Institusi: IPB

  • Viral Tutorial di TikTok Bikin Candied Salmon di Rumah, Memangnya Aman?

    Viral Tutorial di TikTok Bikin Candied Salmon di Rumah, Memangnya Aman?

    Jakarta

    Beberapa waktu ini viral di media sosial TikTok warganet mencoba membuat salmon candy atau candied salmon. Ini adalah potongan salmon yang diolah dengan cara proses curing, pengasapan, dan glaze manis dengan sirup maple manis hingga terlihat seperti permen.

    Makanan ini terlihat pink gelap, memiliki rasa manis, dengan tekstur sedikit chewy. Karena tampilannya yang enak, banyak warganet yang mencoba membuatnya sendiri di rumah.

    Tak sedikit, orang yang berkomentar makanan ini sebenarnya tidak boleh dibuat sembarangan karena dibuat dengan salmon mentah yang harus melalui proses pengolahan berhari-hari. Bahkan ada beberapa influencer yang memasaknya tanpa proses pengasapan.

    “Jangan diikutin guys, salmon candy yang dibuat sm org luar dinegeri itu ikannya di asepin, bukan cuma dimarinasi dikulkas, mana sampe seharian di kulkas,” kata salah satu netizen di sebuah unggahan di TikTok.

    “Yang mau fomo2an, ingat, parasit cacing pita bisa beranak pinak sangat cepat di badan manusia, bahkan bisa naik ke organ macam otak. Jadi kalau memang gak punya budget bikin yg bener, beli aja,” timpal netizen lain.

    Pakar mikrobiologi IPB University Prof Dr Ir Antonius Suwanto mengungkapkan proses pembuatan candied salmon sebenarnya aman saja dilakukan. Namun, ketika dibuat secara sembarangan di rumah, maka risiko paparan patogen akan semakin besar.

    Jika ini terjadi, maka akan ada risiko infeksi jika akhirnya dikonsumsi.

    “Daging ikan itu sendiri mudah mengalami pembusukan. Selain bisa juga terkontaminasi oleh bakteri patogen, kalau penanganannya tidak betul,” ucap Prof Anton ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (10/12/2025).

    Pada proses curing, sebenarnya garam ikut membantu memproteksi makanan yang diawetkan. Namun, karena salmon diolah dalam kondisi mentah dan suhu kulkas rumahan belum tentu memadai, maka kondisi dari ikannya sendiri menjadi tidak terjamin.

    Ini juga belum ditambah risiko dari konsumsi garam dan gula yang berlebihan mengingat pembuatan candied salmon memerlukan garam dan gula yang banyak.

    Apabila candied salmon yang terpapar patogen dikonsumsi, maka akan timbul masalah pencernaan. Dalam jumlah paparan yang besar, bahkan bisa berakibat fatal untuk tubuh.

    “Misalnya kalau sudah sampai ada patogennya. Kalau ringan mungkin dia diare sakit perut, bisa sampai kemudian juga bisa fatal kalau kemudian itu bakterinya bakteri yang menghasilkan toksin dan sebagainya,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Sejumlah Penyakit Hantui Korban Bencana di Sumatera”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/kna)

  • Sosiolog IPB Sebut Ada Potensi ‘Bahaya Sosial’ Usai Banjir Sumatra

    Sosiolog IPB Sebut Ada Potensi ‘Bahaya Sosial’ Usai Banjir Sumatra

    Liputan6.com, Bogor – Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh dapat merusak sistem sosial hingga tekanan psikososial. Hal itu diungkap Pakar Sosiologi Pedesaan IPB University, Dr Ivanovich Agusta.

    “Bencana bukan hanya merusak fisik rumah, tetapi juga merusak sistem sosial yang menjaga kerekatan dan identitas desa,” ujar Pakar Sosiologi Pedesaan IPB University, Dr Ivanovich Agusta menyoroti bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra, Selasa (9/12/2025).

    Menurutnya, dampak sosial pascabencana ini yang kerap luput dari perhatian publik.

    Pascabencana, masyarakat desa mengalami disrupsi mendadak dalam struktur sosial dan relasi antarwarga. Salah satu dampak nyata adalah dislokasi sosial, yakni hilangnya ruang-ruang komunal seperti balai desa, musala, pasar, hingga jalan yang selama ini menjadi pusat interaksi masyarakat.

    “Ketika ruang-ruang itu hilang, ritme kehidupan desa terputus. Interaksi melemah, komunikasi terganggu, dan solidaritas sosial ikut teruji,” jelasnya.

    Tak hanya itu, bencana alam juga memicu tekanan psikososial berupa rasa takut, trauma, dan ketidakpastian masa depan. Kondisi ini berdampak pada menurunnya semangat kerja dan partisipasi warga dalam kehidupan sosial.

    Selain itu, pranata sosial desa ikut terganggu. Jadwal tanam petani, kegiatan kelompok tani, arisan, posyandu, hingga aktivitas keagamaan terhenti sementara akibat kerusakan wilayah dan keterbatasan akses.

    “Terhentinya pranata sosial ini sangat melemahkan integrasi masyarakat desa. Padahal, di situlah kekuatan sosial warga selama ini berada,” ungkapnya.

    Menurut Ivanovich, anak-anak, perempuan, lansia, dan petani menjadi kelompok yang paling rentan terdampak. Anak-anak rentan kehilangan rasa aman sekaligus akses terhadap pendidikan. Perempuan kerap memikul beban ganda, mulai dari mengurus kebutuhan keluarga hingga memastikan keselamatan anak dan lansia dalam kondisi sumber daya yang sangat terbatas.

    Sementara lansia menghadapi keterbatasan mobilitas, penyakit bawaan, serta ketergantungan pada keluarga.

    “Petani menanggung dampak terberat dalam jangka panjang akibat lahan rusak, irigasi hancur, ternak hilang, serta berhentinya siklus produksi. Kerentanan petani ini bersifat ekologis sekaligus sosial-ekonomi,” tutur dia.

    Di wilayah terdampak bencana, lanjut Ivanovich, potensi munculnya konflik sosial dan kecemburuan dalam distribusi bantuan. Kondisi ini dipicu oleh ketidakjelasan data korban, minimnya transparansi penyaluran bantuan, serta bantuan yang belum merata dan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

    “Dalam situasi bencana, kelelahan psikologis membuat masyarakat lebih sensitif. Ketimpangan kecil saja bisa memicu kecemburuan sosial,” jelasnya.

    Ia juga menyoroti bahwa keterlibatan pemimpin lokal terkadang dipersepsikan negatif apabila dianggap memprioritaskan kelompok atau kerabat tertentu.

     

  • Batas Konsumsi Telur yang Aman dalam Sehari, Jangan Berlebihan

    Batas Konsumsi Telur yang Aman dalam Sehari, Jangan Berlebihan

    Jakarta

    Telur merupakan makanan populer bergizi tinggi yang kaya akan vitamin, mineral, antioksidan, protein, dan lemak. Namun, ada batasan konsumsi telur yang perlu diketahui.

    Beberapa penelitian mengaitkan konsumsi telur dan penyakit kolesterol dan jantung. Jadi, risiko yang terkait dengan mengonsumsi terlalu banyak telur berbeda-beda di antara individu.

    Batas Aman Konsumsi Telur Per Hari

    Batasan konsumsi telur berbeda antara orang yang sehat dan mengidap penyakit tertentu.

    1. Orang Dewasa Sehat

    Dikutip dari laman Healthline, bagi orang dewasa sehat denga kadar kolesterol normal dan tanpa faktor risiko penyakit jantung yang signifikan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-2 butir telur per hari aman untuk dikonsumsi. Bahkan telur bisa menyehatkan dan bermanfaat bagi kesehatan jantung.

    Sebuah studi menunjukkan bahwa konsumsi 2-3 telur per hari memberi peningkatan yang lebih besar pada fungsi HDL, sekaligus menaikkan kadar karotenid dalam plasma. Secara keseluruhan, konsumsi 3 butir telur per hari dapat menghasilkan profil partikel LDL yang kurang aterogenik, memperbaiki fungsi HDL, dan meningkatkan kadar antioksidan plasma pada orang dewasa muda yang sehat.

    Kendati demikian, para ahli mungkin enggan menyarankan konsumsi lebih dari 2 butir per hari dan banyak yang masih menyarankan untuk mengonsumsi 1 butir telur per hari.

    Pakar IPB University dari Fakultas Peternakan, Dr Zakiah Wulandari juga merekomendasikan untuk memakan satu butir telur per hari.

    “Untuk orang sehat, rekomendasi konsumsi telur beserta kuning telurnya adalah satu butir per hari. Rekomendasi ini tidak akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular,” katanya, mengutip laman IPB University.

    2. Pengidap Kolesterol Tinggi, Diabetes, Penyakit Kardiovaskular, hingga Tekanan Darah Tinggi

    Bagi orang dengan kadar kolesterol tinggi, kelebihan berat badan atau obesitas, dan penyaki kronis seperti diabetes atau riwayat penyakit jantung dalam keluarnya sebaiknya tidak mengonsumsi lebih dari 1 telur per hari atau 4-5 butir telur per minggu.

    Sebuah studi yang melibatkan hampir 200.000 veteran AS mengaitkan konsumsi hanya 1 butir telur per hari dengan sedikit peningkatan risiko serangan jantung. Efeknya paling kuat pada mereka yang mengidap diabetes atau kelebihan berat badan.

    Sementara, Dr Zakiah merekomendasikan untuk mengonsumsi maksimal dua butir telur per minggu orang yang mengidap diabetes, penyakit kardiovaskular, dan tekanan darah tinggi. Asupan telur bisa ditingkatkan dengan tanpa mengonsumsi kuning telur. Putih telur merupajan sumber protein, jadi sangat bermanfaat bagi tubuh.

    Terlepas dari asupan telur, risiko penyakit jantung meningkat seiring brtambahnya usia akibat perubahan seperti penumpukan lemak dan pengersan arteri. Jadi, penting untuk mempertimbangkan kondisi kesehatan secaa keseluruhan saat memutuskan berapa banyak telur yang aman dikonsumsi.

    Manfaat Telur untuk Kesehatan

    Telur merupakan sumber proteon rendah lemak yang baik yang mudah diolah. Ada banyak manfaat yang didapat dari telur, di antaranya:

    Kandungan antioksdannya membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dan penyakit kronis terkait, seperti penyakit jantung dan kanker.Dipercaya bisa meningkatkan beberapa biomarker penyakit jantung, termasuk biomarker inflamasi, seperti kadar inteleukin-6 dan protein C-reaktif dalam darah.Mengenyangkan dan bisa mendukung penurunan berat badan. Hal ini berkat kandungan protein lemaknya yang tinggi.

    (elk/suc)

  • Kayu Gelondongan Terbawa Arus Banjir Bandang Sumatera, Analisis Guru Besar IPB: Pembalakan Liar

    Kayu Gelondongan Terbawa Arus Banjir Bandang Sumatera, Analisis Guru Besar IPB: Pembalakan Liar

    Liputan6.com, Jakarta – Banjir bandang Sumatera yang membawa material kayu gelondongan menunjukkan indikasi pembalakan liar. Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof Bambang Hero Saharjo menuturkan, gelondongan kayu besar yang terbawa arus banjir tidak mengindikasikan karena lapuk dan roboh alami. Ada indikasi perbuatan tangan manusia. 

    Bambang mengaitkan temuan tersebut dengan kasus serupa yang pernah ditangani beberapa tahun lalu di kawasan lindung Sumatra Utara. Menurutnya, tumbangnya satu atau dua pohon dalam kondisi alami bukan merupakan ancaman bagi ekosistem.  

    “Pohon ini, ya, kalaupun tumbang, itu tidak banyak. Paling hanya satu, dua. Dan itu alami,” tutur Kepala Pusat Studi Bencana IPB ini pada Kamis (4/12/2025).  

    Bambang menerangkan, sistem perakaran pohon tua yang kuat membuat hutan tetap stabil. Ketika satu pohon tumbang, ruang kosong tersebut segera diisi oleh regenerasi spesies baru.

    Namun, masalah muncul ketika aktivitas pembalakan liar memasuki kawasan hutan. Gangguan pada vegetasi menghilangkan kerapatan tajuk dan membuka celah yang memicu perubahan drastis dalam aliran air serta kestabilan tanah. 

    “Pada kondisi seperti ini, ketika pembalakan liar masuk, maka celah antara tajuk semakin terbuka,” ungkapnya. 

    Dia menggambarkan, hutan yang masih sehat memiliki struktur tajuk yang rapat dan bertingkat, sehingga mampu memecah dan menahan laju air hujan. 

    “Walaupun ada air, dia tidak langsung ke permukaan. Tapi jatuh di tajuk, pecah, kemudian sebagian mengalir melalui batang atau stem flow,” jelasnya.

    Bambang menjelaskan, keberadaan tumbuhan bawah dan serasah berperan penting dalam menyerap air serta menjaga kestabilan ekosistem hutan. Lapisan vegetasi yang berjenjang, mulai dari tajuk atas hingga vegetasi bawah, merupakan sistem penyangga alami yang menjaga keseimbangan lingkungan.

    “Tuhan menciptakan ini tentu saja untuk kebaikan manusia dan lingkungannya,” ucapnya. 

  • Kemenhut dan Polri Bentuk Tim Investigasi Usut Asal-Usul Gelondongan Kayu Saat Banjir Bandang Sumatera

    Kemenhut dan Polri Bentuk Tim Investigasi Usut Asal-Usul Gelondongan Kayu Saat Banjir Bandang Sumatera

    Longsor yang terjadi di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut) memunculkan sorotan serius terkait kondisi lingkungan dan praktik pengelolaan hutan di wilayah tersebut.

    Setelah bencana, banyak kayu gelondongan besar dan kecil berserakan di lokasi, yang memunculkan pertanyaan apakah kayu tersebut merupakan hasil tebangan manusia atau tumbang alami akibat kejadian alam.

    Ahli Kebijakan Hutan dari IPB University Prof Dodik Ridho Nurochmat menjelaskan, kayu-kayu yang terlihat kemungkinan merupakan campuran dari kedua faktor tersebut.

    “Dari gambar terlihat potongan kayu berukuran kecil dan besar. Tapi tidak bisa dilihat secara detail apakah potongannya rapi atau akibat tumbang alami,” ujar Dodik, melansir laman resmi IPB www.ipb.ac.id, Kamis (4/12/2025).

    Penjelasan ini menunjukkan bahwa bencana longsor tidak hanya dipicu oleh faktor alam seperti curah hujan tinggi dan kondisi geologi yang rawan, tetapi juga diperparah oleh aktivitas manusia yang kurang memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

    Dia menyebut, kayu gelondongan yang berserakan bukan hanya menjadi tanda kerusakan hutan, tetapi juga mencerminkan bagaimana sisa aktivitas manusia, seperti penebangan pohon yang tidak selesai atau pembersihan lahan yang tidak tuntas, dapat meningkatkan risiko bencana alam ketika kondisi ekstrem terjadi.

  • Pakar IPB: Legalitas lahan syarat mutlak Peremajaan Sawit Rakyat

    Pakar IPB: Legalitas lahan syarat mutlak Peremajaan Sawit Rakyat

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Pusat Studi Sawit IPB University Budi Mulyanto menilai penyelesaian persoalan legalitas lahan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

    “Kepastian hukum merupakan fondasi yang tidak dapat ditawar untuk menjamin rasa keadilan, kemanfaatan, dan keberlanjutan bagi masyarakat, terutama bagi jutaan petani sawit yang menggantungkan hidup pada lahan mereka,” kata Budi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Lebih jauh, ia mendorong pemerintah untuk segera melakukan penataan batas kawasan hutan secara lengkap dan rinci sesuai prosedur yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta memastikan bahwa setiap proses penetapan kawasan hutan dilakukan dengan menghormati hak-hak masyarakat.

    Hal itu pun senada dengan tanggapannya mengenai implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menimbulkan keresahan di kalangan petani.

    Menurut Budi, masalah inti berada pada lemahnya proses penyusunan peta kawasan hutan dan tidak berjalan sesuai peraturan perundang-undangan terutama UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hak atas tanah.

    Dalam implementasi Perpres Nomor 5 Tahun 2025, banyak kebun sawit rakyat dilaporkan berada di dalam kawasan hutan oleh Satgas PKH.

    Budi menilai penetapan tersebut sangat meresahkan petani sawit, terutama bagi mereka yang telah menguasai atau memiliki hak atas tanah secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Ia menambahkan Undang-Undang Kehutanan secara jelas menyebutkan bahwa hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Dengan demikian, tanah yang telah dikuasai atau dimiliki masyarakat, baik melalui izin lokasi, kesesuaian tata ruang, maupun hak guna usaha (HGU), tidak dapat secara sepihak diperlakukan sebagai kawasan hutan.

    Selain itu, ia menyoroti sejumlah putusan MK terkait hak masyarakat atas tanah dan status kawasan hutan seharusnya menjadi bagian penting dari penyusunan peta kawasan hutan.

    Ia pun meminta pemerintah melakukan verifikasi menyeluruh terhadap peta kawasan hutan sebelum menggunakannya sebagai dasar penertiban, sekaligus memberikan kebijakan afirmatif yang melindungi petani sawit rakyat dari ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh peta yang bermasalah.

    “Legalitas lahan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan Program PSR,” katanya.

    Untuk diketahui, dari total 6,7 juta hektare lahan sawit petani, ada sekitar 2,4 juta hektar di antaranya yang wajib replanting karena usia tanaman yang lebih dari 15 tahun.

    Namun, Budi mengatakan program PSR yang dicanangkan pemerintah sejak 2016 tidak berjalan sesuai harapan. Rata-rata realisasi program PSR baru mencapai 50.000 hektare setiap tahunnya.

    Padahal, PSR memiliki target luas 180.000 hektar setiap tahunnya di 21 provinsi sentral penghasil kelapa sawit.

    “Secara total realisasi program replanting sawit ini baru mencapai 331.007 hektar sejak program ini diluncurkan,” ujar dia.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Banyuwangi Disorot Dunia: Ahli Geologi Kaji Keterkaitan Pulau Merah dan Ijen

    Banyuwangi Disorot Dunia: Ahli Geologi Kaji Keterkaitan Pulau Merah dan Ijen

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Sejumlah geologis dari Indonesia dan Australia mempelajari jejak mineral di Bayuwangi yang dikenal dengan kekayaan geologinya.

    Kedatangan para geologis disambut langsung oleh Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Minggu malam (30/11/2025).

    Kunjungan ke Banyuwangi tersebut merupakan bagian dari rangkaian annual conference Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) yang melakukan field trip ke kawasan Geopark Ijen, termasuk Pulau Merah.

    MGEI merupakan sebuah organisasi nirlaba di bawah Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) yang mewadahi para geologiwan dan ahli geologi ekonomi yang bekerja di industri pertambangan mineral dan batubara.

    Rombongan terdiri atas 10 peserta dan 3 trip leader, salah satunya ada geologis dari Australia, berada di Banyuwangi selama empat hari. Dalam kunjungan yang dilakukan, mereka akan mempelajari karakter geologi kawasan, termasuk jejak mineralisasi emas dan tembaga yang berada di kawasan Pulau Merah.

    Perwakilan MGEI, Arif Hermawan menjelaskan Banyuwangi dipilih karena memiliki potensi mineral yang kuat. Para geologis ingin mengkaji proses pembentukan mineralisasi dan keserupaannya dengan kondisi geologi di Gunung Ijen.

    “Kami mempelajari bagaimana sistemnya terbentuk agar bisa menjadi rujukan pencarian mineral di wilayah lain tidak hanya di Indonesia namun juga di luar Indonesia,” ujarnya.

    Wakil Ketua Jaringan Geopark Indonesia, Abdillah Baraas, menyebut Banyuwangi memiliki kekayaan geologi unik yang jarang dimiliki daerah lain. Ia menjelaskan bahwa Pulau Merah dan Ijen merupakan dua jejak geologi yang saling berkaitan. Dari Pulau Merah, para geolog dapat mempelajari proses terbentuknya emas dan tembaga tanpa harus masuk jauh ke struktur dalam Gunung Ijen.

    “Jika ingin melihat masa lalu Pulau Merah, lihatlah Ijen. Jika ingin melihat masa depan Ijen, lihatlah Pulau Merah. Karena batuan di Kawah Ijen memiliki karakter yang mirip dengan Pulau Merah berwarna kemerahan akibat oksidasi dan sebagainya,” ujarnya.

    Para geologis juga mengunjungi Pusat Informasi Geologi Gopak Ijen untuk mempelajari proses terbentuknya Banyuwangi sejak lebih dari 30 juta tahun lalu hingga kondisi geologi terkini, termasuk endapan muda yang kini menjadi permukiman. Mereka juga menelusuri kekayaan budaya dan keragaman hayati yang melengkapi potensi wilayah Banyuwangi.

    Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dr. Ir. Arzyana Sunkar, yang ikut dalam rombongan mengatakan, keterlibatan IPB ini berkaitan dengan pengembangan kebijakan geopark. Menurutnya, keberadaan Geopark Ijen telah memberikan manfaat luas bagibekosistem di sekitarnya.

    Menurut Arzyana, perkembangan Geopark Ijen dan pariwisata Banyuwangi dapat menjadi contoh tidak hanya nasional tapi juga dunia. Berbagai praktik baik yang ia temui, termasuk keterlibatan masyarakat dan pengelolaan potensi alam, bisa sebagai model yang layak diterapkan di daerah lainnya.

    Bahkan pihaknya berencana memperkenalkan Banyuwangi dalam forum International Conference on Responsible Tourism and Hospitality di Malaysia pada Juli tahun depan.

    “Kami mengundang Ibu Bupati dalam forum ini agar Banyuwangi semakin luas dan uang penting memperluas networking,” ujar dosen dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB ini.

    Exploration geologist dari Sulawesi Utara, Rendy menambahkan, peserta juga ingin melihat praktik lingkungan pertambangan yang dikelola BSI yang mereka nilai baik dan bisa menjadi contoh bagi industri tempat mereka bekerja.

    “Kami mendapat banyak pembelajaran, termasuk hubungan geologi Pulau Merah dan Ijen, hingga bagaimana menemukan mineralisasi yang baik disini. Selain itu, dari lingkungan yang diterapkan di BSI bisa jadi contoh di perusahaan kami ke depan,” kata Rendy dari perusahaan tambang emas PT Meares Soputan Mining (MSM) ini.

    Sementara itu, Bupati Ipuk menyampaikan apresiasinya bahwa Banyuwangi menjadi ruang belajar bagi banyak kalangan akademisi dan profesional.

    Pihaknya mengaku, kekayaan geologi di Banyuwangu memang harus dimanfaatkan untuk riset dan edukasi bagi pengembangan aindonesia ke depan.

    “Semoga pengalaman ini mendorong semakin banyak kolaborasi dan membawa manfaat bagi pengembangan Geopark Ijen,” pungkas Ipuk. [alr/aje]

  • Riset Ungkap Banjir di Indonesia Terjadi Lebih Sering dan Makin Parah

    Riset Ungkap Banjir di Indonesia Terjadi Lebih Sering dan Makin Parah

    Jakarta

    Banjir bandang yang terjadi di Sumatra pada November 2025 menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Kejadian ini menunjukkan tren bencana hidrometeorologi cenderung makin parah.

    Hal ini disampaikan Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU. Disebutkan Hatma, penataan dan pengendalian kawasan yang lemah turut berpengaruh mengakibatkan maraknya perambahan hutan dan alih fungsi lahan hutan menjadi kebun sawit, serta illegal logging di kawasan hulu sehingga menjadi penyebab berbagai bencana hidrometeorologi kerap muncul di wilayah tersebut.

    Hutan-hutan lindung di ekosistem Batang Toru yang semestinya menjadi area tangkapan air banyak dikonversi menjadi perkebunan, atau dibabat oleh para pembalak liar mengakibatkan saat hujan lebat, air yang melimpah tak bisa lagi tertahan secara alami di hulu dan langsung menghantam pemukiman di hilir.

    “Banjir bandang di November 2025 di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatera Barat mungkin tercatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah beberapa dekade terakhir. Kejadian ini menunjukkan tren bencana hidrometeorologi cenderung makin parah seiring akumulasi deforestasi dan perubahan iklim,” ujarnya seperti dikutip dari situs UGM, Senin (1/12/2025).

    Secara geografis, Pulau Sumatra beriklim tropis basah, dan hal ini akan selalu rentan terhadap hujan lebat. Sementara kerusakan lingkungan seperti pembukaan hutan di pegunungan dan penyempitan sungai menjadikan wilayah ini ibarat menyimpan bom waktu bencana. Tanpa pembenahan serius, setiap puncak musim hujan bisa mendatangkan petaka serupa di masa mendatang.

    “Alam memiliki kapasitas daya dukung dan daya tampung yang terbatas untuk menahan gempuran cuaca ekstrem, dan kapasitas itu sangat bergantung pada kelestarian lingkungannya. Ketika manusia merusak lingkungan melebihi ambang batas maka alam akan ‘membalas’ dengan bencana yang dahsyat. Oleh sebab itu, upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana ke depan harus menyeimbangkan antara pendekatan struktural (infrastruktur teknis) dan pendekatan ekologis,” paparnya.

    Banjir Lebih Parah

    Peringatan banjir akan terjadi lebih sering dan lebih parah sudah sering disuarakan ilmuwan dan para pemerhati lingkungan. Laporan sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal Ecology and Society pada Agustus 2020 mengungkapkan penyebab kenapa Indonesia dilanda bencana banjir lebih sering dan lebih parah.

    Riset ini menyebutkan bahwa perubahan tata guna lahan yang cepat di Indonesia telah berdampak pada siklus air lokal di negeri ini, salah satu dampaknya adalah berupa banjir. Riset multidisiplin ilmu yang dikerjakan tim peneliti gabungan dari University of Göttingen, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini menunjukkan bahwa perluasan perkebunan monokultur, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, menyebabkan banjir di Indonesia terjadi lebih sering dan lebih parah.

    Dalam laporannya, tim peneliti menjelaskan bahwa peningkatan frekuensi dan keparahan banjir terkait dengan proses ekohidrologi dan sosial yang saling memengaruhi, termasuk degradasi tanah di area pertanian monokultur, perluasan perkebunan kelapa sawit ke area lahan basah, dan pembangunan bendungan pelindung banjir.

    Dalam studi ini, para peneliti melakukan hampir 100 wawancara dengan petani kecil Indonesia, penduduk desa, dan para pengambil keputusan di Provinsi Jambi, Sumatra. Mereka kemudian membandingkan dan melengkapi analisis hasil-hasil ini dengan pengukuran ilmiah curah hujan, muka air sungai dan air tanah, sifat-sifat tanah, serta pemetaan penggunaan lahan dari wilayah tersebut.

    “Banyak studi tentang hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan banjir hanya didasarkan pada analisis dari masing-masing disiplin ilmu dan dengan demikian hanya memberikan wawasan yang terpisah-pisah tentang proses yang mendasarinya,” ujar penulis utama studi Jennifer Merten, dari Department of Human Geography, University of Göttingen, dikutip dari Science Daily.

    “Oleh karena itu, penting bagi kami untuk menggunakan data seluas mungkin dari berbagai disiplin ilmu dan juga untuk memasukkan observasi dari penduduk setempat,” sebutnya.

    Dalam laporan hasil riset ini, para ilmuwan dari German-Indonesian Collaborative Research Centre EFForTS (Ecological and Socio-Economic Functions of Tropical Lowland Rainforest Transformation Systems) menunjukkan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet saat ini memiliki dampak yang signifikan terhadap siklus air lokal.

    “Perubahan penggunaan lahan skala besar menyebabkan pemadatan tanah, sehingga lebih sedikit hujan yang diserap oleh tanah dan air dengan cepat mengalir ke permukaan. Secara khusus, penghancuran lahan di daerah rawan banjir yang semakin parah berdampak besar dalam proses siklus air lokal ini,” jelas Christian Stiegler dari Bioclimatology Group di University of Göttingen yang juga menjadi anggota peneliti dalam tim riset ini.

    Dari perspektif penduduk desa, pembangunan bendungan banjir dan saluran drainase juga berkontribusi pada perubahan pola banjir lokal. Karena perkebunan-perkebunan kelapa sawit semakin banyak dibudidayakan di lahan basah seperti dataran bantaran sungai atau lahan gambut. Pemilik perkebunan yang lebih besar kemudian mencoba mengendalikan banjir di lahan mereka melalui pembangunan konstruksi semacam itu.

    “Namun, bendungan seperti itu sering kali menyebabkan peningkatan banjir di perkebunan petani kecil di sekitarnya,” jelas Merten, melaporkan berdasarkan pengamatan dan pengalamannya selama mengunjungi daerah tersebut.

    Menurutnya, peningkatan banjir semacam ini pada akhirnya juga menyebabkan ketegangan sosial dan konflik baru di antara lapisan masyarakat. Terutama antara petani kecil dengan pemilik perkebunan sawit yang lebih besar.

    Untuk mengurangi dampak perubahan penggunaan lahan pada siklus air, para peneliti dalam riset ini menyarankan perlindungan tanah dan perencanaan penggunaan lahan yang lebih baik, terutama di daerah rawan banjir dan lahan basah. Hal ini sangat penting diterapkan karena dapat berpengaruh besar dalam mencegah banjir.

    Selain itu, penting juga untuk mengatur lanskap wilayah dan mengontrol pembangunan saluran air untuk perlindungan banjir terhadap masyarakat. Kalau hal ini tidak diatur dan dikontrol, masyarakat sekitar dan golongan miskin menjadi kalangan yang paling terdampak oleh efek peningkatan banjir, seperti yang terjadi saat ini.

    (rns/rns)

  • Mengangkat Martabat Petani dan Citra Teh Indonesia di Pasar Global

    Mengangkat Martabat Petani dan Citra Teh Indonesia di Pasar Global

    Jakarta

    “Mengapa Anda tega sama kami?,”.

    Pertanyaan itu diucapkan lirih namun tajam oleh seorang petani di perkebunan teh yang terus menggema di kepala Redha Taufik Ardias (34). Kala itu, 2017, ia datang sebagai perwakilan sebuah perusahaan produsen teh besar. Awalnya ia mengira kunjungannya akan disambut ramah.

    Di kepalanya, saat itu, kebun teh serupa adegan film Petualangan Sherina, hamparan hijau yang damai, para pemetik bekerja sambil tersenyum, dan anak-anak berlarian riang gembira. Nyatanya, pemandangannya justru bertolak belakang. Wajah-wajah murung, sikap curiga, hingga ‘panen’ keluhan.

    “Tahu nggak berapa yang kami dapat dari apa yang kalian ambil?,” tanya petani teh dalam Bahasa Sunda yang Redha ceritakan saat berbincang dengan detikcom.

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Redha kemudian mendengar realitas pahit. Setiap kilogram teh kering yang dijual petani ke pabrik besar, hanya dihargai sekitar US$ 0,95 atau Rp 12.500 (kurs Rp 13.000 di 2017). Ini setara Rp 25 untuk satu modal bahan baku kantong teh (tea bag) ukuran 1,8 – 2 gram yang dipasarkan.

    “Baru saya sadar, keputusan saya saat itu mencari teh semurah mungkin berimbas langsung pada hidup mereka. Saya pikir, ide apa yang harus kita lakukan? Karena solusinya cuma satu, harus ditingkatkan nilainya,” ungkapnya.

    Pertemuan itu menjadi pemantik bagi dirinya untuk mengambil sebuah keputusan baru demi mengangkat martabat kesejahteraan para petani teh. Terlebih, saat itu, stigma teh juga masih sebatas minuman pelengkap yang disajikan secara cuma-cuma di rumah makan.

    “Saya perhatikan di Hotel Bintang 5, jarang sekali kita nemu Teh Indonesia. Brand itu datang dari Singapura, Amerika, Inggris. Bukan negara yang punya kebun teh. Kita yang punya kebun teh sendiri, kok nggak punya brand seperti itu,” terangnya.

    Mendirikan Sila Artisan Tea

    Akhirnya pada 2018, ia bersama Iriana Ekasari mendirikan Sila Artisan Tea dengan komitmen penuh meningkatkan citra teh Indonesia sebagai produk unggulan. Hal ini dilakukan untuk mengapresiasi para pemetik dan petani teh.

    Sebelum mendirikan Sila Artisan Tea, Redha nyaris tak mengenal teh sebagai sebuah ilmu. Ia lulusan Psikologi UI yang kemudian bekerja sebagai asisten konsultan bisnis dan branding untuk Iriana Ekasari yang kini menjadi ibu mertuanya.

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Dia bercerita dalam perjalanan di mobil bersama Iriana yang latar belakangnya Teknologi Pertanian IPB, keduanya awalnya berniat untuk membangun brand kopi bernama Sila. Namun belakangan nama itu beralih ke teh sebab ada misi besar yang harus dilakukannya, yakni meng-Indonesiakan Teh Indonesia.

    “Kita bikin product name-nya, blueprint, strategy, everything. Semuanya kita kerjain. Saya riset segala macam, sampai pada keputusan, oh iya benar. Ini harus ada pembaharuan di Teh Indonesia, dan jawabannya, solusinya itu ada pada kita. Inovasi, edukasi dan branding,” terangnya.

    Dia menuturkan nama Sila sendiri terinspirasi dari kata ‘Pancasila’. Hal ini mencerminkan nilai kebersamaan, persatuan, dan keharmonisan. Sila juga diambil dari kata ‘Silaturahmi’ yang melambangkan komitmen membangun hubungan baik sejalan dengan misi Sila Artisan Tea menghubungkan petani dengan prinsip keberlanjutan.

    “Jadi Sila keenam itu Minum Teh Indonesia,” kelakar Redha.

    Redha dan Iriana kemudian rutin berkeliling Indonesia, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat, kebun-kebun teh dia kunjungi. Tujuannya satu, mencari petani kecil yang bersedia belajar, berubah, dan meracik atau mengolah teh berkualitas.

    Dia mengedukasi petani bahwa teh dengan kualitas terbaik itu P+3, yakni pucuk 1 sampai 4 daun teratas. “Kami mengembangkan mutu untuk disebut specialty tea adalah P+2 jadi 3 daun teratas, harus petik tangan, nggak mungkin bisa petik ini dengan pisau,” terangnya.

    Mengharumkan Teh Indonesia di Pasar Global

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Sila berkomitmen menggunakan hanya teh Indonesia kualitas terbaik dan teratas ditambah racikan teh dengan bahan alaminya. Oleh karena itu, Sila Artisan Tea memiliki dua peran utama, yakni sebagai inovator menghadirkan teh artisan berkualitas tinggi, serta edukator mengenalkan kekayaan teh Indonesia kepada masyarakat luas.

    Perjuangannya membuahkan hasil. Tercatat, saat ini Sila Artisan Tea sudah bermitra dengan 25 kebun teh terbaik di Indonesia yang masing-masing memiliki 3 sampai 12 jenis teh seperti di Yogyakarta, Batang, Ciwidey, Cianjur dan Sukabumi. Total Sila Artisan memiliki 200 artikel teh yang telah dikurasi namun belum semua dikenalkan.

    “Sekarang yang udah release sekitar 75. Single origin sama yang blend. 3 di antaranya yang bestseller itu ada Jeda, Kasmaran, dan Senandung Senja,” katanya.

    Redha mengaku pemasaran Sila Artisan Tea dilakukan secara B2B dan B2C. Sila bekerja sama dengan e-commerce, jaringan hotel, restoran, dan kafe di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali, Labuan Bajo, NTB, hingga Papua.

    Pada 2023, Sila Artisan Tea kemudian meresmikan Rumah Teh Indonesia di Bogor sebagai galeri inovasi dan edukasi. Sila pun semakin diterima di segmen pasar premium. Sila kini mampu menjangkau konsumen di pasar internasional seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Austria, Rusia, Jepang, Amerika Serikat hingga Turkey.

    Bahkan saat detikcom mengunjungi Rumah Teh Indonesia Sabtu (29/11/2025), terlihat ada buyer asal Austria dan Rusia langganan Sila Artisan yang kembali berkunjung. Mereka membeli produk Teh Artisan sebagai hand carry untuk dibawa ke negaranya.

    “Banyak juga yang datang dari Arab Saudi ini ke galeri ini, karena kita punya mitra di Puncak, jadi mereka rekomendasikan datang ke sini. Atau kemarin ada perkumpulan mahasiswa dari dosen datang ke Inggris. Dari Jepang, Korea, belanja di sini, jadi ini udah kaya tempat wisata destinasi,” terangnya.

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Diketahui, Sila Artisan Tea merupakan nasabah UMKM binaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Sejak 2021, Sila Artisan Tea menerima manfaat dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Kredit Modal Kerja (KMK) BRI. Kredit yang diterimanya disalurkan untuk membangun Rumah Teh Indonesia tersebut.

    Redha juga mengikuti berbagai program pendampingan, seperti Growpreneur Pengusaha Muda BRILiaN dan BRI UMKM EXPO(RT). Bahkan, Sila meraih Juara 1 The Best Expo pada ajang tersebut dan mewakili Indonesia di FHA Food and Beverages Singapore 2025.

    Diketahui, penyaluran KUR yang diterima Sila Artisan itu sejalan dengan komitmen BRI dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk membantu pembiayaan bagi pelaku UMKM dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas.

    Teh Indonesia Lebih Baik dari Thai Tea

    Foto: Alfi Kholisdinuka/detikcom

    Tak hanya itu, Sila Artisan juga mengikuti berbagai pameran bersama bank sentral termasuk Himbara ke Las Vegas, Prancis, hingga Thailand. Misinya cuma satu mengangkat pamor citra teh para petani Indonesia di pasar global.

    Redha menyebut Teh Indonesia tidak kalah saing dengan teh di banyak negara. Bahkan dia menyebut Teh Indonesia itu lebih baik dari Thai Tea di Thailand. Menurutnya, Thai Tea adalah kualitas teh terburuk.

    “Dulu saya ini alumni Thai Tea juga awalnya. Setelah belajar, jadi tahu bahwa seampas-ampasnya teh, seancur-ancurnya teh itu Thai Tea. Kita penting banget buat edukasi, bahwa teh Indonesia itu lebih baik,” tuturnya.

    “Kita harus dorong kekayaan alam kita. Meracik teh itu jadi bagian dari kita mempromosikan ciri khasnya teh kita. Bahwa teh yang kita minum itu akan ditambahkan dengan herbal rempah khasnya kita. Dengan syarat tehnya tetap dominan. Supaya tetap disebut teh,” jelasnya.

    Oleh karena itu, dia berharap semakin banyak para pemain di industri teh yang mampu mengangkat citra teh Indonesia, seperti layaknya industri kopi, sehingga banyak masyarakat bisa teredukasi dan para petani teh bisa mendapat apresiasi.

    Apresiasi Para Petani Teh

    Sementara itu, salah satu Petani Teh di Samigaluh, Yogyakarta, Surati mengapresiasi keberhasilan Sila Artisan dalam mengangkat martabat para petani teh. Ia mengaku mendapat banyak perubahan setelah bermitra dengan Sila Artisan.

    Sekedar diketahui, Surati merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki tiga orang anak. Pada 2016, suaminya meninggal. Ia kemudian menjadi tulang punggung keluarga.

    Pada 2017, dengan segala keterbatasannya, Surati memutuskan melanjutkan apa yang telah suaminya mulai, yakni bertani teh. Di tahun itulah ia bertemu dengan Redha dari Sila Artisan sosok yang kemudian mengubah arah hidupnya.

    “Saya dibina, diajari cara membuat teh yang baik, dari awal sekali,” kenang Surati saat dihubungi detikcom.

    Selama satu tahun penuh, ia belajar merawat, memetik, menjaga kualitas daun, hingga mengolah teh yang layak dijual. Sejak 2018 hingga kini, Surati sudah memproduksi teh hijau, yang kemudian di-rebranding oleh Sila Artisan jadi Menoreh Kencana.

    Surati dulu hanya bisa menjual 2-3 kg teh. Sekarang, setelah kebunnya diperbaiki sedikit demi sedikit, ia mampu menghasilkan 15 kg per panen. Sila Tea membelinya dengan harga Rp 200.000 per kg, sebuah hal yang dulu tak pernah Surati bayangkan.

    “Dulu sebelum ada Sila, teh saya dikirim ke industri, untuk teh basah harganya Rp 1.250 per kilogram (harga itu sudah termasuk subsidi),” ungkapnya.

    Surati kini turut mendorong para petani lingkungannya untuk mengolah teh seperti dirinya. Ia ingin mereka merasakan perubahan yang sama.

    “Saya ingin bukan hanya saya yang merasakan ini, tapi semua petani bisa hidup dari teh. Itu sudah cukup bagi saya,” tukasnya.

    (akd/akn)

  • Manfaat Pohon Cegah Banjir dan Tanah Longsor Menurut Ilmiah

    Manfaat Pohon Cegah Banjir dan Tanah Longsor Menurut Ilmiah

    Jakarta

    Banjir dan tanah longsor masih menjadi bencana tahunan yang merugikan di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang 2025 hingga November ini sudah terjadi lebih dari 1.800 kejadian banjir dan 720 kejadian tanah longsor.

    Salah satu solusi berbasis alam (nature-based solution) yang paling banyak direkomendasikan para ilmuwan adalah mempertahankan dan menanam kembali pohon, terutama di daerah hulu sungai dan lereng bukit. Berikut ini manfaat pohon dalam mencegah banjir dan tanah longsor, didukung data dan penelitian ilmiah terbaru dari jurnal-jurnal kredibel:

    1. Mengurangi Volume dan Kecepatan Aliran Air Hujan (Runoff)

    Akar pohon bertindak seperti spons raksasa. Satu pohon dewasa dapat menyerap hingga 200-400 liter air hujan per hari, tergantung spesies dan ukurannya.

    Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Sustainability (2023) menunjukkan bahwa hutan primer di Jawa dapat mengurangi limpasan permukaan (surface runoff) hingga 60-80% dibandingkan lahan terbuka atau perkebunan monokultur.

    Penelitian lain oleh IPB University (2024) di Citarum Hulu menemukan bahwa setiap 1% peningkatan tutupan pohon dapat menurunkan debit puncak banjir hingga 3-5%. Selain itu, penelitian di Hydrology and Earth System Sciences (2022) mengonfirmasi bahwa pohon dapat menyerap hingga 10 inci air per jam, jauh lebih tinggi daripada lahan rumput.

    2. Meningkatkan Infiltrasi Air ke Tanah

    Akar pohon menciptakan pori-pori besar di dalam tanah (macropore) yang memudahkan air hujan meresap ke dalam tanah ketimbang mengalir di permukaan.Penelitian di jurnal Hydrology and Earth System Sciences (2022) menyebutkan bahwa tanah di bawah tegakan hutan memiliki laju infiltrasi 10-100 kali lebih tinggi dibandingkan tanah gundul atau padang rumput.

    Infiltrasi yang baik berarti lebih banyak air tersimpan di dalam tanah sebagai cadangan air tanah dan lebih sedikit air yang menjadi banjir. Studi dari University of Plymouth (2020) di ScienceDaily juga menunjukkan bahwa penanaman pohon di daerah pegunungan dapat meningkatkan infiltrasi secara signifikan dalam 15 tahun.

    Proses pencarian dan evakuasi korban tanah longsor di Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara. Foto diunggah Jumat (21/11/2025). Foto: dok. Basarnas Semarang

    3. Menahan Tanah dari Longsor

    Sistem perakaran pohon, terutama akar tunggang dan akar lateral, berfungsi sebagai “jaring pengikat” tanah.

    Studi World Agroforestry (ICRAF) di Sumatera Barat (2023) yang diterbitkan di jurnal Land (2020) menunjukkan bahwa lereng dengan tutupan pohon >40% memiliki risiko longsor 70-90% lebih rendah dibandingkan lereng gundul, berdasarkan analisis 685 pohon dari 55 spesies.

    Penelitian di jurnalCatena (2024) menyebutkan bahwa akar pohon jenis pionir seperti sengon dan akasia dapat meningkatkan kekuatan geser tanah (shear strength) hingga 8-15kPa, cukup untuk menahan longsor dangkal (kedalaman

    4. Mengurangi Erosi Permukaan

    Serasa daun dan ranting (litter layer) di lantai hutan bertindak sebagai “bantalan” yang memecah energi butiran hujan sehingga tanah tidak langsung tergerus.

    Penelitian di Jawa Tengah oleh UGM (2023) menemukan bahwa lahan dengan litter tebal >5 cm mengalami erosi hanya 0,5-2 ton/ha/tahun, sedangkan lahan terbuka bisa mencapai 50-150 ton/ha/tahun. Studi serupa di Pontbren Project (Wales, tapi relevan untuk konteks tropis) menunjukkan penanaman pohon dapat meningkatkan infiltrasi hingga 70 kali lipat dalam 7 tahun, mengurangi erosi.

    5. Mengatur Siklus Air Skala Besar

    Hutan tropis melepaskan uap air melalui proses transpirasi yang kemudian membentuk awan hujan lokal. Kehilangan hutan besar-besaran justru memperparah banjir karena siklus hidrologi regional terganggu.Studi di jurnal Science Advances (2024) menunjukkan bahwa deforestasi di Kalimantan dan Sumatera telah mengurangi curah hujan lokal hingga 10-15%, yang ironisnya justru membuat musim kemarau lebih panjang dan banjir bandang saat musim hujan lebih dahsyat.

    Penelitian di Science of the Total Environment (2020) juga mengonfirmasi bahwa hutan berdaun lebar lebih efektif dalam mitigasi banjir dibandingkan hutan konifer.

    Kondisi jalan dekat gerbang Kota Padang Panjang di kawasan Jembatan Kembar menuju Lembah Anai tertimbun material tanah dan bebatuan dari banjir bandang, Kamis (27/11/2025) siang. ANTARA/HO-PJR Satlantas Foto: ANTARA/HO-PJR SatlantasSpesies Pohon yang Paling Efektif di Indonesia

    Beberapa jenis pohon lokal yang terbukti sangat baik menahan air dan tanah, berdasarkan riset ICRAF dan LIPI:

    Jati (Tectona grandis): akar tunggang dalam, serap air tinggiMahoni (Swietenia macrophylla): akar lateral kuat, cocok di lerengPinus merkusii: di dataran tinggi, tahan kekeringan sekaligus banjirBambu (berbagai jenis): akar serabut sangat rapat, sangat efektif cegah longsor dangkalDurian, rambutan, duku: pohon buah yang juga punya akar kuat dan nilai ekonomiVetiver (Chrysopogon zizanioides): akar panjang mencegah erosi dan longsor, seperti direkomendasikan BNPB

    (afr/afr)