Institusi: IPB

  • Universitas Terbuka Semarang Semakin Hebat

    Universitas Terbuka Semarang Semakin Hebat

    TRIBUNJATENG.COM – Universitas Terbuka (UT) Semarang kembali menggelar kegiatan  wisuda periode I tahun 2025 pada tanggal 24 Februari di Ballroom Hotel Patra Jasa Semarang.

    Wisuda kali ini diikuti oleh 1500 wisudawan  dari berbagai program studi yang tersebar di 13 kabupaten/kota mulai Kabupaten Blora sampai Kabupaten Pemalang.  

    Dalam sambutannya, Direktur UT Semarang mengatakan bahwa tidak lama lagi Univeritas Terbuka (UT) akan memasuki usia 41 tahun, usia yang boleh dikata  muda untuk ukuran sebuah perguruan tinggi.

    Jika kita bandingkan dengan perguruan tinggi tersohor di luar negeri yang usianya sudah  ratusan tahun, tentu tidak fair.

    Namun andaikata dibandingkan dengan perguruan tinggi di dalam negeri pun, UT yang diresmikan pada 4 September 1984, masih tergolong usia belia. 

    “Meskipun masuk kategori belia, UT telah menorehkan sejumlah prestasi yang membanggakan.  Ditetapkannya UT sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) pada Oktober 2022, misalnya, menjadi bukti tak terbantahkan bahwa UT bukan perguruan tinggi ‘kaleng-kaleng’.

    Dari 184 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia, hanya 21 PTN yang menyandang level tertinggi sebagai PTN-BH, termasuk di antaranya UT. 

    Dengan menyandang status sebagai PTNBH, maka UT  mengikuti jejak perguruan tinggi negeri  lain yang sudah lebih dahulu menjadi PTNBH, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Pajajaran, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Diponegoro, UNS, Universitas Airlangga, ITS, USU, Unhas, UB, dan Unand. Persetujuan tersebut sekaligus menggambarkan pengakuan akan kualitas UT, karena seperti kita ketahui usulan PTNBH bukan lah perkara yang mudah”, demikian kata Muzammil dalam awal sambutannya.

    Prestasi gemilang lain yang perlu diacungi jempol adalah akreditasi perguruan tiggi.

    Sebagai bukti komitmen UT pada aspek kualitas, saat ini UT telah mendapatkan akreditas A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

    Dari aspek program studi, banyak sekali program studi yang sudah  terakreditasi A atau Unggul antara lain Program Studi Manajemen, Akuntansi, Hukum, PGSD, PGPAUD, D3 Perpajakan, Perpustakaan, Magister Manajemen,,Magister Pendidikan Dasar dan sebagainya.

    Dalam kancah internasional, UT sudah mendapatkan akreditasi internasional dari Asian Association of Open Universities (AAOU). Selain itu UT juga mendapat  pengakuan kualitas dari ICDE (International Council for Distance Education). 

    “Di sisi lain, bukti nyata kualitas UT adalah perolehan Rekor MURI sebagai perguruan tinggi yang alumninya paling banyak lolos seleksi CPNS. Kita semua mengetahui bahwa untuk lulus seleksi CPNS itu tida mudah.

    Jika alumni UT terbanyak lolos seleksi CPNS tersebut, maka masyarakat mestinya tidak perlu ragu lagi pada kualitas UT. 

    Selain itu, UT selalu istiqomah  menjadi perguruan tinggi terbesar dan tersebar di Indonesia.  

    Dengan jumlah mahasiswa 650.000 orang atau 20 kali lebih banyak dari perguruan tinggi negeri terkemuka di Indonesia, maka  UT patut menyandang gelar sebagai mega university”, demikian tambah Muzammil. 

    Dalam akhir sambutannya, Muzammil menyampaikan terima kasih pada masyarakat, terutama para keluarga wisudawan,  yang sudah mempercayakan keluarganya kuliah di UT.  

    Ia juga berpesan kepada para wisudwan bahwa mereka wajib menjunjung tinggi  nama baik almamater dan siap menjadi ‘agen perubahan’ di kehidupan  nyata.

  • Capai Swasembada Beras, Bulog Bersama BRIN Serap dan Panen Padi dengan Teknologi Budidaya Intensif – Halaman all

    Capai Swasembada Beras, Bulog Bersama BRIN Serap dan Panen Padi dengan Teknologi Budidaya Intensif – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perum Bulog menggelar kegiatan serap dan panen padi dengan penerapan teknologi budidaya intensif pada lahan kemitraan dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Cibitung, Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. 

    Sinergitas Kemitraan Budidaya Padi antara Perum Bulog  dan BRIN merupakan bagian dari upaya bersama untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menemukan pola budidaya padi yang lebih efisien guna mendukung pencapaian swasembada beras di Indonesia.

    “Kegiatan ini merupakan langkah nyata dalam mendukung program ketahanan pangan, khususnya untuk mencapai swasembada beras. Kami ingin memastikan bahwa para petani dapat memanfaatkan teknologi terbaru untuk meningkatkan hasil pertanian mereka,” ujar Luhur dari PMO Mitra Tani Bulog, dalam keterangannya, Minggu (23/2/2025).

    Kegiatan serap dan panen padi ini dilaksanakan di lahan seluas 6 hektar dengan menggunakan varietas Inpari 32, Inpari 49, dan IPB 9G. 

    “Kerja sama ini diharapkan dapat terus memperkuat kolaborasi antara Perum Bulog, BRIN, dan para petani untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan,” tambah Umar Said Pemimpin Cabang Bulog Karawang.

    Produktivitas yang dihasilkan pada lahan ini mencapai 5,5 ton per hektar yang membuktikan dengan adanya penerapan teknologi budidaya ini hasil produktivitas pada lahan budidaya mengalami kenaikan dari musim tanam sebelumnya yang hanya 3 ton per hektar. 

    Keseluruhan hasil panen petani budidaya akan diserap oleh Perum Bulog Cabang Karawang dengan Harga Pembelian Pemerintah senilai 6.500 per Kg, yang kemudian siap diolah langsung oleh Sentra Penggilingan Padi (SPP Bulog) dan atau Mitra Pangan Pengadaan sebagai cadangan pangan pemerintah.

    Hal ini merupakan bentuk kongkret sinergitas huluisasi Perum BULOG dari mulai budidaya hingga panen yang melibatkan Sentra Penggilingan Padi (SPP Bulog) sebagai bagian unit bisnis industri perusahaan. 

    Program penen ini merupakan upaya percepatan penyerapan gabah dari petani, dimana di tahun 2025 Bulog mendapatkan tugas langsung dari Pemerintah untuk melakukan penyerapan gabah/beras setara 3 juta ton beras.

  • PDIP DPRD Kabupaten Bekasi Inisiasi Raperda Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Berbasis Data Desa – Halaman all

    PDIP DPRD Kabupaten Bekasi Inisiasi Raperda Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Berbasis Data Desa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Bekasi menginisiasi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Berbasis Data Desa Presisi. 

    Upaya ini diharapkan dapat menjadi pondasi utama dalam memastikan pembangunan yang tepat sasaran, efektif, dan efisien, di bawah kepemimpinan Bupati Ade Kuswara Kunang. 

    Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno menyatakan, keakuratan data merupakan kunci utama dalam proses perencanaan pembangunan. 

    Menurutnya, data yang presisi akan membantu Pemerintah Daerah (Pemda) dalam merancang kebijakan yang lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.  

    “Data yang akurat dan terukur menjadi alat penting bagi Pemerintah Daerah dalam merancang kebijakan yang benar-benar, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” kata Nyumarno, di Bekasi, Jawa Barat (Jabar), Sabtu (22/2/2025). 

    Merealisasikan Raperda itu, lanjutnya, Fraksi PDI Perjuangan telah mengundang dan mengadakan beberapa pertemuan dengan Prof. Sofyan Sjaf, penggagas konsep Data Desa Presisi sekaligus Dekan Fakultas Ekologi Manusia di IPB University. 

    Dia mengungkapkan sejumlah pertemuan itu dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Bekasi terpilih, Anggota DPR RI Dapil Kabupaten Bekasi Rieke Diah Pitaloka, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Plt Kepala Bappeda, Kepala Dinas DPMPD, Kepala Dinas Diskominfo, serta Kabag Persidangan DPRD Kabupaten Bekasi.  

    Nyumarno menambahkan, pertemuan itu memaparkan dan membahas pemanfaatan data desa presisi sebagai dasar pembangunan di Kabupaten Bekasi. Selain itu, Big Data berbasis Data Desa Presisi, bertujuan untuk mengakhiri polemik terkait data, membuat pengumpulan data lebih efektif dan efisien, serta menampilkan kondisi terkini Desa/Kelurahan. 

    “Meski inisiasi awal dari PDI Perjuangan, Raperda akan masuk dalam usulan Komisi 1 DPRD Kabupaten Bekasi. Kami Fraksi PDI Perjuangan akan berkomunikasi intens dengan pimpinan dan anggota Komisi I di DPRD, Bapemperda, lintas komisi dan fraksi, hingga Pimpinan DPRD untuk mendukung percepatan penbahasan Raperda ini. Mudah-mudahan naskah akademik dan draft Raperda bisa bisa dibahas bulan Maret nanti,” jelasnya. 

    Sementara itu, Penggagas Konsep Data Desa Presisi, Prof. Sofyan Sjah menjelaskan, konsep Data Desa Presisi mencakup berbagai aspek penting, mulai dari pendidikan, kebudayaan, sandang pangan dan papan, infrastruktur, lingkungan hidup, kehidupan sosial, hukum dan HAM, hingga pekerjaan, kesehatan, dan jaminan sosial.  

    “Data ini cukup komplet dan terukur sampai ada data tiap rumah. Nah, di Kabupaten Bekasi sudah ada beberapa kecamatan yang menerapkan data desa presisi, salah satunya adalah Muaragembong,” kata dia. 

    Menurutnya, data tersebut dikumpulkan, divalidasi, dan diverifikasi secara teliti oleh warga desa setempat (enumerator) sehingga memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi. Dengan waktu pembaruan data yang relatif cepat, yaitu setiap tiga bulan, data desa presisi memberikan gambaran kondisi aktual yang dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan berbagai permasalahan pembangunan di daerah.  

    “Waktu update data relatif cepat, yakni tiga bulan karena petugas yang diterjunkan untuk mengambil, memvalidasi dan memverifikasi adalah warga di wilayah desa/kelurahan masing-masing. Jika data desa presisi ini bisa diselesaikan, itu bisa menjadi pijakan Pemerintah Daerah dalam menjalankan kebijakan pembangunan di segala bidang,” ujar Sofyan.

  • #Produktifdinegerisendiri: Belajar di Taiwan, Rizky Maulana Sukses Bertani di Negeri Sendiri

    #Produktifdinegerisendiri: Belajar di Taiwan, Rizky Maulana Sukses Bertani di Negeri Sendiri

    Jakarta, Beritasatu.com – Banyak anak muda yang membuktikan bahwa #Produktifdinegerisendiri bisa menjadi pilihan yang menguntungkan. Dengan memanfaatkan potensi lokal, mereka tidak hanya meraih kesuksesan finansial tetapi juga berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian di daerahnya.

    Di sisi lain, bekerja di luar negeri kerap dianggap sebagai jalan pintas menuju kehidupan yang lebih baik. Tren seperti #KaburAjaDulu semakin populer di kalangan pencari kerja. Namun, tanpa keterampilan yang memadai dan pemahaman akan kondisi di negara tujuan, tantangan yang dihadapi bisa lebih besar dari yang dibayangkan.

    Memilih tetap berkarya di negeri sendiri atau mencari peluang di luar negeri tentu memiliki risiko dan keuntungan masing-masing. Namun, sebelum mengambil keputusan, penting untuk mempertimbangkan faktor kesiapan, peluang jangka panjang, dan dampak yang bisa dihasilkan bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

    Misalnya saja kisah Rizky Maulana, pemuda asal Desa Sinaksak, Kecamatan Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun, memutuskan untuk mengembangkan pertanian hidroponik di kampung halamannya. Dengan tekad kuat dan keberanian mengambil risiko, Rizky kini sukses menjadi salah satu petani milenial inspiratif di Indonesia.

    Awal Perjalanan

    Sebagai lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB), Rizky sudah memiliki ketertarikan pada dunia pertanian sejak masa kuliah. Keputusannya semakin bulat setelah ia menjalani program magang di sebuah perusahaan pertanian di Taiwan.

    Di sana, ia menyaksikan sistem pertanian modern yang berbeda jauh dari yang ada di Indonesia, baik dari segi teknologi, budaya kerja, maupun disiplin. Berbekal ilmu yang diperolehnya, Rizky memutuskan untuk pulang ke kampung halaman dan membangun bisnis hidroponik.

    Dengan tekad #Produktifdinegerisendiri, Rizky mengubah lahan seluas 300 meter persegi menjadi rumah hijau (greenhouse) dalam waktu tiga bulan dengan modal Rp 100 juta. Namun, perjalanan menuju kesuksesan tidak semudah yang dibayangkan. Beberapa kali ia mengalami kegagalan dalam membudidayakan tanaman, bahkan hasil panennya sempat tidak laku di pasaran.

    Tantangan dan Perjuangan

    Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Rizky adalah rendahnya minat masyarakat terhadap sayuran hidroponik. Beberapa kali hasil panennya tidak diminati dan akhirnya dibagikan secara gratis kepada warga sekitar. Meski demikian, Rizky tidak menyerah.

    Rizky mencoba menjual hasil panennya secara langsung ke konsumen dengan cara door to door hingga akhirnya bertemu dengan seorang pedagang sayur organik di Pasar Horas, Pematang Siantar. Dari sinilah Rizky mulai mendapatkan pasar tetap untuk produknya.

    Seiring berjalannya waktu, Rizky semakin memahami strategi pemasaran. Ia akhirnya membuka toko sendiri yang khusus menjual sayuran hidroponik seperti sawi, pakcoy, dan kangkung. Keputusan ini terbukti tepat karena omzetnya meningkat berkali lipat setelah toko tersebut beroperasi.

    Misi Besar untuk Pertanian

    Selain mengembangkan bisnisnya, Rizky juga memiliki misi besar untuk memajukan pertanian hidroponik di Kabupaten Simalungun. Ia ingin memberikan edukasi kepada generasi muda bahwa pertanian bisa menjadi sektor yang menjanjikan jika dikelola dengan baik.

    Keberhasilannya menarik banyak perhatian, namun Rizky masih berharap ada dukungan lebih dari pemerintah setempat. Baginya, kolaborasi antara petani muda dan pemerintah dapat mempercepat perkembangan sektor pertanian modern di daerahnya.

    Dengan semangat dan kerja keras, Rizky Maulana Damanik membuktikan bahwa #Produktifdinegerisendiri bisa dilakukan selama kita mampu memberikan inovasi dan memiliki sikap pantang menyerah, pertanian dapat menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi generasi muda. 

  • #Produktifdinegerisendiri: Kelola Serai Wangi, Erdi Pratama Buktikan Sukses di Negeri Sendiri

    #Produktifdinegerisendiri: Kelola Serai Wangi, Erdi Pratama Buktikan Sukses di Negeri Sendiri

    Jakarta, Beritasatu.com – Banyak individu yang telah membuktikan bahwa #Produktifdinegerisendiri bisa berbuah kesuksesan tanpa harus meninggalkan kampung halaman. Dengan kreativitas, ketekunan, dan strategi yang tepat, kita mampu menciptakan peluang dan mencapai kemandirian finansial di daerah asal tanpa harus pergi ke luar negeri.

    Berwirausaha, mengembangkan bisnis berbasis kearifan lokal, atau memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau pasar yang lebih luas adalah beberapa strategi yang telah membawa banyak anak muda menuju kesuksesan.

    Misalnya saja sosok petani serai wangi Erdi Pratama. Pria berusia 30 tahun tersebut sangat sukses dengan usahanya. Lantas, bagaimana kisahnya?

    Kisah Sukses Erdi Pratama

    Erdi Pratama berperan sebagai mentor islamic sociopreneur development program (ISDP) 2022 dan CEO MP Natural. Ketertarikannya pada bisnis minyak atsiri bermula dari dorongan mentornya yang meyakini bahwa siapa pun yang mengelola bahan baku ciptaan Allah dapat memiliki bisnis besar.

    Lulusan ekonomi bisnis IPB University tahun 2017 ini menyadari bahwa minyak atsiri merupakan bahan baku utama dalam industri wewangian. Setahun setelah menyelesaikan studinya, ia mendirikan MP Natural pada 2018, sebuah perusahaan konsultasi yang berfokus pada proyek pertanian dan kehutanan.

    Pada tahun yang sama, Erdi menerima penghargaan dari Singapore International Foundation dan mendapatkan hibah senilai S$ 20.000 untuk memperluas dampak usahanya. Serai wangi menjadi pilihan utama Erdi karena proses pengolahannya yang relatif mudah dan memiliki prospek pasar yang menjanjikan, terutama untuk ekspor.

    Produk turunan minyak atsiri seperti kosmetik dan parfum semakin banyak diminati, menjadikan usaha ini memiliki potensi besar. Dengan visi membangun desa mandiri yang terintegrasi dari sektor hulu hingga hilir, ia mendirikan PT Musim Panen Harmonis pada Oktober 2017 sebagai perusahaan agribisnis yang berfokus pada tanaman aromatik dan ekstrak bahan baku alam.

    Ketertarikannya terhadap serai wangi tidak lepas dari penelitian skripsinya yang membahas tanaman bernama ilmiah Cymbopogon nardus.

    Selain itu, ia melihat bahwa serai wangi adalah komoditas yang cocok bagi pebisnis agribisnis pemula seperti dirinya. Tanaman ini mudah ditanam, memiliki pasar yang luas, dan minyak atsiri yang dihasilkannya (Citronella) sedang banyak dibutuhkan oleh industri, sehingga harga jualnya terus meningkat.

    Dalam satu hektare lahan, tanaman serai wangi yang ditanam selama tiga bulan dapat menghasilkan hingga 70 kilogram minyak atsiri setelah melalui proses penyulingan. Sejak memulai usaha pada Juni 2018, Erdi telah berhasil memanen dua hektare dari total 20 hektare lahan yang dikelolanya. Ia menargetkan seluruh lahan tersebut akan tertanami pada Januari 2019.

    Lahan yang digunakan Erdi berlokasi di Desa Karacak, Leuwiliang, Bogor. Lahan tersebut sebelumnya tidak terkelola selama 20 tahun dan hanya ditanami buah-buahan yang sering dipanen secara tidak teratur oleh masyarakat setempat.

    Untuk mengatasi keterbatasan modal, Erdi menjalin kerja sama dengan pemilik lahan, yang kemudian bertindak sebagai komisaris perusahaan. Keluarga pemilik lahan juga membantu menyediakan infrastruktur seperti tempat penyulingan serta biaya operasional karyawan.

    Dalam menjalankan bisnisnya, Erdi dibantu oleh seorang rekan yang bertugas melatih petani, melakukan kontrol, penyulingan, dan survei lahan untuk ekspansi. Selain itu, dua orang petani juga direkrut dan dilatih agar dapat mengelola lahan secara mandiri.

    Menariknya, Erdi tidak berasal dari keluarga petani. Orang tuanya adalah pengusaha di bidang tour and travel, kontraktor alat kesehatan, dan properti. Ketertarikannya pada pertanian justru muncul sejak kecil karena sering bermain game Harvest Moon. Sejak saat itu, ia bertekad untuk mendalami bidang pertanian dan memilih IPB sebagai tempatnya menimba ilmu.

    Keputusan Erdi untuk terjun ke dunia pertanian mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Setelah sukses mengelola lahan di Bogor, pria kelahiran 9 Maret 1995 ini berencana memperluas bisnisnya ke Sukabumi dan Kalimantan.

    Ia juga tengah mencari mitra yang memiliki lahan seluas 15-20 hektare atau petani di desa lain yang tertarik untuk menanam dan menyuling serai wangi guna memperluas jaringan produksinya.

    Kisah Erdi Pratama menjadi bukti nyata bahwa #Produktifdinegerisendiri dapat berbuah kesuksesan tanpa harus diraih di perantauan. Dengan kreativitas, ketekunan, dan strategi yang tepat, kita dapat menciptakan peluang di daerah sendiri. Bisnis minyak atsiri berbasis serai wangi yang dikembangkannya tidak hanya membawanya menuju kemandirian finansial, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

  • #Produktifdinegerisendiri: Kisah Sukses Yusep Jalaludin Membangun City Farm di Perkotaan

    #Produktifdinegerisendiri: Kisah Sukses Yusep Jalaludin Membangun City Farm di Perkotaan

    Jakarta, Beritasatu.com – #Produktifdinegerisendiri banyak dibuktikan oleh anak muda, bahwa berwirausaha di daerah sendiri mampu menghasilkan keuntungan besar dan memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.

    Belakangan memang ramai tagar #KaburAjaDulu yang dianggap menjadi solusi untuk kehidupan lebih baik dengan bekerja di luar negeri. Namun, tanpa keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di negara tujuan, impian tersebut bisa berakhir dengan kesulitan.

    Kisah inspiratif dari dari salah satu lulusan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Yusep Jalaludin, bisa menjadi motivasi bagi siapa saja yang ingin meraih kesuksesan tanpa harus meninggalkan kampung halaman.

    Dengan kreativitas, ketekunan, dan strategi yang tepat, Yusep membuktikan bahwa kesuksesan tidak selalu harus diraih di luar negeri. Dilansir dari laman resmi alumni IPB pedia, berikut kisah lengkapnya!

    Berawal dari sindiran dari seorang pemain besar di industri ritel sayuran, Yusep Jalaludin tidak menyerah. Justru, hal itu menjadi pemicu semangatnya untuk bangkit dan membuktikan bahwa alumni IPB University mampu bersaing di bidang agribisnis.

    “Ada pernyataan bahwa tidak banyak lulusan IPB University yang terjun ke bisnis ritel sayuran sehat,” kata Yusep, dikutip dari laman alumni IPB pedia, Jumat (21/2/2025).

    Sebagai lulusan departemen ilmu tanah dan sumber daya lahan, fakultas pertanian IPB University tahun 2017, Yusep membuktikan sebaliknya. Ia sukses membangun bisnis budi daya sayuran sehat berbasis hidroponik di tengah perkotaan.

    “Sebagai bagian dari almamater, saya merasa tertantang. Oleh karena itu, sejak Maret 2017, saat masih menyelesaikan studi di IPB University, saya mengajak sesama alumni, Adhe Putra, serta dua rekan lainnya untuk terjun dalam agribisnis hidroponik ini,” tuturnya.

    Dengan ketekunan dan kerja keras, Yusep mendirikan City Farm, sebuah usaha pertanian hidroponik yang memanfaatkan lahan terbatas di perkotaan. Meskipun tergolong baru, bisnisnya berkembang pesat dan menghasilkan omzet puluhan juta rupiah per bulan.

    Berbasis di Bukit Cimanggu City, Kota Bogor, City Farm kini memasarkan berbagai sayuran hidroponik yang sehat dan bergizi, terutama aneka jenis selada. Selain itu, Yusep juga menyediakan mini instalasi hidroponik rumahan, pelatihan hidroponik, bahan dan media tanam hidroponik, serta produk olahan seperti salad dan jus sayuran.

    Keberhasilan City Farm tidak terlepas dari strategi pemasaran yang dilakukan. Produk-produknya telah merambah ritel supermarket, kafe, serta toko sayuran di Bogor. Yusep juga membuka peluang bagi konsumen yang ingin datang langsung untuk panen sayuran di City Farm.

    Sebagai pribadi yang gigih dan penuh semangat, Yusep memiliki visi besar untuk usahanya. Ia bercita-cita menjadikan City Farm sebagai pusat produksi yang optimal, mengembangkan sistem kemitraan dengan petani plasma, hingga membangun jaringan supermarket ritel modern.

    Sejak masa kuliah, Yusep sudah menunjukkan kemandiriannya dalam berwirausaha. “Saat masih mahasiswa, saya mencari penghasilan sendiri, salah satunya dengan berjualan buah kepada dosen dan komunitas IPB,” ungkapnya.

    Sebagai lulusan terbaik fakultas pertanian IPB University tahun 2017, Yusep mengakui bahwa ilmu dan pengalaman semasa kuliah sangat berperan dalam membentuk jiwa wirausahanya. Ia menghadapi berbagai tantangan akademik serta belajar mengembangkan kepemimpinan melalui organisasi mahasiswa.

    “Ilmu yang paling berdampak bagi saya adalah mengenai unsur hara tanah dan budi daya tanaman. Selain itu, jaringan dengan para alumni IPB University yang telah sukses juga sangat membantu. Salah satunya saya peroleh saat beraktivitas di Sabisa Farm IPB,” jelasnya.

    Aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, Yusep menyadari bahwa masa kuliah adalah kesempatan untuk membentuk pola pikir dan kapasitas diri. “Yang paling utama adalah bagaimana pola pikir dan mental saya terlatih selama di IPB University,” pungkasnya.

    Kisah Yusep Jalaludin tersebut membuktikan bahwa #Produktifdinegerisendiri terbukti membuatnya sukses dan menghasilkan omzet puluhan juta.

    Kisah Yusep Jalaludin adalah bukti bahwa #Produktifdinegerisendiri bisa membuahkan kesuksesan dan tidak selalu harus diraih dengan meninggalkan tanah kelahiran. Dengan kreativitas, ketekunan, dan strategi yang tepat, siapa pun bisa membangun usaha yang sukses dan berdampak positif bagi masyarakat sekitar.

  • Mahasiswa hingga ibu-ibu ikut ramaikan aksi unjuk rasa di Patung Kuda

    Mahasiswa hingga ibu-ibu ikut ramaikan aksi unjuk rasa di Patung Kuda

    Jakarta (ANTARA) – Kelompok mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, relawan, masyarakat sipil hingga kaum ibu-ibu tampak ikut meramaikan aksi unjuk rasa bertajuk Indonesia Gelap di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis sore.

    Sejak pukul 15.00 WIB, rombongan mahasiswa terus menerus datang memenuhi kawasan Patung Kuda. Massa aksi berasal dari berbagai kalangan, yang didominasi oleh mahasiswa dari berbagai daerah di antaranya UNJ, UI, IPB, Universitas Bung Hatta, STEI SEBI dan Politeknik Negeri Media Kreatif dan Pers Mahasiswa.

    Peserta aksi beramai-ramai mengangkat spanduk berbunyi ” Tolak Efisiensi Anggaran Pendidikan, #IndonesiaGelap”, “Negara Hemat Rakyat Tamat” dan bendera-bendera dengan logo himpunan dan kampus masing-masing.

    Tidak hanya mahasiswa, kelompok relawan yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Penggugat yang didirikan oleh perempuan paruh baya juga turut hadir dalam aksi ini.

    Ada pula organisasi simpatisan Anies Baswedan, HumAnies Project yang berbasis di X, hadir membawa kurang lebih 100 dus air mineral dan 300 porsi makanan. Bantuan konsumsi ini datang dari hasil donasi dari warganet di sosial media dan diletakkan di sudut jalanan untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

    Tak hanya bantuan logistik, HumAnies juga membahu menyediakan fasilitas seperti tenaga medis, ambulans dan bantuan biaya pengobatan apabila terjadi gesekan fisik.

    Selain itu, ada pula masyarakat yang tidak tergabung dalam aliansi dan organisasi turut serta dalam kegiatan aksi unjuk rasa tersebut. Beberapa relawan ibu-ibu bahkan datang membawa serta konsumsi gratis untuk dibagikan kepada peserta aksi.

    Mahasiswa dari berbagai kampus melakukan aksi unjuk rasa Indonesia Gelap di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025) sore. ANTARA/Yamsyina Hawnan

    Salah satu orator yang tengah berorasi menyampaikan bahwa aksi kali ini melibatkan sekitar 1.500 mahasiswa dari berbagai kampus dan wilayah.

    Aksi ini kembali dilaksanakan karena ketidakpuasan masyarakat dari hasil aksi pada Senin (17/2) karena tidak ada perwakilan dari pemerintah yang turun menemui mahasiswa.

    Para mahasiswa merasa suara mereka tidak terdengar sehingga mencetuskan aksi lanjutan.

    “Apabila tuntutan-tuntutan kami tidak didengar, apabila pemerintah tidak berani menemui kami, maka kami tidak akan bergeser sampai menang!” ujar salah satu orator.

    Mahasiswa kembali menyuarakan kritik dan tuntutan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Mereka meminta agar kebijakan efisiensi anggaran dikaji ulang bahkan dihentikan sama sekali.

    Hingga Kamis petang, masyarakat dan mahasiswa masih menunggu adanya respon dari pemerintah sambil berulang kali menyampaikan orasi.

    “Kita lihat petani, nelayan, masyarakat, dosen dan mahasiswa, yang terdampak kebijakan ambisius yang mengorbankan program-program lain demi efisiensi. Kita tidak akan mundur, sampai kita menang!!” teriak salah seorang orator dari mobil komando.

    Para peserta aksi juga telah mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan tindakan pemukulan mundur secara paksa. Mereka menegaskan akan tetap melanjutkan orasi hingga tuntutan mereka didengar oleh pemerintah.

    Pewarta: Ade irma Junida/Yamsyina Hawnan
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • PTS vis a vis PTN-BH

    PTS vis a vis PTN-BH

    loading…

    Muhammad Irfanudin Kuniawan – Dosen Universitas Darunnajah. Foto/Dok pribadi

    Muhammad Irfanudin kurniawan
    Dosen Universitas Darunnajah (UDN)

    Pagi itu, suasana Focus Group Discussion (FGD) pendirian Pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam (MPI) di Universitas Darunnajah (UDN) terasa berbeda. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar diskusi akademik; ada sebuah refleksi mendalam tentang hakikat otonomi dan inovasi dalam dunia pendidikan tinggi. Kehadiran Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A., Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama, membawa perspektif yang cukup menggugah.

    Satu hal yang menarik adalah gelar yang tersemat di namanya “Dr. Phil.” Alih-alih gelar Ph.D. atau Dr yang lebih umum, nomenklatur ini mencerminkan tradisi akademik Jerman yang menekankan pada kedalaman filosofis. Dalam beberapa literatur disebutkan “Philosophy is the study of fundamental questions about existence, knowledge, and value.”, Ini bisa didefinisikan, sebagai studi tentang pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai eksistensi, ilmu, dan nilai. Artinya ini bukan sekadar gelar, tetapi sebuah panggilan untuk memahami esensi dari setiap kebijakan dan keputusan yang diambil, termasuk dalam regulasi perguruan tinggi.

    Kebijakan bukan hanya soal aturan, tetapi juga tentang arah masa depan. Ketika Pimpinan Darunnajah, KH. Hadiyanto Arief, mengutarakan visi besar pendirian Program Studi Manajemen Pesantren. Banyak pihak yang menyampaikan bahwa sampai saat ini, nomenklatur untuk prodi tersebut belum tersedia, ini membuat tim terhenti di batas regulasi. Sebuah ganjalan bagi dunia akademik yang seharusnya menjadi pusat inovasi. Nah, di sinilah pentingnya sebuah refleksi filosofis: apakah pendidikan tinggi sekadar pengelolaan administratif, ataukah ia adalah laboratorium kehidupan bagi gagasan-gagasan yang melampaui batas?

    Prof. Sahiron kemudian mengungkapkan bahwa pemerintah sedang merancang Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang program studi kreatif, yang bertujuan memberikan ruang bagi kampus-kampus untuk membuka program yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan zaman. Sekilas, ini terdengar seperti kabar baik. Namun, pertanyaannya tetap sama: mengapa harus ada batasan nomenklatur yang menghambat kelahiran ide-ide segar? Jika inovasi selalu harus menunggu regulasi, apakah kita benar-benar telah memberikan ruang bagi kemajuan?

    Diskusi semakin menarik ketika mencuat perbandingan dengan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) seperti UGM dan IPB. Status ini memungkinkan mereka memiliki otonomi yang lebih luas dalam pengelolaan akademik, keuangan, dan organisasi. Secara teori, PTN-BH diharapkan mampu mengurangi beban negara dengan pengelolaan yang lebih mandiri. Namun, di sisi lain, peserta diskusi mengangkat satu pertanyaan mendasar: bukankah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sudah sejak awal mandiri? Jika PTN-BH diberikan keleluasaan untuk berinovasi karena alasan kemandirian, mengapa PTS yang sejak awal tidak bergantung pada anggaran negara justru masih terbelenggu oleh regulasi yang ketat?

    Prof. Sahiron mengakui kebenaran logika ini. Namun, ia juga menekankan bahwa pemerintah, melalui kementerian, tetap memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan dan pengendalian guna memastikan mutu perguruan tinggi tetap terjaga. Ini adalah argumen yang masuk akal, tetapi kembali lagi, bukankah terlalu banyak pengendalian bisa menjadi hambatan bagi inovasi? Haruskah PTS selalu berada dalam bayang-bayang regulasi yang dirancang dengan standar PTN?

    Pada akhirnya, PTS harus berani melepaskan diri dari jeratan administratif yang kaku dan mulai menempuh jalan inovasi. Bukan sekadar menunggu regulasi berubah, tetapi mendobrak kebuntuan dengan kreativitas dan keberanian. Sebagai institusi yang tidak membebani negara, PTS seharusnya memiliki hak yang lebih besar untuk bereksperimen, menciptakan ekosistem pendidikan yang adaptif, dan menjadi laboratorium bagi model pembelajaran yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Jika PTN-BH diberi ruang untuk bertumbuh dengan otonomi, maka PTS harus berani melampaui batas, bukan sebagai pesaing, tetapi sebagai pionir dalam lanskap pendidikan tinggi yang terus berkembang.

    (wur)

  • Tren KaburAjaDulu, Gus Ipul: Lihat Sisi Positifnya, Mereka ke Luar Negeri Cari Pengalaman – Halaman all

    Tren KaburAjaDulu, Gus Ipul: Lihat Sisi Positifnya, Mereka ke Luar Negeri Cari Pengalaman – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengajak masyarakat menanggapi positif tren anak muda Indonesia pergi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan karena sulitnya mereka mencari pekerjaan di negeri sendiri. 

    Hal itu memunculkan tagar #KaburAjaDulu menggema di berbagai platform media sosial. Gus Ipul mengatakan, sudah banyak warga negara Indonesia mencari nafkah di luar negeri. 

    “Mari kita berpikir positif saja. Yang dimaksud dengan “kabur aja dulu” itu apa? Banyak warga kita yang ke Jepang, misalnya, karena di sana ada peluang kerja,” ujar Gus Ipul di Kantor Kemensos, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

    Dia juga berpendapat, mobilitas orang begitu tinggi dan akses antarnegara sudah begitu mudah. Karenanya, tren #KaburAjaDulu hanya istilah biasa. 

    “Sekarang ini, mobilitas sangat tinggi. Akses sudah terbuka. Jadi, kita lihat sisi positifnya. ‘Kabur aja dulu’ itu hanya istilah saja,” kata Gus Ipul. 

    Warga negara Indonesia yang pindah ke luar negeri, menurut Gus Ipul, dapat memberikan manfaat untuk negara. 

    Gus Ipul mengajak masyarakat melihat tren #KaburAjaDulu ini secara positif.

    “Banyak orang keluar negeri untuk bekerja, lalu pulang dengan membawa pengalaman dan ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan bangsa,” tutur Gus Ipul. 

    “Jadi, mari kita berpikir positif. Mereka ke luar negeri dalam rangka belajar, mencari pengalaman, lalu kembali dan berkontribusi bagi bangsa,” pungkasnya. 

    Kampanye Protes dn Perlawanan Anak Muda ke Pemerintah

    Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai kampanye tanda pagar #KaburAjaDulu di media sosial merupakan bentuk protes sekaligus perlawanan anak muda karena minimnya lapangan kerja di Indonesia.

    “Kabur Aja Dulu itu adalah perlawanan oleh kaum muda, oleh anak-anak muda yang sudah sekolahnya mahal, capek-capek belajar. Tiba-tiba begitu memasuki dunia kerja setelah lulus, lapangan pekerjaan tidak tersedia,” kata Said Iqbal kepada awak media di Jakarta, Senin (17/2/2025).

    Said Iqbal menilai, informasi bursa tenaga kerja yang lemah. Ia lalu mempertanyakan peran dari Kementerian Ketenagakerjaan.

    “Kemenaker kemana saja? Maka mereka (anak muda) mencari pekerjaan ke luar negeri, beberapa negara memang kekurangan tenaga kerja,” terangnya.

    “Malaysia saja, untuk industri tertentu, kekurangan tenaga kerja. Singapura juga sudah mulai kekurangan tenaga kerja. Jepang sudah mulai membuka (lapangan pekerjaan). Korea Selatan sudah membuka. Eropa dan bahkan di Amerika, sepanjang mereka legal, kesempatan kerja lebih tinggi,” jelasnya.

    Bekerja di luar negeri, tentu karena mengejar upah yang lebih tinggi.

    “Upah kita terlalu murah buat kawan-kawan yang kerja lulusan sarjana. Orang lulus S1, UI, ITB, IPB, UGM, upahnya minimum. Kan kurang ajar. Sekolahnya sudah capek. Apalagi yang swasta,” terangnya.

    Atas fenomena #KaburAjaDulu, ditegaskannya bahwa ini merupakan sebuah perlawanan.

    “Perlawanan secara diam-diam oleh netizen dan anak muda terhadap negara yang tidak berpihak kepada mereka dalam penyediaan lapangan kerja,” jelasnya.

    Menteri Tenaga Kerja Tak Pedulikan Tren #KaburAjaDulu

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebeneze (Noel) enggan merespons soal tagar #KaburAjaDulu di media sosial yang mendorong warga negara Indonesia (WNI) untuk bekerja di luar negeri.

    Noel bilang Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan tidak memperdulikan tagar atau seruan itu.

    Dia mempersilahkan kepada WNI yang ingin berkarir di luar negeri untuk tidak perlu kembali ke Indonesia.

    “Mau kabur, kabur saja lah. Kalau perlu jangan balik lagi, hihihi,” kata Noel di Kantor Kemendes PDT, Jakarta, Senin (17/2/2025), seraya tertawa.

     

  • Ajak Mahasiswa Peduli Lingkungan, BLDF Gelar Literasi Digital

    Ajak Mahasiswa Peduli Lingkungan, BLDF Gelar Literasi Digital

    JABAR EKSPRES – Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) menggelar Kampus Literasi Digital bersama civitas akademik Institut Pertanian Bogor (IPB).

    Kegiatan tersebut melibatkan 600 mahasiswa IPB atau dikenal dengan Kampus Biodiversitas dan memiliki komitmen untuk menjaga lingkungan lewat beragam aksi inovatif.

    Direktur Komunikasi BLDF Mutiara Diah Asmara mengharapkan, generasi muda dapat mewujudkan bumi yang lestari di masa mendatang.

    Menurutnya, BLDF sebagai wadah gerakan bagi para mahasiswa untuk melakukan kepedulian serta aksi yang berkelanjutan.

    BACA JUGA: Industri Perhotelan dan Restoran di Kota Bogor Terancam Loyo hingga PHK Massal?

    “Maka itu, sejak 2018, BLDF menginisiasi gerakan berbasis digital Siap Sadar Lingkungan (Siap Darling) sebagai wadah bagi mahasiswa untuk melakukan kepedulian serta aksi lingkungan yang berkelanjutan,” jelas Mutiara di IPB, Drama, Kabupaten Bogor, pada Selasa (18/2).

    “Kami memperluas inisiatif ini dengan mendorong generasi muda dapat terlibat langsung dalam aksi-aksi peduli dan menerapkan pola hidup yang ramah lingkungan,” lanjutnya.

    Ia juga berharap, pihak IPB dapat membuat konten positif tentang lingkungan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

    BACA JUGA: Geger! Pengunjung Turun dari Mobil saat Safari Journey, TSI Bogor Ambil Tindakan Ini!

    Mutiara menambahkan, langkah ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa IPB, yang sebelumnya telah memiliki pemahaman mendalam tentang isu lingkungan untuk tetap relevan dengan situasi terkini.

    Pada akhirnya, mereka dapat mengomunikasikan tantangan terkait lingkungan dengan baik ke publik dan mendorong penerapan gaya hidup berkelanjutan.

    Senada dengan Mutiara, Wakil Rektor bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Deni Noviana menjelaskan, penyebaran isu tentang kepedulian lingkungan semakin mudah karena adanya acara Kampus Literasi Digital.

    BACA JUGA: Pemkot Bogor Efisiensi Anggaran hingga Rp50 M, BKAD Bilang Begini!

    Menurut Deni, penyebaran lewat media sosial dapat menjangkau dan memberikan dampak tanpa adanya batasan.

    “Media sosial bisa menjangkau dan berdampak secara internasional, tidak ada batasnya, termasuk membahas isu lingkungan,” jelasnya.

    Selain itu, musisi sekaligus pegiat lingkungan hidup Gede Robi Supriyanto atau dikenal Robi Navicula turut hadir dan berkesempatan menjadi pembicara pada acara tersebut.