Institusi: Dewan Pers

  • Soal Teror Kepala Babi, Menkomdigi Ungkap Pemerintah Jamin Kebebasan Pers

    Soal Teror Kepala Babi, Menkomdigi Ungkap Pemerintah Jamin Kebebasan Pers

    Jakarta

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan pilar utama demokrasi yang tidak dapat ditawar atau dikompromikan.

    Pernyataan Menkomdigi tersebut merespons terkait teror pengiriman kepala babi ke kantor Tempo yang dibungkus kotak kardus beberapa waktu yang lalu.

    Disampaikan Meutya, pemerintah berkomitmen penuh untuk melindungi ruang berekspresi dan menjamin kebebasan pers tetap terjaga. Sebagai mantan jurnalis, Meutya menyayangkan dan mengecam akan teror tersebut.

    “Saya sebagai mantan jurnalis sangat menyayangkan jika ada ancaman terhadap kebebasan pers. Kami mendukung kejadian ini agar dilaporkan dan diproses hukum oleh Kepolisian,” ujar Menkomdigi Meutya Hafid di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Menkomdigi juga menegaskan pemerintah terus menjaga kebebasan pers dengan memastikan kritik dan masukan dari masyarakat tetap menjadi bagian dari kebijakan pemerintah.

    “Presiden selama ini sangat terbuka terhadap masukan, termasuk dari masyarakat melalui media sosial. Tidak jarang, beberapa kebijakan telah kami koreksi berdasarkan masukan tersebut,” tambahnya.

    Terkait isu yang melibatkan kebebasan pers, Menkomdigi Meutya Hafid menyatakan pemerintah mendukung langkah yang akan diambil oleh Dewan Pers maupun aparat penegak hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini secara adil dan transparan.

    Melalui hal ini, pemerintah berharap kepercayaan publik terhadap kebebasan pers dan supremasi hukum tetap terjaga, sekaligus memperkuat demokrasi yang sehat di Indonesia.

    “Kalau memang ada laporan atau temuan, kami akan mendorong agar hal ini diproses secara hukum. Prinsipnya, pemerintah mendukung, silakan untuk berproses secara hukum kepada polisi,” jelasnya.

    (agt/fay)

  • Kantor Tempo Dikirimi Kepala Babi, Istana Tak Mau Dikait-kaitkan

    Kantor Tempo Dikirimi Kepala Babi, Istana Tak Mau Dikait-kaitkan

    Jakarta

    Kepala Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi mengomentari soal media Tempo dikirimi kepala babi oleh orang tidak dikenal (OTK). Hasan justru mempertanyakan kebenaran soal kejadian itu.

    “Kita kan nggak tahu, ini kan problem mereka dengan entah siapa, entah siapa yang ngirim. Buat saya, nggak bisa kita tanggapi apa-apa. Ini problem mereka, entah dengan siapa, siapa yang ngirim. Apakah itu benaran seperti itu? Atau cuma jokes? Karena saya lihat juga mereka menanggapinya dengan jokes,” kata Hasan kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Ditanya soal komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga kebebasan pers, Hasan berbalik tanya apakah ada media yang dilarang menulis berita.

    “Ada yang dihalang-halangi bikin berita? Kalau nggak ada yang dihalang-halangi bikin berita, itu artinya kebebasan press kita bagus,” ujar Hasan.

    “Kayak misalnya Tempo masih boleh menulis berita nggak? Boleh kan? Masih boleh siaran Bocor Alus nggak? Tetap boleh kan? Itu artinya pemerintah nggak ikut campur sama sekali, nggak ganggu sama sekali,” lanjutnya.

    Hasan kemudian menyarankan semua pihak agar menyelesaikan permasalahan pers melalui Dewan Pers. Di sisi lain, Hasan menegaskan pemerintah tidak ingin dikaitkan dengan kejadian itu.

    Untuk diketahui, paket berisi kepala babi itu diterima satuan pengamanan Tempo pada 19 Maret 2025 pukul 16.15 WIB. Cica baru menerimanya pada pukul 15.00, Kamis, 20 Maret 2025, selepas liputan bersama rekannya, Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran.

    Cica kemudian membawa kotak kardus tersebut ke kantor. Hussein yang pertama kali membuka kotak tersebut. Ketika bagian atas kardus dibuka, bau busuk pun tercium hingga diketahui isinya merupakan kepala babi.

    Cica merupakan wartawan desk politik yang juga host siniar Bocor Alus Politik.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pelaku Teror Kepala Babi Media Tempo Harus Ditangkap, Tuntut Dewan Pers

    Pelaku Teror Kepala Babi Media Tempo Harus Ditangkap, Tuntut Dewan Pers

    PIKIRAN RAKYAT – Pelaku teror pengiriman kepala babi ke kantor media massa Tempo harus diusut dan ditangkap. Demikian tuntutan dari Dewan Pers menanggapi kejadian tak terduga yang ditujukan kepada jurnalis Francisca Christy Rosana, Kamis, 20 Maret 2025.

    Dewan Pers ingin agar kejadian serupa tidak terulang, sehingga pengusutan tuntas sangat diperlukan. Hal ini diungkapkan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.

    “Terkait peristiwa tersebut Dewan Pers meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku teror. Kenapa? Karena jika dibiarkan, ancaman dan teror seperti ini akan terus berulang,” ucap dia.

    Ninik menjelaskan, kemerdekaan pers adalah salah satu bentuk kedaulatan rakyat yang dijamin sebagai hak asasi, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh karena itu, Dewan Pers sangat menyayangkan insiden tersebut.

    Menurut Ninik, meskipun wartawan dan media massa mungkin melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya, teror terhadap jurnalis atau media akibat kesalahan tersebut tidak dapat dibenarkan.

    Pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan produk jurnalistik seharusnya mengikuti prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yaitu dengan menggunakan hak jawab atau hak koreksi.

    Dewan Pers juga menganjurkan agar Tempo melaporkan insiden teror tersebut kepada pihak berwajib, karena teror dan intimidasi merupakan tindakan pidana.

    “Perlu saya sampaikan pada pukul 10.00 WIB tadi, teman-teman Komite Keselamatan Jurnalis dan Tempo juga secara formal sudah melakukan pelaporan ke Polri,” ujar Ninik.

    Dewan Pers lebih lanjut mengimbau semua pihak supaya tidak lagi menggunakan cara-cara yang mengkhianati kemerdekaan pers, ketika merasa keberatan atas suatu pemberitaan.

    Di sisi lain, Dewan Pers mengimbau wartawan dan media massa tidak takut terhadap berbagai ancaman dan tetap bekerja secara profesional.

    “Pers juga tetap kritis dalam menyampaikan pesan kebenaran serta masukkan terhadap pembuat kebijakan sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi secara utuh dan dari berbagai pihak,” ucapa Ninik. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pelaku Teror Kepala Babi Media Tempo Harus Ditangkap, Tuntut Dewan Pers

    Ini Teror dan Ancaman Terhadap Kemerdekaan Pers!

    PIKIRAN RAKYAT – Dewan pers mengutuk keras peristiwa pengiriman paket berisi kepala babi ke kantor Tempo pada Kamis 20 Maret 2025. Paket itu ditujukan kepada salah satu host Bocor Alus Tempo, Francisca Christy Rosana atau yang akrab disapa “Cica”.

    “Tindakan tersebut merupakan bentuk nyata teror dan ancaman terhadap independensi serta kemerdekaan pers. Padahal kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat, sebagaimana disebut di dalam pasal 2 undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” kata Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu dalam jumpa pers yang dipantau Pikiran-Rakyat.com secara daring di Bandung, Jumat 21 Maret 2025.

    “Dan dijamin sebagai hak asasi warga negara, disebut di dalam pasal 4 undang-undang pers,” ucapnya menambahkan.

    Selain itu, Ninik Rahayu menegaskan bahwa dewan pers dan komunitas pers mengutuk keras setiap teror dengan segala macam bentuknya yang dilakukan terhadap jurnalis maupun perusahaan pers.

    “Tindakan teror terhadap pers merupakan bentuk kekerasan dan premanisme,” ujarnya.

    Ninik Rahayu juga mengingatkan bahwa wartawan dan media massa dalam menjalankan tugasnya bisa saja melakukan kesalahan, termasuk pemberitaan yang dikeluarkan oleh sebuah media.

    “Namun, melakukan teror terhadap jurnalis merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Tindakan itu sekaligus melanggar hak asasi manusia, karena hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia yang hakiki,” ujarnya.

    Ninik Rahayu pun mengimbau pihak-pihak yang merasa keberatan atas kesalahan wartawan atau produk jurnalistiknya, merasa dirugikan atas pemberitaan tersebut, maka bisa ditempuh jawab. Hal itu diatur di dalam undang-undang pers serta kode etik jurnalistik.

    “Pihak-pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan hak jawab, hak koreksi, atas pemberitaan atau produk jurnalistik,” ucapnya.

    Aparat Diminta Bergerak

    Dalam kesempatan tersebut, Ninik Rahayu turut meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku teror. Sebab, hal itu bisa berbahaya bagi keberlanjutan pers.

    “Jika dibiarkan, ancaman dan teror seperti ini akan terus berulang,” katanya.

    Ninik Rahayu memastikan, Komite Keselamatan Jurnalis dan pihak Tempo telah melayangkan laporan ke Polisi pada Jumat 21 Maret 2025 sekira pukul 10.00 WIB.

    “Dewan Pers juga mengimbau kepada semua pihak agar tidak lagi menggunakan cara-cara yang tidak beradab dalam mengajukan keberatan atas pemberitaan atau karya jurnalistik yang dihasilkan oleh pers,” tuturnya.

    Dewan Pers juga berharap pers nasional agar tidak takut terhadap berbagai model ancaman, dan tetap menjalankan tugasnya secara profesional. Pers juga diminta untuk tetap kritis dalam menyampaikan pesan kebenaran serta masukan terhadap pembuat kebijakan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi secara utuh dan dari berbagai pihak.

    “Jadi, kami berharap betul tindakan-tindakan kekerasan, intimidatif, yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap kerja-kerja jurnalistik agar dihentikan, karena bisa mencederai demokrasi, bisa mencederai cara kerja profesional teman-teman jurnalis,” ujar Ninik Rahayu.

    “Dan kita berharap bahwa berbagai bentuk tekanan ini tidak mengurangi daya kritis dan daya kekuatan teman-teman untuk tetap bekerja. Gak usah takut, tetap bekerja secara profesional,” ucapnya menambahkan.

    Meski begitu, Ninik Rahayu mengimbau agar jurnalis tetap mempertimbangkan aspek keamanan dalam melakukan peliputan dan membuat pemberitaan.

    “Mohon kepada perusahaan pers juga ikut membantu memastikan teman-teman jurnalis dalam bekerja, dalam tanggung jawab penuh atas keselamatan dan perlindungannya,” katanya.

    “Karena, seperti saudara-saudara ketahui, sampai hari ini belum ada satu pun mekanisme negara yang memberikan perlindungan kepada kerja-kerja jurnalis dalam konteks perlindungan hak asasi manusia,” tutur Ninik Rahayu menambahkan.

    Dewan pers pun berharap agar para jurnalis tetap berada dalam upaya yang kuat dan bekerja dengan profesional. Namun, tetap mempertimbangkan rasa aman menjadi hal yang tak kalah penting.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dewan Pers: Literasi media di masyarakat ciptakan pers yang sehat

    Dewan Pers: Literasi media di masyarakat ciptakan pers yang sehat

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan bahwa peningkatan literasi media di masyarakat akan berkontribusi pada terciptanya ekosistem pers yang sehat dan bertanggung jawab.

    “Dewan Pers mendukung penuh upaya peningkatan literasi media di masyarakat. Khalayak yang cerdas dalam bermedia akan turut menciptakan ekosistem pers yang sehat dan bertanggung jawab,” kata Ninik Rahayu dalam talkshow bertajuk “Media Informasi dan Literasi”, di Jakarta, Jumat.

    Pihaknya pun mendukung inisiatif program Media Informasi dan Literasi (MIL).

    “Kegiatan Media Informasi dan Literasi ini adalah langkah konkret dalam mewujudkan hal tersebut,” ujar Ninik Rahayu.

    Sementara Kepala Perpustakaan Nasional RI Prof. E. Aminudin Aziz mengatakan bahwa perpustakaan memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi masyarakat, termasuk literasi media.

    “Perpustakaan Nasional memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi masyarakat, termasuk literasi media,” kata Aminudin Aziz.

    Ia juga menekankan bahwa literasi bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi merupakan tugas bersama yang harus dikerjakan secara kolaboratif oleh berbagai pemangku kepentingan.

    “Urusan literasi ini adalah urusan bersama. Tetapi faktanya, ini adalah urusan bersama yang belum dikerjakan secara bersama-sama. Kegiatan MIL ini sejalan dengan upaya kami untuk menjadikan perpustakaan sebagai pusat informasi dan literasi yang relevan dengan perkembangan zaman,” kata Aminudin Aziz.

    Program MIL merupakan inisiatif Setiaudi and Partner Consulting yang bekerja sama dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), MNC Trijaya Network, serta Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Provinsi Jakarta, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kritis publik dalam memahami dan menyikapi informasi serta kebijakan secara lebih berimbang.

    Program tersebut diinisiasi di tengah meningkatnya dinamika kebijakan nasional dan perdebatan publik yang mencerminkan keresahan masyarakat melalui tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu di media sosial.

    Pewarta: Anita Permata Dewi
    Editor: Riza Mulyadi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menkomdigi dorong Tempo laporkan ke kepolisian

    Menkomdigi dorong Tempo laporkan ke kepolisian

    “Saya sebagai mantan jurnalis menyayangkan tentu dan silakan saja nanti laporkan gitu ya supaya ketahuan begitu siapa yang kirim,”

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyesalkan insiden pengiriman kepala babi kepada Tempo, seraya mendorong agar media tersebut melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.

    “Saya sebagai mantan jurnalis menyayangkan tentu dan silakan saja nanti laporkan gitu ya supaya ketahuan begitu siapa yang kirim,” ujar Meutya dalam wawancara cegat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.

    Meutya menegaskan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital mendukung kebebasan pers. Dia juga menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto tetap konsisten dalam menjaga kebebasan pers.

    Pemerintah, kata dia, selalu terbuka terhadap masukan dari masyarakat, termasuk dari media sosial, dan beberapa kebijakan telah dikoreksi berdasarkan masukan tersebut.

    “Kita lihat berbagai masukan justru ditampung oleh pemerintah,” ucap dia.

    Sebelumnya, Dewan Pers meminta pelaku teror berupa pengiriman kepala babi yang dikirimkan ke kantor Tempo dan ditujukan kepada jurnalis Francisca Christy Rosana pada Kamis (20/3) diusut hingga tuntas agar kejadian serupa tidak terulang.

    “Terkait peristiwa tersebut Dewan Pers meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku teror. Kenapa? Karena jika dibiarkan, ancaman dan teror seperti ini akan terus berulang,” ucap Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.

    Ninik menjelaskan kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan dijamin sebagai hak asasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh sebab itu, Dewan Pers menyayangkan insiden tersebut.

    Menurut Ninik, wartawan dan media massa bisa saja melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya. Namun, melakukan teror terhadap jurnalis maupun media atas kesalahan tersebut tidak dapat dibenarkan.

    Pihak yang merasa keberatan atau dirugikan atas produk jurnalistik sejatinya dapat menempuh mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yakni menggunakan hak jawab atau hak koreksi.

    Dewan Pers menganjurkan Tempo melaporkan insiden teror tersebut kepada aparat keamanan dan penegak hukum. Sebab, teror dan intimidasi merupakan tindak pidana.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Maret 2025

    Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas Megapolitan 21 Maret 2025

    Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas
    Kritikus, Aktivis HAM, Pemerhati Politik dan Hukum
    KANTOR
    redaksi
    Tempo
    di Jakarta, menerima paket berisi kepala babi, sebuah simbol yang sarat makna ancaman. Paket ini ditujukan kepada wartawan sekaligus host siniar
    Bocor Alus
    , Francisca Christy atau Cica (
    Kompas.com
    , 21/03/2025).
    Tak ada surat ancaman dalam paket tersebut, hanya nama Cica yang tertulis di kardus. Namun, pesan yang ingin disampaikan jelas: intimidasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya.
    Insiden ini bukanlah yang pertama kali terjadi terhadap
    Tempo
    . Tahun lalu, mobil jurnalis
    Tempo
    , Hussein Abri, dirusak oleh orang tak dikenal setelah ia meliput isu-isu politik yang sensitif.
    Kini, dengan teror kepala babi, ancaman terhadap
    kebebasan pers
    semakin nyata. Dewan Pers dan berbagai organisasi jurnalis telah menyatakan keprihatinan mereka, menyebut insiden ini sebagai bentuk kekerasan terhadap pers yang mesti diusut tuntas.
    Kasus ini mengingatkan kita bahwa ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia masih terus berlangsung. Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi.
    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
    Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa jurnalis masih menjadi target intimidasi, terutama ketika mengungkap fakta-fakta yang mengusik kepentingan tertentu.
    Tidak bisa dimungkiri bahwa independensi media adalah salah satu pilar demokrasi. Tanpa pers yang bebas, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang jujur dan transparan.
    Teror seperti ini bukan hanya serangan terhadap individu jurnalis, tetapi juga terhadap hak publik untuk mengetahui kebenaran.
    Jika kasus ini dibiarkan, kita membuka ruang bagi praktik pembungkaman pers yang lebih sistematis. Jurnalis akan semakin dibayang-bayangi ketakutan dalam menjalankan tugasnya.
    Efeknya tidak hanya pada individu wartawan yang diteror, tetapi juga pada kebebasan media secara keseluruhan.
    Atmosfer ketakutan dapat membuat media enggan mengangkat isu-isu sensitif, menghambat transparansi, dan pada akhirnya merugikan masyarakat yang berhak mendapatkan informasi yang jujur dan berimbang.
    Pembiaran terhadap aksi teror semacam ini akan menciptakan preseden buruk, seolah-olah intimidasi terhadap jurnalis adalah sesuatu yang dapat diterima.
    Jika para pelaku tidak diusut dan diproses hukum, maka bukan tidak mungkin kejadian serupa akan terus berulang, baik terhadap
    Tempo
    maupun media lainnya.
    Kita mesti menyadari bahwa kebebasan pers bukan sekadar hak jurnalis, tetapi juga elemen esensial dalam menjaga demokrasi yang sehat dan berfungsi dengan baik.
    Karena itu, negara wajib hadir dan bertindak tegas. Aparat penegak hukum mesti segera mengusut kasus ini hingga tuntas, menangkap pelaku, dan memastikan mereka mendapatkan hukuman setimpal.
    Pemerintah juga perlu memberikan jaminan perlindungan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman, agar mereka dapat bekerja tanpa rasa takut.
    Masyarakat harus bersuara lantang dalam menolak segala bentuk kekerasan terhadap pers. Dukungan publik terhadap kebebasan media sangat penting untuk menekan pihak-pihak yang berusaha membungkam jurnalis.
    Jika kita membiarkan teror ini berlalu tanpa pertanggungjawaban, maka kita turut memberi ruang bagi kegelapan informasi, di mana kebenaran dikendalikan oleh mereka yang memiliki kekuatan untuk menindas.
    Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dengan tegas mengecam aksi ini sebagai bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik.
    Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, setiap upaya menghambat atau menghalangi tugas jurnalis dapat dikenai sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.
    Namun, peristiwa ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, melainkan ancaman terhadap demokrasi.
    Sebagai pilar keempat demokrasi, pers memiliki peran sentral dalam melakukan
    checks and balances
    terhadap kekuasaan.
    Jika kebebasan pers terus dikekang melalui teror dan intimidasi, maka publik akan kehilangan akses terhadap informasi yang akurat dan independen.
    Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya melanggar hak mereka atas rasa aman, tetapi juga mencederai hak publik untuk mengetahui kebenaran.
    Lebih dari sekadar ancaman terhadap kebebasan pers, insiden ini juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
    Hak atas kebebasan berekspresi—termasuk kebebasan pers, adalah bagian dari hak fundamental yang dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
    Negara memiliki kewajiban (
    duty bearer
    ) untuk melindungi hak ini dan memastikan bahwa jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut.
    Teror terhadap jurnalis pun melanggar hak atas rasa aman, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
    Ancaman dan intimidasi terhadap jurnalis tidak hanya menimbulkan ketakutan individu, tetapi juga menciptakan efek jera yang dapat membatasi kebebasan berekspresi secara lebih luas.
    Ketika jurnalis merasa tidak aman dalam menjalankan tugasnya, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang jujur dan independen.
    Negara sejatinya berkewajiban untuk segera mengusut kasus ini dan memastikan adanya keadilan bagi korban.
    Lembaga-lembaga negara, termasuk Komnas HAM dan Polri, mesti turut berperan aktif dalam memberikan pelindungan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman.
    Jika negara gagal bertindak, maka hal ini dapat dianggap sebagai bentuk pembiaran terhadap pelanggaran HAM yang semakin menggerus demokrasi di Indonesia.
    Masyarakat sipil harus turut serta dalam mengawal kasus ini. Dukungan publik yang kuat dapat memberikan tekanan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak lebih tegas dalam melindungi kebebasan pers.
    Dalam era digital yang semakin terbuka, solidaritas publik terhadap jurnalis dan media independen sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak atas kebebasan berekspresi tetap terjaga.
    Jika negara tidak segera bertindak, maka kita mesti menghadapi kenyataan bahwa kebebasan berekspresi dan HAM di Indonesia semakin terancam.
    Teror terhadap jurnalis bukan hanya persoalan individu, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan fundamental yang menjadi pilar utama negara demokratis.
    Oleh karena itu, pelindungan terhadap jurnalis mesti menjadi prioritas utama bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons Istana Soal Teror Kiriman Kepala Babi ke Kantor Tempo: Dimasak Saja

    Respons Istana Soal Teror Kiriman Kepala Babi ke Kantor Tempo: Dimasak Saja

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi angkat bicara terkait dengan kasus pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica).

    Hasan pun melemparkan kelakar agar kepala babi yang diterima itu agar dimasak saja.

    “Sudah dimasak aja,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Awak media sempat mengkonfirmasi kembali mengenai pernyataanya. Sebab, kepala babi tersebut sudah dalam kondisi tidak layak dikonsumsi.

    Namun, Hasan tetep kekeh dengan pernyataanya awal. “Sudah dimasak aja,” tegas Hasan.

    Hasan juga menilai kasus ini bukan menjadi ancaman bagi wartawan. Penyebabnya, dia menjelaskan bahwa melihat sikap jurnalis yang diteror tersebut mengunggah cerita di media sosial tampak santai menanggapi teror kepala babi.

    “Saya lihat ya saya lihat dari media sosialnya Francisca yang wartawan Tempo itu, itu dia justru minta dikirimin daging babi. Ya sama artinya dia ga terancam kan. buktinya dia bisa bercanda. Kirimin daging babi,” tuturnya.

    Kebebasan Pers Era Prabowo

    Kendati demikian, Hasan menegaskan bahwa pemerintah tidak terkait dengan kejadian tersebut dan tidak ingin dikait-kaitkan dengan hal itu.  

    “Kami sudah mengetahui bahwa hal ini telah diadukan ke Dewan Pers. Tapi kita kan tidak tahu, ini masalah mereka dengan entah siapa, entah siapa yang mengirim. Buat saya, tidak bisa kita tanggapi apa-apa. Ini problem mereka, entah dengan siapa,” ujar Hasan.  

    Dia juga menyoroti bahwa reaksi penerima teror pun terkesan santai, sehingga tidak perlu dibesar-besarkan.

    “Apakah itu benar-benar ancaman atau hanya lelucon? Saya lihat juga mereka menanggapinya dengan jokes. Jadi menurut saya, tidak usah dibesar-besarkan,” tambahnya.  

    Hasan menegaskan bahwa kebebasan pers di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tetap terjaga. Dia menepis anggapan bahwa ada tekanan atau intimidasi terhadap media.

    Hasan juga mencontohkan bahwa media seperti Tempo masih bebas menulis berita kritis dan menyiarkan program seperti Bocor Alus.

    “Itu artinya pemerintah tidak ikut campur, tidak mengganggu sama sekali,” ujarnya.  

    Menurutnya, pemerintah hanya berusaha meluruskan jika ada kesalahpahaman atau kekeliruan dalam pemberitaan. Namun, selain itu, tidak ada intervensi terhadap kerja jurnalistik.  

    Hasan menegaskan bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan, jalur hukum sudah tersedia.

    “Kalaupun ada yang merasa dirugikan, bisa melapor ke Dewan Pers. Undang-undangnya sudah jelas,” katanya.  

    Dia kembali menekankan bahwa pihak Istana tidak tahu siapa pengirim teror tersebut dan tidak mau dikaitkan dengan insiden itu. 

    Bahkan, dia menilai bahwa jika hal tersebut dianggap sebagai lelucon, lebih baik mengirim sesuatu yang lebih bermanfaat.  

    “Kalau dianggap bercanda oleh mereka, ya kalau bisa dikirim daging saja, bisa dimakan, bisa dimasak. Jadi menurut saya itu bukan ancaman,” pungkas Hasan.

    Sebelumnya, Host Siniar atau Podcast Bocor Alus Politik Tempo, Francisca Christy Rosana mendapat teror dari orang tak dikenal. Pelaku mengirimkan paket kepala babi dibungkus kotak kardus yang dilapisi styrofoam. Tak ada pengirim pada kardus paket, namun paket itu ditujukan kepada Francisca, yang akrab disapa Cica.

    Paket tersebut diterima satuan pengamanan Tempo pada Rabu, 19 Maret 2025 pukul 16.15 WIB. Namun, baru dibuka jurnalis pada Kamis, 20 Maret 2025 sekitar pukul 15.00. Ketika styrofoam terbuka, paket tersebut ternyata berisi kepala babi yang kedua telinganya telah terpotong.

    Aksi teror ini diduga terjadi karena Francisca kerap membawakan berita dalam siniar Bocor Alus, kritikan terhadap sejumlah isu secara nasional. Baik itu pemerintahan maupun banjir di Jakarta, hingga politik.

  • Dewan Pers Minta Polri Usut Tuntas Kasus Teror Wartawati Tempo

    Dewan Pers Minta Polri Usut Tuntas Kasus Teror Wartawati Tempo

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pers mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas tindakan teror pengiriman kepala babi yang dialami jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana.

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyebut bahwa tindakan teror terhadap jurnalis itu tidak boleh dibiarkan. Pasalnya, kata Ninik, jika kasus itu dibiarkan maka dikhawatirkan bisa terjadi lagi terhadap jurnalis lainnya di kemudian hari.

    “Kami meminta aparat penegak hukum agar mengusut tuntas teror ini,” tutur Ninik di Gedung Dewan Pers Jakarta, Jumat (21/3).

    Ninik juga menyarankan tim jurnalis Tempo yang mengalami teror tersebut agar segera melaporkan insiden itu ke kepolisian secara formal agar ditindaklanjuti.

    “Perlu saya sampaikan pada pukul 10.00 WIB tadi, teman-teman Komite Keselamatan Jurnalis dan Tempo juga secara formal sudah melakukan pelaporan ke Polri,” kata Ninik.

    Ninik juga mengimbau kepada para jurnalis untuk tidak takut dengan ancaman dalam bentuk apapun karena hal itu merupakan pembungkaman terhadap demokrasi di Indonesia.

    “Pers juga tetap kritis dalam menyampaikan pesan kebenaran serta masukkan terhadap pembuat kebijakan sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi secara utuh dan dari berbagai pihak,” ujarnya.

  • Dewan Pers Kutuk Keras Aksi Teror Pengiriman Kepala Babi ke Kantor Redaksi Tempo

    Dewan Pers Kutuk Keras Aksi Teror Pengiriman Kepala Babi ke Kantor Redaksi Tempo

    loading…

    Ketua Dewan Pers Niniek Rahayu mengutuk keras pengiriman kepala babi kepada Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik Tempo. Foto/SindoNews

    JAKARTADewan Pers mengutuk keras pengiriman kepala babi kepada Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik Tempo. Aksi tersebut dinilai bentuk kekerasan dan premanisme.

    “Dewan Pers dan komunitas pers mengutuk keras setiap teror, apa pun bentuknya, terhadap jurnalis atau wartawan dan perusahaan pers. Tindakan teror terhadap pers merupakan bentuk kekerasan dan premanisme,” kata Ketua Dewan Pers Niniek Rahayu saat konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Niniek menyebutkan, aksi tersebut merupakan bentuk nyata teror dan ancaman terhadap independensi serta kemerdekaan pers. Padahal kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers) dan dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 UU Pers).

    “Tindakan itu sekaligus melanggar hak asasi manusia. Hal ini karena hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia paling hakiki,” ujar dia.

    Niniek meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku teror tersebut. Menurut Niniek, jika dibiarkan, ancaman atau teror seperti ini akan terus berulang di kemudian hari.

    Di sisi lain, Niniek mengimbau semua pihak agar tidak lagi menggunakan cara-cara yang tidak beradab dalam mengajukan keberatan atas pemberitaan atau karya jurnalistik yang dihasilkan oleh pers.

    “Terhadap pers nasional, Dewan Pers meminta agar pers tidak takut terhadap berbagai model ancaman dan tetap bekerja secara profesional. Pers juga tetap kritis dalam menyampaikan pesan kebenaran serta masukan terhadap pembuat kebijakan sehingga masyarakat bisa mendapat informasi secara utuh dari berbagai pihak,” jelasnya.

    Sebagai informasi, paket tersebut dikirim ke Kantor Tempo pada Rabu, 19 Maret 2025. Kotak berisi kepala babi tersebut ditujukan kepada ‘Cica’. Cica adalah nama panggilan Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik.

    Cica baru pulang dari liputan bersama Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran. Karena mendapat informasi ada paket kiriman untuknya, ia membawa kotak kardus tersebut ke kantor.

    Hussein yang membuka kotak itu. Hussein mencium bau busuk ketika baru membuka bagian atas kardus tersebut.

    Ketika styrofoam terbuka, Hussein melihat isinya kepala babi. Hussein dan Cica serta beberapa wartawan membawa kotak kardus keluar gedung. Setelah kotak kardus sudah dibuka seluruhnya, terpampang di sana kepala babi. Kedua telinganya terpotong.

    (cip)