Institusi: Imparsial

  • Rekrutmen Besar Tamtama untuk Urusan Sipil Dinilai Cederai Semangat Reformasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 Juni 2025

    Rekrutmen Besar Tamtama untuk Urusan Sipil Dinilai Cederai Semangat Reformasi Nasional 10 Juni 2025

    Rekrutmen Besar Tamtama untuk Urusan Sipil Dinilai Cederai Semangat Reformasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Koalisi Masyarakat Sipil
    untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik rencana TNI Angkatan Darat (AD) yang akan merekrut 24.000 tamtama sebagai langkah yang mencederai semangat reformasi.
    “Hal ini tentu mencederai semangat Reformasi TNI yang menginginkan terbentuknya TNI yang profesional dan tidak lagi ikut-ikutan mengurusi urusan sipil,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto mewakili koalisi, dalam keterangan yang diterima, Selasa (10/6/2025)
    Rekrutmen tamtama untuk membentuk
    Batalyon Teritorial Pembangunan
    tersebut diperuntukkan bagi kerja-kerja non-militer atau untuk mengerjakan urusan sipil.
    “Koalisi memandang, rencana rekrutmen tersebut sudah keluar jauh dari
    tugas utama TNI
    sebagai alat pertahanan negara. TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang dan bukan untuk mengurusi urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” kata .
    Dia menegaskan bahwa TNI seharusnya fokus dalam memperkuat kemampuan tempurnya, apalagi di tengah situasi geopolitik dan ancaman perang yang semakin kompleks dan modern.
    “Dalam konteks itu, menempatkan TNI untuk mengurusi hal-hal di luar pertahanan justru akan melemahkan TNI dan membuat TNI menjadi tidak fokus untuk menghadapi ancaman perang itu sendiri dan secara tidak langsung akan mengancam kedaulatan negara,” tutur dia.
    Rencana ini dinilai menyimpang dari tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara.
     
    Koalisi juga menyebut bahwa rencana pembentukan batalion non-tempur ini merupakan kemunduran dari semangat reformasi TNI pasca-reformasi 1998.
    Menurut mereka, konstitusi secara tegas membatasi keterlibatan TNI dalam urusan sipil, kecuali dalam kondisi tertentu seperti operasi militer selain perang yang harus mendapat persetujuan politik negara.
    “Padahal, konstitusi UUD 1945 dan bahkan UU TNI sendiri telah menetapkan pembatasan terhadap TNI yang jelas-jelas tidak memiliki kewenangan mengurus pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” ucapnya.
    Untuk itu, Koalisi mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR untuk melakukan pengawasan ketat dan mengevaluasi kebijakan rekrutmen tersebut.
    “Karena (kebijakan tersebut) telah menyalahi jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI,” ungkap Ardi.
    Koalisi yang menyampaikan pernyataan ini terdiri dari berbagai lembaga masyarakat sipil seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, ELSAM, AJI Jakarta, WALHI, dan puluhan organisasi lainnya.
    Sebelumnya, Brigjen Wahyu Yudhayana menjelaskan, perekrutan calon tamtama sebanyak 24.000 orang dilatarbelakangi penyusunan struktur organisasi terbaru, yakni membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan.
    “Sebagai implementasi konkret, TNI AD berencana untuk membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mendukung stabilitas dan pembangunan di 514 kabupaten/kota. Setiap batalion nantinya akan berdiri di lahan seluas 30 hektar dan akan memiliki kompi-kompi yang secara langsung menjawab kebutuhan masyarakat,” ujar Wahyu kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025) malam.
    Namun, para prajurit ini disiapkan bukan untuk bertempur, melainkan untuk menjawab kebutuhan di tengah-tengah masyarakat, mulai dari ketahanan pangan hingga pelayanan kesehatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Dandim Jakpus Surati Bea Cukai untuk Amankan Barang, Kritik Mencuat
                        Nasional

    3 Dandim Jakpus Surati Bea Cukai untuk Amankan Barang, Kritik Mencuat Nasional

    Dandim Jakpus Surati Bea Cukai untuk Amankan Barang, Kritik Mencuat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Langkah Komandan Kodim (Dandim) 0501/JP Jakarta Pusat,
    Letkol Harry Ismail
    , menjadi sorotan usai bersurat kepada Kepala Kantor
    Bea Cukai
    Bandara Soekarno-Hatta.
    Surat yang ditandatangani Letkol Harry pada tanggal 14 Mei 2025 itu meminta agar pihak
    Bea Cukai
    meloloskan barang bawaan milik seseorang bernama
    Arie Kurniawan
    tanpa diperiksa petugas.
    Berdasarkan salinan surat yang tersebar di media sosial, tertulis bahwa barang-barang yang dibawa oleh Arie merupakan oleh-oleh, terdiri dari jam tangan, tas, jaket, serta pernak-pernik untuk kulkas.
    Letkol Harry menuliskan, salah satu dasar surat tersebut adalah sinergisitas antara TNI, Bea Cukai, dan Imigrasi.
    Setelah surat tersebut viral di media sosial, Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta (Kodam Jaya) langsung memberikan klarifikasi.
    Kepala Penerangan Kodam Jaya (Kapendam Jaya), Kolonel Czi Anto Indriyanto, mengatakan bahwa pada saat kedatangan, Arie Kurniawan tidak mendapat perlakuan khusus.
    Barang bawaannya tetap diperiksa oleh petugas Bea Cukai di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
    “Barang yang dibawa oleh Bapak Arie Kurniawan tetap dilaksanakan pemeriksaan secara keseluruhan oleh petugas dan tidak ada barang ilegal,” kata Anto kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).
    Menurut Anto, surat tersebut ditulis semata-mata untuk memohon bantuan dan perhatian dari petugas Bea Cukai, mengingat anak dari Arie Kurniawan sedang dalam kondisi sakit.
    Ia menambahkan, Arie Kurniawan merupakan sahabat dari Letkol Harry sehingga permintaan itu didasari hubungan personal.
    “Surat yang dibuat oleh Dandim bukan untuk mengintervensi atau menghindari kewajiban kepabeanan,” kata Anto.
    Kodam Jaya menegaskan akan tetap memantau dan mendalami permasalahan ini.
    Tindakan tegas pun akan diambil bila di kemudian hari terdapat pelanggaran terhadap aturan yang berlaku.
    “Permasalahan ini masih didalami. Apabila ada hal-hal yang tidak sesuai aturan, maka tentunya akan ada tindakan untuk yang bersangkutan,” ujar Kapendam.
    Permintaan ‘perlakuan khusus’ untuk kerabat personel TNI ini mendapat kecaman dari sejumlah pihak, salah satunya Imparsial.
    Aksi surat-menyurat oleh Letkol Harry Ismail ini dianggap sebagai suatu intervensi dan upaya intimidasi kepada instansi lain.
    Padahal, instansi lain dalam hal ini Bea Cukai, sudah punya prosedur operasi standar (SOP) yang jelas.
    “Biarkan Bea Cukai bekerja sesuai standar aturan yang sudah berlaku di Bea Cukai. Jangan ada intervensi, intimidasi, kolusi, dan nepotisme kepada Bea Cukai dalam menjalankan kerjanya,” ujar Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, saat dihubungi Kamis (29/5/2025).
    Araf menilai TNI tidak punya urusan untuk menyurati instansi seperti Bea Cukai, terlebih ketika tugas TNI adalah sebagai alat pertahanan negara.
    Sementara, surat dari Letkol Harry sama sekali tidak berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI.
    Di samping itu, Araf juga menyoroti sosok Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama yang berlatar belakang tentara.
    Kendari surat Letkol Harry dilayangkan sebelum Djaka menjadi Dirjen Bea Cukai, Araf mengingatkan bahwa personel TNI tidak boleh bertindak macam-macam hannya karena posisi Dirjen Bea Cukai diisi purnawirawan TNI.
    “Jangan karena Dirjen Bea Cukai berasal dari militer, hal-hal seperti ini diperbolehkan dan dibiarkan. Bea Cukai harus tegas bahwa semua harus sesuai prosedur dan tidak perlu ada surat-menyurat seperti itu,” tegas Araf.
    Lebih lanjut, pimpinan TNI juga diharapkan segera mengevaluasi tindak laku anak buahnya ini agar tidak lagi melakukan tindakan yang menimbulkan pertanyaan di publik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Imparsial Kritik Dandim Jakpus Surati Bea Cukai Minta Amankan Barang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 Mei 2025

    Imparsial Kritik Dandim Jakpus Surati Bea Cukai Minta Amankan Barang Nasional 29 Mei 2025

    Imparsial Kritik Dandim Jakpus Surati Bea Cukai Minta Amankan Barang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tindakan Komandan Kodim (Dandim) 0501/JP Jakarta Pusat, Letkol Harry Ismail, yang menyurati Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta dikritik oleh kelompok pemerhati militer dan hak asasi manusia (HAM),
    Imparsial
    .
    “Biarkan Bea Cukai bekerja sesuai standar aturan yang sudah berlaku di Bea Cukai. Jangan ada intervensi, intimidasi, kolusi, dan nepotisme kepada Bea Cukai dalam menjalankan kerjanya,” ujar peneliti senior Imparsial,
    Al Araf
    , kepada wartawan, Kamis, (29/5/2025).
    Soalnya, surat menyurati ini dinilai menyiratkan adanya intervensi dan intimidasi dari
    TNI
    kepada Bea Cukai.
    Al Araf mengatakan TNI bertugas sebagai alat pertahanan negara sehingga urusan surat menyurat tidak masuk dalam tugas dan fungsi pokok para prajurit.
    Dilantiknya, Letjen (Purn) TNI
    Djaka Budi Utama
    sebagai
    Dirjen Bea Cukai
    dinilai tidak membenarkan tindakan Dandim Jakpus yang meminta Bea Cukai untuk meloloskan barang pribadi milik kerabatnya.
    “Jangan karena Dirjen Bea Cukai berasal dari militer hal-hal seperti ini diperbolehkan dan dibiarkan. Bea cukai harus tegas bahwa semua harus sesuai prosedur dan tidak perlu ada surat menyurat seperti itu,” tegas Araf.
    Lebih lanjut, pimpinan TNI juga diharapkan segera mengevaluasi tindak laku anak buahnya ini agar tidak lagi melakukan tindakan yang menimbulkan pertanyaan di publik.
    Diberitakan, Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta (Kodam Jaya) memberikan klarifikasi terkait beredarnya surat dari Komandan Kodim (Dandim) 0501/JP Jakarta Pusat, Letkol Harry Ismail, kepada Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
    Dalam surat tersebut, Letkol Harry meminta petugas Bea Cukai mengamankan barang bawaan seorang penumpang bernama Arie Kurniawan yang baru kembali dari luar negeri.
    Kepala Penerangan Kodam Jaya (Kapendam Jaya) Kolonel Czi Anto Indriyanto menegaskan, surat itu tidak dimaksudkan untuk mengintervensi proses kepabeanan atau menghindari kewajiban pajak impor.
    “Surat yang dibuat oleh Dandim bukan untuk mengintervensi atau menghindari kewajiban kepabeanan,” kata Kapendam Jaya kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).
    Kapendam menjelaskan bahwa meskipun surat permohonan tersebut dikirim, barang-barang milik Arie Kurniawan tetap diperiksa secara menyeluruh oleh petugas Bea Cukai di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ada Nama Inayah Wahid dalam Daftar Pemohon Gugatan UU TNI di MK

    Ada Nama Inayah Wahid dalam Daftar Pemohon Gugatan UU TNI di MK

    Ada Nama Inayah Wahid dalam Daftar Pemohon Gugatan UU TNI di MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Putri bungsu presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur,
    Inayah Wahid
    turut menjadi pemohon dalam gugatan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
    Dalam dokumen permohonan di MK, Inayah menjadi salah satu dari lima pemohon dalam gugatan yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Pertahanan pada Rabu (7/5/2025) kemarin.
    Inayah menjadi pemohon keempat dalam gugatan itu. Pemohon pertama merupakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial) sebagai pemohon kedua, dan Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai pemohon ketiga.
    Pemohon kelima dan keenam tercatat Eva Nurcahyani seorang mahasiswa, dan aktivis hak asasi manusia (HAM), Fatiah Maulidiyanty yang juga merupakan eks koordinator KontraS.
    Dalam gugatannya, anggota koalisi dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arief Maulana, mengatakan, tuntutan dalam provisi meminta agar MK menunda pemberlakuan UU TNI dalam putusan sela, sebelum ada putusan final dan mengikat.
    “Putusan sela atau putusan provisi agar Mahkamah Konstitusi, para Hakim Mahkamah Konstitusi, untuk kemudian menunda pemberlakuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan atas Undang-Undang TNI sampai dengan adanya putusan akhir Mahkamah Konstitusi. Itu yang pertama,” ujar Arief saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu.
    Dalam provisi, Arief juga meminta agar MK memerintahkan Presiden Prabowo Subianto agar tidak menerbitkan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan UU TNI yang baru.
    “Kami juga kemudian menuntut dan juga meminta kepada Hakim Mahkamah Konstitusi untuk tidak mengeluarkan kebijakan dan atau tindakan strategis yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang, revisi Undang-Undang TNI sampai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.
    Masih dalam provisi, permintaan agar eksekutif tidak mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan UU TNI yang baru harus diterapkan di segala sektor, termasuk untuk kementerian, lembaga, dan badan terkait.
    “Agar tidak terjadi pelanggaran konstitusi yang kemudian berdampak pada berbagai pelanggaran hak asasi manusia atau kerugian masyarakat,” tuturnya.
    Kemudian dalam pokok permohonan, Arief mengatakan koalisi masyarakat sipil meminta agar seluruh Hakim MK menyatakan UU TNI Nomor 3/2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
    “Sehingga kemudian UU 34/2004 tentang TNI seluruhnya diberlakukan kembali,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kisah Haru Paramedis Gaza: Selamat Dari Pembantaian, Dibebaskan Setelah 37 Hari Dalam Penjara Israel – Halaman all

    Kisah Haru Paramedis Gaza: Selamat Dari Pembantaian, Dibebaskan Setelah 37 Hari Dalam Penjara Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Sepuluh tahanan Palestina dibebaskan dan dikembalikan pihak Israel ke Jalur Gaza.

    Assaad al-Nassasra termasuk dalam rombongan sepuluh orang yang dibebaskan itu.

    Ia merupakan seorang paramedis Palestina yang selamat dari serangan Israel terhadap tim medis di Gaza. 

    Al-Nassasra akhirnya menghirup udara bebas setelah 37 hari mendekam dalam tahanan Israel. 

    Konfirmasi pembebasan ini disampaikan langsung oleh the Palestine Red Crescent Society (PRCS), organisasi kemanusiaan yang aktif memberikan layanan kesehatan di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.

    Seperti dikutip dari laporan Al-Jazeera pada (29/4/2025), momen haru saat ia bertemu kembali dengan rekan-rekannya terekam dalam unggahan media sosial PRCS. 

    Dalam video tersebut, al-Nassasra terlihat mengenakan jaket merah kebanggaan PRCS dan memeluk erat rekan-rekannya setelah melewati masa sulit di tahanan.

    Penangkapan al-Nassasra terjadi setelah serangan brutal militer Israel pada 23 Maret yang menyasar petugas medis di wilayah Rafah, Gaza Selatan.

    Serangan tersebut merenggut nyawa 15 tenaga medis dan memicu kecaman keras dari komunitas internasional, mereka juga menuntut adanya penyelidikan independen. 

    “Dia ditangkap saat menjalankan tugas kemanusiaannya selama pembantaian tim medis di wilayah Tel Al-Sultan di Kegubernuran Rafah,” kata PRCS, dikutip dari Al-Jazeera. 

    Sebelumnya, PRCS melaporkan bahwa pasukan Israel secara sengaja menembaki petugas medis yang sedang berupaya mengevakuasi korban luka akibat serangan Israel sebelumnya. 

    Tragisnya, PRCS kehilangan kontak dengan timnya, dan pasukan Israel menghalangi akses ke wilayah Tel Al-Sultan di Kegubernuran Rafah. 

    Seminggu kemudian, ketika pejabat PBB dan Palestina berhasil mendatangi area tersebut, mereka menemukan kuburan massal dan ambulans yang hancur. 

    Delapan pekerja PRCS, enam anggota tim Pertahanan Sipil Palestina, dan seorang staf PBB tewas dalam tragedi tersebut.

    “Pembantaian tim kami ini adalah tragedi tidak hanya bagi kami di PRCS Palestina, tetapi juga bagi kerja kemanusiaan universal,’’ tegas PRCS.

    Militer Israel, di tengah kecaman global, mengumumkan penyelidikan atas insiden tersebut. 

    Namun, pekan lalu mereka menyatakan bahwa dari hasil penyelidikan internal mengidentifikasi adanya “kesalahan profesional’’.

    Mereka bersikeras tidak melanggar kode etik militer, dan hanya seorang tentara yang dikenai sanksi pemberhentian. 

    PRCS dengan tegas menolak pernyataan tersebut dan menyerukan penyelidikan independen dan imparsial oleh badan PBB.

    Sebagai informasi, Al-Nassasra, seorang ayah berusia 47 tahun, adalah salah satu dari dua orang yang selamat dari serangan Israel terhadap Paramedis Palestina. 

    Korban selamat lainnya, Munther Abed, mengatakan bahwa saat itu ia menyaksikan langsung penangkapan al-Nassasra, ia melihatnya diikat dan dibawa pergi. 

    Putra al-Nassasra, Mohamed, mengungkapkan bahwa ayahnya terakhir kali berkomunikasi dengan keluarga pada malam serangan, memberitahukan bahwa ia sedang menuju markas PRCS untuk berbuka puasa Ramadan bersama rekan-rekannya. 

    Kekhawatiran keluarga memuncak ketika panggilan telepon mereka keesokan harinya tidak dijawab, dan PRCS mengonfirmasi bahwa mereka juga kehilangan kontak dengan al-Nassasra dan petugas darurat lainnya.

    Mohamed mengenang bahwa ayahnya selalu mengingatkan keluarga bahwa ia mungkin tak akan kembali. 

    Namun keluarga berusaha untuk tidak memikirkan hal itu karena al-Nassasra terus bekerja selama 18 bulan dalam perang Israel-Palestina.

    Rekan Al-Nassasra, Ibrahim Abu al-Kass, menambahkan bahwa Al-Nassasra dikenal selalu membawa permen untuk dibagikan kepada anak-anak, menyuruh mereka untuk bermain di tempat yang aman.

    Israel telah melakukan penangkapan yang intensif selama perang. 

    Menurut Palestinian prisoner support network Addameer, setidaknya 9.900 warga Palestina, termasuk 400 anak-anak, saat ini mendekam di penjara-penjara Israel.

    Lebih dari 3.400 di antaranya ditahan tanpa dakwaan atau pengadilan di bawah kebijakan “penahanan administratif” yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu.

    Al-Nassasra akhirnya dibebaskan ke Gaza melalui pos pemeriksaan Kissufim bersama dengan sepuluh tahanan lainnya. 

    Setibanya, mereka segera dilarikan ke rumah sakit di Deir el-Balah, Gaza tengah, untuk menjalani pemeriksaan medis. 

    Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera melaporkan dari kota tersebut bahwa para tahanan yang dibebaskan mengaku mengalami penyiksaan “dengan cara yang mengerikan” dan berada dalam kondisi fisik dan psikologis yang sangat memprihatinkan.

    Serangan terhadap petugas pertolongan pertama, pekerja kemanusiaan, dan jurnalis oleh pasukan Israel selama pemboman Gaza telah menjadi perhatian serius. 

    Lebih dari 52.300 warga Palestina telah kehilangan nyawa sejak perang berkecamuk pada 7 Oktober 2023, sementara setidaknya 117.905 lainnya mengalami luka-luka, menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza. (Tribunnews.com/ Grace Sanny Vania)

  • Paramedis Gaza yang Selamat dari Serangan Israel Kini Dibebaskan, Langsung Peluk Rekan-rekannya – Halaman all

    Paramedis Gaza yang Selamat dari Serangan Israel Kini Dibebaskan, Langsung Peluk Rekan-rekannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang paramedis Palestina yang selamat dari serangan mematikan Israel terhadap sekelompok responden pertama di Gaza selatan bulan lalu telah dibebaskan dari penahanan Israel, kata Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS).

    Assaad al-Nassasra, seorang pengemudi ambulans, termasuk di antara sedikitnya 10 tahanan Palestina yang dibebaskan ke Jalur Gaza pada Selasa (29/4/2025), kata PRCS.

    PRCS membagikan rekaman di media sosial yang menunjukkan al-Nassasra yang tampak emosional.

    Pria itu mengenakan jaket PRCS merah cerah, memeluk rekan-rekannya setelah 37 hari di tahanan Israel.

    Keberadaan al-Nassasra tidak diketahui secara pasti setelah militer Israel menembaki petugas tanggap pertama Palestina di wilayah Rafah, Gaza selatan, pada 23 Maret 2025.

    Serangan itu menewaskan 15 petugas kesehatan dan memicu kemarahan luas serta seruan untuk penyelidikan independen.

    “Dia ditangkap saat menjalankan tugas kemanusiaannya selama pembantaian tim medis di wilayah Tel Al-Sultan, Provinsi Rafah,” kata PRCS.

    PRCS melaporkan bulan lalu bahwa pasukan Israel menembaki petugas medis, yang sedang mengendarai ambulans untuk membantu warga Palestina yang terluka di lokasi serangan Israel sebelumnya.

    Badan tersebut mengatakan pihaknya kehilangan kontak dengan timnya dan pasukan Israel memblokir akses ke lokasi insiden.

    Ketika pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Palestina dapat mencapai daerah itu seminggu kemudian, mereka menemukan kuburan massal tempat ambulans dan mayat-mayat dikubur dengan buldoser.

    Delapan pekerja PRCS tewas bersama dengan enam anggota tim Pertahanan Sipil Palestina dan satu pegawai PBB, kata PRCS.

    “Pembantaian tim kami ini merupakan tragedi bukan hanya bagi kami di Bulan Sabit Merah Palestina, tetapi juga bagi kerja kemanusiaan dan kemanusiaan,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan pada tanggal 30 Maret.

    Sebuah video yang diambil dari ponsel salah satu petugas medis yang terbunuh menunjukkan saat-saat terakhir mereka.

    Mereka mengenakan seragam yang sangat reflektif dan berada di dalam kendaraan penyelamat yang dapat dikenali dengan jelas sebelum mereka ditembak oleh pasukan Israel.

    Di tengah kecaman internasional, militer Israel mengumumkan akan menyelidiki apa yang terjadi.

    Minggu lalu, militer menyatakan bahwa penyelidikannya telah mengidentifikasi serangkaian “kegagalan profesional”.

    Militer menyatakan kode etiknya tidak dilanggar dan seorang prajurit dipecat.

    PRCS mengecam temuan militer Israel dan menyerukan penyelidikan independen dan imparsial oleh badan PBB.

    Al-Nassasra (47) adalah salah satu dari dua orang yang selamat dari serangan itu.

    Korban selamat lainnya, Munther Abed, mengatakan saat itu bahwa ia melihat al-Nassasra ditangkap, diikat, dan dibawa pergi.

    Ayah enam anak ini terakhir kali berbicara dengan keluarganya pada malam serangan Israel ketika ia menghilang.

    Ia memberi tahu mereka dirinya sedang dalam perjalanan ke markas PRCS untuk berbuka puasa Ramadan bersama rekan-rekannya, menurut putranya, Mohamed.

    Ketika keluarganya mencoba menghubunginya sekitar fajar keesokan harinya, dia tidak menjawab.

    Mereka mengetahui dari PRCS bahwa tidak seorang pun yang dapat menghubunginya atau pekerja darurat lainnya.

    Al-Nassasra selalu memperingatkan keluarganya bahwa setiap kali ia pergi menjalankan misi, ia mungkin tidak akan kembali, kata putranya.

    Keluarganya berusaha untuk tidak memikirkan hal itu karena al-Nassasra terus melanjutkan tugasnya selama perang Israel di Gaza yang berlangsung selama 18 bulan.

    Rekannya Ibrahim Abu al-Kass juga mengatakan kepada Al Jazeera bahwa al-Nassasra selalu membawa permen untuk ditawarkan kepada anak-anak guna mendorong mereka bermain di tempat yang aman, bukan di tengah jalan.

    Israel telah melakukan kampanye penangkapan yang intensif selama perang.

    Menurut jaringan pendukung tahanan Palestina Addameer, sedikitnya 9.900 warga Palestina saat ini ditahan di fasilitas penahanan Israel, termasuk 400 anak-anak.

    Lebih dari 3.400 orang ditahan tanpa dakwaan atau pengadilan berdasarkan apa yang dikenal sebagai “penahanan administratif”, yang dapat diperpanjang untuk jangka waktu enam bulan tanpa batas waktu.

    Al-Nassasra dilepaskan ke Gaza melalui pos pemeriksaan Kissufim bersama dengan 10 tahanan lainnya sebelum mereka dikirim ke rumah sakit di Deir el-Balah, Gaza tengah untuk pemeriksaan medis.

    Melaporkan dari kota tersebut, Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera mengatakan para tahanan yang dibebaskan melaporkan disiksa dengan “cara yang mengerikan” dan berada dalam kondisi fisik dan psikologis yang buruk.

    Pasukan Israel secara rutin menargetkan responden pertama, pekerja kemanusiaan, dan jurnalis selama pemboman Gaza.

    Lebih dari 52.300 warga Palestina telah tewas sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023, sementara sedikitnya 117.905 orang terluka, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • TNI Berseragam Lengkap Masuk Kampus, Mirip Pangkopkamtib Era Orde Baru

    TNI Berseragam Lengkap Masuk Kampus, Mirip Pangkopkamtib Era Orde Baru

    PIKIRAN RAKYAT – Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras aksi anggota TNI berseragam lengkap yang mendatangi sejumlah kampus dalam beberapa hari terakhir. Aksi ini dinilai telah melampaui batas kewenangan militer dan mencemaskan kebebasan sipil, terutama dalam ruang akademik dan gerakan mahasiswa.

    Insiden ini terjadi di Universitas Indonesia pada 16 April 2025 dan UIN Walisongo, Semarang, pada 14 April 2025. Meskipun pihak TNI berdalih kegiatan tersebut merupakan bagian dari koordinasi dan komunikasi, Koalisi menilai kehadiran mereka justru mengarah pada tindakan represif. Disebutkan bahwa anggota TNI masuk ke ruang organisasi mahasiswa dan menginterogasi mahasiswa terkait agenda kegiatan serta isu-isu publik yang sedang dibahas.

    Unjuk rasa menyikapi UU TNI diSidoarjo ANTARA FOTO

    “Paket ‘interogasi dan intimidasi’ tersebut bergaya Pangkopkamtib seperti zaman Orde Baru,” ujar Julius Ibrani, perwakilan Koalisi, dalam pernyataan tertulis yang diterima Pikiran Rakyat, Senin (21/4/2025).

    Koalisi menyatakan bahwa tindakan aparat militer tersebut tidak hanya mengancam demokrasi dan bertentangan dengan Konstitusi, tetapi juga berpotensi memperkuat dugaan kembalinya praktik dwifungsi TNI dalam ranah sipil. Mereka mengingatkan bahwa militer memiliki tugas pokok di bidang pertahanan negara dan tidak memiliki wewenang dalam urusan kemahasiswaan ataupun akademik.

    “Koalisi masyarakat sipil mengingatkan Panglima TNI bahwa militer memiliki tugas dan fungsi pertahanan, tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi dan ikut campur dalam urusan akademis terlebih lagi gerakan mahasiswa,” tegas Julius.

    Prabowo Harus Jalankan Amanat Konstitusi

    Koalisi juga mendesak Panglima TNI untuk menjatuhkan sanksi terhadap anggota yang dianggap mencoreng profesionalisme institusi. Selain itu, Presiden Prabowo Subianto diminta menjalankan amanat konstitusi dengan mengarahkan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI agar fokus pada fungsi pertahanan serta tidak mencampuri urusan sipil.

    “Kepada Presiden Prabowo Subianto kami juga menyampaikan agar Presiden menjalankan amanat konstitusi, memberikan arahan kepada Menteri Pertahanan dan Panglima TNI agar pasukan TNI tetap menjaga mandat sebagai penjaga pertahanan, tidak mencampuri urusan sipil, serta menghormati prinsip demokrasi, kebebasan sipil akademik, dan hak berkumpul warga negara,” lanjut Julius.

    Koalisi juga meminta Komisi I DPR RI untuk mengawasi implementasi revisi Undang-Undang TNI dan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusional.

    Dalam rilisnya, Koalisi yang terdiri dari berbagai lembaga masyarakat sipil seperti Imparsial, PBHI, Elsam, Centra Initiative, De Jure, HRWG, dan Walhi, menyerukan agar ruang sipil tetap terbebas dari intervensi militer demi menjaga iklim demokrasi di Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Mantan Komisioner Kompolnas Sebut Kunjungan Serdik Sespimmen Polri ke Jokowi Hal Biasa

    Mantan Komisioner Kompolnas Sebut Kunjungan Serdik Sespimmen Polri ke Jokowi Hal Biasa

    loading…

    ejumlah perwira polisi peserta Didik Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Serdik Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-65 mengunjungi kediaman mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Solo. FOTO/IST

    JAKARTA – Sejumlah perwira polisi peserta Didik Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Serdik Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-65 mengunjungi kediaman mantan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) di Solo. Kedatangannya untuk menimba ilmu mengenai strategi kepemimpinan.

    Mantan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti menilai kunjungan tersebut hal biasa dan tidak perlu diperdebatkan.

    “Saya menganggap kunjungan peserta Sespimen Polri ke kediaman Presiden ke-7 RI Bapak Joko Widodo untuk bersilaturahmi dan berdiskusi, adalah suatu hal yang biasa dan tidak perlu disikapi terlalu sensitif dan penuh prasangka, karena hal tersebut justru akan membuat kita terkotak-kotak,” katanya kepada wartawan, Senin (21/4/2025).

    Polri, kata Poengky, lahir dari masyarakat dan wajib menjaga serta memelihara kamtibmas dengan sebaik-baiknya untuk tegaknya keamanan dalam negeri.

    “Oleh karena itu pada masa pendidikan sebagai pemimpin, anggota Polri wajib menggali ilmu sekaligus pengalaman dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, dan tokoh-tokoh yang dianggap dapat memberikan ilmunya, agar nantinya sebagai anggota Polri dapat melaksanakan tugas dengan lebih baik,” ujarnya.

    Poengky mengakui bahwa pada masa pemerintahannya, Jokowi sangat perhatian pada Polri, termasuk anggaran Polri yang mengalami kenaikan signifikan. “Sehingga Polri dapat melakukan modernisasi institusi dengan lebih baik dan kesejahteraan anggota Polri juga lebih baik, sehingga Polri dapat lebih bermanfaat bagi rakyat,” katanya.

    “Presiden Joko Widodo sebagai Presiden RI ke-7 jelas sangat memahami dan memiliki ilmu mengenai keamanan dalam negeri yang dapat dibagikan kepada siapa pun yang membutuhkan, termasuk kepada anggota Polri peserta didik Sespimen,” sambungnya.

    Poengky mengatakan, para peserta didik Sespimen maupun Sespimti bebas menggali ilmunya dari siapa pun. “Termasuk ketika saya dulu masih aktif di LSM Imparsial yang fokus di bidang Hak Asasi Manusia dan Reformasi Sektor Keamanan, kami juga menerima kunjungan peserta didik Sespimen dan Sespimti, dan berdiskusi kritis dengan mereka,” katanya.

    “Pertemuan dengan mereka justru dapat membuka cakrawala berpikir kedua belah pihak, dan kami menganggap diskusi ini sangat positif,” sambungnya.

    (abd)

  • Fenomena Tentara Kembali Masuk Kampus, Dejavu Orba?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Fenomena Tentara Kembali Masuk Kampus, Dejavu Orba? Nasional 21 April 2025

    Fenomena Tentara Kembali Masuk Kampus, Dejavu Orba?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di lingkungan kampus kembali menjadi sorotan publik.
    Sejumlah pengamat dan akademisi menilai fenomena ini sebagai kemunduran demokrasi yang mengingatkan pada masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto, yang dikenal dengan sebutan
    Orde Baru
    (Orba).
    Pada masa itu, militer memiliki peran dominan dalam kehidupan sipil, termasuk institusi pendidikan.
    Lantas, seperti apa kritik pengamat dan bagaimana peristiwa TNI kembali masuk kampus yang mengingatkan pada masa Orde Baru itu?
    Dan bagaimana TNI merespons fenomena ini?
    Peneliti Senior Imparsial dan Ketua Centra Initiative, Al Araf, mengatakan, fenomena militer masuk ke kampus pernah terjadi di era Orde Baru saat Soeharto berkuasa.
    Hal ini dia ungkapkan setelah fenomena militer masuk kampus di acara mahasiswa yang terus berulang belakangan ini.
    “Militer masuk di wilayah kampus pernah terjadi pada era 1970-1980, pada waktu itu peristiwa masuknya tentara ke kampus ITB itu tahun 70-80an,” kata Araf saat dihubungi melalui telepon, Minggu (20/4/2025).
    Namun, peristiwa itu terjadi lagi.
    Menurut Araf, hal ini menandakan sebuah kemunduran demokrasi yang semakin nyata, khususnya kemunduran tata kelola pertahanan Indonesia.
    “Tapi sekarang terjadi sehingga ini menjadi preseden buruk dan mundur ke belakang kita dalam konteks tata kelola pertahanan di mana militer masuk kembali ke wilayah kampus,” kata dia.
    Sementara itu, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) sekaligus Pengamat Militer, Khairul Fahmi, menilai kembali masuknya TNI ke kampus adalah inisiatif yang kelewat batas atau kebablasan.
    “Saya melihatnya lebih sebagai indikasi adanya inisiatif lapangan yang kebablasan, bukan kebijakan sistemik,” ujar Khairul kepada Kompas.com, Jumat (18/4/2025).
    Ia menilai, kejadian ini bisa jadi merupakan inisiatif dari anggota di lapangan yang diambil berdasarkan penilaian sendiri tanpa mengetahui batasan kewenangan.
    Untuk menanggulangi hal ini, menurutnya, pimpinan TNI perlu memberikan penjelasan serta meluruskan isu-isu yang beredar.
    Kompas.com mencatat total 5 peristiwa
    TNI masuk kampus
    yang terjadi sejak Maret 2025.
    Pertemuan pada 24 Maret 2025 terjadi antara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Kodim 0701 Banyumas, Jawa Tengah, yang dilatarbelakangi aksi protes RUU TNI pada 21 Maret 2025.
    Peristiwa kedua, pada 25 Maret, di mana mahasiswa Papua mengaku merasa terancam dengan beredarnya surat dari Komando Distrik Militer 1707/Merauke yang dikirimkan kepada Sekretariat Daerah Merauke untuk meminta data mahasiswa.
    Di awal surat, Kodim menjelaskan dua dasar permintaan data tersebut, yaitu program kerja bidang intelijen/pengamanan dan pertimbangan komando serta Staf Kodim 1707/Merauke.
    Ketiga, pengumuman kerja sama antara TNI dan Universitas Udayana.
    Meski perjanjian itu diteken oleh Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, dan Panglima Kodam IX/Udayana, Muhammad Zamroni, atas nama Kepala Staf Angkatan Darat pada 5 Maret di Denpasar, informasi tersebut menjadi sorotan pada 26 Maret.
    Peristiwa keempat adalah kedatangan anggota TNI dalam diskusi bertema “Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik,” di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, pada 14 April 2025.
    Laporan dari Amnesty Internasional Indonesia menyebut, anggota TNI itu menanyakan identitas pribadi para panitia diskusi secara perinci, mulai dari nama, tempat tinggal, dan jenjang semester.
    Terakhir, peristiwa kedatangan TNI ke kampus Universitas Indonesia pada 16 April 2025.
    Kabar yang viral di media sosial itu menyebutkan TNI masuk kampus Universitas Indonesia (UI) saat ada kegiatan BEM.
    Padahal, pihak rektorat UI menyatakan tidak mengundang TNI masuk area kampusnya untuk menghadiri kegiatan tersebut.
    Kehadiran sejumlah anggota TNI di area Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) UI, Depok, dikabarkan terpantau pada Rabu (16/4) pukul 23.00 WIB malam.
    Malam itu, mahasiswa sedang menggelar Konsolidasi Nasional Mahasiswa di Pusgiwa UI.
    Pihak yang hadir adalah perwakilan BEM pelbagai kampus dan organisasi mahasiswa lain dari seluruh Indonesia.
    Mereka membahas isu kebangsaan.
    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menegaskan, TNI tidak melakukan intimidasi terhadap mahasiswa ketika masuk ke kampus seperti yang dikabarkan di media sosial.
    Ia pun menilai, persepsi intimidasi TNI terhadap mahasiswa itu sebagai bentuk rongrongan kekuasaan.
    “Nah ini menurut saya ada pihak yang pengin merongrong pemerintah dengan memojokkan TNI dan mahasiswa,” kata Kristomei kepada Kompas.com, Jumat.
    Dia menanggapi narasi yang muncul di media sosial perihal kedatangan aparat TNI di kampus UI saat hari berlangsungnya Konsolidasi Nasional Mahasiswa di Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa UI).
    Kristomei melihat unggahan dari akun Instagram @pantauaparat yang menarasikan kehadiran aparat TNI di lingkungan kampus sebagai bentuk intimidasi dan pelanggaran kebebasan akademik.
    Pada akun Instagram itu, ada foto peristiwa kedatangan anggota TNI di UI Rabu (16/4) lalu.
    “Intimidasinya di mana?” ujar Kristomei.
    Kristomei menjelaskan bahwa tentara datang karena diundang mahasiswa yang sudah menjadi sahabat.
    “Cuma narasi yang dibuat adalah seolah-olah TNI mengawasi diskusi. Itu tak ada kaitannya,” tepis Kristomei.
    Lebih lanjut, ia juga menegaskan peristiwa tentara masuk kampus bukan upaya mengembalikan dwifungsi di era Orba.
    Jika ada yang mengaitkan dengan upaya mengembalikan dwifungsi, lanjut Kristomei, itu penilaian yang sangat berlebihan.
    “Kalau ketakutan terhadap TNI akan balik dwifungsi ABRI seperti dulu zaman Orba, ini menurut saya ketakutan yang berlebihan,” ujar Kristomei.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fenomena Tentara Kembali Masuk Kampus, Dejavu Orba?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    TNI Masuk Kampus, Pengamat: Preseden Buruk dan Mundur ke Belakang Nasional 20 April 2025

    TNI Masuk Kampus, Pengamat: Preseden Buruk dan Mundur ke Belakang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Peneliti Senior Imparsial dan Ketua Centra Initiative,
    Al Araf
    , mengatakan, fenomena militer masuk ke
    kampus
    pernah terjadi di era
    Orde Baru
    saat Presiden Kedua RI, Soeharto, berkuasa.
    Hal ini dia ungkapkan setelah fenomena militer masuk kampus di acara mahasiswa yang terus berulang belakangan ini.
    “Militer masuk di wilayah kampus pernah terjadi pada era 1970-1980, pada waktu itu peristiwa masuknya tentara ke kampus ITB itu tahun 70-80an,” kata Araf saat dihubungi melalui telepon, Minggu (20/4/2025).
    Namun peristiwa buruk itu terjadi lagi, menurut Araf, hal ini menandakan sebuah kemunduran demokrasi yang semakin nyata, khususnya kemunduran tata kelola pertahanan Indonesia.
    “Tapi sekarang terjadi sehingga ini menjadi preseden buruk dan mundur ke belakang kita dalam konteks tata kelola pertahanan di mana militer masuk kembali ke wilayah kampus,” kata dia.
    “Nah dalam politik hak asasi manusia, hal-hal seperti itu bisa diduga sebagai bentuk intimidasi dan koersi terhadap mahasiswa, sementara pada sisi lain mahasiswa sedang melakukan konsolidasi terhadap dirinya,” imbuh Al Araf.
    Sebab itu, dia mendorong agar DPR-RI mengambil tindakan atas perlakuan
    TNI
    masuk kampus tersebut sebagai upaya koreksi.
    “Dengan demikian, DPR harus mengambil perannya sebagai wakil rakyat untuk mengoreksi langkah-langkah pemerintah, khususnya TNI yang masuk kampus tadi, yang memang secara nyata salah dan tidak sejalan dengan Undang-Undang TNI,” katanya.
    Sebagai informasi,
    TNI masuk kampus
    ini tercatat berulang kali terjadi sejak Maret 2025.
    Pertemuan pada 24 Maret 2025 terjadi antara Badan Eksekutif Mahasiswa dan Kodim 0701 Banyumas, Jawa Tengah, yang dilatarbelakangi aksi protes RUU TNI pada 21 Maret 2025.
    Pada 25 Maret, giliran mahasiswa Papua merasa terancam dengan beredarnya surat dari Komando Distrik Militer 1707/Merauke yang dikirimkan kepada Sekretariat Daerah Merauke untuk meminta data mahasiswa.
    Di awal surat, Kodim menjelaskan dua dasar permintaan data tersebut, yaitu program kerja bidang intelijen/pengamanan dan pertimbangan komando dan Staf Kodim 1707/Merauke.
    Ketiga, pengumuman kerja sama antara TNI dan Universitas Udayana.
    Meski perjanjian itu diteken oleh Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, dan Panglima Kodam IX/Udayana, Muhammad Zamroni, atas nama Kepala Staf Angkatan Darat pada 5 Maret di Denpasar, namun informasi tersebut menjadi sorotan pada 26 Maret.
    Peristiwa keempat adalah kedatangan anggota TNI dalam diskusi bertema “Fasisme Mengancam
    Kampus
    : Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik,” di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, pada 14 April 2025.
    Laporan dari Amnesty Internasional Indonesia menyebut, anggota TNI itu menanyakan identitas pribadi para panitia diskusi secara perinci, mulai dari nama, tempat tinggal, dan jenjang semester.
    Terakhir adalah peristiwa kedatangan TNI ke kampus Universitas Indonesia, 16 April 2025.
    Beredar kabar viral di media sosial, tentara masuk kampus Universitas Indonesia (UI) saat ada kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
    Pihak rektorat UI menyatakan tidak mengundang TNI masuk area kampusnya.
    Kehadiran sejumlah anggota TNI di area Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) UI, Depok, dikabarkan terpantau pada Rabu (16/4) pukul 23.00 WIB malam lalu.
    Malam itu, mahasiswa sedang menggelar Konsolidasi Nasional Mahasiswa di Pusgiwa UI.
    Pihak yang hadir adalah perwakilan BEM pelbagai kampus dan organisasi mahasiswa lain dari seluruh Indonesia. Mereka membahas isu kebangsaan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.