Institusi: Dewan Pers

  • Dewan Pers Desak Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Dewan Pers Desak Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Pers mendesak peninjauan kembali  Peraturan Polri (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian terhadap Orang Asing yang salah satu ketentuannya mengatur surat keterangan kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing yang akan meliput di Indonesia.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan penerbitan Perpol 3 Nomor 2025 yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis dan perusahaan pers.

    “Mengingat salah satu klausul yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” ujar Ninik dalam siaran pers, Jumat (4/4/2025).

    Dewan Pers menilai Perpol 3/2025 bertentangan dengan pengaturan yang lebih tinggi, yaitu pada bagian pertimbangan tidak mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

    Padahal dalam perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing. 

    Hal lain sebagaimana diatur dalam UU Penyiaran juncto Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing juncto Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan kewenangan menteri komunikasi dan informatika atau Kemenkomdigi.

    Menurut Dewan Pers, Perpol Nomor 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

    Pada Pasal 15 ayat (2) dinyatakan kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait. Namun, tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian izin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. 

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarlembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” ujar Ninik Rahayu.

    Walau dinyatakan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan, lanjut Ninik, tetapi ketentuan dalam perpol tersebut dapat dimaknai sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis. 

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, professional, independent, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” kata Ninik. 

  • Dewan Pers Minta Perpol Izin Liputan Wartawan Asing Ditinjau Ulang

    Dewan Pers Minta Perpol Izin Liputan Wartawan Asing Ditinjau Ulang

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pers menyesalkan penerbitan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing.

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan penerbitan Perpol ini seharusnya melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis dan Perusahaan Pers.

    “Mengingat salah satu klausula yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” kata Ninik dalam keteranganya, Jumat (4/4/2025).

    Ninik menuturkan, Perpol ini juga tidak mempertimbangkan UU No. 40/1999 tentang Pers dan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. 

    Padahal dalam Perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers.

    Selain itu, Ninik juga melihat Perpol No. 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Dimana pada Pasal 15 Ayat (2) dinyatakan Kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional Kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait. 

    Namun, tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian ijin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. 

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” ujarnya.

    Dewan Pers, kata Ninik berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, profesional, independen, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. 

    Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers. “Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” tutup Ninik.

    Tujuan Perpol No.3/2025

    Dalam pemberitaan sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Sandi Nugroho, memberikan penyampaian terkait pemberitaan yang mengaitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi wartawan asing yang bertugas di Indonesia. 

    Sandi menjelaskan bahwa Perpol No. 3 Tahun 2025 diterbitkan sebagai tindak lanjut dari revisi Undang-Undang Keimigrasian No. 63 Tahun 2024. 

    Sandi juga mengungkapkan bahwa Perpol ini dibuat dengan berlandaskan upaya preemptif dan preventif dari kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap WNA.

    Hal ini dilakukan dengan koordinasi bersama instansi terkait, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Huruf a, yang bertujuan untuk “mencegah dan menanggulangi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan orang asing.”

    “Perpol ini bertujuan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Warga Negara Asing (WNA), termasuk para jurnalis asing yang sedang bertugas di seluruh Indonesia, misalnya di wilayah-wilayah rawan konflik,” ucap Sandi.

  • Dewan Pers Desak Peninjauan Kembali Perpol Pengawasan Orang Asing

    Dewan Pers Desak Peninjauan Kembali Perpol Pengawasan Orang Asing

    Jakarta (beritajatim.com) – Dewan Pers mendesak adanya peninjauan kembali atas terbitnya Peraturan Kepolisian Nomor 3 Tahun 2025 (Perpol 3/2025) tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing. Sikap ini disampaikan lantaran Perpol tersebut dinilai bertentangan Hak Asasi Manusia (HAM).

    “Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, melalui keterangan tertulis diterima beritajatim.com, Jumat (4/4/2025).

    Ninik menegaskan, Dewan Pers merupakan lembaga independen yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers dan untuk memenuhi HAM. Kemerdekaan pers, kata dia, merupakan bagian dari HAM dan unsur negara hukum.

    Terkait terbitnya Perpol 3/2025, yang salah satu ketentuannya mengatur Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing, Dewan Pers menyesalkan hal tersebut. Menurut Ninik, terbitnya Perpol 3/2025 tidak partisipatif lantaran tidak melibatkan sejumlah stakeholder terkait.

    “Menyesalkan penerbitan Perpol 3/2025 yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis dan Perusahaan Pers, mengingat salah satu klausula yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” kata dia.

    Selain itu, Ninik menyatakan secara tegas keberadaan Perpol 3/2025 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Perpol tersebut dinilai tidak mempertimbangkan Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    “Padahal dalam Perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing,” kata dia.

    Sedangkan untuk izin peliputan di Indonesia bagi lembaga penyiaran asing sudah diatur dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran jo Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing jo Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan Kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika atau Kemenkomdigi.

    Selain itu, Ninik juga menilai Perpol No. 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856), dimana pada Pasal 15 Ayat (2) dinyatakan Kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional Kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait, namun tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian ijin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. Pengaturan

    “Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” tegas Ninik.

    Lebih lanjut, Ninik juga menyoroti alasan yang digunakan untuk penerbitan Perpol 3/2025 ini yaitu untuk memberikan pelayanan dan perlindungan. Namun, kata Ninik, alasan tersebut juga bisa dimaknai sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis.

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” tutup Ninik. [beq]

  • Ungkit Pernyataan Lama Prabowo Soal Cuci Otak Asing, Ferdinand Hutahaean: Pejabatnya Rendah Moral

    Ungkit Pernyataan Lama Prabowo Soal Cuci Otak Asing, Ferdinand Hutahaean: Pejabatnya Rendah Moral

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politisi PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean menyoroti tajam pernyataan lama Presiden Prabowo terkait brain wash orang asing.

    Ferdinand menyebut Indonesia memang negara miskin. Miskin dari segi moral khususnya pejabatnya. “Kita memang miskin pak, miskin moral pejabat,” tulisnya dikutip Kamis (3/4/2025).

    Mantan Politisi Partai Demokrat ini menyebut terkait Sumber daya Manusia (SDA) air hingga tanah Indonesia termasuk kaya.

    Tapi, pejabat-pejabat dari negara ini rendah moral hingga akhirnya membuat negara kesulitan.

    “Kalau SDA, air dan tanah kita sangat kaya mungkin ratusan ribu Trilliun. Tapi karena pejabatnya rendah moral, kita akhirnya kesulitan,” terangnya.

    Dalam pernyataannya itu, Presiden Prabowo meminta masyarakat tidak termakan isu bahwa Indonesia tidak bisa membangun IKN.

    Menurutnya, Indonesia bisa membangun dan mengelola IKN.

    “Kita jangan termakan suatu brainwashing (cuci otak) bahwa Indonesia negara miskin, Indonesia negara tidak mampu, orang Indonesia tidak bisa manage, pemimpin-pemimpin Indonesia korup semua, kita nggak mampu bikin apa-apa,” kata Prabowo saat paparan di acara Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (4/1/2024) silam.

    Prabowo menyinggung kata Belanda ‘minderwaardigheidcomplex’ atau istilah inggrisnya ‘inferiority complex’. Inferiority complex merupakan suatu keadaan di mana seseorang menganggap dirinya lebih rendah dari manusia di sekitarnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Habiburokhman Pastikan RUU KUHAP Dibahas di Komisi III

    Habiburokhman Pastikan RUU KUHAP Dibahas di Komisi III

    loading…

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman memastikan RUU tentang Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal RUU KUHAP, akan dibahas di Komisi III. Foto/Felldy Utama

    JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman memastikan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal RUU KUHAP , akan dibahas di Komisi III. Hal ini disampaikan setelah dirinya berkoordinasi dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

    “Iya, sudah pasti. 100 persen (dibahas di Komisi III DPR ),” kata Habiburokman di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/3/2025).

    Legislator Partai Gerindra itu menyampaikan bahwa revisi KUHAP ini rencananya dibahas dalam masa sidang berikutnya. Kepastian itu didapat setelah dirinya melakukan komunikasi dengan pimpinan DPR.

    “Jadi sudah fix saya juga koordinasi dengan Pak Dasco, sudah fix di Komisi III. Jadi kita akan terus sampai ke sana menyerap aspirasi masyarakat,” ujarnya.

    Rencana paling dekat adalah Komisi III akan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Dewan Pers dan beberapa organisasi wartawan. RDPU akan digelar setelah Lebaran.

    “Perlu kami sampaikan ke temen-temen terutama pers itu ada terkait dengan liputan persidangan. Kami akan undang Dewan Pers, PWI, AJI, dan Forum Pemred tanggal 8 (April), setelah Lebaran, khusus membahas soal itu,” pungkasnya.

    (zik)

  • Komisi III undang pers bahas aturan siaran dalam persidangan di RKUHAP

    Komisi III undang pers bahas aturan siaran dalam persidangan di RKUHAP

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. ANTARA/Melalusa Susthira K./am.

    Komisi III undang pers bahas aturan siaran dalam persidangan di RKUHAP
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 27 Maret 2025 – 21:53 WIB

    Elshinta.com – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pihaknya akan mengundang media massa dan insan pers untuk membahas aturan terkait dengan siaran dalam proses persidangan yang akan diatur di Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

    Diinformasikan bahwa audiensi itu dijadwalkan berlangsung pada tanggal 8 April 2025. Sementara itu, DPR RI memasuki masa reses mulai 26 Maret hingga 16 April 2025.

    “Terkait dengan liputan persidangan, kami akan undang Dewan Pers, PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen), dan Forum Pemred pada tanggal 8 April setelah Lebaran. Khusus membahas hal itu, bagaimana pengaturan yang paling baik,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/3).

    Audiensi dengan insan pers itu, menurut dia, perlu guna mendapatkan masukan untuk mereformulasi aturan penyiaran dalam proses persidangan, yang dalam draf RKUHAP memuat aturan pelarangan liputan sidang secara langsung tanpa izin pengadilan.

    “Kami paham teman-teman menjalankan tugas untuk memberitahukan kepada masyarakat. Akan tetapi, ada beberapa acara di pengadilan dalam persidangan pidana yang memang enggak bisa disiarkan, yang paling penting adalah pemeriksaan saksi karena saksi itu ‘kan keterkaitan, enggak boleh saling mendengar,” ujarnya.

    Habiburokhman menekankan bahwa larangan penyiaran langsung dalam persidangan yang akan dibahas Komisi III DPR RI bersama insan pers itu dikhususkan hanya pada persidangan terkait dengan agenda pemeriksaan saksi.

    “Persidangan, khusus untuk pemeriksaan saksi yang ada kaitan satu sama lain, ya mungkin itu pemberitaannya bisa setelah selesai,” ujarnya.

    Ia lantas berkata, “Itu yang memang perlu disiasatinya. Apakah yang enggak bisa disiarkan secara live, itu hanya terkait dengan pemeriksaan saksi. Jadi, spesifik.”

    Larangan penyiaran selama persidangan itu, lanjut dia, tidak berlaku pada proses persidangan lain. Misalnya, agenda pembacaan dakwaan, eksepsi, tuntutan, hingga vonis.

    “Bukan kalau umum ini ‘kan kayaknya teman-teman pers dipersulit untuk meliput jadinya. Kalau meliput, harus izin ketua pengadilan, padahal kita menganut prinsip sidang terbuka untuk umum, kecuali yang terkait dengan susila okelah tertutup,” tuturnya.

    Ditegaskan pula bahwa proses persidangan di luar pemeriksaan saksi memang sudah sepatutnya dapat disiarkan secara terbuka.

    “Kalau perkara biasa memang seharusnya terbuka, seharusnya teman-teman diperbolehkan untuk meliput. Bahkan, kalau meniru kayak (rapat) DPR, live streaming otomatis. Jadi, teman-teman itu sebenarnya enggak perlu datang ke sana, juga bisa meliput,” kata dia.

    Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang mengusulkan agar RKUHAP menegaskan larangan penyiaran persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan, khususnya terkait dengan agenda pemeriksaan saksi, sebagaimana termaktub dalam Pasal 253 ayat (3) draf RKUHAP.

    “Kenapa ini harus kami setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling memengaruhi, bisa nyontek, itu kami setuju itu tidak disiarkan langsung. Bisa saja diizinkan hakim (disiarkan langsung), tentu ada pertimbangannya,” kata Juniver dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar di Jakarta, Senin (24/3).

    Sumber : Antara

  • Kick-Off Pembahasan RKUHAP Dimulai Awal Sidang Mendatang

    Kick-Off Pembahasan RKUHAP Dimulai Awal Sidang Mendatang

    JAKARTA – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyatakan pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) akan dimulai pada awal masa sidang mendatang.

    Habiburokhman mengatakan, Komisi III DPR sudah resmi ditetapkan sebagai komisi yang membahas revisi KUHAP setelah pimpinan DPR menerima Surpres penunjukan wakil pemerintah beberapa waktu lalu. 

    “Iya sudah (fix komisi III, red), kan Mbak Puan bilang kan, karena memang kan secara prosedural akan diselesaikan kick off-nya itu di awal masa sidang yang akan datang besok. Jadi udah fix,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 27 Maret. 

    “Saya juga tadi koordinasi dengan Pak Dasco (Wakil Ketua DPR RI), memang sudah fix di Komisi III  Jadi kita akan terus sampai ke sana, menyerap aspirasi masyarakat,” sambungnya. 

    Menurut Habiburokhman, RKUHAP menjadi UU yang paling “aneh” lantaran penyerapan aspirasi masyarakat dilakukan jauh sebelum rapat pembahasan yang baru akan dimulai usai masa reses DPR. 

    “Ini kayaknya undang-undang yang paling aneh, dalam tanda kutip. Kenapa? Karena penyerapan aspirasi masyarakatnya jauh sebelum kick off raker pembahasan. Supaya lebih maksimal aja, anehnya dalam konteks positif ya,” ucapnya. 

    Dalam pembahasan RKUHAP nanti, Habiburokhman mengatakan pihaknya akan mengundang Dewan Pers, PWI, AJI, dan Forum Pemred pada 8 April mendatang. Undangan itu dalam rangka membahas soal peliputan persidangan. 

    Di mana sebelumnya, sempat diusulkan tidak adanya peliputan langsung saat persidangan agar tidak mempengaruhi saksi. 

    “Setelah lebaran. Khusus membahas hal itu (peliputan persidangan), bagaimana pengaturan yang paling baik. Kami paham teman-teman menjalankan tugas untuk memberitahukan kepada masyarakat. Tapi ada beberapa acara di pengadilan, dalam persidangan pidana, yang memang nggak bisa disiarkan,” jelasnya. 

    “Yang paling penting adalah pemeriksaan saksi. Karena saksi itu kan keterkaitan ya, nggak boleh saling mendengar. Itu yang memang perlu disiasati. Apakah yang nggak bisa disiarkan secara live, itu hanya terkait pemeriksaan saksi. Jadi spesifik, bukan kalau umum,” sambung Legislator Gerindra dapil Jakarta itu. 

    “Ini kan, kayaknya teman-teman dipersulit untuk meliput jadinya. Kalau meliput harus izin, apa namanya, izin ketua pengadilan. Padahal kita menganut prinsip sidang terbuka untuk umum. Kecuali yang terkait susila, gitu lho. Yang terkait susila oke lah. Tapi kalau perkara biasa memang seharusnya terbuka,” tambahnya. 

    Sebelumnya, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan Pimpinan DPR RI telah menerima surat presiden (Surpres) terkait penunjukan wakil pemerintah dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Hal itu disampaikan Puan dalam rapat sidang paripurna ke-16 penutupan masa sidang II tahun 2024-2025 di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa, 25 Maret. 

    “Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan dewan telah menerima surat dari Presiden RI yaitu nomor R19/Pres/03/2025 hal penunjukkan wakil pemerintah untuk membahas rancangan UU tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,” ujar Puan di ruang rapat.

    Puan menyebut, Surpres mengenai RUU KUHAP tersebut akan ditindaklanjuti oleh Komisi III DPR. “Surat tersebut akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2020 tentang tata tertib dan mekanisme yang berlaku,” kata Puan.

    “Ini merupakan domain atau tupoksi Komisi III,” imbuhnya.

  • Gubernur dukung kemerdekaan pers di Kalimantan Tengah

    Gubernur dukung kemerdekaan pers di Kalimantan Tengah

    Palangka Raya (ANTARA) – Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustiar Sabran menegaskan dukungannya terhadap kemerdekaan pers di wilayah provinsi setempat, sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan yang lebih baik lagi.

    “Dukungan ini juga selaras dengan capaian Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) secara nasional, dimana Kalimantan Tengah salah satu daerah dengan IKP yang teratas,” kata Agustiar di Palangka Raya, Kamis.

    Hal ini Agustiar sampaikan saat melaksanakan kegiatan hasupa hasundau atau pertemuan, sekaligus diskusi santai tentang jalannya pembangunan bersama para wartawan.

    Adapun berdasarkan survei Indeks Kemerdekaan Pers yang diselenggarakan Dewan Pers secara nasional, untuk tahun 2024, tiga provinsi teratas untuk Indeks Kemerdekaan Pers meliputi Kalimantan Selatan 80,91 atau cukup bebas, Kalimantan Timur 79,96 atau cukup bebas, serta Kalimantan Tengah 79,58 atau cukup bebas.

    Survei Indeks Kemerdekaan Pers oleh Dewan Pers mengukur tiga variabel lingkungan dan 20 indikator yang sama dengan tahun sebelumnya, yaitu Lingkungan Fisik dan Politik mengukur 9 indikator, Lingkungan Ekonomi mengukur 5 inidkator, dan Lingkungan Hukum mengukur 6 indikator.

    Survei dilaksanakan Mei – September 2024 pada 38 provinsi di Indonesia dengan melibatkan 407 orang informan ahli, yang terdiri dari 393 informan ahli dari 38 provinsi dan 14 informan ahli tingkat nasional (National Assessment Council/NAC).

    Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Diskominfosantik) Kalteng Agus Siswadi menambahkan, pemprov senantiasa memberikan ruang bagi wartawan untuk menjalankan tugasnya dalam mengawal pelaksanaan pembangunan.

    “Pemprov Kalteng sebagaimana disampaikan Bapak Gubernur Agustiar Sabran, senantiasa mendukung kemerdekaan pers, karena pers merupakan pilar keempat demokrasi,” ujarnya.

    Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalteng Zainal menyambut baik dukungan gubernur terhadap kemerdekaan pers khususnya di wilayah provinsi setempat.

    “Bersama-sama kita kawal jalannya pembangunan ini, agar Kalimantan Tengah menjadi semakin baik lagi, daerah semakin maju, masyarakatnya sejahtera,” tegasnya.

    Pewarta: Muhammad Arif Hidayat
    Editor: Imam Budilaksono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tempo Anggap Lucu Teror Kepala Babi Dikaitkan dengan Investor Asing

    Tempo Anggap Lucu Teror Kepala Babi Dikaitkan dengan Investor Asing

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra menyesalkan aksi teror kiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantornya dikaitkan dengan isu investor asing yang mendanai Tempo. 

    Setri mengungkapkan kedua hal tersebut tak saling berhubungan. Terlebih, kata Setri, Tempo merupakan perusahaan terbuka.

    “Tuduhan itu menjadi lucu, seolah-olah ada yang ditutupi,” kata Setri saat dihubungi, Rabu (26/3/2025).

    Setri menjelaskan publik dapat mengetahui pihak yang mendanai Tempo. Hal tersebut diketahui melalui laman Bursa Efek Indonesia (BEI).

    Dia menekankan aksi teror kiriman kepala babi dan bangkai tikus dikaitkan dengan isu investor asing yang mendanai Tempo tak saling berkaitan.

    Menurutnya, aksi teror kepala babi dan bangkai tikus ke Tempo merupakan serangan terhadap dunia jurnalistik. “Anggaplah dengan asumsi Tempo dibayai asing, kenapa wartawannya jadi teror gitu. Kan enggak nyambung,” ujar dia.

    Setri meminta semua pihak turut mengawal kasus teror ke Tempo yang sedang diselidiki oleh Bareskrim Polri. Kata dia, kiriman kepala babi dan bangkai tikus merupakan alarm bagi kebebasan pers.

    Setri mengatakan Tempo telah berkoordinasi dengan Dewan Pers, Komnas HAM maupun LPSK untuk mengawal kasus teror terhadap kantor redaksi dan jurnalis mereka.

    “Karena ya kita menganggap ini bukan sekadar pengiriman biasa. Ini adalah teror intimidasi dan upaya untuk menghalangi kerja jurnalistik,” katanya.

    Lebih lanjut, Setri mengatakan Tempo makin memperketat keamanan terhadap jurnalisnya menyusul adanya teror kepala babi, bangkai tikus, serangan doxing, hingga pesan ancaman yang dikirim melalui media sosial.

    Teror kepala babi dan bangkai tikus ke Tempo harus menjadi pembelajaran bagi pers untuk lebih mawas diri. “Berbagai kemungkinan bisa terjadi, berbagai ancaman teror bisa terjadi. Selalu kita menjadi anjang konsolidasi juga selain saling ingat-ingat,” ungkapnya.

  • Ketua DPR Puan Maharani Minta Teror Kepala Babi Tempo Diselidiki sampai Tuntas

    Ketua DPR Puan Maharani Minta Teror Kepala Babi Tempo Diselidiki sampai Tuntas

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua DPR Puan Maharani ikut menanggapi huru-hara teror pengiriman kepala babi tanpa kuping ke kantor media Tempo. Dia meminta aparat penegak hukum (APH) agar menyelidikinya hingga ke akar.

    Menurut Puan, aksi teror terhadap kantor media massa bisa mengancam kebebasan pers di dalam negeri. Presenden negatif tak dapat dihindarkan jika sudah demikian.

    “Aparat penegak hukum agar menindaklanjutinya dan menyelidikinya dengan sebaik-baiknya,” kata Puan, di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, 25 Maret 2025.

    Dia menjelaskan, jika ada pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan yang dipublikasikan oleh Tempo, disarankan untuk mengajukan laporan kepada Dewan Pers.

    Dia berpendapat bahwa melaporkan hal tersebut ke Dewan Pers merupakan solusi terbaik dibandingkan menyebarkan teror.

    “Kalau kemudian ada protes ya sampaikan ke Dewan Pers, tidak perlu melakukan hal-hal seperti itu,” kata dia.

    Bagi Puan, segala hal yang sifatnya anarkis termasuk teror merupakan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan.

    Besar harapannya supaya jajaran aparat penegak hukum gegas menyelidiki dan menindak siapa pun pelaku di balik kejadian tersebut.

    Sekilas Kasus Tempo

    Pada Rabu, 19 Maret 2025, Kantor Tempo menerima paket yang berisi kepala babi, dikirim dalam kotak kardus yang dilapisi styrofoam.

    Paket tersebut ditujukan kepada seseorang bernama ‘Cica’, yang dikenal di lingkungan Tempo sebagai julukan bagi Francisca Christy Rosana, seorang wartawan politik sekaligus pembawa acara siniar Bocor Alus Politik.

    Setelah pengiriman kepala babi, dua hari kemudian, kantor Tempo kembali menerima ancaman berupa paket yang berisi enam bangkai tikus yang sudah dipenggal kepalanya.

    Menyusul kejadian tersebut, Bareskrim Polri bekerja sama dengan Polda Metro Jaya untuk menyelidiki laporan mengenai dugaan teror yang dialami oleh Kantor Tempo.

    Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri, mengungkapkan bahwa penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Gedung Tempo, Jakarta Selatan, pada Minggu, 23 Maret 2025.

    Proses olah TKP tersebut mencakup pemeriksaan lokasi kejadian, koordinasi, serta pencatatan saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News