barang vintage,” ungkap Amal.
    Fenomena ini menunjukkan bahwa barang vintage tidak hanya sebagai koleksi, tetapi juga berfungsi sebagai dekorasi rumah dan tempat usaha yang estetis.
    Selain itu, pandemi juga mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dalam mendekorasi ruang, sehingga minat terhadap barang-barang unik dan orisinal meningkat.
    Salah satu tantangan dalam bisnis vintage adalah memastikan keaslian barang. Amal menekankan komitmennya terhadap transparansi.
    “Dijamin original. Kalau ada barang reproduksi, saya pasti bilang. Kalau ada bagian yang diganti, saya tulis juga,” katanya.
    Flipper Vintage Store menampilkan berbagai koleksi mulai dari furnitur, lampu, hiasan dinding, hingga aksesori rumah yang memiliki nilai estetika tinggi.
    Amal menekankan bahwa setiap barang dipilih secara selektif untuk memastikan kualitas dan keunikan.
    Menurut dia, strategi ini membuat toko tetap relevan meski jumlah kolektor antik di Bogor masih terbatas.
    Dengan mengedukasi pasar tentang perbedaan antara vintage dan antik, toko ini mampu menjangkau kalangan muda yang baru tertarik dengan barang-barang antik.
    Berlokasi di kawasan KPP IPB Baranangsiang,
    Kota Bogor
    , Flipper Vintage Store menyajikan puluhan ribu koleksi dari berbagai jenis barang.
    Ketertarikan Amal terhadap dunia vintage bermula dari hobinya mengoleksi motor-motor lawas.
    Selain itu, ia memiliki seorang paman yang juga gemar mengumpulkan benda antik dan lebih dahulu membuka toko khusus koleksi lama.
    Seiring waktu, karena sering membantu usaha pamannya, Amal ikut terbawa dan akhirnya menekuni hobi mengumpulkan barang-barang antik maupun vintage.
    Ketika pandemi membuat banyak sektor berhenti beroperasi, justru momen itu menjadi titik awal bagi lahirnya toko barang antik di Bogor.
    “Awalnya gara-gara Covid. Dulu saya memang sudah kepikiran mau bikin toko seperti ini, tadinya malah mau bikin Cuci Steam. Terus ngobrol sama om, kata om, ‘Ngapain bikin Cuci Steam? Bikin toko antik aja,’ akhirnya bikin toko,” kata dia.
    Raka (22), seorang pengunjung, mengaku bahwa toko seperti ini selalu berhasil menarik perhatiannya.
    Ada daya tarik visual yang sulit dijelaskan, sesuatu yang berbeda dari toko modern yang serba rapi dan seragam.
    “Iseng sih, biasanya kalau habis nongkrong sama temen lewat karena kebetulan dekat kampus juga kan. Kalau lihat ada barang jadul yang unik-unik, suka kepo aja,” ujarnya.
    Ia bukan tipe orang yang sengaja berburu barang antik untuk dikoleksi atau dijadikan aset.
    Namun, suasana vintage memberi pengalaman tersendiri, seolah menyentuh potongan kecil dari masa lalu yang masih tersisa.
    “Bukan kolektor banget. Cuma suka aja lihat bentuk-bentuk barang jadul. Kayak vibes-nya beda, lebih ada cerita gitu. Buat hiburan mata juga sih,” katanya.
    Bagi Raka, perbedaan utama antara barang antik dan barang modern bukan pada fungsi, melainkan pada perasaan yang dibawa—sebuah kesan bahwa benda-benda itu memiliki memorinya sendiri.
    “Kayaknya lebih ke feeling aja ya. Barang modern tuh semuanya sama. Kalau barang antik tuh kayak punya personality. Kayak ada jejak umurnya,” ucapnya.
    Meski demikian, sebagai mahasiswa, ia menyadari bahwa tidak semua barang bisa dibeli.
    Beberapa benda memiliki harga yang tidak sesuai dengan kantong anak kuliahan.
    Kadang, ia hanya membeli barang kecil yang terjangkau, bukan koleksi besar, sekadar dekorasi agar kamarnya terasa lebih personal.
    “Pernah beli kaya lukisan kecil gitu sih, murmer, cuma buat hiasan kamar. Lebih ke lucu aja bentuknya,” ujar Raka.
    Berbeda dengan Raka, Seli (20) datang bukan sekadar iseng.
    Ia memang menyukai benda-benda dengan bentuk unik, terutama yang bisa dijadikan dekorasi kamar atau properti foto.
    Bagi Seli, toko seperti ini memadukan estetika dan keanehan yang menyenangkan.
    “Aku suka lihat barang-barang yang bentuknya unik. Soalnya aku seneng liat barang yang punya gaya khas. Nggak harus antik banget, yang penting estetik,” kata Seli.
    Ia mengaku bukan seorang kolektor, tetapi peminat “estetik-antikan”, istilah yang menggambarkan selera visual anak muda urban yang gemar memadukan unsur jadul ke dalam ruang pribadi mereka.
    Barang antik bagi Seli bukan sekadar benda lama, melainkan elemen dekorasi yang memberi karakter pada ruangan.
    “Lebih ke peminat estetik-antikan sih. Kalau ada barang yang bisa dijadiin dekor kamar, ya aku tertarik,” ujarnya.
    Dari semua koleksi yang memenuhi toko, Seli paling tertarik pada jam-jam tua yang berdiri di sisi dinding serta lampu-lampu jadul yang memancarkan nuansa klasik.
    Baginya, bentuk-bentuk itu fotogenik dan memiliki nilai visual yang tidak dimiliki lampu modern.
    “Kalau yang di toko sih jam-jam tuanya itu sih. Terus lampu-lampu jadul yang bentuknya tinggi. Cakep buat difoto,” paparnya.
    Menurut Seli, barang vintage tetap relevan bagi generasi muda karena mereka selalu mencari sesuatu yang berbeda.
    Produk modern cenderung seragam, sedangkan barang lama menawarkan keunikan yang tidak bisa digantikan.
    “Karena anak muda suka barang yang ‘beda’. Kita kan gampang bosan ya. Barang antik tuh kayak ngasih alternatif selain barang yang semuanya sama,” ujarnya.
    Era digital membawa tantangan baru. Perkembangan teknologi, kecerdasan buatan, dan robotik menciptakan budaya serba cepat dan instan.
    Namun, sosiolog dari UNJ Rakhmat Hidayat menilai, di sisi lain, toko barang antik justru menjadi ruang sunyi yang bertahan.
    “Kehidupan saat ini ada pertarungan global, orang berlomba menguasai informasi, teknologi digital, dan robotik. Budaya antik tetap bertahan meski termarginalkan menghadapi kepungan budaya global,” kata dia.
    Rakhmat memprediksi bahwa meski teknologi akan mendominasi masa depan, toko antik dan komunitasnya tidak akan hilang begitu saja.
    “Di masa depan, teknologi digital dan robotik akan semakin dominasi, namun toko-toko antik dengan komunitasnya akan tetap bertahan, meski mungkin semakin tersisih,” ujar dia.
    Hal lain yang membuat pasar barang antik tetap hidup adalah relasi antara penjual dan pembeli yang berlangsung secara personal.
    Tidak seperti transaksi digital, hubungan ini dibangun melalui interaksi tatap muka, cerita, dan pengetahuan.
    “Pedagang dan pembeli barang antik memiliki hubungan personal, dekat, dan akrab. Pangsa pasarnya jelas, dan mereka tahu persebaran barang, harga, dan asal-usulnya,” ungkap dia.
    Bagi Rakhmat, interaksi ini bukan sekadar jual-beli, tetapi proses bertukar nilai dan pengetahuan.
    “Interaksi ini bukan hanya soal transaksi ekonomi, tapi juga transaksi pengetahuan, nilai, dan wacana. Pasar mereka otentik,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kepala Bappenas Sebut Arah Pembangunan Pangan-Kesehatan Harus Komprehensif

    Kepala Bappenas Sebut Arah Pembangunan Pangan-Kesehatan Harus Komprehensif

    JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy mengatakan arah pembangunan pangan dan kesehatan, khususnya gizi Indonesia harus lebih komprehensif.

    “Beberapa isu dan tantangan yang terjadi mengindikasikan perlunya intervensi dan tata kelola yang berkelanjutan untuk mentransformasi sistem pangan dan gizi di Indonesia. Arah pembangunan pangan dan kesehatan, khususnya gizi, ke depan harus lebih komprehensif,” katanya dilansir ANTARA, Jumat, 28 November.

    Rachmat mengatakan, pembangunan pangan dan kesehatan perlu responsif terhadap tantangan beban kesehatan yang dihadapi ke depan, seperti perubahan iklim, transisi demografi, konflik, dan perkembangan teknologi kesehatan.

    Terlebih lagi, lanjutnya, pembangunan pangan dan gizi telah menjadi fondasi utama dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 yang sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.

    Tercatat, 81 kabupaten/kota di Indonesia masih mengalami kerawanan pangan di tengah ancaman triple planetary crisis, berupa perubahan iklim, hilangnya biodiversitas, polusi, serta degradasi lingkungan.

    Indonesia juga sedang menghadapi Triple Burden of Malnutrition, dengan merujuk data Survei Status Gizi Indonesia 2024 yang menunjukkan persentase anak di kondisi stunting 19,8 persen, underweight 16,8 persen, wasting 7,4 persen, dan overweight 3,4 persen, serta tingginya defisiensi zat gizi mikro.

    Selain itu, kata dia, satu dari dua anak usia sekolah dan dua dari tiga perempuan usia subur mengalami defisiensi zat gizi mikro.

    Melalui forum Pra-WNPG XII yang diselenggarakan bersama Badan Gizi Nasional (BGN), diharapkan dapat menjawab permasalahan pangan dan gizi, serta merumuskan arah kebijakan dan strategi dalam transformasi sistem pangan dan gizi yang inklusif dan berkelanjutan.

    Para pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam forum tersebut mencakup perguruan tinggi, organisasi profesi, pemerintah daerah, dunia usaha, dan mitra pembangunan.

    “Kita memiliki waktu sekitar lima tahun lagi menuju 2030 untuk menyelesaikan pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs). Pada tahun 2041, kita berharap keluar dari middle income trap (jebakan pendapatan menengah),” kata Rachmat.

    Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengapresiasi kontribusi para pakar dan akademisi dalam forum tersebut, serta menyambut baik rekomendasi yang akan memperkuat kebijakan pangan dan gizi nan berkelanjutan.

    Forum itu ditindaklanjuti diskusi antara Staf Khusus Menteri PPN/Bappenas Profesor Eriyatno, Ketua AIPG AIPI (Akademi Ilmu Pangan dan Gizi, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) Profesor Aman Wiratakusumah, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) sekaligus Profesor Rina Agustina, Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia di Institut Pertanian Bogor (FEMA IPB) Profesor Hardinsyah, serta Asisten Deputi Bidang Stabilisasi Harga Pangan, Kementerian Koordinator Bidang Pangan M. Siradj Parwito.

    Diskusi tersebut menyoroti strategi transformasi sistem pangan dan gizi, terkait ketersediaan, keterjangkauan, konsumsi, serta kelembagaan dan tata kelola.

    Forum yang menjadi langkah awal menuju puncak WNPG XII itu ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Koordinasi WNPG XII.

    Tim yang terdiri dari perwakilan kementerian/lembaga, pakar, mitra pembangunan, dan organisasi profesi ini diharapkan oleh Bappenas dapat menghasilkan rekomendasi solutif berbasis evidence-based terhadap isu strategis serta pembaruan rekomendasi, konsep, dan metodologi indikator pembangunan pangan dan gizi yang lebih akurat.

  • IPB: Kebijakan afirmatif atasi kebun rakyat dalam kawasan hutan

    IPB: Kebijakan afirmatif atasi kebun rakyat dalam kawasan hutan

    Kota Bogor (ANTARA) – Kepala Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Budi Mulyanto mendorong pemerintah segera menetapkan kebijakan afirmatif untuk menyelesaikan persoalan kebun rakyat yang terlanjur masuk dalam kawasan hutan.

    Hal itu ia ungkapkan di sela Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Menakar Pansus Konflik Agraria dalam Perspektif Klaim Kawasan Hutan” yang berlangsung di IPB International Convention Center (IICC), Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.

    Ia menjelaskan keresahan petani sawit meningkat karena banyak kebun yang dibangun lebih dari 30 tahun lalu dan memiliki legalitas lengkap, justru kemudian diklasifikasikan sebagai kawasan hutan melalui penetapan peta kehutanan.

    Menurut dia, kondisi tersebut menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat, termasuk mereka yang menjadi peserta program transmigrasi, PIR, serta berbagai program pembangunan masa lalu yang didorong pemerintah.

    “Banyak kebun yang sudah punya sertifikat tiba-tiba masuk kawasan hutan. Itu menjadi tantangan besar bagi petani,” kata Prof Budi.

    Ia menegaskan persoalan tersebut bersumber dari peta kawasan hutan yang sejak tahun 80-an memasukkan banyak wilayah permukiman dan kebun rakyat ke dalam batas kawasan, meskipun secara hukum agraria tanah itu diakui.

    Prof Budi mencontohkan pernyataan Dirjen Planologi masa lalu yang mengakui garis luar kawasan hutan sering kali menutup wilayah yang sesungguhnya bukan kawasan hutan, sehingga perlu koreksi kebijakan.

    “Ini bisa menjadi patokan saat kita melakukan proses pembelaan terbaik. Pemerintah perlu segera membuat affirmative policy untuk menyelesaikan persoalan masyarakat,” ujarnya.

    Ia menekankan penyelesaian harus memperhatikan tiga prinsip utama, yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan agar tidak menciptakan konflik baru dan memberikan manfaat, baik bagi masyarakat maupun negara.

    Prof Budi juga menyoroti kondisi di Bogor, di mana terdapat sekitar 73 desa yang diklaim berada dalam kawasan hutan, termasuk Desa Sukawangi yang disebut memiliki 700 hektare lahan terimbas kebijakan tersebut.

    “Apa gunanya mempertahankan itu sebagai kawasan hutan kalau sudah dikelola masyarakat secara baik dan legal?” katanya.

    Ia menilai Pansus Konflik Agraria DPR RI perlu melakukan verifikasi lapangan secara menyeluruh untuk memastikan tata kelola penguasaan tanah, pemetaan sengketa, serta harmonisasi aturan antar-kementerian.

    Menurut dia, solusi yang diambil pemerintah tidak boleh menimbulkan pendekatan konfrontatif. Negara harus memprioritaskan solusi bersama masyarakat dalam kerangka agraria yang berkeadilan.

    “Highlight saya, segera membuat solusi afirmatif. Kalau tidak, persoalan ini akan terus muncul,” kata Prof Budi.

    Pewarta: M Fikri Setiawan
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Minta Gen Z Tak Malas Kuliah Demi Dukung Ekonomi Tumbuh 8%

    Purbaya Minta Gen Z Tak Malas Kuliah Demi Dukung Ekonomi Tumbuh 8%

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta agar para mahasiswa Gen Z untuk tidak malas belajar dan kuliah sungguh-sungguh. Menurutnya, hal ini penting dalam mendukung tercapainya target pertumbuhan ekonomi di atas 8%.

    Hal ini disampaikan Purbaya saat mengisi kuliah umum di Graha Widya Wisuda, Kampus IPB University Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/11/2025).

    Purbaya menilai, kontribusi generasi muda sangat dibutuhkan untuk menjaga Indonesia di masa depan. Ia menegaskan pentingnya sumber daya manusia (SDM) unggul demi mendukung pertumbuhan ekonomi RI.

    “Kita perlu orang-orang pintar lebih banyak lagi. Jadi teman-teman Gen Z yang lagi kuliah kuliah sungguh-sungguh, jangan malas-malasan. Kita perlu Anda untuk mendukung 8% terus-terusan ke depan nanti,” kata Purbaya dikutip dari keterangan pada laman resmi IPB, Sabtu (22/11/2025).

    Purbaya kembali berpesan agar para mahasiswa lebih serius dalam menempuh pendidikan. Menurutnya, SDM yang berkualitas menjadi fondasi penting dalam memperkuat ekonomi dan ketahanan nasional.

    “Belajar memang tidak gampang, tetapi kalau Anda berhasil, buah manis menunggu Anda di depan. Yang lebih penting, negara menunggu kontribusi Anda,” ujarnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Purbaya juga sempat mengurai pandangannya terkait ‘Sumitro Economics’ (Sumitronics) yang kerap ia lontarkan di beberapa kesempatan.

    “Konsep ini menekankan pertumbuhan ekonomi cepat, pemerataan manfaat pembangunan, dan stabilitas nasional sebagai tiga pilar utama,” ucapnya.

    Purbaya juga menyampaikan bagaimana tata kelola APBN #UangKita diarahkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat, mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan pemerataan manfaat pembangunan.

    (shc/eds)

  • 8
                    
                        Purbaya Kenang Masa Kecilnya Tinggal di Lingkungan Kampus IPB Bogor, Jalan Kaki 2 KM
                        Bandung

    8 Purbaya Kenang Masa Kecilnya Tinggal di Lingkungan Kampus IPB Bogor, Jalan Kaki 2 KM Bandung

    Purbaya Kenang Masa Kecilnya Tinggal di Lingkungan Kampus IPB Bogor, Jalan Kaki 2 KM
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menceritakan masa kecilnya yang ternyata tumbuh besar di lingkungan Kampus IPB University Dramaga Kabupaten Bogor.
    Hal itu diungkapkan Purbaya saat mengisi kuliah umum di Graha Widya Wisuda, Kampus IPB Universiry Dramaga, Jumat (21/11/2025).
    “Saya dari 1972 sampai 1983 hidup di Kampus IPB Dramaga, Jalan Anggrek nomor 12. Saya ingat, rumah di sini, sekolahnya di Bogor,” kata Purbaya, dalam keterangan tertulis IPB University.
    Purbaya mengatakan salah satu rutinitas semasa kecil yang menempanya menjadi sosok yang tangguh layaknya hari ini adalah jalan pagi.
    Dengan berjalan kaki sejak dini hari menuju sekolah kala itu, menjadi tempaan yang membentuk kedisiplinan, ketangguhan mental dan karakter kepemimpinannya saat ini.
    “Setengah lima udah bangun. Jam lima sudah jalan kaki. Dua kilometer dari rumah ke depan (kampus). Makanya saya tinggi, rajin jalan pagi dulu.”
    “Itu salah satu hal yang menggembleng saya menjadi cukup teguh menghadapi tantangan. Karena kalau bangunnya telat dan terlambat masuk kelas, repot. Bisa dimarahi guru,” tutur Purbaya.
    Dalam kuliah umum itu, Purbaya kembali mengurai pandangannya terkait
    Sumitro Economics
    .
    Konsep ini menekankan pertumbuhan ekonomi cepat, pemerataan manfaat pembangunan, dan stabilitas nasional sebagai tiga pilar utama.
    Kepada mahasiswa IPB University sebagai
    generasi Z
    , Purbaya juga berpesan agar mereka lebih serius dalam menempuh pendidikan.
    “Belajar memang tidak gampang, tetapi kalau anda berhasil, buah manis menunggu anda di depan. Yang lebih penting, negara menunggu kontribusi anda,” ujarnya.
    Ia menegaskan, Indonesia membutuhkan lebih banyak sumber daya manusia (SDM) unggul untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional.
    “Kita perlu orang-orang pintar lebih banyak lagi. Jadi, teman-teman gen Z yang lagi kuliah, belajar sungguh-sungguh, jangan malas-malasan. Kita perlu anda untuk mendukung delapan persen terus-terusan ke depan nanti,” pintanya.
    Sementara itu, Rektor IPB University, Prof Arif Satria, menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Menteri Keuangan dan menekankan relevansi materi tersebut bagi civitas akademika.
    “Pemahaman ekonomi makro dan kebijakan fiskal sangat utama bagi mahasiswa IPB University yang kelak menjadi pengambil kebijakan. Kehadiran Pak Menteri memberikan perspektif nyata mengenai tantangan ekonomi bangsa,” kata Arif.
    Ketua Himpunan Alumni (HA) IPB University, Walneg S Jas menambahkan pihaknya berkomitmen akan terus memperkuat kontribusi alumni dalam pembangunan nasional.
    “Kuliah umum ini adalah bentuk kolaborasi strategis alumni dan kampus untuk menghadirkan pemikiran terbaik bagi Indonesia,” terang Walneg.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar IPB Beberkan Ciri-ciri Spatula Berisiko Kanker, Tak Aman Dipakai Masak

    Pakar IPB Beberkan Ciri-ciri Spatula Berisiko Kanker, Tak Aman Dipakai Masak

    Jakarta

    Spatula menjadi salah satu peralatan dapur yang hampir selalu digunakan saat memasak. Bahan spatula beragam, mulai dari kayu, plastik, silikon, hingga stainless steel. Namun, tidak semua jenis spatula ternyata aman dipakai dalam proses memasak sehari-hari.

    Ahli biomedik IPB University, Benedikta Diah Saraswati, menjelaskan sejumlah ciri yang perlu diperhatikan untuk memastikan spatula tidak membahayakan kesehatan.

    Ciri Spatula Berbahaya

    Diah menyebut spatula berbahan silikon pada dasarnya aman digunakan. Namun, banyak produk silikon murah di pasaran yang sebenarnya telah dicampur dengan plastik.

    “Jika silikon mudah berubah warna, terlalu murah, atau mengeluarkan bau kimia yang kuat, ada kemungkinan besar produk itu mengandung campuran plastik,” kata Diah, dikutip dari laman resmi IPB University.

    Untuk menguji keasliannya, pengguna dapat menekuk spatula tersebut.

    “Jika saat ditekuk warnanya berubah menjadi putih atau muncul retakan, itu tanda adanya campuran plastik. Silikon murni tidak mengalami perubahan warna,” ujarnya.

    Menurut Diah, silikon murni aman karena stabil secara kimia, tahan panas hingga 250 derajat celcius, serta tidak mengandung BPA, phthalate, maupun PVC. Karena itu, ia menyarankan memilih produk silikon yang memiliki sertifikat food grade dan berlabel BPA-free, Phthalate-free, serta bertuliskan Platinum-cured silicone.

    Selain silikon, bahan kayu alami dan bambu juga dinilai aman karena memiliki sifat antimikroba. Sementara itu, spatula stainless steel dapat digunakan untuk suhu tinggi, tetapi sebaiknya tidak dipakai di wajan antilengket untuk mencegah kerusakan lapisan.

    “Untuk penggunaan sehari-hari, kombinasi spatula silikon food grade untuk wajan antilengket dan spatula kayu untuk suhu sedang adalah pilihan paling aman,” kata dia.

    Hindari Spatula Plastik

    Diah mengingatkan agar masyarakat menghindari penggunaan spatula plastik, terutama untuk memasak pada suhu tinggi. Bahan plastik rentan mengalami thermal degradation atau kerusakan akibat panas yang dapat melepaskan senyawa berbahaya ke makanan.

    “Senyawa seperti Bisphenol A (BPA), phthalate, formaldehida, dan amina aromatik dapat terlepas saat plastik dipanaskan,” kata Diah.

    BPA dan phthalate dikenal sebagai endocrine disruptors yang dapat memengaruhi hormon, merusak kesuburan, meningkatkan risiko resistensi insulin, mengganggu perkembangan janin, hingga memicu kanker. Plastik yang mulai meleleh juga dapat melepaskan monomer berbahaya seperti styrene, ethylene, dan propylene yang bersifat neurotoksik dan karsinogenik atau bersifat kanker.

    Ia menambahkan, gesekan dan panas dapat memicu pelepasan partikel mikroplastik. Partikel yang tertelan ini dapat menembus dinding usus, memasuki aliran darah, dan mengendap di jaringan tubuh.

    “Dampaknya bisa berupa stres oksidatif, peradangan kronis, dan gangguan metabolik,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/naf)

  • Ekonomi Tanpa Warna

    Ekonomi Tanpa Warna

    Jakarta

    Ternyata ekonomi itu punya warna. Bahkan warna warni. Dikutip dari tulisan Fanny Yolan Tamba (2024), paling tidak ekonomi itu memiliki 11 warna. Yaitu, ekonomi hitam, abu-abu, merah, perak, putih, ungu, emas, biru, hijau, kuning dan coklat. Namun, dari sebelas warn itu, ada tiga warna dominan. Yaitu, coklat, hijau dan biru. Atau bahasa kerennya: brown, green dan blue economy.

    Ketiga warna ini dilihat dari implikasi ekonomi atau perekonomian pada lingkungan. Dalam tulisan singkat ini, saya akan mencoba mengurai ketiganya, dan berusaha menemukan mana yang cocok untuk kita terapkan. Salah satunya atau bukan ketiganya.

    Ekonomi Coklat

    Entah siapa yang pertama kali mengemukakan istilah ekonomi coklat (brown economy). Namun, secara definisi, seperti dikutip dari tulisan Change Oracle (2022), ekonomi coklat merujuk pada sistem ekonomi yang bersifat destruktif terhadap lingkungan.

    Sistem ekonomi ini memacu dan memicu pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan energi fosil (minyak, batu bara dan gas), sumberdaya alam (hutan, laut, air dan tanah) dan mengabaikan kerusakan lingkungan dan depelesi sumberdaya alam sebagai dampaknya.

    Meminjam istilah Herman Daly, dalam karya magnum opusnya, Ecological Economic, hubungan antara perekonomian semacam ini dengan lingkungan bersifat linear. Ambil bahan baku dari alam, lalu diproses, ambil manfaatnya, buang sisanya pada lingkungan dan abaikan kerusakannya. Itulah sebabnya perekonomian ini bersifat destruktif alias tidak berkelanjutan.

    Timbul pertanyaan, sejak kapan ekonomi coklat ini dimulai dan siapa penggagasnya? Sejak adanya perubahan sistem produksi dan konsumsi, dari demand side ke supply side serta rekayasa keinginan menjadi seolah-olah kebutuhan. Dan itu dimulai sejak sistem ekonomi kapitalisme lahir lalu diterapkan, kemudian menguat dan mendominasi sistem perekonomian dunia.

    Sisetm ekonomi kapitalisme saat ini telah menjadi mindset kebanyakan orang. Mulai dari kaum berdasi yang menduduki gedung-gedung pencakar langit, ilmuwan bertoga yang menghuni kampus-kamus megah dan ternama, hingga lapisan masyarakat bawah yang menghuni rumah-rumah kumuh bantaran kali, atau masyarakat pedesaan terpencil.

    Lantas, siapa yang pertama kali memunculkan istilah ekonomi kapitalisme? Merujuk pada sejumlah referensi, istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Louis Blanc, pada tahun 1850 dan Pierre Joseph Proudon, pada tahun 1861. Kemudian dipopulerkan oleh Karl Marx, dalam karya besarnya, Das Kapital. Adam Smith sendiri yang dianggap bapak ekonomi kapitalisme klasik, tidak pernah menggunakan istilah tersebut, dalam bukunya The Wealth of Nations.

    Ia hanya meletakkan urgensi kebebasan pasar (invisible hand), minim campur tangan pemerintah (laissez faire), spesialisasi dan kepemilikan pribadi (property right) dalam menciptakan kesejahteraan bangsa-bangsa.

    Karl Marx menggunakan istilah kapitalisme dalam rangka mengkritisi sistem ekonomi gagasan Adam Smith sebagai perekonomian yang menciptakan ketimpangan (enequality) dan eksplotasi kaum buruh.

    Lantas, apa itu kapitalisme dan apa kaitannya dengan ekonomi coklat? Banyak definisi ynag dikembangkan oleh para ahli mengenai sistem ekonomi kapitalisme. Namun, salah satunya adalah definisi dari Andrew Zimbalist dalam bukunya Comparing Economic Systems: A Political Economy Approach, terbit tahun 1988.

    Menurut Andrew, sistem ekonomi kapitalisme adalah sistem ekonomi dimana faktor produksi berupa barang (mesin, lahan) dan uang (financial capital) dimiliki dan diusahakan secara pribadi (kaum kapitalis) dengan tujuan utamanya untuk mendapatkan laba dan mengakumulasi kapital dengan cara reinvestasi laba yang didapat.

    Sementara, mereka yang tidak memiliki modal, cukup menjadi pekerja para kapitalis untuk mendapatkan upah. Para pekerja, siapa pun ia, baik direksi maupun buruh kasar, sejatinya adalah buruh yang tidak punya saham atas perusahaan dan tidak berhak atas produk yang dihasilkan. Ia hanya pekerja kaum kapitalis dengan tugas untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

    Apakah mengakumulasi kapital sebuah kesalahan? Tentu tidak. Kesalahannya terletak pada nafsu mengakumulasi kapital sebanyak-banyaknya dengan berusaha sekuat tenaga untuk menguasai kapital, termasuk menguras sumberdaya alam, dan mengabaikan dampaknya. Mengapa mereka mengabaikan dampak lingkungan? Karena mengurusi lingkungan, dalam pandangan bisnis mereka, akan meningkatkan biaya dan menurunkan keuntungan. Meskipun saat ini ada kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR), aslinya tidak gratis.

    Seberapa pun uang yang dikeluarkan harus menguntungkan perusahaan. Paling tidak keuntungan intangible, berupa citra baik perusahaan yang sekan-akan peduli pada urusan sosial dan lingkungan.

    Jadi, penurunan kualitas lingkungan, baik lokal, regional maupun global seperti kelangkaan air, kenaikan suhu global, penurunan kualitas udara, air dan tanah, adalah akibat ulah para kapitalis. Oleh karena itu, ekonomi coklat tiada lain adalah wajah asli sistem ekonomi kapitalisme yang rakus, boros dan serakah. Ibarat serigala tanpa topeng. Kelihatan wajah aslinya.

    Ekonomi Hijau

    Setelah sekian ratus tahun sistem kapitalisme global menguras bumi dan mengotorinya, lalu mereka tersadar bahwa ada ancaman terhadap keberlanjutan bisnisnya bila model bisnis itu tetap dipertahankan. Namun di sisi lain, ia tetap tidak ingin mengubah tujuannya untuk memperoleh keuntungan dan mengakumulasi kapital. Ada konflik antara ekonomi dan lingkungan. Maka, dibuatlah konsep ekonomi hijau untuk keberlanjutan.

    Apa itu ekonomi hijau? Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi kapitalisme yang dalam menjalankan perekonomiannya mencoba untuk mengurangi dampak lingkungan dan berusaha menghemat sumberdaya. Mengurangi dampak lingkungan dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi produksi dan mengolah sisa yang dihasilkan, baik sisa produksi maupun sisa konsumsi, menjadi produk lain yang bermanfaat.

    Sedangkan penghematan sumberdaya dilakukan dengan cara mencari subtitusinya. Sebagai contoh untuk mengganti bahan bakar fosil sebagai sumber energi maka dicarilah sumber energi non fosil yang dapat diproduksi sehingga lahir konsep energi dan terbarukan (EBT).

    Tujuan di balik itu semua bukan untuk memikirkan keberlanjutan bumi demi generasi mendatang melainkan untuk mempertahankan keberlanjutan bisnis kaum kapitalis. Itulah sebabnya, ekonomi hijau dan keberlanjutan terus digaungkan, dikampanyekan, diperlombakan dan diajarkan. Sehingga membentuk mindset global.

    Kita merasakan hal itu saat ini di mana setiap merindukan ekonomi hijau dan berkelanjutan.

    Jadi, ekonomi hijau adalah sistem ekonomi kapitalisme yang rakus dengan tujuan utama tetap untuk meraup keuntungan dan mengakumulasi kapital namun berlindung dibalik warna hijau yang seakan menyejukkan. ekonomi hijau itu seperti serigala namun berbulu domba.

    Ekonomi biru

    Konsep ekonomi biru pertama kali dikemukakan oleh Gunter Pauli dalam bukunya yang berjudul ‘Blue Economy’. Awalnya, konsep ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya perairan (darat dan laut) untuk kesejahteraan. Kata blue bisa jadi merujuk pada warna air laut yang nampak berwarna biru.

    Konsep ini terus berkembang, tidak terbatas hanya pada pemanfaatan potensi sumberdaya perairan, melainkan menjadi gambaran sebuah sistem ekonomi yang menyerupai ekosistem perairan. Dimana nutrisi dan energi terus mengalir tanpa menghasilkan limbah. Belakangan, ekonomi biru pun meliputi sistem produksi tradisional seperti yang dilakukan oleh masyarakat adat.

    Itulah sebabnya, para pegiat ekonomi biru, merasa berada pada kasta lebih tinggi dari ekonomi hijau karena ia mengusung nilai-nilai tradisional dan ekonomi tanpa limbah. Secara konsep sih cocok banget. Terasa ada keluruhan budi. Namun, dalam pelaksanaannya apakah konsep ini dapat bertarung pada aras global? Setahu saya, blue ekonomi baru sampai pada wacana dari seminar ke seminar. Tidak memiliki instrument yang kuat untuk bisa menjelma dalam kehidupan.

    Ekonomi Tanpa Warna

    Mungkin ketika Adam Smith melahirkan bayi kapitalisme tidak membayangkan bayinya itu akan menjadi serigala yang rakus dan opportunistic. Ia hanya memimpikan sistem ekonomi berkeadilan dimana setiap individu memiliki kesempatan untuk berusaha; transaksi diatur secara natural dengan menggunakan mekanisme pasar (invisible hand); dan minim intervensi pemerintah.

    Mengapa hal ini menjadi spiritnya dalam upaya menciptakan kesejahteraan? Karena, kala itu, ketiga hal tadi merupakan barang mahal. Kita ketahui bahwa pada era Adam Smith, ekonomi dikuasai oleh tuan tanah yang berselingkuh dengan penguasa yang lalim. Rakyat kebanyakan hanya berperan sebagai buruh atau budak yang dibayar sangat murah. Menurut berbagai referensi, selama kurun 200 ratus tahun, upah buruh di Eropa tak pernah naik. Rakyat hidup dalam kemiskinan, penindasan dan kesengsaraan.

    Di mana letak kesalahan Adam Smith? Ia abai terhadap intervensi pemerintah. Ini yang dikritik habis oleh Thorten Veblen (1899), penggagas aliran ekonomi kelembagaan, dalam bukunya The Leisure Class, mewanti-wanti bahwa ketidakhadiran pemerintah dalam sistem ekonomi maka ekonomi akan dikuasai oleh segelintir orang yang rakus dan serakah. Yang sekarang menjadi kenyataan. Dan ini mengulang kembali sejarah era Adam Smith. Bisa jadi ia menyesal dalam keabadiannya.

    Atas dasar itu, maka saya berpandangan, pemerintah harus hadir dalam perekonomian yang mengatur sekaligus menjadi wasit demi terwujudnya pemerataan yang berkeadilan. Mengendalikan kerakusan yang besar sekaligus menguatkan yang kecil agar ekonomi tumbuh secara merata. Inilah ekonomi tanpa warna. Yang bening dan bersih dari noda ketidakadilan.

    Aceng Hidayat. Dekan Sekolah Vokasi IPB, dosen Departement ESL IPB.

    (rdp/imk)

  • Lari di Rute Hijau IPB Half Marathon 2025, Pulang-pulang Bawa Pohon

    Lari di Rute Hijau IPB Half Marathon 2025, Pulang-pulang Bawa Pohon

    Jakarta

    Ingin menjajal alternatif race lari dengan rute di bawah rindangnya pepohonan? IPB Half Marathon 2025 tak cuma menyajikan rute yang teduh, para pelari bahkan bisa bawa pulang pepohonan.

    Ini sekaligus menjadi keunikan yang dihadirkan di race yang menyusuri rute hijau mengelilingi kampus IPB Dramaga, Bogor, Minggu (16/12/2025) tersebut. Sehabis finish, para pelari dipersilakan mengambil bibit tanaman sesukanya.

    Pantauan detikcom, ada beberapa jenis bibit tanaman yang disediakan untuk dibawa pulang para pelari. Bibit tanaman buah terdiri dari pohon mangga gedong gincu, rambutan, serta durian. Selain itu tersedia juga bibit tanaman hias yakni pucuk merah dan albasia atau sengon.

    Di antara berbagai jenis bibit yang tersedia, bibit pohon mangga terpantau paling diminati. Walau begitu, para pelari yang tidak kebagian bibit mangga tetap antusias memilih dan membawa pulang bibit yang lain.

    Para pelari memilih bibit tanaman untuk dibawa pulang. Foto: Uyung/detikHealth

    Variasi Tanjakan-Turunan di Rute Hijau

    Memasuki tahun ke empat, IPB Half Marathon di 2025 ini mengusung tema Inspiring Run for The Earth. Tidak berlebihan jika rutenya disebut sebagai jalur hijau, karena memang didominasi pepohonan baik di kategori 5K, 10K, maupun 21K.

    “Jalurnya juga macem-macem, dari jalanan aspal lebar, jadi seperti masuk pedesaan dengan pohon bambu,” kata Femi, seorang peserta kategori 10K.

    Track-nya memang cukup variatif dengan banyak tanjakan dan turunan, hingga track gravel ketika rute 5K melintasi stadion mini IPB. Ai, seorang peserta kategori 21K mencatat elevation gain 336 meter, yang artinya tanjakannya lumayan banyak.

    Meski demikian, banyaknya loop atau pengulangan segmen serta persinggungan rute antar kategori menjadi tantangan tersendiri bagi yang ingin mencatatkan Personal Best (PB) atau rekor waktu terbaik. Jika tidak cermat menyimak petunjuk, siap-siap saja salah belok di persinggungan dengan kategori lain, seperti dialami Ai.

    “Penanda gelang buat yang loop pertama itu harusnya dikasih sebelum yang kategori 21K ketemu sama yg pelari kategori lain, soalnya ini jadinya salah jalan karena itu,” keluh Ai, peserta kategori 21K yang total jarak tempuhnya menjadi 26 km gara-gara salah belok.

    Perwakilan detikcom runners di IPB Half Marathon 2025. Minus Ai yang telat finish karena nyasar. Foto: Noviansyah/detikHealth

    (up/up)

  • Arif Satria Jadi Kepala BRIN, Tri Handoko Izin Exit Grup Chat

    Arif Satria Jadi Kepala BRIN, Tri Handoko Izin Exit Grup Chat

    Jakarta

    Pucuk pimpinan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) resmi berganti dalam serah terima jabatan (sertijab). Prof Dr Arif Satria, SP, MSi, kini menjabat Kepala BRIN dan Dr Laksana Tri Handoko pun izin pamit.

    Arif Satria sebelumnya menjabat Rektor Insitut Pertanian Bogor (IPB). Sedangkan, Laksana Tri Handoko sudah empat tahun jadi Kepala BRIN sejak dilantik 28 April 2021 silam di Istana Negara, Jakarta.

    Acara Sertijab sekaligus Pelantikan Jabatan Fungsional Peneliti Jenjang Ahli Utama digelar di ruang Auditorium Soemitro Djojohadikoesoemo Lantai 3, Gedung B.J. Habibie, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025). Penandatanganan dan penyerahan memorandum akhir dilakukan untuk menandakan berakhirnya periode menjabat Tri Handoko.

    Saat menjabat kali ini, Prof Arif didampingi oleh Laksamana Madya TNI (Purn.) Prof Dr Ir Amarulla Octavian, ST, MSc, DESD, ASEAN Eng, sebagai Wakil Kepala BRIN. Jabatan Wakil Kepala BRIN adalah terobosan karena sebelumnya tidak ada.

    Laksana Tri Handoko hadir dalam masa transformasi, di mana riset menjadi lebih terarah dan modern, serta kolaboratif. Masa itu bukan momentum penggabungan struktur saja, melainkan langkah untuk menjadikan aksi riset lebih kuat sebagai strategi pembangunan nasional.

    Selain itu, Tri Handoko turut memimpin Pelantikan Jabatan Fungsional Peneliti Jenjang Ahli Utama. Dalam pidato perpisahannya, Tri Handoko mengaku bangga dengan kerja keras BRIN selama ini.

    Tri Handoko kemudian mengatakan bahwa hal ini dapat menjadi modal awal yang baik untuk Arif Satria dan Amarulla Octavian. Memecah tawa, Tri Handoko mengatakan bahwa Arif dan Vian adalah dua profesor beneran. Dia memuji bahwa kredibilitas keduanya mampu membawa BRIN semakin maju.

    Arif dan Vian memang merupakan profesor dari universitas ternama. Arif adalah rektor dari Institut Pertanian Bogor, sementara Vian merupakan Rektor Unhan pada 2020-2023.

    “Saya mengucapkan selamat untuk Pak Arief Satria dan Pak Amarulla Octavian sebagai Kepala dan Wakil Kepala BRIN yang baru. Saya yakin teman-teman pasti menerima dan mendukung bapak-bapak untuk membuat BRIN yang lebih baik, yang lebih bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat bangsa dan negara kita,” harapnya.

    Menutup pidato, Arif Satria melakukan hal tak terduga di hadapan banyak orang. Dia memencet tombol exit di group BRIN yang ada di telepon genggamnya.

    “Saya dengan ini akan exit dari seluruh grup pimpinan. Nah, sudah exit ya,” ungkapnya sambil menunjukkan layar ponselnya. Tawa audiens pecah dan tepuk tangan mengiringi kemudian.

    (ask/fay)