Institusi: HIPMI

  • Anggawira Hipmi dan Wamenpora Taufik Hidayat Didapuk Jadi Komisaris PLN EPI – Page 3

    Anggawira Hipmi dan Wamenpora Taufik Hidayat Didapuk Jadi Komisaris PLN EPI – Page 3

    Taufik lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 10 Agustus 1981, dan sejak kecil telah menunjukkan minat serta bakat dalam bulu tangkis.

    Pada tahun 2013, Taufik Hidayat mengakhiri kariernya sebagai atlet bulu tangkis dengan pensiun setelah mengalami kekalahan dalam pertandingan terakhirnya di ajang Indonesia Oopen yang berlangsung di Istora Senayan. Setelah pensiun, Taufik Hidayat menjabat sebagai Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) pada periode 2016-2017 dan sebagai staf khusus di Kementerian Pemuda dan Olahraga pada tahun 2017-2018.

    Pada tahun 2018, Taufik Hidayat memulai langkahnya di dunia politik dengan bergabung sebagai kader Partai Demokrat. Namun, keterlibatannya dalam politik tidak berlangsung lama, dan ia memutuskan untuk mundur.

    Selanjutnya, pada pemilihan umum legislatif 2024, Taufik Hidayat mencalonkan diri sebagai anggota DPR untuk daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat II melalui Partai Gerindra, tetapi tidak berhasil untuk melanjutkan ke Senayan. Di sisi lain, Taufik Hidayat adalah suami dari Ami Gumelar, yang merupakan putri dari mantan Menteri Pertahanan dan mantan Menteri Perhubungan RI, Agum Gumelar.

    Taufik dan Ami menikah pada tahun 2007 dan dikaruniai dua anak, yaitu Natarina Alika Hidayat dan Nayottama Prawira Hidayat.

     

  • Disorot Plesiran Istri Diduga Minta Fasilitas Negara, Menteri UMKM Cuma Respons Begini

    Disorot Plesiran Istri Diduga Minta Fasilitas Negara, Menteri UMKM Cuma Respons Begini

    Liputan6.com, Banyuwangi Di tengah sorotan terkait dugaan penyalahgunaan fasilitas negara, Menteri UMKM Maman Abdurrahman hadir dalam kegiatan Forum Bisnis (Forbis) 2025 yang digelar Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jember pada Sabtu (5/7/2025) sore.

    Sebelumnya, beredar surat resmi dari Sekretaris Kementerian UMKM, Arif Rahman Hakim kepada sejumlah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Eropa. Dalam surat itu, anak buah Menteri Maman Abdurrahman secara resmi meminta sejumlah KBRI tersebut untuk memfasilitasi plesiran istri Maman Abdurrahman ke sejumlah kota di Eropa. 

    Saat mengawali sambutan di acara Forbis 2025 HIPMI Jember, Menteri UMKM Maman Abdurrahman seolah menyadari adanya sorotan tersebut. Ia pun menyinggungnya dengan setengah berkelakar di hadapan ratusan pengusaha muda di Jember.

    “Berbicara soal ibu-ibu, ini agak sensitif. Lagi banyak yang sayang ke saya,” ujar Maman yang disambut tawa hadirin.

    Namun Maman memilih untuk menanggapi sorotan tersebut dengan positif. “Ini adalah bentuk rasa sayang. Jadi mereka berkepentingan untuk melakukan kontrol terhadap saya,” tutur menteri asal Partai Golkar tersebut.

    Di sisi lain, Maman menegaskan bahwa pihaknya tetap berada di jalur yang benar terkait tuduhan penyalahgunaan fasilitas negara tersebut.

    “Tapi Insya Allah sampai hari ini, kami masih mengedepankan mana yang haq dan bathil,” papar Maman. 

    “Insya Allah, apapun yang dilakukan, tentunya Allah yang paling tahu,” sambungnya.

     

    Korban Tenggelam di Perairan Nusakambangan Ditemukan

  • Pengusaha Minta Indonesia Tetap Komitmen pada Energi Hijau – Page 3

    Pengusaha Minta Indonesia Tetap Komitmen pada Energi Hijau – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira, meminta pemerintah untuk tetap bertahan pada komitmen di jalur energi hijau.

    Di tengah seruan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bakal kembali mendorong penggunaan energi fosil, dengan slogan, “Drill, Baby, Drill.”

    Anggawira mengatakan, meskipun Washington DC melalui kebijakan One Big Beautiful Bill Act (OBBBA) mencabut berbagai insentif energi bersih dan memperkuat eksploitasi minyak dan gas AS, mayoritas negara dunia justru mempercepat transisi energi.

    Ia mencontohkan Uni Eropa, yang tetap berkomitmen pada CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism) yang akan mengenakan pajak karbon pada barang ekspor dari negara yang tidak menerapkan standar rendah emisi.

    Kemudian China, dengan Belt and Road Initiative bakal mengedepankan green infrastructure dan investasi energi bersih. Termasuk negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan Thailand, yang semakin agresif mengadopsi solar PV, EV, dan green hydrogen untuk menarik investor industri bersih.

    “Kesimpulannya, OBBBA bersifat domestik dan temporer, sedangkan arah global sudah mengunci jalur transisi energi,” ujar Anggawira kepada Liputan6.com, Sabtu (5/7/2025).

    Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) tersebut menilai, Indonesia punya modal energi baru terbarukan (EBT) yang sangat besar, sehingga sayang untuk diabaikan. 

  • Aspebindo Optimistis Persetujuan RKAB per Tahun Mampu Kerek PNBP

    Aspebindo Optimistis Persetujuan RKAB per Tahun Mampu Kerek PNBP

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menilai rencana pemerintah mengubah mekanisme persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) mineral dan batu bara (minerba) kembali menjadi tiap 1 tahun membawa dampak positif.

    Adapun, saat ini penerbitan RKAB dilakukan 3 tahun sekali melalui sistem digitalisasi, yaitu e-RKAB. Hal ini sesuai yang telah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. 

    Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho menilai upaya mengubah persetujuan RKAB menjadi 1 tahun berdampak positif untuk penerimaan negara melalui peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor minerba.

    “Kami Aspebindo menilai positif dengan inisiatif Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Komisi XII DPR RI mengenai wacana pengembalian ke RKAB dengan sistem tahunan,” ujar Fathul dalam keterangannya dikutip Sabtu (5/7/2025).

    Dia mencontohkan, berdasarkan RKAB 2025, Indonesia menargetkan produksi hingga sekitar 900 juta ton batu bara dan sekitar 600 juta ton untuk pasar ekspor. 

    Namun, di lapangan terkadang demand side atau jumlah penyerapan pasar jauh di bawah angka tersebut sehingga mengakibatkan oversupply. Hal ini mengakibatkan pada jatuhnya harga ekspor batu bara dan menurunnya PNBP.

    Fathul menjabarkan, realisasi PNBP dari sektor pertambangan minerba pada kuartal I/2025 menurun 7,42% secara tahunan, menjadi Rp23,7 triliun. Penurunan ini utamanya dipicu oleh melemahnya harga komoditas batu bara. 

    Sementara itu, Kementerian ESDM menetapkan target PNBP minerba 2025 sebesar Rp124,5 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian kumulatif tahun sebelumnya yang mencapai sekitar Rp142 triliun.

    “Salah satu faktor menurunnya PNBP ini adalah sistem RKAB yang disetujui setiap 3 tahun yang mengakibatkan oversupply,” ucap Fathul.

    Dia pun optimistis dengan pengembalian sistem persetujuan RKAB secara tahunan dapat meningkatkan harga ekspor yang nantinya membawa dampak positif bagi negara dan perusahaan tambang.

    Apalagi, wacana perubahan sistem RKAB ini tidak hanya berlaku pada batu bara saja, tetapi juga pada komoditas lain seperti nikel dan bauksit.

    “Harapannya, dengan perubahan sistem RKAB menjadi tahunan negara dapat mengendalikan volume produksi batu bara nasional dan memastikan bahwa tidak terjadi keadaan yang dipengaruhi oleh faktor fluktuasi harga batu bara dunia. Hal ini diharapkan dapat membuat harga ekspor batu bara Indonesia meningkat dan berujung pada peningkatan PNBP sektor mineral dan batu bara,” ujar Fathul. 

    Wacana mengembalikan penerbitan RKAB minerba menjadi 1 tahun sekali sejatinya merupakan usulan Komisi XII DPR RI. Usulan itu disampaikan langsung kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja pada Rabu (2/7/2025). 

    Gayung bersambut, Bahli pun merasa sependapat dengan anggota dewan, lantaran kondisi pasar minerba khususnya batu bara global yang buruk belakangan ini. 

    “Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat 1 tahun, nanti dikirain kita ada main-main lagi. Tapi karena ini sudah menjadi keputusan politik, makanya kita lakukan. Tapi mulai hari ini dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahun,” ucap Bahlil.

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menjelaskan, saat ini jumlah batu bara yang diperjualbelikan di pasar global mencapai 1,2 miliar hingga 1,3 miliar ton per tahun, sementara Indonesia memproduksi 600 juta hingga 700 juta ton per tahun. 

    Artinya, lebih dari 50% penjualan batu bara global dikuasai Indonesia. Namun, menurut Bahlil, produksi batu bara RI itu terlalu jor-joran. Hal itu tak lepas dari penerbitan RKAB yang dilakukan tiga tahun sekali. Akibatnya, produksi menjadi tak terkendali. 

    “Saya mengatakan ini jor-joran, akibat RKAB yang kita lakukan per 3 tahun, itu buahnya adalah tidak bisa kita mengendalikan antara produksi batu bara dan permintaan dunia. Apa yang terjadi? Harga jatuh,” kata Bahlil.

    Bahlil pun mengatakan, anjloknya harga batu bara tentunya berimbas pada PNBP minerba. 

    “PNBP kita pun itu turun. Akibat dari apa? Kebijakan kita bersama yang membuat [RKAB] 3 tahun ini. Itu dari sisi batu bara. Nikel pun demikian. Bauksit pun demikian,” tutur Bahlil.

  • Pengusaha Tambang Tolak Wacana Penerbitan RKAB Setahun Sekali, Hambat Investasi

    Pengusaha Tambang Tolak Wacana Penerbitan RKAB Setahun Sekali, Hambat Investasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menolak wacana pemerintah mengubah mekanisme persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) mineral dan batu bara (minerba) kembali menjadi tiap 1 tahun.

    Asal tahu saja, saat ini penerbitan RKAB dilakukan 3 tahun sekali melalui sistem digitalisasi, yaitu e-RKAB. Hal ini sesuai yang telah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. 

    Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey menuturkan, wacana kembalinya RKAB 3 tahun menjadi 1 tahun berpotensi menghambat investasi dan efisiensi industri nikel. Menurutnya, pemerintah perlu mengkaji ulang wacana tersebut.

    “Pertahankan RKAB 3 Tahun: Sistem ini tidak perlu diubah kembali menjadi 1 tahun. Kepastian jangka menengah sangat vital bagi perencanaan investasi dan operasional perusahaan,” kata Meidy melalui keterangan resmi dikutip Jumat (4/7/2025).

    Dia menuturkan, saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan aktif di seluruh Indonesia. Ini terdiri dari 3.996 IUP, 15 IUPK, 31 KK, dan 58 PKP2B.

    Meidy menyebut, jika masa RKAB kembali menjadi 1 tahun, maka ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun. 

    “Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?” imbuhnya.

    Dia menegaskan bahwa RKAB 3 tahun telah terbukti memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan. Oleh karena itu, meminta pemerintah meningkatkan pengawasan berbasis realisasi alih-alih mengubah penerbitan RKAB menjadi 1 tahun.

    Menurutnya, pemerintah dapat memperkuat evaluasi output realisasi produksi tahunan untuk memastikan kesesuaian antara target RKAB dengan permintaan riil pasar domestik dan global. Meidy menilai ini lebih efektif daripada mengubah periode RKAB.

    Dia juga merekomendasikan pemerintah untuk menghapus revisi volume semester akhir. Menurutnya, sistem penyesuaian RKAB di akhir tahun berjalan sebaiknya dihentikan. 

    “Gantikan dengan mekanisme penyesuaian berbasis realisasi output tahunan untuk mencegah proyeksi berlebihan [over-optimistic] dan memungkinkan pemantauan yang lebih terukur,” katanya.

    Meidy juga meminta pemerintah mengevaluasi Kepmen ESDM No. 84 tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

    Dia menuturkan, ketentuan produksi tidak boleh melebihi kapasitas tertinggi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu ditinjau ulang. Meidy berpendapat, aturan ini berpotensi mendorong perusahaan mengajukan kenaikan produksi secara agresif.

    Selain itu, aturan tersebut juga berisiko menyebabkan overproduction bijih nikel. Ini terutama saat permintaan smelter domestik stagnan atau menurun akibat pelemahan harga global dan kenaikan biaya produksi.

    “APNI meyakini bahwa kebijakan yang konsisten, berbasis data, dan melibatkan stakeholders industri akan menjaga kepastian usaha, mendorong efisiensi, serta memastikan kontribusi optimal sektor tambang nikel bagi devisa dan hilirisasi nasional,” tutur Meidy.

    Asal tahu saja, Wacana mengembalikan penerbitan RKAB minerba menjadi 1 tahun sekali sejatinya merupakan usulan Komisi XII DPR RI. Usulan itu disampaikan langsung kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja pada Rabu (2/7/2025).

    Gayung bersambut, Bahli pun merasa sependapat dengan anggota dewan, lantaran kondisi pasar minerba khususnya batu bara global yang buruk belakangan ini.

    “Jadi menyangkut RKAB, memang kalau kita membuat 1 tahun, nanti dikirain kita ada main-main lagi. Tapi karena ini sudah menjadi keputusan politik, makanya kita lakukan. Tapi mulai hari ini dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahun,” ucap Bahlil

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menjelaskan, saat ini jumlah batu bara yang diperjualbelikan di pasar global mencapai 1,2 miliar hingga 1,3 miliar ton per tahun, sementara Indonesia memproduksi 600 juta hingga 700 juta ton per tahun.

    Artinya, lebih dari 50% penjualan batu bara global dikuasai Indonesia. Namun, menurut Bahlil, produksi batu bara RI itu terlalu jor-joran. Hal itu tak lepas dari penerbitan RKAB yang dilakukan tiga tahun sekali. Akibatnya, produksi menjadi tak terkendali.

    “Saya mengatakan ini jor-joran, akibat RKAB yang kita lakukan per 3 tahun, itu buahnya adalah tidak bisa kita mengendalikan antara produksi batu bara dan permintaan dunia. Apa yang terjadi? Harga jatuh,” kata Bahlil.

    Bahlil pun mengatakan, anjloknya harga batu bara tentunya berimbas pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) minerba.

    “PNBP kita pun itu turun. Akibat dari apa? Kebijakan kita bersama yang membuat [RKAB] 3 tahun ini. Itu dari sisi batu bara. Nikel pun demikian. Bauksit pun demikian,” tutur Bahlil.

  • Bahlil Berencana Atur LPG 3 Kg Satu Harga di Seluruh Daerah

    Bahlil Berencana Atur LPG 3 Kg Satu Harga di Seluruh Daerah

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pemerintah bakal memukul rata harga LPG 3 kg subsidi di seluruh Indonesia.

    Hal tersebut dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025). Bahlil pun mengatakan, pihaknya tengah menggodok aturan terkait penetapan harga gas melon tersebut.

    Asal tahu saja, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan oleh pemerintah daerah (pemda) masing-masing.

    Namun, penetapan harga oleh Pemda itu harus berdasarkan pedoman dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas. Oleh karena itu, besaran HET LPG 3 kg selama ini bisa berbeda-beda di tiap provinsi atau kabupaten/kota.

    Bahlil menilai hal ini malah menjadi celah untuk oknum memainkan harga LPG 3 kg. Padahal, negara telah menggelontorkan dana subsidi puluhan triliun rupiah.

    “Kami akan ubah beberapa metode agar kebocoran enggak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan pada daerah, ini ada kemungkinan dalam pembahasan Perpres, kami tentukan saja satu harga, supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” tutur Bahlil.

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menyebut, pemerintah menggelontorkan biaya subsidi sebesar Rp80 triliun hingga Rp87 triliun per tahun untuk LPG 3 kg.

    Karena itu, pengaturan harga di tingkat penjual pun harus diatur sehingga penerima LPG 3 kg bisa tetap sasaran. Di sisi lain, dana subsidi pun tak membengkak.

    “Kalau harga dinaikan terus, antara harapan negara dan apa yang terjadi tidak sinkron,” ucap Bahlil.

    Penataan penjualan gas melon subsidi itu memang telah lama menjadi perhatian pemerintah. Maklum, kerap ada kecurangan dalam proses distribusi maupun penjualan.

    Dalam kesempatan terpisah, Bahlil mengatakan, masyarakat seharusnya mendapatkan harga LPG paling mahal sekitar Rp19.000 per tabung. 

    Dia menyebut, harga LPG 3 kg setelah subsidi dari pemerintah adalah Rp12.000 per tabung. Sementara itu, harga sampai di pangkalan resmi hanya mencapai Rp16.000 per tabung.

    Adapun, saat ini harga LPG di setiap daerah dibanderol antara Rp18.000 hingga Rp20.000 per tabung.

  • Hipmi Minta Pemerintah Proposional saat Turunkan Ambang Batas Pajak UMKM

    Hipmi Minta Pemerintah Proposional saat Turunkan Ambang Batas Pajak UMKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengingatkan bahwa rencana penurunan ambang batas omzet kena pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus dilakukan dengan cermat dan proporsional agar tidak menimbulkan efek samping bagi sektor yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi.

    Saat ini, pemerintah tengah mengkaji rencana penurunan ambang batas omzet Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari Rp4,8 miliar menjad i Rp3,6 miliar per tahun. 

    Langkah ini dimaksudkan untuk memperluas basis pajak dan menutup celah penghindaran. Namun, Hipmi mengingatkan bahwa kebijakan ini harus dilakukan dengan cermat dan proporsional agar tidak menimbulkan efek samping bagi sektor UMKM yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi.

    Sekjen Hipmi Anggawira membenarkan bahwa ada oknum pelaku UMKM yang menyiasati struktur usaha agar tetap di bawah threshold Rp4,8 miliar, demi menghindari tarif PPh Badan sebesar 22%. Namun, lanjutnya, dengan menyamaratakan hal ini sebagai pola umum UMKM adalah keliru dan tidak adil.

    Dia menjelaskan sebagian besar UMKM yang bertahan di bawah batas omzet lebih didorong oleh faktor keterbatasan modal, akses pasar, kapasitas manajerial, serta ketakutan administratif, bukan semata-mata karena motif menghindar pajak.

    “Alih-alih langsung menurunkan threshold, pemerintah seharusnya memperkuat literasi pajak, membina pelaku usaha kecil secara terstruktur, dan mendorong mereka untuk naik kelas melalui kemudahan, bukan tekanan,” ujarnya, kepada Bisnis dikutip, Rabu (25/6/2025).

    Terlebih, lanjutnya, jika melihat data yang ada dari 61,5 juta UMKM yang tercatat per 2024, pelaku dengan omzet Rp3,6 miliar–Rp4,8 miliar hanya sekitar 5%–10%, atau maksimal 6 juta unit usaha. Artinya, potensi tambahan penerimaan dari revisi batas omzet ini tergolong rendah dan tidak sebanding dengan risiko menambah beban psikologis dan kepatuhan bagi pelaku usaha kecil.

    Menurutnya, skema PPh Final 0,5% masih relevan bagi UMKM sebagai sarana transisi karena memberikan kepastian dan kesederhanaan dalam pelaporan dan pembayaran pajak.

    Selain itu juga cocok untuk pelaku usaha mikro yang belum memiliki sistem akuntansi memadai, hingga membantu meningkatkan kepatuhan sukarela.

    “Jika skema ini dihentikan tanpa sistem transisi dan edukasi yang kuat, akan muncul efek ketakutan kolektif dan potensi gelapnya ekonomi informal,” imbuhnya.

    Pihaknya juga menyarankan agar insentif dalam PP No.55/2022 Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan diperpanjang secara selektif. Misalnya, hanya berlaku untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp1 miliar atau untuk sektor strategis seperti agribisnis, manufaktur kecil, dan ekonomi digital.

    “Tanpa insentif yang ramah, justru usaha kecil akan kembali memilih jalur informal, dan target perluasan pajak pun meleset,” jelasnya.

    Untuk menghindari efek negatif dari kebijakan yang tergesa-gesa, HIPMI mengusulkan sejumlah solusi.

    Pertama terkait dengan skema tarif bertingkat dimulai dari 0,5% untuk omzet lebih kecil dari Rp2 miliar; kemudian 1% untuk omzet Rp2–4,8 miliar, dan tarif reguler baru berlaku untuk omzet lebih besar dariRp5 miliar.

    Dilanjutkan dengan insentif digitalisasi perpajakan, potongan tarif bagi UMKM yang menggunakan aplikasi pembukuan online.

    Selain itu dukungan legalitas juga diperlukan penghapusan biaya perubahan status usaha menjadi badan hukum.

    Terakhir berkaitan dengan program Nasional Edukasi Pajak UMKM yang terintegrasi dengan KUR, pelatihan koperasi, dan pelatihan usaha lainnya.

  • Hipmi Minta Pemerintah Proposional saat Turunkan Ambang Batas Pajak UMKM

    Hipmi Minta Pemerintah Proposional saat Turunkan Ambang Batas Pajak UMKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengingatkan bahwa rencana penurunan ambang batas omzet kena pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus dilakukan dengan cermat dan proporsional agar tidak menimbulkan efek samping bagi sektor yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi.

    Saat ini, pemerintah tengah mengkaji rencana penurunan ambang batas omzet Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari Rp4,8 miliar menjad i Rp3,6 miliar per tahun. 

    Langkah ini dimaksudkan untuk memperluas basis pajak dan menutup celah penghindaran. Namun, Hipmi mengingatkan bahwa kebijakan ini harus dilakukan dengan cermat dan proporsional agar tidak menimbulkan efek samping bagi sektor UMKM yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi.

    Sekjen Hipmi Anggawira membenarkan bahwa ada oknum pelaku UMKM yang menyiasati struktur usaha agar tetap di bawah threshold Rp4,8 miliar, demi menghindari tarif PPh Badan sebesar 22%. Namun, lanjutnya, dengan menyamaratakan hal ini sebagai pola umum UMKM adalah keliru dan tidak adil.

    Dia menjelaskan sebagian besar UMKM yang bertahan di bawah batas omzet lebih didorong oleh faktor keterbatasan modal, akses pasar, kapasitas manajerial, serta ketakutan administratif, bukan semata-mata karena motif menghindar pajak.

    “Alih-alih langsung menurunkan threshold, pemerintah seharusnya memperkuat literasi pajak, membina pelaku usaha kecil secara terstruktur, dan mendorong mereka untuk naik kelas melalui kemudahan, bukan tekanan,” ujarnya, kepada Bisnis dikutip, Rabu (25/6/2025).

    Terlebih, lanjutnya, jika melihat data yang ada dari 61,5 juta UMKM yang tercatat per 2024, pelaku dengan omzet Rp3,6 miliar–Rp4,8 miliar hanya sekitar 5%–10%, atau maksimal 6 juta unit usaha. Artinya, potensi tambahan penerimaan dari revisi batas omzet ini tergolong rendah dan tidak sebanding dengan risiko menambah beban psikologis dan kepatuhan bagi pelaku usaha kecil.

    Menurutnya, skema PPh Final 0,5% masih relevan bagi UMKM sebagai sarana transisi karena memberikan kepastian dan kesederhanaan dalam pelaporan dan pembayaran pajak.

    Selain itu juga cocok untuk pelaku usaha mikro yang belum memiliki sistem akuntansi memadai, hingga membantu meningkatkan kepatuhan sukarela.

    “Jika skema ini dihentikan tanpa sistem transisi dan edukasi yang kuat, akan muncul efek ketakutan kolektif dan potensi gelapnya ekonomi informal,” imbuhnya.

    Pihaknya juga menyarankan agar insentif dalam PP No.55/2022 Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan diperpanjang secara selektif. Misalnya, hanya berlaku untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp1 miliar atau untuk sektor strategis seperti agribisnis, manufaktur kecil, dan ekonomi digital.

    “Tanpa insentif yang ramah, justru usaha kecil akan kembali memilih jalur informal, dan target perluasan pajak pun meleset,” jelasnya.

    Untuk menghindari efek negatif dari kebijakan yang tergesa-gesa, HIPMI mengusulkan sejumlah solusi.

    Pertama terkait dengan skema tarif bertingkat dimulai dari 0,5% untuk omzet lebih kecil dari Rp2 miliar; kemudian 1% untuk omzet Rp2–4,8 miliar, dan tarif reguler baru berlaku untuk omzet lebih besar dariRp5 miliar.

    Dilanjutkan dengan insentif digitalisasi perpajakan, potongan tarif bagi UMKM yang menggunakan aplikasi pembukuan online.

    Selain itu dukungan legalitas juga diperlukan penghapusan biaya perubahan status usaha menjadi badan hukum.

    Terakhir berkaitan dengan program Nasional Edukasi Pajak UMKM yang terintegrasi dengan KUR, pelatihan koperasi, dan pelatihan usaha lainnya.

  • Wamenkop minta Hipmi terjun ke desa bantu pembentukan kopdes

    Wamenkop minta Hipmi terjun ke desa bantu pembentukan kopdes

    Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono (tengah) pada acara Indonesia Digital Economy Forum 2025 yang diselenggarakan Hipmi, di Jakarta, Senin (23/6/2025). (ANTARA/HO-Kemenkop)

    Wamenkop minta Hipmi terjun ke desa bantu pembentukan kopdes
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Selasa, 24 Juni 2025 – 11:25 WIB

    Elshinta.com – Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono berharap para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) bisa ikut turun ke desa-desa untuk membantu program digitalisasi dan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia.

    “Karena, dengan adanya Kopdes/Kel Merah Putih, desa akan menjadi tempat usaha yang baru bagi para muda-mudi yang paham akan digitalisasi,” kata Ferry, dikutip dari keterangan di Jakarta, Selasa.

    Pada acara Indonesia Digital Economy Forum 2025 yang diselenggarakan Hipmi, di Jakarta, Senin (23/6), Ferry menyatakan akan mendorong Kopdes Merah Putih didampingi para pengusaha dari Hipmi, yang lebih mempunyai pengalaman bisnis, hingga mengajari para pengurus dan pengelola kopdes.

    “Intinya, biar Kopdes/Kel Merah Putih pintar berbisnis. Setelah itu tercipta kegiatan bisnis di desa. Nah, setelah ada aktivitas bisnis, baru menyentuh digitalisasi,” jelas Ferry.

    Ia juga memastikan bahwa dengan adanya Kopdes/Kel Merah Putih maka desa akan menjadi tempat yang akan menarik bagi anak muda untuk bekerja di desa sehingga bisa mencegah urbanisasi para pemuda. Ia mencontohkan unit simpan pinjam, toko, logistik, pergudangan, apotik, dan sebagainya, diperlukan manajer dan pegawai. Maka, posisi itu bisa diisi dari talenta-talenta muda yang berasal dari desanya.

    “Jika satu koperasi mampu menyerap 20 orang saja, maka ada sekitar 1,6 juta orang yang akan terlibat dalam Kopdes/Kel Merah Putih. Ditambah dengan jumlah masyarakat yang akan ikut berkoperasi,” ucap Wamenkop.

    Untuk itu, dia mengajak Hipmi untuk merancang konektivitas digital Kopdes Merah Putih ke depan.

    “Peluang tersebut bisa menjadi pertimbangan dari para pengusaha Hipmi yang lebih mengerti model digitalisasi Bitcoin. Kita harus mencari format yang pas untuk terlibat dan mendukung Kopdes Merah Putih,” pungkas dia.

    Sumber : Antara

  • Proyek Baterai Antam-CATL Rp97 Triliun Segera Dibangun, Bahlil: Terbesar di Dunia

    Proyek Baterai Antam-CATL Rp97 Triliun Segera Dibangun, Bahlil: Terbesar di Dunia

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengklaim groundbreaking megaproyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) di Maluku Utara bakal jadi yang terbesar di dunia.

    Dia menyebut groundbreaking proyek yang berlokasi di Halmahera Timur itu akan diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (29/6/2025).

    Adapun, proyek hilirisasi nikel itu digarap oleh konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), dan Contemporary Amperex Technology Co. (CATL). Menurut Bahlil, ini merupakan investasi nikel dari hulu ke hilir.

    “Dari tambang smelter HPAL [high pressure acid leach], prekursor, sampai katoda. Ini pertama kali di dunia sebesar ini,” ujar Bahlil dalam acara dalam acara Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 Lemhannas RI, Selasa (24/5/2025).

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan nilai investasi dari proyek tersebut mencapai sekitar US$6 miliar atau setara Rp97,97 triliun (asumsi kurs Rp16.328 per US$).

    Menurut Bahlil, peresmian pembangunan pabrik tersebut bisa memicu investor lain untuk menanamkan modal di Indonesia. Pasalnya, proyek ini membuktikan bahwa hilirisasi di Indonesia lebih ekonomis.

    “Pasti negara-negara lain Juga berpikir kalau ini [hilirisasi] semuanya dilakukan di Indonesia, maka biaya produksi akan lebih murah,” kata Bahlil.

    Sebelumnya, terkait proyek ini, Antam bersama Hong Kong CBL Limited (HKCBL) resmi mendirikan perusahaan patungan atau joint venture (JV) baru dengan nama PT Nickel Cobalt Halmahera (HPAL JVCO).  HKCBL merupakan anak usaha Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) atau cucu usaha dari CATL. 

    Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pendirian entitas ini dilakukan berdasarkan joint venture agreement (JVA) yang ditandatangani pada 22 Desember 2023 dan disahkan melalui akta notaris pada 10 Juni 2025.  

    HPAL JVCO tercatat memiliki modal dasar senilai Rp10 miliar, dengan setoran awal dari Antam mencapai Rp3 miliar atau setara 30% kepemilikan saham. Adapun, sisanya dikuasai oleh HKCBL sebesar 70%. 

    Manajemen Antam menegaskan bahwa pendirian HPAL JVCO merupakan bagian dari pengembangan proyek baterai EV yang digagas melalui kerja sama antara Antam, IBC, dan CBL. Proyek tersebut mencakup enam subproyek terintegrasi, mulai dari pertambangan, pengolahan nikel, produksi baterai, hingga daur ulang.  

    “Keikutsertaan perseroan dalam proyek baterai EV sangat esensial untuk pertumbuhan jangka panjang,” ungkap manajemen Antam.   
    Sementara itu, berdasarkan hasil studi kelayakan, entitas baru tersebut memiliki potensi net present value (NPV) sebesar US$519,28 juta dengan internal rate of return (IRR) mencapai 15,52% dan profitability index 1,41 kali. Hasil ini berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Suwendho Rinaldy & Rekan (SRR).