Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Pengusaha Muda Indonesia atau Hipmi menilai kebijakan deregulasi aturan masih dibutuhkan hingga saat ini supaya dapat berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi.
Sekjen Hipmi Anggawira mengatakan regulasi yang berlapis-lapis membuat biaya usaha membengkak, dengan demikian deregulasi dapat menekan biaya administrasi dan birokrasi.
Dia juga meyakini deregulasi mampu mempercepat investasi, izin usaha yang lebih cepat dan kepastian hukum mendorong investasi masuk hingga mendorong efisiensi.
Tak hanya itu, persaingan usaha meningkat karena tidak ada hambatan regulasi yang bersifat protektif dan diskriminatif.
Dia mencontohkan sebelumnya paket kebijakan deregulasi era Presiden Jokowi (2015–2016) memotong banyak prosedur perizinan, yang saat itu dipandang dunia usaha cukup efektif dalam meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia.
“Deregulasi saat ini sangat diperlukan karena ekonomi global penuh tekanan yakni perlambatan ekonomi China, disrupsi rantai pasok dan krisis energi, sehingga pengusaha membutuhkan kemudahan berusaha untuk menjaga daya saing,” ujarnya kepada Bisnis dikutip, Selasa (2/9/2025).
Terlebih, lanjutnya, Indonesia saat ini menuju industrialisasi. Menurutnya agar target hilirisasi, transisi energi, dan investasi digital tercapai, aturan tidak boleh menghambat inovasi.
Selain itu, deregulasi juga dibutuhkan karena tumpang tindih regulasi masih tinggi di pusat dan daerah meski Online Single Submission (OSS) sudah berjalan.
Dia pun memaparkan sejumlah bentuk deregulasi yang diharapkan adalah simplifikasi perizinan adalah satu pintu yang benar-benar terintegrasi, tanpa pintu belakang yang bertele-tele di kementerian/daerah. Kemudian berkaitan dengan harmonisasi pusat – daerah karena banyak regulasi daerah yang tidak sinkron dengan aturan pusat.
Selanjutnya, pengusaha membutuhkan deregulasi yang menjamin kepastian hukum investasi. Bukan hanya pemangkasan izin, tapi juga kepastian kontrak, perpajakan, dan tata ruang.
“Regulasi harus berbasis risiko atau risk-based regulation. Perusahaan yang berisiko rendah cukup dengan notifikasi atau registrasi, bukan izin panjang,” imbuhnya.
Dia optimistis deregulasi langsung berhubungan dengan peringkat daya saing global. Negara yang progresif dalam deregulasi seperti Vietnam mampu menarik investasi manufaktur skala besar karena kemudahan berusaha.
Bagi Indonesia, tekannya, deregulasi adalah syarat mutlak untuk mencapai target investasi asing lebih besar dari US$100 miliar per tahun.
Namun sayangnya, kendala deregulasi di Indonesia adalah resistensi birokrasi, over-regulasi sektoral, di mana etiap kementerian cenderung membuat aturan sendiri, menambah keruwetan.
Selain itu juga ketidakpastian hukum yang berdampak terhadap sering terjadinya perubahan aturan. Imbasnya, investor kesulitan merencanakan bisnis jangka panjang.
“Meski sudah ada OSS ada di lapangan, banyak pelaku usaha terutama UMKM masih bingung prosedurnya,” imbuhnya.
Dia mengajukan sejumlah usulan mengatasi kendala deregulasi, di antaranya melalui digitalisasi total perizinan dengan integrasi pusat dan daerah. Hal ini mewajibkan penggunaan dan penguatan OSS.
Dia juga menyarankan moratorium aturan baru, kecuali yang benar-benar mendukung investasi atau perlindungan publik.
Tak hanya itu, dibutuhkan menyisir dan memangkas ribuan aturan yang tidak relevan lagi. Penguatan lembaga koordinasi deregulasi di bawah Presiden agar tiap kementerian/daerah tidak jalan sendiri.
“Dibutuhkan pula dialog reguler dengan dunia usaha. Setiap regulasi baru harus melalui uji konsultasi dengan asosiasi bisnis,” terangnya.
Sementara itu, Ekonom dan Peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky menegaskan deregulasi ini sangat penting karena dibutuhkan para pelaku usaha.
Menurutnya deregulasi yang dibutuhkan oleh para pelaku meliputi sistem peraturan perdagangan, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang masih harus disimplifikasi.
Selain itu, dia juga menambahkan peraturan perizinan investasi yang masih kompleks, bukan hanya dari sisi deregulasi dan peraturan baru tetapi juga dari sisi penegakan, pasar gelap hingga premanisme mendesak diselesaikan
“Tentunya apabila deregulasi berjalan dengan baik, investasi meningkat, perdagangan meningkat, akan meningkatkan aktivitas ekonomi dan akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Menurutnya pentingnya deregulasi ini juga tidak sepenuhnya berkaitan dengan perang perang tetapi juga menyangkut aspek struktural produktivitas domestik.