Institusi: Institut Pertanian Bogor

  • Guru Besar IPB Dipolisikan Buntut Sidang Harvey Moeis, Kejagung: Dia Punya Kapasitas

    Guru Besar IPB Dipolisikan Buntut Sidang Harvey Moeis, Kejagung: Dia Punya Kapasitas

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat suara seusai guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo dipolisikan buntut kesaksiannya sebagai ahli dalam sidang kasus timah yang menjerat suami Sandra Dewi, Harvey Moeis.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, Bambang Hero mempunyai kapasitas dan berpengetahuan untuk bersaksi dalam kasus tersebut.

    “Semua pihak harus taat asas. Ahli memberikan keterangannya atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara,” katanya saat dihubungi Jumat (10/1/2025).

    Harli pun mempertanyakan pihak yang mempermasalahkan kesaksian guru besar IPB Bambang Hero terkait kerugian kasus timah mencapai Rp 300 triliun.

    Menurutnya, kerugian tersebut telah didasarkan atas sejumlah fakta. Termasuk fakta kerusakan lingkungan yang disebabkan korupsi tersebut.

    Harli menilai, apabila guru besar IPB Bambang Hero menyampaikan ada kerugian negara sebanyak Rp 300 triliun, maka hal itu sudah dihitung oleh jaksa penuntut umum.

    “Pengadilan dalam putusannya telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebanyak Rp 300 triliun, artinya pengadilan juga sependapat dengan JPU,” ungkapnya.

    Harli kembali menekankan Bambang Hero mempunyai kapasitas dan berpengetahuan untuk bersaksi dalam kasus tersebut. Dia mempertanyakan pihak yang melaporkannya.

    “Apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?” kata dia.

    Sebelumnya, guru besar IPB Bambang Hero Saharjo dipolisikan ke Polda Bangka Belitung (Babel) oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma.

    Guru besar IPB Bambang Hero menjadi saksi ahli dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022. Kemudian, guru besar IPB itu dipolisikan.
     

  • Guru Besar IPB Dipolisikan, Pelapor Pertanyakan Kapasitas Menghitung Kerugian Negara Kasus Korupsi Timah

    Guru Besar IPB Dipolisikan, Pelapor Pertanyakan Kapasitas Menghitung Kerugian Negara Kasus Korupsi Timah

    Pangkalpinang, Beritasatu.com – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus saksi ahli lingkungan dalam kasus korupsi tata niaga timah Bambang Hero dilaporkan ke Polda Bangka Belitung. Laporan ini terkait dugaan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah senilai Rp 271 triliun.

    Ketua DPD Perpat Bangka Belitung Andi Kusuma mengungkapkan, laporan tersebut didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 242 KUHP.

    “Kami melaporkan Prof Bambang Hero karena diduga memberikan keterangan yang tidak benar di bawah sumpah. Bahkan, publik, termasuk Prof Mahfud MD dan Presiden Prabowo Subianto, merasa terkejut dengan angka kerugian negara yang disampaikan,” ujar Andi, Kamis (9/1/2025).

    Andi menambahkan penghitungan kerugian negara sebesar Rp 271 triliun yang disampaikan Bambang Hero dalam persidangan dianggap tidak masuk akal dan kurang rinci.

    “Saat di persidangan, beliau terkesan enggan merinci angka kerugian tersebut. Hal ini menunjukkan ketidakseriusan dalam menjalankan sumpah jabatan sebagai saksi ahli,” jelas Andi terkait kasus korupsi tata niaga timah.

    Menurutnya, kasus korupsi yang melibatkan nilai fantastis tersebut telah berdampak buruk pada perekonomian masyarakat Bangka Belitung, yang saat ini mengalami keterpurukan.

    Menanggapi laporan ini, Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bangka Belitung, Kombes Pol I Nyoman Merta Dana menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti setiap laporan yang diterima.

    “Kami akan mendalami laporan ini. Jika sifatnya masih pengaduan, kami akan tetap melakukan pendalaman sesuai prosedur,” ujarnya.

    Kasus korupsi tata niaga timah ini menjadi sorotan karena mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar, yakni Rp 271 triliun. Dugaan korupsi bersama-sama tersebut dituding menjadi salah satu penyebab utama lesunya perekonomian masyarakat Bangka Belitung, yang bergantung pada sektor pertambangan timah.

  • 9
                    
                        Dipolisikan, Guru Besar IPB Jelaskan Dasar Penghitungan Rp 271 T di Kasus Harvey Moeis
                        Bandung

    9 Dipolisikan, Guru Besar IPB Jelaskan Dasar Penghitungan Rp 271 T di Kasus Harvey Moeis Bandung

    Dipolisikan, Guru Besar IPB Jelaskan Dasar Penghitungan Rp 271 T di Kasus Harvey Moeis
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com –
     Guru Besar IPB University,
    Bambang Hero Saharjo
    , memberikan klarifikasi terkait perhitungan kerugian lingkungan yang dia lakukan dalam persidangan 
    kasus timah
    yang melibatkan
    Harvey Moeis
    .
    Seperti diketahui, Bambang dilaporkan ke Polda Bangka Belitung oleh seorang pengacara bernama Andi Kusuma, yang menilai Bambang tidak kompeten dalam menghitung kerugian negara sebesar Rp 271 triliun di kasus tersebut.
    Bambang menjelaskan bahwa kehadirannya di persidangan merupakan permintaan dari penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung.
    Tugasnya adalah menghitung kerugian lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PermenLH) No. 7 Tahun 2014, yang telah dinyatakan berlaku setelah melalui uji materi pada tahun 2017.
    Ia juga menambahkan bahwa apa yang disampaikan dalam persidangan telah menjadi fakta persidangan tingkat judex factie dan dituangkan dalam putusan para terdakwa, Harvey Moeis, Helena Lim, dan lainnya.
    “Berdasarkan
    PermenLH No. 7 tahun 2014
    , saya dan Pak Basuki Wasis dihitung sebagai ahli lingkungan yang sah untuk melakukan perhitungan ini,” ujar Bambang kepada Kompas.com saat dihubungi, Jumat (10/1/2025).
    Bambang kemudian meminta agar yang melaporkannya untuk membaca peraturan tersebut.
    “Lebih baik mereka yang melaporkan saya itu baca isi PermenLH No. 7 tahun 2014 itu seperti apa. Saya dan Pak Basuki Wasis yang menghitung kerugian lingkungan itu sudah sesuai dengan syarat dalam PermenLH itu karena syaratnya adalah ahli lingkungan dan atau ahli ekonomi,” ujarnya.
    “Nah, karena kami masuk sebagai kategori ahli lingkungan, maka kami boleh menghitung. Kebetulan Pak Basuki Wasis juga sebagai anggota Tim yang menyusun PermenLH tersebut. PermenLH itu juga pernah diuji materi di MA tahun 2017,” jelas Bambang.
    Diberitakan sebelumnya, Guru Besar Universitas Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga saksi ahli, Bambang Hero Saharjo, dilaporkan ke Polda Kepulauan Bangka Belitung terkait kasus Harvey Moeis.
    Bambang dinilai tidak berkompeten dalam melakukan penghitungan kerugian lingkungan sebesar Rp 271 triliun dalam kasus tata niaga timah yang berujung vonis sejumlah terdakwa, salah satunya Harvey Moeis.
    “Kami berharap majelis hakim menelaah lebih jauh, tidak hanya pada penilaian subjektif,” kata pengacara hukum Andi Kusuma seusai membuat laporan pengaduan di Mapolda Bangka Belitung, Rabu (8/1/2025).
    Dalam laporannya, Andi menuding Bambang tidak berkompeten dan tidak melibatkan banyak ahli dalam menetapkan nilai kerugian dalam kasus tata niaga timah periode 2015-2022 tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Kejagung Heran Guru Besar IPB Dipolisikan soal Kerugian Kasus Timah
                        Nasional

    7 Kejagung Heran Guru Besar IPB Dipolisikan soal Kerugian Kasus Timah Nasional

    Kejagung Heran Guru Besar IPB Dipolisikan soal Kerugian Kasus Timah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) heran Guru Besar Universitas Institut Pertanian Bogor (IPB)
    Bambang Hero Saharjo
    dilaporkan ke Polda Kepulauan Bangka Belitung terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi tata niaga timah.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, penghitungan yang dilakukan Bambang Hero semestinya tidak perlu diragukan karena pengadilan sudah menyatakan bahwa kasus tersebut merugikan negara Rp 300 triliun.
    “Lalu, apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?” kata Harli saat dikonfirmasi, Jumat (10/1/2025).
    Menurut Harli, putusan yang dijatuhkan pengadilan sejalan dengan dakwaan jaksa yang menyebut ada kerugian negara dalam kasus korupsi timah yang menjerat Harvey Moeis.
    “Artinya, pengadilan juga sependapat dengan JPU bahwa kerugian kerusakan lingkungan tersebut merupakan kerugian keuangan negara,” ujar Harli.
    Harli pun meminta semua pihak untuk menaati asas-asas hukum yang berlaku.
    Ia menekankan, Bambang Hero menghitung kerugian negara dalam kasus timah tersebut berdasarkan permintaan penyidik.
    Harli juga menegaskan bahwa kesaksian yang diberikan ahli tentu sesuai dengan latar belakang keilmuannya dan diolah kembali oleh auditor negara.
    “Iya, semua pihak harus taat asas. Ahli memberikan keterangannya atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara,” ujar Harli.
    “Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik,” kata dia.
    Diberitakan, Bambang dilaporkan oleh Kantor Hukum Andi Kusuma Law Firm yang mengeklaim mewakili berbagai elemen masyarakat di Bangka Belitung.
    Bambang dinilai tidak berkompeten dalam melakukan penghitungan kerugian lingkungan sebesar Rp 271 triliun dalam kasus tata niaga timah, yang kemudian membengkak menjadi Rp 300 triliun.
    “Kami berharap majelis hakim menelaah lebih jauh, tidak hanya pada penilaian subyektif,” kata Pengacara Hukum Andi Kusuma seusai membuat laporan pengaduan di Mapolda Bangka Belitung, Rabu (8/1/2025).
    Dalam laporannya, Andi mempertanyakan metode perhitungan yang menggunakan citra satelit gratis dan menilai bahwa Bambang tidak menjelaskan hitungan kerugian saat bersaksi di persidangan.
    Hal ini, menurutnya, berdampak pada perekonomian Bangka Belitung yang memburuk, dengan banyak perusahaan tambang tutup dan pekerja kehilangan mata pencarian.
    Andi juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa jika metode perhitungan seperti ini diterapkan secara luas, sektor tambang lain seperti nikel dan batu bara bisa terkena imbas serupa.
    Bambang Hero dilaporkan dengan tuduhan melanggar Pasal 242 KUHP tentang keterangan palsu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kepala Studi Sawit IPB: Banyak Kawasan Hutan yang Tidak Berhutan Bisa Ditanami Sawit – Halaman all

    Kepala Studi Sawit IPB: Banyak Kawasan Hutan yang Tidak Berhutan Bisa Ditanami Sawit – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kepala Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Budi Mulyanto menekankan banyak kawasan hutan yang tidak berhutan bisa ditanami sawit. Hal tersebut merespon rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan melakukan penambahan lahan kelapa sawit.

    Menurut Budi Mulyanto, masih banyak lahan marginal yang belum digunakan secara optimal dan bisa ditanami kepala sawit. Jika perluasan lahan perkebunan sawit dilakukan di lahan yang tidak berhutan, hal tersebut tidak ada hubungannya dengan deforestasi.

    Dia mengungkapkan di dalam areal yang diklaim pemerintah sebagai kawasan hutan, masih banyak lahan yang tidak berhutan. Pernyataan Menteri Kehutanan yang akan menyediakan lahan seluas 20 juta hektar bagi pengembangan pangan dan energi  dinilai sangat relevan baik dari sudut pandang teknis maupun regulasi.

    “Banyak orang selalu mempunyai image bahwa seluruh kawasan hutan berwujud hutan, nyatanya tidak,” ujar Budi di Jakarta, Selasa (7/1/2025).

    Budi mengatakan, diantara 120-an juta hektar daratan yang diklaim sebagai kawasan hutan nyatanya, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat 31,8 juta hektar yang tidak berhutan.

    Budi menjelaskan pengembangan perkebunan sawit yang akan dilakukan di lahan marginal justru membuat lahan tersebut menjadi lebih hijau, lebih produktif baik secara sosial maupun ekonomi.

    Kegiatan ini sangat berkontribusi pada perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) yang dianjurkan oleh PBB. Karena itu, penting memberi penjelasan kepada masyarakat secara rasional dengan data yang relevan, sehingga tidak menimbulkan salah paham, terutama dalam aspek kelestarian lingkungan.

    Indonesia merupakan negara besar dengan luas  lahan daratan sekitar 190 juta hektar, sisanya terdiri atas lautan yang luasnya sekitar 4 kali daratan. Dari 190 juta hektar tersebut, yang digunakan untuk berbudi daya oleh 282 juta penduduk Indonesia hanya 67 juta hektar, atau sepertiga luas daratan.

    Sepertiga luas lahan tersebut biasa disebut Areal Penggunaan Lain (APL). Sedangkan, sisanya lahan daratan yang luasnya dua pertiga tersebut diklaim sebagai Kawasan Hutan.

    Pada lahan yang tidak berhutan ini terdapat kawasan perkebunan rakyat, transmigrasi, tambak, pertanian lahan kering, sawah, pertambangan, pelabuhan/bandara, padang rumput/alang-alang, dan belukar.

    “Jadi lahan yang seluas 31,8 juta hektar adalah lahan masyarakat dan lahan terlantar. Hal ini perlu segera dibereskan data dan administrasi tenurialnya, dan pada lahan inilah pengembangan perkebunan sawit dapat dilakukan. Dengan demikian sangat tidak relevan perluasan lahan perkebunan sawit dikaitkan dengan deforestasi,” tutur Budi.

    Karena itu, menurut Budi, saat ini merupakan kesempatan baik untuk melakukan perbaikan data penguasaan/pemilikan (tenurial) dan pemanfaatan lahan baik spasial maupun tekstualnya. Kenyataan hari ini definisi kawasan hutan dan  dan definisi hutan  dalam Undang Undang (UU) 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak dilaksanakan secara rasional dan proporsional.

    Hal tersebut menimbulkan persoalan bagi pembangunan bangsa dan negara, termasuk persoalan dengan hutan yang sangat berharga bagi keberlanjutan NKRI.

    Sebagai contoh, pelaksanaan tata batas hanya pada batas terluar dengan mengejar temu gelang secara sepihak, tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat. Akibatnya, jutaan hektar tanah dan juga penduduk terkungkung dalam area yang diklaim sebagai kawasan hutan.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan ingin menambah tanaman kepala sawit. Dalam pidatonya, di Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN Tahun 2025-2029, di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, pada 30 Desember 2024 lalu, Prabowo menyebut tidak perlu takut dengan deforestasi.

    “Dan saya kira ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit, enggak usah takut membahayakan, apa itu deforestation, iya kan,” kata Prabowo beberapa waktu lalu.

  • Pemerintah Harus Perketat Pengawasan di Industri Pertambangan

    Pemerintah Harus Perketat Pengawasan di Industri Pertambangan

    Jakarta

    Pemerintah perlu memperketat pengawasannya terhadap industri pertambangan, usai lima korporasi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015-2022.

    Lima perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka baru dalam perkara tindak pidana korupsi timah oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) diantaranya, PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB dan CV VIP.

    Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan dan Konservasi asal Universitas Indonesia (UI) Budi Riyanto mengatakan, kelima pemain di industri pertambangan Tanah Air memiliki izin resmi dari pemerintah, sehingga selama beroperasi mendapat pengawasan dari otoritas.

    Pernyataan Budi Riyanto ini sekaligus meragukan sikap Kejagung yang menjadikan kelima korporasi sebagai tersangka dalam korupsi komoditas timah. Apalagi, dasar penetapan tersangka hanya mengacu pada potensi nilai kerusakan lingkungan yang dianggap sebagai kerugian keuangan negara sebesar Rp300 triliun.

    “Pertanyaannya, siapa sih yang harus bertanggung jawab ini? Jangan terus pemerintah lepas tangan begitu saja, tetapi dia sebagai regulator pengawas. Apalagi dari korporasi itu kan ada izin. Ada izin yang masih hidup, berarti ada pengawasan,” ujar Budi kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (5/1/2025).

    Adapun, asal muasal nilai kerusakan lingkungan dan dijadikan sebagai kerugian keuangan negara bersumber dari hitungan ahli lingkungan asal Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.

    Kala itu, Bambang yang dihadirkan Kejagung menyebut kerugian negara yang dikaitkan dengan kasus korupsi timah mencapai Rp271 triliun. Hitungannya didasarkan pada kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan hutan non kawasan.

    Setelah itu nilai kerugian naik menjadi Rp300 triliun setelah auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) Suaedi yang dihadirkan jaksa dalam sidang dugaan korupsi pengelolaan timah pada 13 November 2024 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

    Total kerugian yang diperoleh dari penyimpangan pada kerja sama sewa smelter, pembelian timah, dan kerusakan lingkungan.

    Sayangnya, nilai kerugian keuangan negara yang dimaksud belum dapat dibuktikan di Pengadilan. Bahkan, Budi Riyanto meragukan hitungan ahli tersebut.

    Menurutnya, masalah kerusakan lingkungan punya parameter dan harus dihitung secara holistik. Diperlukan perhitungan yang matang secara komprehensif oleh scientific authority.

    “Tidak bisa secara parsial, rusaknya airnya begini, rusak tanahnya begini, tanamannya begini, tetapi harus secara holistik. Scientific authority itu kalau di kita dulu LIPI, sekarang diganti BRIN,” paparnya.

    “Soal BRIN ini nanti akan mengundang para ahli di Bogor, nantinya silahkan, jadi jangan pendapat orang per orang langsung dijadikan dasar tuntutan, itu yang berbahaya menurut saya,” lanjut dia.

    Sementara itu, Pengamat Pertambangan, Abrar Saleng memandang Kejagung terkesan mempersoalkan aktivitas perusahaan tambang yang secara resmi mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).

    Menurutnya, perusahaan yang telah memperoleh IUP punya tanggung jawab terhadap lingkungan atau kawasan yang diekploitasi. Hal inipun bisa diawasi oleh pemerintah.

    “Justru penambang-penambang yang punya izin yang dipersoalkan. Justru yang ilegal nggak dipersoalkan. Padahal yang ilegal itu, itu tidak, tidak ada, tidak ada tanggung jawab lingkungannya.Tidak ada tanggung kewajibannya juga pada negara,” ungkap Abrar Saleng.

    Abrar menjelaskan, kasus pertambangan jika terjadi pelanggaran biasanya diselesaikan secara administrasi dan bukan pidana.

    Jika terjadi tindak pidana dalam perusahaan penambangan, maka selain sanksi administrasi, yang berhak melakukan penyidikan adalah polisi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM, bukan lembaga lain atau didasarkan pada hitungan ahli lingkungan.

    “Kalau khusus dunia pertambangan diragukan (perhitungan ahli) karena orang tambang juga bisa menghitung kerugian lingkungan, bukan cuma orang pertanian,” ucapnya.

    (rrd/rrd)

  • Ahli Hukum Pidana Nilai Kerugian Negara Rp 300 T di Kasus Korupsi Timah Harus Dibuktikan – Halaman all

    Ahli Hukum Pidana Nilai Kerugian Negara Rp 300 T di Kasus Korupsi Timah Harus Dibuktikan – Halaman all

    Ahli Hukum Pidana Nilai Kerugian Negara Rp 300 T di Kasus Korupsi Timah Harus Dibuktikan
     
     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Hukum Pidana Profesor Romli Atmasasmita menilai bahwa klaim Rp 300 triliun di kasus korupsi Timah yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) menimbulkan tanda tanya.

    Menurutnya, angka fantastis itu menjadi beban berat yang harus mampu dibuktikan.

    “Kejagung sudah kadung mengumumkan kerugian Rp 300 triliun ke publik. Presiden pun sudah memberikan respons. Jadi, mereka harus menunjukkan hasil, meski angka itu tampaknya sulit terbukti,” ujar Romli dalam keterangannya, Jumat (3/1/2025).  

    Ia menyebut bahwa upaya menyeret lima perusahaan sebagai tersangka merupakan salah satu langkah untuk mengejar kerugian keuangan negara yang belum tercukupi dari hukuman para terdakwa sebelumnya.  

    Prof Romi menuturkan hukuman denda kepada korporasi harus ditentukan oleh majelis hakim berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020. 

    Namun, denda yang telah dijatuhkan kepada para direksi perusahaan yang telah terdakwa sebelumnya belum mencapai angka fantastis itu.  

    “Jaksa boleh saja hitung semau-maunya dia, boleh tapi hakim sudah punya patokan, patokan hakim dalam membuat penilaian tentang kerugian keuangan negara sesuai Perma 1/2020,” ujarnya.

    Menurut Romli, selain dugaan korupsi, Kejagung turut menambahkan tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk mengejar aset-aset perusahaan tersebut.  

    “Aset halal atau tidak halal semuanya bisa disita. Tapi persoalannya adalah pembuktiannya. Jika data awalnya sudah bermasalah, bagaimana mereka bisa membuktikan kerugian sebesar Rp300 triliun?” tegas Romli.  

    Langkah Kejagung yang terkesan terburu-buru ini dinilai justru berpotensi menimbulkan disparitas hukum.

    Angka Rp 300 T Kerugian Nyata atau Baru Potensi Kerugian?

    Sementara itu, ahli Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Sudarsono Soedomo, menyebut bahwa perhitungan Rp300 triliun tersebut didasarkan pada data yang tidak valid. 

    “Angka Rp300 triliun itu lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil. Kejagung sendiri kini mulai meragukan angka tersebut setelah banyak pihak, termasuk Mahkamah Agung, menyorotinya,” jelas Sudarsono.  

    Dia mengatakan bahwa untuk menghitung kerugian lingkungan itu masih bahan perdebatan di antara para ahli. (*/)

     

    Klik Di Sini Untuk Berita-Berita Lain Seputar Topik Korupsi di PT Timah

  • Bolehkah Pengidap Kolesterol Tinggi Makan Durian? Simak Penjelasannya

    Bolehkah Pengidap Kolesterol Tinggi Makan Durian? Simak Penjelasannya

    Jakarta

    Durian menjadi salah satu buah yang kerap dihindari sebagian orang, termasuk orang dengan kolesterol. Pasalnya, buah beraroma khas itu dikhawatirkan dapat mempengaruhi kondisi kolesterol menjadi semakin parah.

    Dikutip dari laman Kemenkes RI, kolesterol total merupakan gabungan dari jumlah kolesterol baik, kolesterol jahat dan trigliserida dalam setiap desiliter darah. Kadar kolesterol normal berada di angka

    Bila total kolesterol berada di angka 200 – 239 mg/dL, berarti sudah termasuk kategori agak tinggi. Angka kolesteol tinggi yakni jika rentangnya >240 mg/dL

    Kolesterol tinggi bisa menyebabkan berbagai penyakit yang membahayakan jiwa, seperti penyakit jantung, stroke, hingga pembuluh darah. Maka dari itu, orang dengan kolesterol tinggi harus memperhatikan asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh dan mengkonsumsi obat berdasarkan anjuran dokter.

    Lantas, bolehkah orang dengan kolesterol makan durian?

    Dikutip dari laman VnExpress, kolesterol darah tinggi melibatkan peningkatan kolesterol jahat (LDL) atau trigliserida, yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, arteriosklerosis, dan perlemakan hati, di antara masalah lainnya.

    Kondisi ini sering dikaitkan dengan kebiasaan makan, termasuk konsumsi lemak hewani dalam jumlah besar, daging organ, makanan manis, pati, produk susu berlemak penuh, es krim, minuman manis, dan kurangnya aktivitas fisik.

    Makan durian dalam jumlah besar sekaligus dapat menyebabkan lonjakan gula darah. Jika mengonsumsi terlalu banyak durian terlalu sering dapat menyebabkan penambahan berat badan dan obesitas, sehingga mempersulit pengelolaan kadar kolesterol darah.

    Mengingat ketidakpastian tingkat keparahan kondisi kolesterol seseorang, disarankan untuk memakannya dalam jumlah sedang, setidaknya sebulan sekali, untuk menjaga kesehatan.

    Apakah Durian Mengandung Kolesterol?

    Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi, Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Ir Ahmad Sulaeman, MS, PhD, mengatakan durian kerap kali mendapat stigma sebagai gudangnya kolesterol. Padahal, buah tersebut justru menjadi sumber energi yang baik, mengandung vitamin C, dan serat yang bagus untuk kesehatan.

    “Selama ini, durian memang selalu dipersepsikan sebagai penyebab berbagai penyakit, terutama hipertensi, kolesterol, dan sebagainya,” kata Prof Ahmad Sulaeman beberapa waktu lalu.

    “Ini membuat banyak orang takut makan durian. Durian ya sama seperti makanan lain, bergizi, baik, dan bermanfaat untuk kesehatan. Yang sudah diketahui secara umum bahwa durian ini mempunyai sifat afrodisiak yang bisa membangkitkan gairah, menambah semangat dan menaikkan keharmonisan suami istri,” sambungnya.

    Meski diperbolehkan mengkonsumsi durian, Prof Ahmad mewanti-wanti agar tidak makan secara berlebihan. Terkait masalah kolesterol, ia mengungkapkan bahwa durian tidak mengandung kolesterol sama sekali.

    “Kalau kita khawatir, ‘aduh takut kolesterol tinggi’, saya pastikan durian tidak mengandung kolesterol karena dia bahan nabati, kolesterol hanya ada pada hewani. Kalaupun ada justru itu fitosterol yang malah baik mencegah atau mengurangi kolesterol,” tandasnya.

    (sao/kna)

  • Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    Selain Harvey Moeis, Siapa Lagi yang Harus Bayar Kerusakan Lingkungan Rp271 Triliun di Kasus Timah?

    GELORA.CO  – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya yang dibacakan di persidangan telah menuntut terdakwa Harvey Moeis dengan pidana 12 tahun penjara akibat keterlibatannya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan keuangan negara Rp 300.003.263.938.131,14 (Rp300 triliun).

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Selain itu, jaksa juga mengungkapkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan mencapai Rp271 triliun berdasarkan hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

    Selain itu, JPU, juga menuntut Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Namun demikian, majelis hakim di pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara kepada Harvey dengan pidana 6,5 tahun penjara.

    Selain itu, Harvey juga divonis pidana denda sebesar Rp 1 miliar dimana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Harvey juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Vonis itu pun memicu kontroversi di publik.

    Sejumlah tokoh bahkan mempertanyakan vonis yang dinilai terlalu ringan jika dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

    Bahkan ada juga yang mempertanyakan mengapa jaksa hanya menuntut Harvey mengganti rugi sebesar Rp210 miliar mengingat kerugian negara yang dihasilkan akibat perubatannya dan sejumlah pihak lainnya mencapai sekira Rp300 triliun.

    Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tersebut?

    Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khsusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah pun mengakui ada kesimpangsiuran terkait pembebanan uang pengganti kerugian negara Rp300 triliun itu.

    Ia menjelaskan ada tiga klaster perbuatan yang mengakibatkan kerugian.

    Pertama, kata dia, mengenai adanya kerja sama sewa alat atau smelter pihak swasta dengan PT Timah. 

    Kedua, lanjutnya, adanya perbuatan tentang transaksi timah dari PT Timah yang dilakukan penjualan oleh pihak swasta. 

    Ketiga, adalah terkait kerugia lingkungan akibat kerusakan ekosistem.

    Terkait kerusakan ekosistem, ungkapnya, hakim sependapat bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini adalah kerugian negara dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.

    Namun, hal yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang menanggung kerugian kerusakan lingkungan hidup tersebut.

    Oleh karena itu, ujarnya, berdasarkan alat bukti, penyidik memastikan peran dan berapa uang yang diterima masing-masing tersangka. 

    Ia mengatakan, hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum untuk melakukan pembebanan uang pengganti.

    Hal itu disampaikannya saat konferensi pers usai rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga terkait Desk Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola di Kantor Kejaksaan Agung RI di Jakarta pada Kamis (2/1/2025).

    “Oleh karena itu, hasil ekspose, Jaksa Agung memutuskan bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini akan kita bebankan kepada perusahaan-perusahaan seusai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-masing perusahaan tersebut. Dan itu juga sudah ada dalam putusan pengadilan,” kata Febrie.

    Korporasi atau perusahaan tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Binasentosa (SB), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Internusa (TIN), dan PT Venus Inti Perkasa (VIP).

    Kejaksaan pun telah menetapkan kelima perusahaan tersebut menjadi tersangka korporasi dalam kasus itu.

    Ia pun merinci pembebanan kerusakan lingkungan kepada kelima perusahaan itu berdasarkan alat bukti maupun keterangan ahli yang dilalukan pembuktian di persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum dan disetujui dalam putusan hakim.

    Berikut ini rinciannya:

    1.  PT RBT sebesar Rp38,5 triliun.

    2.  PT SB Rp23,6 triliun

    3.  PT SIP Rp24,3 triliun.

    4.  PT TIN Rp23,6 triliun.

    5.  PT VIP Rp42,1 triliun.

    “Ini jumlahnya sekitar Rp152 triliun. Sisanya dari Rp271 triliun yang telah diputuskan oleh hakim dan itu menjadi kerugian negara, ini sedang dihitung oleh BPKP,” ujar Febrie.

    “Siapa yang bertanggung jawab tentunya akan kita tindak lanjuti dan tentunya akan segera kita sampaikan ke publik,” pungkasnya.

    Untuk Perbaiki Lingkungan 

    Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam kesempatan yang sama menjelaskan titik kerugian yang paling besar dalam kasus tersebut adalah kerusakan lingkungan.

    Ia pun bersyukur kerusakan lingkungan itu dapat dibuktikan oleh jaksa di dalam persidangan mengingat biasanya sangat sulit untuk membuktikan hal tersebut.

    “Kita bersyukur bahwa kerusakan lingkungan yang selama ini tidak tertanggulangi, Insyaallah dana ini apabila nanti bisa kita ambil dan kita bisa gunakan untuk perbaikan-perbaikan lingkungan,” kata  Burhanuddin.

    “Kalau teman-teman, misalnya untuk Timah datanglah ke Bangka lihat dari pesawat di bawah itu begitu rusak lingkungan itu. Itulah insyaallah dengan Dana dana yang ada apabila nanti dapat bisa dikembalikan kepada pemerintah untuk perbaikan lingkungan akibat dari pertambangan-pertambangan ini,” sambung dia.

    Rincian Kerugian Lingkungan

    Kejaksaan menggandeng Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo untuk menghitung kerugian kerusakan lingkungan akibat pada kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.

    Untuk menghitung hal tersebut sejumlah instrumen dan metode digunakan, di antaranya melalui citra satelit maupun verifikasi ke lapangan.

    Berdasarkan hal itu, ditemukan total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung adalah 170.363.064 hektar.

    Namun, luas galian yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya 88.900,462 hektar.

    Sedangkan luas galian yang tidak mempunyai izin mencapai 81.462,602 hektar. 

    Penghitungan kemudian dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan.

    Perhitungan dilakukan dengan membagi kerugian lingkungan di kawasan hutan dan luar kawasan hutan.

    Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271,06 triliun). 

    Jumlah tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologi) Rp 157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 223,36 triliun. 

    Sedangkan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL) yakni biaya kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6,62 triliun.

    Sehingga subtotalnya Rp 47,70 triliun.

    Baca juga: Komentari Harvey Moeis Korupsi Rp 300 T Cuma Divonis 6,5 Tahun, Mahfud MD: Duh Gusti, Bagaimana Ini?

    Bila semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, maka total kerugian akibat kerusakan lingkungan itu mencapai Rp 271,06 triliun

  • Urgensi satgas pengadaan gabah petani

    Urgensi satgas pengadaan gabah petani

    Jakarta (ANTARA) – Sebagai operator pangan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, kehadiran dan keberadaan BUMN pangan yakni Perum Bulog, benar-benar sangat strategis.

    Perum Bulog diharapkan tampil selaku perusahaan parastatal yang dapat mengokohkan cadangan pangan Pemerintah melalui pengadaan gabah/beras setinggi-tingginya. Perum Bulog perlu motekar (kosakata dalam bahasa Sunda yang bermakna kreatif) dalam melahirkan terobosan cerdas dan inovatif.

    Itu sebabnya, wajar jika Pemerintah selalu mendorong Perum Bulog untuk meningkatkan serapan gabah/beras.

    Penyerapan gabah/beras itu perlu dioptimalkan, terutama pada saat panen raya berlangsung. Hal itu disampaikan Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui akun Instagramnya.

    Lebih jelasnya berbunyi, “Sobat Pangan, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong Perum Bulog untuk mengoptimalkan serapan gabah/beras petani pada saat panen raya”.

    Apa yang dilakukan Perum Bulog dalam menggeber penyerapan gabah petani mengingatkan penulis pada kejadian sekitar 44 tahun lalu.

    Saat itu, Bulog melakukan kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mempercepat penyerapan gabah petani.

    Kerja sama tersebut diwujudkan dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengadaan Pangan Dalam Negeri. Banyak mahasiswa yang dilibatkan sebagai operatornya di lapangan.

    Lebih dari 4 dekade lalu, sebagai mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB, penulis terlibat aktif dalam proses satgas tersebut.

    Selama sebulan penuh, para mahasiswa IPB bersama petugas Bulog turun ke sawah untuk membeli langsung gabah petani.

    Seiring dengan itu, dilakukan pula pencerahan soal Bulog. Digambarkan Bulog bukan tengkulak. Bulog adalah sahabat petani. Itu sebabnya, Bulog berkewajiban membantu petani untuk memperoleh harga wajar pada saat panen raya tiba.

    Pencerahan petugas Bulog bersama mahasiswa IPB kepada para petani ini betul-betul sangat efektif sehingga hasil pengadaan gabah/beras dalam negeri berhasil sesuai target yang ditetapkan.

    Satgas Pengadaan Pangan memang bukan sekadar mencari gabah/beras para petani, melainkan juga sebagai media untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan Pemerintah di bidang pangan, khususnya pergabahan dan perberasan.

    Satgas berkiprah juga sebagai penyuluh yang berkomunikasi dengan petani di lapangan.

    Pengalaman ini, tentu cukup penting disuarakan kembali saat ini. Langkah Perum Bulog jemput gabah/beras petani sebetulnya telah digarap Bulog bekerja sama dengan IPB sekitar 44 tahun lalu.

    Artinya, kalau 44 tahun lalu Bulog membentuk satgas, apa tidak mungkin, sekarang ini pun Perum Bulog bersama beberapa perguruan tinggi kembali membangun kerja sama untuk menerjunkan para mahasiswanya menjemput gabah/beras para petani.

    Perum Bulog, misalnya, bisa menugaskan Divre Jawa Barat untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti IPB, Universitas Padjadjaran, atau yang lain guna menggarap pengadaan di sentra-sentra produksi padi seperti Karawang, Subang, dan Indramayu.

    Di Jawa Tengah, divisi regional (divre) bisa bekerja sama dengan UGM dan perguruan tinggi lainnya. Begitu pun di Jawa Timur, dapat dibuat kerja sama Divre Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya, Universitas Jember, dan lain sebagainya. Hal yang sama, dapat ditempuh di sentra-sentra produksi padi lainnya.

    Kemitraan seperti ini perlu digarap agar Perum Bulog mendapat dukungan langsung dari kalangan akademisi untuk mengoptimalkan keberadaan Perum Bulog dalam menjalankan peran utamanya sebagai operator pangan.

    Yang harus dihindari adalah tampilnya Perum Bulog hanya sebagai pedagang yang akan membeli gabah/beras petani sematatanpa memosisikan BUMN ini sebagai lembaga pangan yang memiliki tanggung jawab sosial.

    Copyright © ANTARA 2024