Institusi: Dewan Pers

  • Menggali Tantangan dan Peluang Jurnalisme di Era Digital

    Menggali Tantangan dan Peluang Jurnalisme di Era Digital

    PIKIRAN RAKYAT – Hari Pers Nasional (HPN) menjadi momen penting yang diperingati setiap tahun untuk menghargai kontribusi besar dunia pers dalam menjaga demokrasi, informasi, dan hak masyarakat.

    Di tengah tantangan era digital yang terus berkembang, peran pers semakin relevan, baik dalam menyediakan informasi yang akurat maupun dalam mengawal kebebasan berekspresi.

    Dalam rangka memperingati HPN 2025, Panitia HPN Riau menyelenggarakan Sarasehan Nasional Media Massa dengan tema bertajuk Preservasi Jurnalisme Sebagai Pilar Demokrasi Digital.

    Sarasehan ini dihadiri oleh pembicara-pembicara terkemuka di dunia pers Indonesia, antara lain Agus Sudibyo, Ketua Dewan Pengawas TVRI; Nurjaman Mochtar, Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat; Dhimam Abror, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat; dan Hilman Hidayat, Ketua PWI Jawa Barat.

    Diskusi dipandu oleh Djoko Tetuko, Ketua Dewan Kehormatan PWI Jatim di salah satu hotel di Pekanbaru, Sabtu 8 Februari 2025.

    Selain pembicara hadir pula tokoh pers nasional seperti Tribuana Said, Ilham Bintang, Atal S. Depari, Asro Kamal Rokan, Dar Edi Yoga, Musrifah dan lainnya.

    Acara ini berlangsung dengan menghadirkan sejumlah tokoh penting di dunia jurnalisme untuk membahas tantangan dan peluang jurnalisme dalam menghadapi disrupsi digital yang semakin pesat.

    Masa depan jurnalisme di era digital

    Ketua PWI Jawa Barat Hilman Hidayat mengungkapkan kekhawatirannya terkait masa depan jurnalisme di era digital.

    Dia menegaskan dalam kondisi saat ini, banyak media online yang menghadapi serangan siber, dari berbagai pihak yang tidak terpikirkan sebelumnya.

    “Tugas kita merawat marwah dari jurnalisme apakah jurnalisme di era digital masih cerah atau makin suram? Tapi jika melihat data yang saya kumpulkan kok makin suram,” ujar Hilman.

    Berdasarkan pengalaman, kata dia, sebanyak 40 ribu konten kreator dan wartawan yang memproduksi 15 ribu berita per hari. Telah banyak yang mendapat serangan dari hacker.

    “Ada hal yang membahayakan kita untuk membangun paham jurnalisme. Paham jurnalisme yakni menyebarkan informasi berdasarkan data dan fakta secara objektif. Sementara dari pengalaman kami ada ribuan berita yang di-hack oleh pihak-pihak tertentu dalam sebulan, serangan terhadap media online bisa mencapai ratusan mulai dari kepala desa sampai yang berseragam,” ujarnya.

    Belanja iklan di Indonesia

    Sementara itu, Agus Sudibyo, Ketua Dewan Pengawas TVRI dan mantan anggota Dewan Pers, dalam pemaparannya mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai belanja iklan di Indonesia pada 2024 yang diperkirakan mencapai Rp107,291 triliun, dengan dominasi iklan digital sebesar 44,1%.

    “Data belanja iklan Indonesia 2024 total Rp 107.291 triliun dimana iklan digital sebesar 44,1%, media online 17,3%, televisi 15,5%, media sosial 11,6%, retail media network 7,2%, dan media cetak 4,3%,” ujar Agus Sudibyo dalam pemaparannya.

    Ia juga mencatat perusahaan besar seperti Google dan Facebook menguasai 75-80% dari total belanja iklan digital nasional, sementara media nasional hanya memperoleh sisanya.

    “Di tengah fenomena ini, kita perlu mempertanyakan, ke mana arah jurnalisme pers? Sementara saya yakin meskipun tantangannya besar, kebutuhan akan informasi berkualitas dan bertanggung jawab justru semakin besar,” ujar Agus.

    Agus melanjutkan dengan membahas konsekuensi dari fenomena ini di mana Google dan Facebook menguasai sekitar 75-80% dari total belanja iklan digital nasional, semakin menunjukkan bahwa media sosial dan platform digital menjadi kekuatan utama dalam perekonomian iklan di Indonesia, yang secara tidak langsung telah menantang eksistensi media mainstream.

    Di balik fenomena tersebut, Agus juga menyoroti sebuah hal yang lebih mendalam, yaitu kebutuhan masyarakat terhadap informasi berkualitas dan bertanggung jawab yang semakin besar.

    Meskipun media sosial terus berkembang dan semakin mendominasi, Agus menegaskan bahwa media sosial tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi media tradisional dalam menyediakan informasi yang akurat dan terverifikasi.

    Agus pun memperingatkan tentang fenomena berita hoaks yang marak di media sosial, yang sering kali memecah belah masyarakat dan merusak integritas demokrasi.

    “Tentu, kita tidak perlu terlalu khawatir karena di tengah disrupsi ini, tetap ada kebutuhan yang kuat akan informasi berkualitas dan jurnalisme yang bertanggung jawab. Media sosial tidak bisa sepenuhnya menggantikan kebutuhan masyarakat akan informasi yang mendalam dan berbasis fakta. Secara global, ada kekhawatiran yang sama, yakni media sosial justru semakin memperburuk perpecahan di antara masyarakat, baik dalam hal agama, dan politik,” ujar Agus.

    Agus juga menyinggung pentingnya model distribusi konten yang adaptif. Ia menegaskan bahwa saat ini sangat tidak masuk akal jika ada media yang tidak menggunakan media sosial sebagai saluran distribusi konten.

    Media sosial menjadi platform penting untuk menjangkau audiens yang lebih luas, dan media tradisional harus mampu memanfaatkan media sosial sebagai alat distribusi yang efektif tanpa kehilangan kualitas dan integritas informasi.

    Imperialisme digital

    Terakhir, Agus menutup komentarnya dengan menyinggung fenomena yang disebutnya sebagai ‘imperialisme digital’ yang menggambarkan dominasi beberapa perusahaan teknologi besar dalam menguasai pasar digital global.

    “Digitalisasi adalah fenomena global yang dihadapi semua negara, tetapi surplus dari hasil digitalisasi ini hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan besar, terutama yang berasal dari satu atau dua negara saja,” katanya.

    Secara keseluruhan, Agus Sudibyo menegaskan bahwa meskipun media tradisional menghadapi tantangan berat di tengah disrupsi digital, jurnalisme yang berbasis pada etika, kualitas, dan tanggung jawab tetap memiliki peran yang tak tergantikan.

    Oleh karena itu, industri media harus terus beradaptasi dengan perubahan teknologi dan dinamika pasar, tetapi tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar jurnalisme yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat.

    Era kecerdasan buatan

    Nurjaman Mochtar, Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat, membahas peran jurnalis di era kecerdasan buatan (AI).

    Menurut Nurjaman, 80% sumber berita konvensional kini berasal dari media sosial, dan semakin banyak instansi yang membuat konten berita sendiri melalui portal dan media sosial mereka.

    Ke depan perusahaan atau instansi sumber berita akan membuat konten masing-masing serta menyimpannya di portal dan sosial media masing-masing, sebab dengan AI membuat narasi atau video berita bukan hal yang sulit lagi.

    “Peran media mainstream ke depannya jangan-jangan hanya berfokus pada verifikasi konten dan pertanggungjawaban terhadap Dewan Pers,” ujar Nurjaman yang juga pernah Ketua Forum Pemred.

    Tantangan ini, menurutnya, menuntut wartawan untuk lebih kritis dan adaptif terhadap perubahan teknologi.

    Dhimam Abror, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat, menekankan pentingnya preservasi jurnalisme sebagai sarana untuk memperkuat demokrasi.

    Menurut Dhimam, ruang digital saat ini telah menjadi tempat yang sangat strategis untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi, terutama dalam memberikan informasi yang mendorong masyarakat untuk berpikir kritis.

    Dhimam juga mengungkapkan bahwa media baru, yang lebih interaktif dan mudah diakses, telah membuka ruang bagi lebih banyak partisipasi masyarakat dalam proses komunikasi dan pemberitaan. Oleh karena itu, media harus tetap mempertahankan independensinya, akuntabilitas, dan keberagaman dalam menyampaikan informasi.

    “Ruang digital kini memungkinkan masyarakat untuk berpikir lebih kritis terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, terutama dalam ranah politik. Tetapi, kita harus memastikan kualitas informasi yang beredar tetap terjaga,” ujar Dhimam.

    Menurut Dhimam, media baru yang lebih interaktif membuka peluang bagi masyarakat untuk lebih terlibat dalam proses demokrasi, tetapi hanya jika media tetap menjaga prinsip independensi dan keberagaman dalam menyampaikan informasi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sejarah Hari Pers Nasional 9 Februari

    Sejarah Hari Pers Nasional 9 Februari

    Liputan6.com, Yogyakarta – Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap 9 Februari. Peringatan ini bertepatan dengan HUT Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia.

    Hari Pers Nasional memiliki landasan utama untuk membangun sinergi antara pers, masyarakat, dan penyelenggara negara demi kemajuan bangsa. Mengutip dari berbaga sumber, gagasan Hari Pers Nasional muncul pertama kali dalam Kongres ke-28 PWI yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat, pada 1978.

    Ide awal peringatan ini bermula dari keinginan para insan pers untuk membuat hari khusus dalam memperingati peran dan kontribusi pers. Gagasan tersebut kemudian disetujui pada 19 Februari 1981, dalam sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung.

    Setelah diajukan kepada pemerintah dan melalui berbagai pertimbangan, Hari Pers Nasional akhirnya resmi ditetapkan setiap 9 Februari.

    Dalam perjalanannya, insan pers di mengalami berbagai dinamika dan tantangan. Pada masa kolonialisme, mereka mengalami pembungkaman oleh kolonialisme. Pun pada masa Orde Baru, pers mengalami keterbatasan kebebasan pers.

    Pada era reformasi, insan pers masih harus berhadapan dengan tantangan kebebasan pers. Lahirnya Hari Pers Nasional menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki dan menjaga kebebasan serta independensi jurnalistik.

    Meski demikian, ditetapkannya Hari Pers Nasional setiap 9 Februari sempat mendapat kritik dari berbagai pihak. Pada 7 Desember 2007, sekelompok penulis muda mendeklarasikan Hari Pers Indonesia di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.

    Tanggal tersebut bertepatan dengan hari pemakaman Tirto Adhi Soerjo, tokoh pers nasional sekaligus salah satu pelopor jurnalisme di Indonesia. Adapun deklarasi ini dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap Hari Pers Nasional yang dianggap warisan Orde Baru.

    Kritik juga datang dari sebagian kalangan yang mengusulkan agar Hari Pers Nasional disesuaikan dengan tanggal terbitnya surat kabar Medan Prijaji pada Januari 1907. Surat kabar tersebut dianggap sebagai tonggak awal pers nasional.

    Selanjutnya, sejarawan Asvi Warman Adam mengusulkan kompromi dengan menjadikan bulan Januari sebagai Bulan Pers Nasional. Sementara 9 Februari dijadikan sebagai puncak peringatannya.

    Pada 16 Februari 2017, dalam seminar yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), muncul gagasan untuk menetapkan Hari Jurnalis Indonesia pada 7 Desember. Gagasan ini diusulkan sebagai alternatif bagi para jurnalis yang merasa bahwa Hari Pers Nasional masih terkait dengan warisan masa lalu.

    Meski menuai banyak pro dan kontra, peringatan Hari Pers Nasional masih rutin diselenggarakan pada 9 Februari. Peringatan tersebut sesuai dengan penetapan resmi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985. Keputusan tersebut menerangkan bahwa pers nasional Indonesia memiliki sejarah perjuangan dan peran penting dalam pembangunan nasional sebagai bentuk pengamalan Pancasila.

    Penulis: Resla

  • Pakar komunikasi: Tantangan pers ke depan makin berat

    Pakar komunikasi: Tantangan pers ke depan makin berat

    Jadi, bagaimanapun pers itu tetap menjadi harapan kita, andalan masyarakat, ….

    Purwokerto (ANTARA) – Pakar komunikasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Mite Setiansah mengatakan bahwa tantangan pers ke depan makin berat, terutama dalam menjaga independensi jurnalis maupun perkembangan komunikasi dan informasi melalui media sosial.

    “Terkait dengan independensi, tentunya tantangan akan makin besar karena ‘kan memang tetap saja pers harus berada di dalam posisi yang independen, netral, dan tentunya kalau dari dahulu ‘kan kita berharap pers itu betul-betul menjadi pilar keempat yang bisa mengawasi jalannya pemerintahan,” kata Prof. Mite Setiansah di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.

    Jika melihat situasi sekarang, kata dia, hal itu juga akan menjadi tantangan yang baru bagi pers Indonesia dengan kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto beserta seluruh menterinya karena dalam suasana transisi, banyak hal yang harus dilakukan oleh pers dengan berhati-hati dalam mengambil posisi tanpa mengurangi kekritisan dan kemampuan.

    Meskipun tetap mempertimbangkan banyak hal, dia mengatakan bahwa pers tetap tidak bisa meninggalkan fungsi sebagai pilar keempat di dalam mengawasi bagaimana jalannya pemerintahan.

    “Jadi, bagaimanapun pers itu tetap menjadi harapan kita, andalan masyarakat, untuk bagaimana kita bisa membuat pers itu untuk tetap bisa mengawal berbagai kebijakan, program yang dilaksanakan oleh Pemerintah betul-betul untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.

    Terkait dengan perkembangan komunikasi dan informasi melalui media sosial, menurut dia, jika pers masih dimaknai sebagai jurnalistik yang konvensional seperti halnya zaman dahulu berupa media cetak atau media massa, sudah pasti karakteristiknya berbeda.

    Dalam hal ini, media massa merupakan lembaga pers dengan karakteristik yang sangat ketat sehingga tidak semua orang bisa mendirikan atau membuat media maupun konten.

    “Kalau pers masih kita pahami seperti itu, akan kesulitan menghadapi situasi dengan perkembangan media sosial sekarang, setiap orang bisa menjadi kreator, bahkan bisa menjadi owner (pemilik, red.) dari media,” katanya menjelaskan.

    Ketika pers dimaknai sebagai media massa seperti zaman dahulu, kata Prof. Mite, hanya orang-orang tertentu yang bisa memiliki akses. Namun, saat sekarang, semua orang punya kesempatan untuk membuat konten, menjadi kreator, bahkan menjadi pemilik media.

    Oleh karena itu, kata dia, pers mau atau tidak mau juga perlu memperluas lingkup, karakteristik, dan melakukan metamorfosis.

    “Di dalam media, kita juga mengenal ada mediamorfosis, bagaimana media itu juga harus berubah karena ‘kan katanya memang yang abadi justru adalah perubahan itu sendiri. Kalau mau terus eksis, ya harus berubah,” katanya.

    Menurut dia, perubahan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari bahasa maupun karakter media sosial agar tulisan-tulisan atau konten yang dibuat tetap bisa menjangkau publik sebanyak-banyaknya.

    Dengan demikian, tulisan-tulisan atau konten yang disajikan oleh pers tetap menarik dan tidak kalah dengan kehadiran media sosial.

    “Di satu sisi, bagaimana menyikapi kultur user, pengguna media, yang maunya serbacepat, instan. Kadang-kadang ketika belum jelas informasinya, beredar banyak berita hoaks,” katanya.

    Akan tetapi, kata dia, hal itu lantas dimaknai sebagai sebuah kebenaran karena mereka hanya algoritma media sosial atau digital sehingga akhirnya hanya memberikan informasi yang sesuai dengan keyakinan masing-masing pengakses media sosial.

    Oleh karena itu, pers tentu juga harus memahami adanya kultur dan karakteristik dari pengguna media sosial bahwa algoritma sudah mengarahkan mereka pada informasi-informasi yang sesuai dengan minat atau seleranya.

    “Itu juga menjadi suatu hal yang perlu disikapi oleh pers, bagaimana kemudian jangkauan kewenangan, misalnya dari Dewan Pers, dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) itu bisa mengantisipasi karakter-karakter atau kultur baru yang ada di tengah masyarakat terkait dengan media sosial ataupun media digital yang ada,” katanya.

    Menurut dia, setiap media yang hadir pasti akan membentuk kulturnya sendiri sehingga pers harus menyesuaikan ke situ dan tidak seolah-olah hidup dalam dunia yang berbeda dengan media sosial.

    Terkait dengan Hari Pers Nasional yang diperingati setiap 9 Februari, dia mengatakan banyak seiring dengan perkembangan media itu sendiri, pers pun perlu melakukan metamorfosis agar bisa mengikutinya.

    “Hal itu agar fungsi-fungsi idealisme dari pers bisa terus dijaga sekaligus menyesuaikan diri, beradaptasi dengan perkembangan media dan penggunanya sekarang,” kata Prof. Mite.

    Pewarta: Sumarwoto
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Saat Jenderal Maruli Berpantun Ubur-ubur Ikan Lele Hingga Bicara Soal Narkoba Paket Jambak di Sumut – Halaman all

    Saat Jenderal Maruli Berpantun Ubur-ubur Ikan Lele Hingga Bicara Soal Narkoba Paket Jambak di Sumut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak turut ikut berpantun “ubur-ubur ikan lele” yang viral di media sosial akhir-akhir ini.

    Pantun tersebut diucapkan Maruli di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional dalam kegiatan Kartika Gathering 2025 di Gedung AH Nasution Markas Besar TNI AD Jakarta pada Rabu (5/2/2025).

    Maruli awalnya menyapa para pemimpin redaksi termasuk Ketua Dewan Pers, pejabat Komisi Informasi Pusat (KIP), dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

    Ia kemudian memperkenalkan jajaran pejabat utama Markas Besar TNI AD yang hadir dalam acara tersebut.

    Maruli mengaku gembira bisa berkumpul dengan para pemimpin redaksi media massa.

    Ia lalu meminta maaf tidak bisa berpantun mengingat perwakilan pemimpin media massa sebelumnya menyampaikan pantun “Ubur-ubur ikan lele” untuk mencairkan suasana.

    “Saya mohon maaf nggak bisa berpantun, belajar berulang-ulang nggak bisa-bisa. Ubur-ubur saja tapi ya,” ujar Maruli.

    “Ubur-ubur ikan lele. Terima kasih atas kehadirannya, Le,” kata Maruli dijawab “cakep” para hadirin dan tepuk tangan meriah.

    Maruli lalu menjelaskan pentingnya peran media di masyarakat khususnya dalam mengabarkan kerja-kerja TNI AD di daerah-daerah yang terpencil.

    Selain itu, Maruli juga menjelaskan peran TNI AD dalam mendukung berbagai program strategis pemerintah di antaranya terkait Makan Bergizi Gratis (MBG), mendukung pemberantasan tengkes (stunting), hingga mendukung upaya pemberantasan narkoba.

    Ia pun mengaitkannya dengan evaluasi di internal jajaran TNI AD terkait respons TNI AD yang dinilainya masih relatif lambat.

    “Karena contohnya di daerah Sumatera Utara itu banyak sekali peredaran narkoba. Itu saya coba tanya-tanya ke sana, sudah ada namanya Paket Jambak. Jambak itu dijenggut. Harganya Rp 50 ribu sabu-sabu. Jadi dia hisap, kalau kebanyakan hisap dijambak, nggak boleh banyak-banyak. Sudah di warung-warung,” ungkapnya.

    “Masyarakat sekitar itu, karena dia lihat banyak orang, senang saja. Ada parkir, ada yang jual di pinggir-pinggir jadi laku. Dari satu bulan ini, empat tempat sudah di warung-warung. Jadi kami melakukan evaluasi ke dalam bagaimana para Kapendam ini cepat merespons. Setelah ada kejadian, paling lambat kasih waktu 2 jam dia harus bertemu media,” lanjut dia.

    Ia pun membuka ruang masukan dari para pemimpin media massa terkait pemberitaan soal TNI AD.

    Dalam sesi wawancara cegat, Maruli menjelaskan pada prinsipnya tugas utama TNI AD adalah terkait pertahanan.

    Namun, dalam upaya pemberantasan narkoba, lanjut dia, peran TNI AD hanya mendukung.

    “Kita sekarang bisa dapat ratusan kilo (kg) di daerah perbatasan. Padahal kerja kita manual. Tentara-tentara penjaga perbatasan, yang harusnya memang lebih dominan tentang pertahanan. Tapi di situ juga memang akhirnya ada tugas tambahan untuk tentang ilegal-ilegal yang berlaku di perbatasan,” ungkapnya.

    “Mudah-mudahan ini kita bisa terus tingkatkan sehingga kita bisa betul-betul mengantisipasi khususnya tentang narkoba itu,” lanjut dia.

    Kasus Perusakan Warung di Sumut

    Dilansir dari TribunMedan.com, sebanyak 40 anggota TNI yang diduga terlibat perusakan warung dan kendaraan milik warga di Dusun, Lau Galunggung, Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara diperiksa pada Rabu (29/1/2025). 

    Pemeriksaan terhadap puluhan personel TNI AD dari Resimen Arhanud-II/SSM Kodam I Bukit Barisan dilakukan Kodam 1 Bukit Barisan.

    Pemilik warung, Safrida (45), mengungkapkan kejadian terjadi secara tiba-tiba.

    Saat ia sedang masak pesanan pelanggannya, tiba-tiba, warungnya diserang sejumlah personel TNI AD dari Resimen Arhanud-II/SSM Kodam I Bukit Barisan.

    “Saya lagi masak, ada orang duduk-duduk di warung, saya nggak memperhatikan kali karena lagi masak. Perkelahian orang di kedai, saya nggak open,” ungkap Safrida kepada Tribun-medan pada Kamis (30/1/2025).

    Katanya, beberapa saat kemudian para personel TNI AD tersebut kembali dan melakukan aksi brutal dengan mengacak-acak warungnya.

    “Awalnya nggak (ramai), sudah itu ramai. Saya teriak jangan dirusak warung saya. Kami nggak berani melawan,” sebut dia.

    Ketakutan, ia pun langsung kabur meninggalkan warungnya dan membiarkan pertikaian antar personel TNI AD dengan warga sipil yang sedang nongkrong di tempatnya berjualan.

    “Nggak ada (dianiaya), cuma pengerusakan. Saya lari takut, saya tinggalkan warung. Omelan saja, (antara warga sipil dan TNI),” ujar dia.

    Safrida berharap agar seluruh kerugiannya diganti oleh personel TNI AD yang melakukan perusakan.

    “Saya cari makan sendiri, cuma jualan di situ. (Berharap) diganti,” ucapnya.

    Amatan Tribun-medan, di lokasi kejadian tampak sejumlah sepeda motor dalam keadaan rusak dan terjatuh serta satu unit mobil Avanza hitam rusak parah akibat dirusak oleh sejumlah personel TNI AD.

    Kapendam Kodam 1 Bukit Barisan, Kolonel Dody Yudha menjelaskan keributan TNI dan warga bermula dari pengeroyokan Praka Darma Saputra Lubis oleh sejumlah orang. 

    “Jadi, insidennya itu ada pengeroyokan anggota kita, kemudian korban menghubungi rekannya di kesatuan Resimen Arhanud melalui grup whatsapp. Ketika anggota di sana, ditemukan bekas narkoba dan alat hisap narkoba,” kata Doddy pada Kamis (30/1/2025). 

    Ia menjelaskan ada puluhan anggota TNI yang mendatangi lokasi kejadian setelah mendapat pengaduan oleh Praka Darma Saputra. 

    Namun, ungkap Dody, personel TNI tidak menemui para pelaku pengeroyokan dan malah kata Dody menemukan narkoba. 

    Dody menjelaskan penemuan barak narkoba tersebut membuat puluhan anggota TNI marah lalu merusak satu mobil dan tiga sepeda motor. 

    “Di dekat mobil yang dirusak sama sepeda motor itu, jadi anggota tidak menemukan keberadaan pelaku malah menemukan sisa narkoba, jadi ada bekas narkoba dan alat penggunaan narkoba. Jadi melihat itu anggota marah dan merusak lah,” kata dia. 

    “Ya ini merupakan pantau dari Kodam 1 Bukit Barisan mau pun Polda Sumut. Jadi daerah itu rawan penggunaan narkoba karena banyak barak di sana. Sudah lama jadi pantau kita, karena sudah lama kita melakukan penggerebekan sejumlah daerah termasuk dengan kepala daerah,” lanjutnya. 

    Atas peristiwa itu, Dody pun menyampaikan permohonan maaf. 

    Dia mengatakan, Kodam akan mengganti segala kerusakan yang disebabkan anggotanya. 

    “Kita minta maaf atas kejadian tersebut dan kami akan mengganti rugi semuanya. Jelas kita sampaikan sesuai dengan yang disampaikan bapak Panglima kepada seluruh prajurit apabila ada info soal barak narkoba ini sampaikan kepada pihak berwenang,” kata Dody. 

    Barang Bukti Narkoba Diserahkan Ke Polisi

    Wakasat Narkoba Polrestabes Medan, AKP Arham Gusdiar, mengatakan barang bukti narkoba terkait kasus itu telah diserahkan ke kepolisian.

    Ia mengaku selama ini tak ada laporan dari masyarakat sekitar adanya penyalahgunaan narkoba.

    Dia mengaku akan mendalami dugaan warung sebagai sarang narkoba.

    “Terkait penemuan barang bukti ini, diduga dimiliki oleh seseorang dan akan kami tindaklanjuti. Akan kami laksanakan penyelidikan terkait lokasi penemuan dan mencari informasi siapa pemiliknya,” bebernya, Kamis (30/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Dibantah Kades

    Kepala Desa (Kades) setempat, Serasi Sembiring, membantah kabar adanya peredaran narkoba di Desa Durin Simbelang.

    “Kalau terkait masalah itu (narkoba) tidak ada,” tegas Kades, Kamis.

    Menurutnya, para warga masih trauma setelah terjadi aksi penyerangan dan pengrusakan.

    “Sesuai tadi pembicaraan kami, pemilik warung trauma. Kita sama-sama tahu, masyarakat biasa kalau ada aparat yang datang (menyerang) pasti masyarakat trauma,” jelas dia.

    Serasi Sembiring menambahkan mediasi antara prajurit TNI dan warga menemui titik terang.

    “Jadi sesuai kesempatan kita pihak Muspika, permasalahan ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan atau mediasi damai, dan alhamdulillah proses perdamaian itu secara lisan sudah diselesaikan,” ungkapnya.

  • Publikom Gama Serukan Kedaulatan Komunikasi di Era Prabowo-Gibran

    Publikom Gama Serukan Kedaulatan Komunikasi di Era Prabowo-Gibran

    Jakarta (beritajatim.com) – Di tengah derasnya arus digitalisasi, Indonesia menghadapi paradoks besar: menjadi bangsa yang terkoneksi, tetapi kehilangan kendali atas ruang komunikasinya sendiri. Seperti kapal besar yang mesinnya dikendalikan pihak asing, mayoritas interaksi digital masyarakat kini bergantung pada platform global – dari media sosial hingga kecerdasan buatan.

    Dalam menghadapi tantangan ini, Paguyuban Alumni Ilmu Komunikasi UGM (Publikom Gama) menyerukan perlunya “kedaulatan komunikasi” sebagai tameng utama Indonesia di era Prabowo-Gibran. Rekomendasi strategis ini disampaikan langsung ke Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan diterima oleh Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria di kantornya di Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).

    Ketua Umum Publikom Gama, Agus Sudibyo, menegaskan bahwa tanpa kedaulatan komunikasi, demokrasi Indonesia ibarat rumah tanpa pagar – rentan disusupi kepentingan asing.

    “Jagat komunikasi yang bermartabat dan beretika harus menjadi prioritas utama. Kita tidak boleh hanya menjadi penonton di tanah sendiri,” kata Agus.

    Menurutnya, arus informasi dan komunikasi harus berpijak pada nilai-nilai demokrasi, good governance, serta etika publik. Oleh karena itu, Publikom Gama menekankan pentingnya penerapan hukum positif Indonesia seperti UU Pers, UU Penyiaran, UU Perlindungan Data Pribadi, serta Perpres Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas (Publisher Right) guna melindungi ekosistem media dan informasi nasional.

    Publikom Gama juga menyoroti kedaulatan digital sebagai elemen krusial bagi masa depan ekonomi Indonesia. Jika tidak dikelola dengan baik, Indonesia hanya akan menjadi ladang eksploitasi digital bagi raksasa teknologi global.

    “Kita harus memastikan arus data nasional tetap berada dalam kendali kita. Infrastruktur digital seperti pusat data, jaringan internet, dan teknologi komunikasi harus dikuasai secara mandiri,” jelas Agus Sudibyo, yang juga Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI.

    Regulasi yang mengatasi monopoli dalam industri media, informasi, dan teknologi juga dinilai penting agar ekonomi digital Indonesia dapat berkembang tanpa ketergantungan berlebihan pada korporasi asing. Langkah ini sejalan dengan visi Indonesia Maju 2045 yang menargetkan Indonesia menjadi pemain utama di sektor teknologi global.

    Sementara itu, dalam menghadapi revolusi kecerdasan buatan (AI), Publikom Gama mengingatkan bahwa teknologi ini bisa menjadi alat pembebasan atau justru menjadi belenggu baru.

    “AI adalah pedang bermata dua. Tanpa literasi yang memadai, kita bisa terjebak dalam jerat algoritma yang mengancam privasi, menyebarkan hoaks, hingga melumpuhkan industri kreatif lokal,” kata Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Publikom Gama, Imam Wahyudi, yang – bersama lima kolega lainnya – ikut hadir dalam pertemuan dengan Wamen Nezar Patria.

    Publikom Gama b

    Sebagai solusinya, lanjut Imam Wahyudi, Publikom Gama mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan panduan AI yang praktis dan aplikatif bagi mahasiswa, wartawan, peneliti, dan kreator konten. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya menjadi konsumen pasif teknologi global, tetapi juga pencipta inovasi digital yang mandiri.

    Era digital adalah medan perang baru, dan Indonesia tidak boleh hanya menjadi pion dalam permainan teknologi global. Terkait itu, Publikom Gama menyerukan langkah konkret untuk memastikan kedaulatan komunikasi dan digital benar-benar menjadi pilar utama pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Jika data adalah minyak baru, maka kedaulatan komunikasi adalah kunci untuk menjaga energi bangsa tetap menyala. Kita tidak boleh menyerahkan kendali masa depan kita kepada pihak luar,” ujar Imam Wahyudi, jurnalis senior yang mantan anggota Dewan Pers ini.

    Agus Sudibyo menambahkan, rekomendasi strategis yang diserahkan Publikom Gama merupakan hasil serial workshop yang diselenggarakan pada November-Desember 2024. Dalam workshop – daring maupun luring – tersebut, para anggota Publikom Gama yang memiliki latar belakang berbeda menyampaikan pemikiran dan usulannya masing-masing.

    Pemikiran dan usulan berdasarkan kompetensi dan pengalaman para alumni itu kemudian didiskusikan bersama, lalu dirangkum dalam tujuh poin rekomendasi untuk disampaikan ke Pemerintah c.q. Kabinet Merah Putih dan DPR RI periode 2024-2029.

    “Kami ingin memastikan Indonesia memiliki regulasi dan kebijakan yang mampu mengantisipasi tantangan di era digital, melindungi kepentingan nasional, serta menjaga ekosistem komunikasi yang sehat dan demokratis,” kata Agus Sudibyo.

    Nezar Patria menyambut baik rekomendasi ini. Ia menyatakan, Kementerian Komdigi akan menelaahnya lebih lanjut untuk diintegrasikan ke dalam kebijakan nasional.

    “Masukan dari akademisi dan praktisi seperti Publikom Gama sangat berharga dalam membangun regulasi yang adaptif dan berorientasi pada kepentingan publik,” ujar Nezar.

    Menurut Wamen Komdigi, masukan Publikom Gama datang di saat yang tepat, di kala Pemerintah memang sedang konsen dengan isu kedaulatan digital.

    “Komdigi akan memperhatikan benar masukan Publikom, dan meminta Publikom untuk selalu siap bekerja sama dengan Pemerintah terkait isu kedaulatan komunikasi,” pungkas Nezar Patria. [beq]

  • Lengkap! Ini Daftar Pimpinan Tinggi Pratama Komdigi yang Baru Dilantik

    Lengkap! Ini Daftar Pimpinan Tinggi Pratama Komdigi yang Baru Dilantik

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid melakukan rotasi besar-besaran dengan merombak 80% pejabat pimpinan tinggi pratama (eselon II) dalam tahap kedua restrukturisasi kementerian. Berikut daftar nama pejabat dan posisinya yang baru.

    Meutya menekankan bahwa perombakan ini dalam rangka penyegaran dan penyehatan organisasi yang diharapkan mampu mempercepat transformasi digital sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Restrukturisasi ini bukan sekadar perubahan organisasi, tetapi juga strategi untuk mewujudkan kedaulatan digital yang sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo. Kami ingin memastikan transformasi digital memberikan manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya melalui rilisnya, Sabtu (1/2/2025)

    Dalam kesempatan yang sama, Meutya juga melantik jaksa wanita sebagai staf ahli, yaitu Cahyaning Widowati.

    Dalam kesempatan tersebut, Meutya kembali menegaskan enam fokus utama kementerian dalam mendukung transformasi digital nasional, yaitu pembangunan konektivitas digital yang merata, penguatan ekonomi digital, digitalisasi layanan pemerintahan, perlindungan ruang digital yang aman, peningkatan SDM digital, dan komunikasi publik yang inklusif dan berbasis kepercayaan.

    Berikut ini daftar pejabat yang dilantik:

     Jabatan Pejabat Tinggi Madya:

    1. Bonifasius Wahyu Pudjianto sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemkomdigi

    2. Cahyaning Nuratih Widowati sebagai Staf Ahli Bidang Hukum Kemkomdigi

    Jabatan Fungsional Ahli Utama:

    1. Hary Budiarto sebagai Widyaiswara Ahli Utama di Pusat Pengembangan Aparatur Komunikasi dan Digital Kemkomdigi

    2. Robinson Hasoloan Sinaga sebagai Widyaiswara Ahli Utama di Pusat Pengembangan Aparatur Komunikasi dan Digital Kemkomdigi

    Staf Khusus (Stafsus) Menkomdigi: 

    1. Arnanto Nurprabowo sebagai Stafsus Menteri Bidang Komunikasi dan Politik

    Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama: 

    Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemkomdigi:

    1. Arifin Saleh Lubis sebagai Kepala Biro Perencanaan Sekjen Kemkomdigi

    2. Imam Suwandi sebagai Kepala Biro SDM dan Organisasi

    3. Raden Rhina Anita Ernita Martono sebagai Kepala Biro Hubungan Masyarakat

    4. Hasyim Gautama sebagai Kepala Pusat Data dan Sarana Informatika

    5. Ichwan Makmur Nasution sebagai Kepala Pusat Kelembagaan Internasional

    6. Slamet Santoso sebagai Sekretaris Dewan Pers

    Direktorat Jenderal (Ditjen) Infrastruktur Digital: 

    1. Denny Setiawan sebagai Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital

    2. Dwi Handoko sebagai Direktur Layanan Infrastruktur Digital

    3. Mulyadi sebagai Direktur Akselerasi Infrastruktur Digital

    4. Ervan Faturokhman Adiwijaya sebagai Direktur Pengendalian Infrastruktur Digital

  • Donny Yoesgiantoro: Badan Publik yang Tidak Informatif Paling Banyak dari BUMN – Page 3

    Donny Yoesgiantoro: Badan Publik yang Tidak Informatif Paling Banyak dari BUMN – Page 3

    Berkaca pada pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, dari hasil monev KI Pusat apakah ada keterbukaan informasi dari KPU dan Bawaslu?

    Jadi begini, waktu tahun 2023, KPU kami beri peringkat pertama pada waktu monev. Saya waktu itu dengan Mbak Titi Anggraini dari Perludem juga ditanya, Bapak itu kok ngasih KPU itu informatif, padahal kelakuannya kayak gitu?

    Saya bilang begini, Mbak ini ibaratnya dosen, murid itu pintar, tapi setelah jadi insinyur setelah jadi doktorandus dia itu berperkara atau dia itu asusila dan sebagainya, itu kan dosennya enggak boleh disalahin dong, saya bilang begitu.

    Artinya, saya itu sudah lihat dari Self-Assessment Questionnaire tadi, wah canggih betul dia, isinya bagus semua, kita lihat bagus semua, terus gimana? Kita kasih dong nilai 100, itu 80%. Pada waktu kita uji publik, eh Ketua KPU-nya datang. Sama saya kan kenal dekat.

    Dia datang dan presentasinya bagus, ya kasih nilai bagus juga gitu kan. Seperti mahasiswa dikasih ujian nilainya bagus, wawancara bagus, setelah jadi insinyur, setelah jadi dokter keluar dia kena asusila, lah masa dosennya disalahkan, kan enggak boleh begitu dong, ya kan?

    Saya mengatakan kita ini hanya melihat kalau mobil itu ada STNK-nya, ada BPKB-nya, BPKB-nya tidak kedaluwarsa. Kemudian ada SIM, STNK dan BPKB, kemudian dia itu tidak pernah ada asuransinya, kalau naik motor itu ada pentilnya. Kalau semuanya sudah bagus, ya sudah. Tapi begitu kita lihat motornya itu untuk nyopet, masa kita salah?

    Itu bukan wilayah KI Pusat lagi?

    Itu urusan lembaga lain. Jadi kita ini di Indonesia jangan ada lembaga yang superbody, harus ada sendiri-sendiri begitu. Itu urusan polisi, lembaga kepolisian kalau nyopet.

    Kalau hubungan KI Pusat dengan lembaga atau organisasi pers bagaimana?

    Satu, dia sama-sama lembaga non-structural, seperti Dewan Pers, dan Dewan Pers itu sama-sama koordinasinya di Kementerian Komdigi. Jadi ada di Komdigi karena kami belum independen, belum total independen, seperti KPU kan dia independen. Kalau kami kan masih ke Komdigi karena sekretaris kami itu masih eselon II.

    Jadi gampang melihat lembaga non-struktural itu, dia itu sudah mandiri atau tidak lihat sekjennya, kalau sekjennya eselon satu berarti dia sudah mandiri. Seperti KPU, KPK, Bawaslu dan dia punya anggaran sendiri. Kalau anggaran kami dikasih anggaran, tapi harus koordinasi dengan Komdigi.

    Soal Dewan Pers, kami juga mengatakan kepada Dewan Pers, kan ada beberapa organisasi wartawan, ada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), ada AJI gitu kan, urusannya kan ke wartawan. Kami mengatakan bahwa kalau kami, informasi-informasi itu tidak harus dibuka semuanya, ada informasi yang memang boleh ditutup di undang-undang kami.

    Kalau undang-undangnya mungkin Undang-Undang Pers, kami tidak mau masuk ke sana, dia akan mengatakan jangan dihalang-halangi dong kalau wartawan itu mau cari berita, ya silakan saja. Tapi di undang-undang kami boleh dikecualikan walaupun sifatnya ketat dan terbatas.

    Kita biasanya dengan AJI, dengan Dewan Pers dan PWI sudah membuat MoU. Kami mengatakan kami ada beberapa kerja sama dengan mereka bagaimana kalau misalnya wartawan ingin mengajukan permohonan informasi, boleh juga. Jadi wartawan sebagai pribadi maupun sebagai institusi boleh.

    Kalau yang meminta informasi publik itu adalah person, misalnya seorang karyawan, apakah itu juga dibolehkan?

    Boleh. Jadi seperti kami pernah menyelesaikan, ini kebetulan kasusnya sudah selesai, ada dosen bersengketa dengan universitasnya. Jadi katakanlah seorang dosen universitas, ini negeri ya karena PTN, kita tidak boleh masuk di PTS, perguruan tinggi swasta enggak boleh.

    Misalnya dosen UI atau dosen Gadjah Mada atau dosen Undip dia merasa jenjang jabatan akademisnya itu enggak naik-naik. Dia nberpikir, kalau enggak naik-naik jabatan ini jangan-jangan saya dimainkan di level dekanat, dekannya. Dia boleh minta permohonan, tolong dong saya minta dokumen penilaian jenjang jabatan akademis, kok saya enggak naik-naik.

    Begitu dikasih dibilang pula, kamu enggak naik jabatan karena penilaiannya jelek. Lho, saya pengen dong siapa yang menilai saya jelek? Enggak boleh gitu kan, itu kan masuk ke ranah pribadi kan enggak boleh dibuka. Kalau dibuka nanti diancam lagi yang menilai, itu ada seperti itu.

    Jadi akhirnya kita mediasi, mediasinya gagal. Karena mediasi gagal kita masukkan lagi ke ajudikasi non-litigasi. Jadi boleh karyawan meminta informasi publik, kalau karyawan SCTV enggak bisa karena SCTV swasta. Tapi kalau di RRI, TVRI boleh karena dia pakai APBN. Kalau swasta kan duitnya sendiri.

    Bagaimana cara KI Pusat merangkul Generasi Millenial dan Gen-Z untuk juga ikut mengawasi keterbukaan informasi ini?

    Strateginya ya saya dekatin dulu Menteri Pemuda dan Olahraga, itu kan termasuk Gen-Z juga dia. Badannya gede, besar, tinggi besar, tetapi termasuk Milenial kan? Kita sangat akrab dan Kemenpora kemarin nomor satu.

    Ya kita lakukan pendekatan, mereka bagus juga karena apa? Karena sesmennya juga bagus, sesmennya itu orang lama dan menterinya manut sama sesmen. Ini penting karena kadang-kadang pimpinan badan publik itu dia mengatakan kadang-kadang gini, itu enggak penting itu keterbukaan informasi.

    Sehebat apa pun sesmen kalau menterinya sudah ngomong begitu susah. Nah ini kebetulan koordinasinya bagus, bagus sekali, komunikasinya bagus. Dari kepala bironya, kepala biro biasanya PPID dari Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi.

    Atasan PPID itu pejabat administratif tertinggi di kementerian, biasanya sekjen, bisa sekjen, sestama, corporate secretary, pimpinan badan publik, atasan, atasan PPID, pimpinan badan publik, ini semuanya bagus. Nah, kita dekatin saja lewat itu karena Milenial tadi. Kita sering ada event-event dengan Pak Menteri, Pak Menterinya anak muda.

    Kedua, kita cari lagi mana ini yang kira-kira anak-anak muda yang suka. Kemudian kita dengan Pak Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata. Jadi itu adalah strategi kita, karena apa? Karena kita enggak bisa langsung, lihat saja undang-undang kita, membuat standar pelayanan informasi publik, menyelesaikan sengketa informasi publik.

    Jadi kita ke publiknya lewat badan publik. Jadi seperti tadi saya sampaikan, walaupun guyon Komisi Informasi Pusat itu tidak dikenal KIP ya, KI Pusat, lebih dikenal Kartu Indonesia Pintar betul, karena apa? Karena banyak masyarakat yang belum kenal Komisi Informasi karena tidak pernah dilakukan literasi.

    Ada literasi digital, ada literasi, ada rasio elektrifikasi. Tapi literasi keterbukaan informasi publik di masyarakat tidak ada, yang ada adalah literasi indeks keterbukaan informasi publik, itu yang disasar selalu di badan publik, pemerintah provinsi.

    Saya itu tidak tahu publik yang sudah terliterasi itu enggak tahu. Berapa persen publik yang sudah tahu keterbukaan informasi publik tidak pernah tahu, ini yang menjadi PR pemerintah sebenarnya.

    Ini yang harus pemerintah lihat bahwa publik itu harus dicerahkan juga. Ada keterbukaan informasi publik, ada lembaga yang namanya Komisi Informasi Pusat atau KI Pusat, dia punya di daerah juga, ada undang-undangnya, ada peraturan pemerintahnya.

     

  • Top 3 Tekno : Harga Redmi Note 14 hingga Revolusi AI dari Samsung – Page 3

    Top 3 Tekno : Harga Redmi Note 14 hingga Revolusi AI dari Samsung – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Informasi soal kehadiran Redmi Note 14 Series ke pasar Indonesia ternyata menarik perhatian pembaca. Artikel yang membahas soal harga Redmi Note 14 di Indonesia pun jadi salah satu artikel terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com pada Jumat (24/1/2025), kemarin.

    Seperti diketahui, Redmi Note merupakan seri perangkat kelas menengah yang dihadirkan oleh Xiaomi. Meski merupakan perangkat kelas menengah, pengalaman yang diberikan disebut tak kalah dari perangkat flagship.

    Menariknya lagi, harga yang ditawarkan selalu terbilang kompetitif. Lalu, artikel lain yang juga menjadi sorotan pembaca adalah soal pedoman AI untuk karya jurnalistik.

    Diluncurkan oleh Dewan Pers, kehadiran pedoman AI ini tidak lepas dari perkembangan dan penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau AI yang kian masif dipakai untuk berbagai kebutuhan, termasuk membantu kerja jurnalistik.

    Untuk itu, pedoman ini disebut akan menjadi bagian penting dari Kode Etik Jurnalistik yang menjadi pegangan jurnalis dalam bekerja membuat karya jurnalistik.

    Terakhir, artikel lain yang banyak dilihat oleh pembaca adalah perkembangan solusi AI Samsung. Selain memperkenalkan smartphone terbaru, Samsung ternyata juga fokus pada peran AI untuk mendukung masa depan rumah pintar.

    Dalam gelaran Galaxy Unpacked 2025, Samsung mengedepankan cara AI dapat meningkatkan kenyamanan, konektivitas, serta kualitas hidup di dalam ruang tinggal.

    Untuk lebih lengkapnya, simak informasi berikut ini.

    1. Resmi Rilis di Indonesia, Ini Harga Redmi Note 14 Series yang Bikin Penasaran

    Xiaomi resmi memperkenalkan jajaran smartphone terbaru mereka di Indonesia yakni Redmi Note 14 Series.

    Di Indonesia, model yang dirilis terdiri dari Redmi Note 14 Pro Plus 5G, Redmi Note 14 Pro 5G, Redmi, Redmi Note 14 5G, dan Redmi Note 14.

    Menurut Country Director Xiaomi Indonesia Wentao Zhao, sejak awal kehadirannya, Redmi Note merupakan seri perangkat kelas menengah yang menawarkan pengalaman flagship, tapi dibanderol dengan harga yang kompetitif.

     

    Lantas, berapa harga Redmi Note 14 di Indonesia?

    Baca selengkapnya di sini

  • Dewan Pers Buat Pedoman Penggunaan AI dalam Karya Jurnalistik

    Dewan Pers Buat Pedoman Penggunaan AI dalam Karya Jurnalistik

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pers resmi meluncurkan Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik untuk menjadi arahan bagi para pewarta dalam meracik pemberitaan.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan bahwa dalam Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-Dp/I/2025 Tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan Dalam Karya Jurnalistik itu bakal menjadi acuan bagi para jurnalis maupun perusahaan media dalam menggunakan kecerdasan buatan atau artifical intelligence (AI) yang baik dan benar.

    “Pedoman ini dirancang untuk memastikan bahwa teknologi AI digunakan secara etis, transparan, dan tidak mengorbankan integritas jurnalistik di tengah kemajuan teknologi yang pesat,” ujarnya dalam rilisnya, Jumat (24/1/2025).

    Lebih lanjut, Ninik menjelaskan proses penyusunan pedoman ini telah dilakukan sejak April 2024 dengan membentuk satuan tugas yang terdiri dari perwakilan internal, perwakilan konstituen dan tim perumus. 

    Dalam prosesnya, kata Ninik, penyusunan pedoman tersebut juga mendengarkan masukan beberapa media dan konstituen yang telah menerapkan penggunaan kecerdasan buatan dalam karya jurnalistiknya, serta mempertimbangkan masukan dari pakar di bidang kecerdasan buatan.

    Selain itu, pedoman ini juga telah menjalani uji publik yang melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk dari Mahkamah Agung. 

    “Semoga melalui pedoman ini, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan di ranah jurnalistik nantinya dapat membantu mempercepat proses jurnalistik dan meningkatkan efisiensi kerja,” katanya.

    Meski begitu, dia menekankan bahwa tetap diperlukan kontrol dan prinsip etika yang ketat agar AI tidak merusak nilai-nilai fundamental jurnalistik, seperti keakuratan, keadilan, dan independensi.

    Berikut poin-poin prinsip dasar penggunaan AI dalam karya jurnalistik yang diatur dalam Bab 2 Pasal 2 dan 3 Pedoman ini:

    Pasal 2

    (1) Karya jurnalistik yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan berpedoman kepada KEJ (Kode Etik Jurnalistik);

    (2) Penggunaan kecerdasan buatan untuk karya jurnalistik harus ada kontrol manusia dari awal hingga akhir:

    (3) Perusahaan pers bertanggung jawab atas karya jurnalistik yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan;

    (4) Perusahaan pers dapat memberikan keterangan dan menyebut sumber asal atau aplikasi kecerdasan buatan yang digunakan pada produksi karya jurnalistik. 

    Pasal 3

    (1) Perusahaan pers selalu memeriksa akurasi dan memverifikasi data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk lainnya yang didapatkan melalui pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan; 

    (2) Pemeriksaan akurasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menggunakan teknologi dan/atau konfirmasi kepada pihak yang berkompeten;

    (3) Perusahaan pers bersikap hati-hati memperlakukan data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk lainnya yang dihasilkan dengan memanfaatkan kecerdasan buatan agar tetap menghormati ketentuan tentang hak cipta dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya;

    (4) Karya jurnalistik hasil kecerdasan buatan tidak didasari iktikad buruk dan menghindari hal-hal yang berbau cabul, bohong, fitnah, atau sadisme;

    (5) Karya jurnalistik hasil kecerdasan buatan tidak menyiarkan hal-hal yang bersifat diskriminasi terhadap SARA, jenis kelamin, warna kulit, bahasa, kondisi ekonomi, maupun penyandang disabilitas.

    Aspek publikasi karya jurnalistik juga diatur di dalam Bab 4 Pasal 5 pedoman ini. Berikut beberapa poin-poinnya:

    Pasal 5

    (1) Perusahaan pers memberi keterangan pada karya jurnalistik berupa gambar rekayasa dan/atau personalisasi manusia (avatar) berbasis kecerdasan buatan, baik berupa gambar bergerak maupun tidak; 

    (2) Personalisasi yang menyerupai figur tertentu harus mendapat persetujuan dari yang bersangkutan atau ahli waris;

    (3) Perusahaan pers memberi keterangan pada karya jurnalistik berbasis kecerdasan buatan berupa suara.

  • Didukung Komdigi platform S.id tembus 1,5 juta pengguna

    Didukung Komdigi platform S.id tembus 1,5 juta pengguna

    Penggunaan platform ini didominasi oleh sektor pendidikan (33 persen), personal branding (21 persen), ….

    Jakarta (ANTARA) – Platform digital S.id yang mendapat dukungan dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) melalui PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia/id. Registry) telah menembus 1,5 juta pengguna sejak pertengahan Januari 2025.

    “Tahun 2025 memberi harapan baru bagi digital platform S.id. Sejak pertengahan Januari, tembus 1,5 juta pengguna aktif dengan total tautan pemendek sebanyak 15,3 juta, sedangkan microsite mencapai 1,43 miliar pengunjung (visitor),” kata Direktur PT Aidi Digital Global (ADG) Atmaji Sapto Anggoro selaku pengembang platform digital S.id di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa platform S.id makin mendominasi di tingkat lokal Indonesia dan penggunanya global.

    Dari jumlah 1,5 juta pengguna, kata Atmaji, sebanyak 80 persen adalah dari Indonesia. Namun, pengguna dari luar negeri sekitar 636.000 adalah berasal dari 191 negara. Lima besar negara pengguna utama setelah Indonesia adalah Vietnam, India, Amerika, Hong Kong, dan Banglades.

    Dengan capaian baru tersebut, sebagai platform, S.id yang menawarkan aplikasi pemendek URL (unicode resource locator) dan microsite (biolink) makin mendapat tempat bagi generasi kiwari. Dengan membuka link S.id, para esaider (sebutan untuk pengguna S.id), pengguna langsung bisa berkreasi dan berekspresi secara digital.

    Disebutkan pula, dari total 15.3 juta tautan yang dibuat di S.id, sebanyak 14,5 juta (95,38 persen) merupakan tautan pendek (shortener). Sementara itu, microsite menyumbang 706.000 tautan (4,6 persen).

    Penggunaan platform ini didominasi oleh sektor pendidikan (33 persen), personal branding (21 persen), event (6 persen), online shop (5 persen), portfolio (3 persen), dan laman komunitas (3 persen). Dominasi ini, kata dia, mencerminkan peran besar S.id dalam mendukung pendidikan dan UMKM.

    “Kami bangga karena dalam kurun waktu 2 tahun setengah, apresiasi pengguna shortener (pemendek) link dan bio-link (microsite) terhadap kehadiran platform S.id makin massive (semarak),” kata Atmaji yang juga anggota Dewan Pers.

    Selaku pengembang platform digital, pihaknya tidak boleh berpuas diri sehingga akan terus meningkatkan keandalan platform S.id agar makin bermakna bagi peradaban digital nasional dan global.

    Platform S.id khusus untuk pemendek, menurut dia, sangat penting buat perusahaan yang akan mengiklankan produk atau branding sehingga mudah diingat pengguna. Misalnya, cukup menuliskan s.id/Merek-X tidak perlu menuliskan URL yang panjang dan ribet.

    Atmaji mengemukakan bahwa microsite saat ini cukup banyak membantu guru dan dosen yang memajang mata ajarnya di S.id tanpa harus capek-capek memikirkan hosting bila membuat domain.

    Selain guru, lanjut dia, pelaku UMKM dan penyelenggara event organizer atau wedding organizer sudah banyak yang familier dan memanfaatkan platform S.id.

    Aktivitas platform digital S.id. ANTARA/HO-Sapto Anggoro

    Sebagai platform digital yang terbuka, tempat pengguna bisa membuat konten secara mandiri (UGC/user generated content), kata dia, tentu banyak sekali tantangan, terutama menyangkut keamanan dan kenyamanan pengguna dari gangguan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti judi online, pornografi, dan phising.

    Untuk itu, tim pengembang terus berupaya melakukan tindakan penapisan konten (blocking).

    Sebagai bukti keseriusan pengembang platform S.id melakukan teknis penapisan dengan metode pre-factum dan post-factum. Pre-factum dilakukan dengan mencatat banyak kode yang sudah dalam black-listed, sedangkan beberapa yang lolos dilakukan post-factum action sehingga akan memperkecil jumlah konten sampah demi kenyamanan pengguna.

    “Selama ini S.id berhasil memblokir lebih dari 26.000 akun yang terindikasi penyalahgunaan, menambahkan 500.000 daftar domain berbahaya, dan 205.000 tautan berbahaya ke dalam daftar blokir. Angka ini meningkat signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2014. Dalam hal ini, S.id menambahkan 450.000 domain dan 100.000 tautan berbahaya,” katanya.

    Ancaman dari domain dan tautan berbahaya yang ditangani S.id mencakup berbagai kategori, sebesar 92 persen berupa phising, 0,1 persen spam, 1 persen scam, dan 2 persen konten judi daring.

    Untuk mendukung upaya ini, S.id menggandeng berbagai pihak kompeten seperti IDADX, NetCraft, PhishLabs, Phishtank, SURBL, VirusTotal, dan URLVoid.

    “Ke depan S.id akan terus dikembangkan kemanfaatannya, dan pengembang platform akan terus melakukan kreasi pengembangan aplikasi-aplikasi baru. Selain S.id, pengembang platform juga membuat aplikasi Klip.id dan 321. Klip adalah aplikasi frame yang cocok untuk gathering komunitas, sedang 321 aplikasi trivia game yang bisa jadi survei online,” katanya.

    Pengguna platform S.id sejak pertengahan 2022 sampai dengan sekarang, menurut dia, terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2023 pengguna platform S.id sebanyak 965.000, sedangkan sekarang mencapai 1,5 juta berarti tumbuh sekitar 60 persen.

    Pengguna microsite S.id pada tahun 2023 sebanyak 201.000, pada tahun 2024 menjadi 700.000 meningkat lebih dari tiga kali lipat. Pada saat ini tingkat kunjungan rata-rata 37 juta per hari.

    “Ini tentu menarik bagi para pihak yang ingin mempromosikan produk-produknya melalui kesempatan kerjasama bisnis dengan manajemen pengembang S.id.,” ujarnya.

    Pewarta: Agus Setiawan
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025