Institusi: Dewan Pers

  • Dewan Pers Akan Analisis Berita Direktur JakTV yang Diduga Menyudutkan Kejagung

    Dewan Pers Akan Analisis Berita Direktur JakTV yang Diduga Menyudutkan Kejagung

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan pihaknya akan mengumpulkan dan menelaah sejumlah berita yang dipublikasikan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB), yang menurut Kejaksaan Agung diduga digunakan untuk melakukan permufakatan jahat. Langkah tersebut disampaikan Ninik Rahayu usai pertemuan dengan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Menurutnya, Dewan Pers akan menilai secara cermat apakah berita-berita yang disebutkan memenuhi standar kode etik jurnalistik, baik dari segi substansi maupun prosedur penulisan. Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian Bahtiar (TB) sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan tata niaga komoditas timah.

    “Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan,” kata Ninik dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Dewan Pers tidak hanya akan melakukan analisis berita, namun juga membuka peluang untuk memanggil pihak-pihak terkait sebagai bagian dari proses klarifikasi dan verifikasi.

    “Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak,” ucap Ninik.

    Dua Advokat dan Direktur Pemberitaan JakTv Tersangka 

    Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice atau perintangan penyidikan. Tiga tersangka adalah Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) selaku advokat serta Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan ketiga tersangka diduga telah melakukan permufakatan jahat untuk merintangi penyidikan, penuntutan, dan persidangan atas kasus korupsi yang sedang ditangani. Ia menyebut, penyidik telah menyita dokumen, barang bukti elektronik seperti ponsel maupun laptop yang diduga digunakan sebagai alat untuk melakukan perintangan penyidikan.

    “Penyidik Jampidsus Kejagung mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa, 22 April 2025, dini hari.

    Bagaimana Modus Obstruction of Justice?

    Penyidik menemukan bukti bahwa Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) mengoordinasikan pembuatan serta penyebaran konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung. Adapun Tian menerima Rp478,5 juta dari dua advokat tersebut. 

    “Dengan biaya sebesar Rp478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB,” ucap Abdul Qohar. 

    Abdul Qohar menjelaskan, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi  negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan. 

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui Jak Tv dan akun-akun official Jak Tv, termasuk di media TikTok dan YouTube,” tutur Abdul Qohar. 

    Lebih lanjut, Abdul Qohar menyebut, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) Juga membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan. Lalu, Tian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif. 

    “Kemudian, tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodolgi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucap Abdul Qohar. 

    Abdul Qohar menuturkan, tindakan Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung. 

    “Sehingga kejaksaan dinilai negatif masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjuti, atau tidak terbukti di persidangan,” kata Abdul Qohar. 

    “Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik. Sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan,” ucapnya menambahkan.

    Selain itu, lanjut Abdul Qohar, para tersangka juga melakukan perbuatan menghapus beberapa berita, beberapa tulisan yang ada di barang bukti elektronik mereka. Barang bukti tersebut sudah disita penyidik.

    “Sehingga dapat disampaikan bahwa terhadap beberapa hal yang dilakukan tadi, maka termasuk unsur sengaja merusak bukti dalam perkara korupsi. Kedua juga masuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang  tidak benar selama proses penyidikan,” ujarnya. 

    Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Junaedi Saibih ditahan selama 20 hari ke terhitung mulai hari ini di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Kemudian, Tian ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    “Sedangkan tersangka MS tidak dilakukan penahanan karena yang bersangkutan sudah ditahan dalam perkara lain,” kata Abdul Qohar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kasus Tian Bahtiar Disebut Perbuatan Pribadi, Dewan Pers Buka Suara

    Kasus Tian Bahtiar Disebut Perbuatan Pribadi, Dewan Pers Buka Suara

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus hukum yang menjerat Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, menuai perhatian publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan tuduhan perintangan penyidikan (obstruction of justice) adalah murni perbuatan personal dan tidak terkait dengan aktivitas jurnalistik.

    Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar seusai menerima kunjungan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, pada Selasa (22/4/2025). Harli menegaskan tindakan yang dilakukan Tian Bahtiar tidak mencerminkan profesi wartawan atau kerja media.

    “Perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Itu tegas,” kata Harli kepada wartawan.

    Ia juga menepis anggapan Kejagung bersikap antikritik terhadap media. Menurut Harli, kasus Tian Bahtiar murni berkaitan dengan upaya menghalangi penegakan hukum, bukan persoalan produk jurnalistik atau kebebasan pers.

    Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan pihaknya tetap mengawasi proses hukum ini, terutama untuk memastikan pemisahan antara karya jurnalistik dengan tindakan hukum individu. Dewan Pers ingin memastikan tidak ada bias dalam penanganan kasus yang bisa merugikan dunia pers.

    “Dewan Pers tidak ingin cawe-cawe dalam proses hukum, tetapi kami akan menilai apakah suatu karya masuk dalam kategori jurnalistik atau bukan, itu adalah kewenangan etik Dewan Pers,” tegas Ninik.

    Kasus ini sendiri menjadi sorotan publik lantaran menyangkut integritas pemberitaan media dan kebebasan pers, apalagi nama Tian Bahtiar kerap disebut dalam pusaran pemberitaan dugaan framing negatif terhadap penanganan sejumlah kasus korupsi besar.

  • Soroti Direktur JakTV Tersangka, IJTI: Mengapa Tak Ada Dewan Pers?

    Soroti Direktur JakTV Tersangka, IJTI: Mengapa Tak Ada Dewan Pers?

    Jakarta, Beritasatu.com – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Melalui siaran pers Kejaksaan Agung RI Nomor: PR–331/037/K.3/Kph.3/04/2025 tanggal 22 April 2025, disebutkan adanya dugaan suap senilai lebih dari Rp 478 juta yang melibatkan pihak media. Menanggapi hal ini, IJTI menegaskan dukungannya terhadap pemberantasan korupsi secara transparan dan akuntabel.

    Namun demikian, IJTI mempertanyakan langkah penetapan tersangka terhadap insan pers apabila dasar utamanya adalah aktivitas jurnalistik, khususnya konten atau pemberitaan yang dianggap negatif dan dinilai merintangi proses penyidikan.

    “Menyampaikan informasi kritis adalah bagian dari tugas jurnalistik dan fungsi kontrol sosial yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar pernyataan resmi IJTI.

    IJTI juga menekankan bahwa jika penetapan tersangka didasarkan pada produk jurnalistik, maka seharusnya Kejagung terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menilai dan menangani sengketa pemberitaan.

    Lebih lanjut, IJTI menyatakan keprihatinannya atas potensi kriminalisasi terhadap jurnalis yang dapat menciptakan preseden buruk bagi kebebasan pers. Pendekatan hukum secara represif terhadap kerja jurnalistik dikhawatirkan akan menimbulkan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan media dalam menjalankan fungsinya.

    “Persoalan terkait pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung melalui jalur pidana,” tegas IJTI.

    IJTI tetap mendukung proses hukum dalam pengungkapan dugaan aliran dana suap, tetapi mengingatkan pentingnya penghormatan terhadap kemerdekaan pers. IJTI juga menyerukan kepada seluruh jurnalis untuk tetap menjunjung tinggi etika profesi dan independensi dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

    Sebelunnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus perintangan penyidikan dan penuntutan (obstruction of justice). Dari ketiga tersangka, satu di antaranya adalah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Dua orang lainnya adalah advokat Marcella Santoso (MS) dan dosen Junaedi Saibih (JS).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk menghalangi penanganan beberapa kasus korupsi besar, termasuk korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk (2015–2022), korupsi importasi gula oleh tersangka Tom Lembong, dan kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Pengungkapan kasus bermula dari pengembangan perkara suap dalam putusan lepas fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terungkap MS dan JS memerintahkan TB untuk menyebarkan berita-berita negatif tentang penyidik Kejagung melalui berbagai media, termasuk JakTV, dengan imbalan Rp 478,5 juta yang diterima secara pribadi oleh TB.

    IJTI menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar oleh Kejagung.
     

  • Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 April 2025

    Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV Nasional 22 April 2025

    Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ikatan
    Jurnalis
    Televisi Indonesia (
    IJTI
    ) mempertanyakan penjelasan Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) soal “berita negatif” sebagai dasar penersangkaan Direktur
    Pemberitaan
    JAKTV, Tian Bahtiar.
    “IJTI mempertanyakan penetapan tersangka terhadap insan
    pers
    jika dasar utamanya adalah aktivitas
    pemberitaan
    atau konten jurnalistik, khususnya yang dikategorikan sebagai ‘berita negatif’ yang merintangi penyidikan terkait penanganan perkara oleh Kejaksaan,” tulis Pengurus Pusat IJTI dalam siaran persnya, Selasa (22/4/2025).
    IJTI mendukujng pemberantasan korupsi, termasuk pengungkapan dugaan suap terhadap Tian Bahtiar senilai Rp 478 juta. Namun demikian yang menjadi pertanyaan adalah penersangkaan
    jurnalis
    didasarkan pada “berita negatif” yang dibikin oleh yang bersangkutan.
    “Menyampaikan informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol sosial yang dijamin oleh undang-undang,” tulis IJTI.
    Berita merupakan produk jurnalistik. Maka sudah seharusnya perkara ini dikoordinasikan dengan Dewan
    Pers
    karena demikianlah mekanisme yang diatur di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
    “Penilaian atau suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers,” tulis IJTI.
    IJTI khawatir penersangkaan jurnalis karena si jurnalis membuat “berita negatif” menjadi preseden berbahaya terkait memburuknya kemerdekaan pers di Indonesia.
    “Pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi,” kata IJTI.
    IJTI mendukung pengungkapan dugaan aliran suap perkara tersebut. IJTI juga mengingatkan agar penanganan kasus seperti ini juga harus melibatkan Dewan Pers sejak awal, bukan langsung menggunakan proses pidana.
    “Kami menyerukan kepada seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik serta menjaga independensi dalam menjalankan tugas. Di saat yang sama, kami meminta aparat penegak hukum untuk menghormati kemerdekaan pers dan tidak menggunakan pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik,” kata IJTI.

    Istilah “berita negatif” dalam penjelasan Kejagung
    Tian Bahtiar alias TB yang merupakan Direktur Pemberitaan JAKTV menjadi tersangka, bersama pula pengacara Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS). Mereka semua disangkakan dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
    Dini hari tadi, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan bahwa tersangka MS dan JS yang merupakan pengacara meminta Tian Bahtiar untuk memproduksi berita yang disebut Abdul Qohar bersifat “negatif” alias merugikan citra Kejagung.
    “Tersangka MS dan tersangka JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait penanganan perkara aquo, baik ketika di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” kata Abdul Qohar.
    Kejagung merasa berita-berita negatif tersebut telah membentuk persepsi masyarakat yang tidak baik terhadap Kejagung. Mereka sedang mengusut kasus korupsi timah dan korupsi impor gula dengan tersangka Tom Lembong.
    “Tindakan yang dilakukan oleh tersangka MS, tersangka JS, dan tersangka TB dimaksudkan bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tindak pidana korupsi tata niaga gula, baik di penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga Kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan perkaranya tidak ditindaklanjuti ataupun tidak terbukti di persidangan,” tutur Abdul Qohar.
    Sore harinya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar tampil dalam konferensi pers setelah mengadakan pertemuan dengan Dewan Pers. Harli menjelaskan bahwa perkara Tian Bahtiar merupakan perbuatan pribadi Tian.
    Harli menegaskan bahwa yang menjadi perhatian Kejaksaan bukanlah soal pemberitaan, melainkan tindakan permufakatan jahat untuk merintangi proses hukum yang sedang berjalan.
    “Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak anti kritik,” kata Harli di Kejagung, tadi.
    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan pihaknyalah yang mengurusi etik jurnalistik.
    “Saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya, sebagaimana mandat yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kami,” kata Ninik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yang Dipersoalkan Bukan Pemberitaan, Kita Tidak Antikritik

    Yang Dipersoalkan Bukan Pemberitaan, Kita Tidak Antikritik

    PIKIRAN RAKYAT – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan pemberitaan dari Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar karena menurutnya Korps Adhyaksa tidak antikritik. Namun, Kejagung menemukan dugaan permufakatan jahat yang dilakukan Tian bersama dua advokat bernama Marcella Santoso dan Junaedi Saibih dalam upaya merintangi proses hukum perkara korupsi tata niaga timah dan impor gula.

    “Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak antikritik. Tetapi yang dipersoalkan adalah tindak pidana pemufakatan jahat antarpihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” kata Harli dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Harli juga menegaskan, perbuatan yang disangkakan kepada Tian adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Sebagaimana diketahui, Tian, Marcella Santoso, dan Junaedi Saibih sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan oleh Kejagung.

    Lebih lanjut, Harli menuturkan Dewan Pers menghormati proses hukum yang berjalan di Kejagung, sebaliknya Kejagung juga menghargai proses etik dan penilaian karya jurnalistik yang dilakukan Dewan Pers.

    “Kami juga menyampaikan kepada Dewan Pers Bahwa terkait dengan proses etik dan penilaian terhadap karya jurnalistik, kami menghormati Dewan Pers akan melakukan itu,” ucap Harli.

    Dewan Pers Akan Analisis Berita

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan pihaknya akan mengumpulkan dan menelaah sejumlah berita yang dipublikasikan Tian Bahtiar (TB), yang menurut Kejaksaan Agung diduga digunakan untuk melakukan permufakatan jahat. Langkah tersebut disampaikan Ninik Rahayu usai pertemuan dengan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Menurutnya, Dewan Pers akan menilai secara cermat apakah berita-berita yang disebutkan memenuhi standar kode etik jurnalistik, baik dari segi substansi maupun prosedur penulisan. Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian Bahtiar (TB) sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan tata niaga komoditas timah.

    “Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan,” kata Ninik.

    Dewan Pers tidak hanya akan melakukan analisis berita, namun juga membuka peluang untuk memanggil pihak-pihak terkait sebagai bagian dari proses klarifikasi dan verifikasi.

    “Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak,” ucap Ninik.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dewan Pers Dalami Pelanggaran Kode Etik Direktur JakTv

    Dewan Pers Dalami Pelanggaran Kode Etik Direktur JakTv

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pers menghormati Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut kasus dugaan perintangan proses hukum sejumlah perkara korupsi.

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan pihaknya telah membahas persoalan yang menyeret Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar dengan pihak Kejagung.

    Dari hasil diskusi itu, Dewan Pers menyatakan bahwa pihaknya bakal menyerahkan penanganan perkara tersebut ke Kejagung apabila telah ditemukan bukti yang cukup.

    “Saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan Anggota Dewan Pers sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan,” ujarnya di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Dia menjelaskan sejatinya Dewan Pers memiliki kewenangan untuk menilai karya pemberitaan sebagai karya jurnalistik atau bukan, termasuk dalam penanganan perkara jurnalistik yang menyimpang.

    Salah satu praktik jurnalistik yang melanggar kode etik yaitu perilaku pekerja pers yang terindikasi suap. Adapun, perilaku menyimpang itu masuk ke Pasal 6 dan Pasal 8 dalam kode etik jurnalistik.

    “Jurnalis kalau ada indikasi tindakan-tindakan yang berupa suap atau penyalahgunaan profesinya, ada pengaturan di dalam kode etik dan itu masuk ranah wilayah etik di pasal 6 dan pasal 8,” imbuhnya.

    Dalam hal ini, Ninik menjelaskan bahwa pihaknya akan menilai apakah produk jurnalistik itu ditemukan pelanggaran atau tidak melalui proses uji akurasi.

    Kemudian, Dewan Pers juga menilai perilaku wartawan maupun perusahaan media yang terkait dengan kinerjanya, apakah sudah memenuhi profesionalisme atau justru melanggar kode etik.

    “Nah itulah kami ketika duduk bersama dan menyepakati ada ranah yang dilakukan oleh Kejaksaan tetapi juga ada ranah yang dilakukan oleh Dewan Pers,” pungkas Ninik.

  • Dewan Pers Respons Penetapan Tersangka Direktur Pemberitaan JakTV oleh Kejagung

    Dewan Pers Respons Penetapan Tersangka Direktur Pemberitaan JakTV oleh Kejagung

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu bertemu Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025. Keduanya membahas dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan tata niaga komoditas timah, yang menyeret Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Ninik menyampaikan, jika memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka hal ini adalah kewenangan penuh dari Kejagung untuk menindaklanjuti prosesnya. Ia menegaskan, Dewan Pers tidak akan mencampuri proses hukum di Kejagung.

    “Dewan Pers tentu tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum,” kata Ninik dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Akan tetapi dari segi pemberitaan, Dewan Pers memiliki mandat untuk menilai apakah sebuah karya pemberitaan masuk kategori karya jurnalistik atau bukan. Kewenangan menilai tersebut termaktub di dalam Undang-Undang 40 tahun 1999.

    “Maka saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan Anggota Dewan Pers sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya, sebagaimana mandat yang diberikan oleh Undang-Undang,” ucap Ninik.

    Ninik menjelaskan, di kode etik jurnalistik Pasal 6 mengatur soal perilaku-perilaku dari para pekerja pers jika ada indikasi atau tindakan-tindakan yang berupa suap atau penyalahgunaan profesinya.

    “Kami Dewan Pers tentu akan menilai dua hal, yang pertama soal pemberitaannya apakah ada pelanggaran terhadap kode etik pasal 3 misalnya cover both site atau tidak, ada proses uji akurasi dan lain-lain,” ujarnya.

    Ia menekankan, bahwa perusahaan pers dan jurnalisnya harus profesional. Artinya bekerja secara demokratis dengan tidak mencampur adukan antara opini dengan fakta.

    Perbuatan Tersangka Dalam Konteks Personal

    Pada kesempatan yang sama, Harli Siregar menegaskan bahwa dugaan tindak pidana yang dilakukan Tian merupakan perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media JakTv. Ia menambahkan, yang dipersoalkan Kejagung bukan soal pemberitaan tetapi tindakan dugaan pemufakatan jahat sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum.

    Lebih lanjut, Harli menyampaikan, Kejagung menghormati proses etik dan penilaian terhadap produk jurnalistik yang dilakukan Dewan Pers.

    “Setelah mendapat penjelasan-penjelasan itu tentu terkait dengan penegakan hukum, Dewan Pers sangat menghormati itu, dan kami juga menyampaikan kepada Dewan Pers Bahwa terkait dengan proses etik dan penilaian terhadap karya jurnalistik, kami menghormati Dewan Pers akan melakukan itu,” ucap Harli.

    Dua Advokat dan Direktur Pemberitaan JakTV Tersangka

    Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice atau perintangan penyidikan perkara korupsi tata niaga timah dan impor gula. Tiga tersangka adalah Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) selaku advokat serta Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan ketiga tersangka diduga telah melakukan permufakatan jahat untuk merintangi penyidikan, penuntutan, dan persidangan atas kasus korupsi yang sedang ditangani. Ia menyebut, penyidik telah menyita dokumen, barang bukti elektronik seperti ponsel maupun laptop yang diduga digunakan sebagai alat untuk melakukan perintangan penyidikan.

    “Penyidik Jampidsus Kejagung mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa, 22 April 2025, dini hari.

    Bagaimana Modus Obstruction of Justice?

    Penyidik menemukan bukti bahwa Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) mengoordinasikan pembuatan serta penyebaran konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung. Adapun Tian menerima Rp478,5 juta dari dua advokat tersebut.

    “Dengan biaya sebesar Rp478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB,” ucap Abdul Qohar.

    Abdul Qohar menjelaskan, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui Jak Tv dan akun-akun official Jak Tv, termasuk di media TikTok dan YouTube,” tutur Abdul Qohar.

    Lebih lanjut, Abdul Qohar menyebut, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) Juga membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan. Lalu, Tian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif.

    “Kemudian, tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodolgi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucap Abdul Qohar.

    Abdul Qohar menuturkan, tindakan Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung.

    “Sehingga kejaksaan dinilai negatif masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjuti, atau tidak terbukti di persidangan,” kata Abdul Qohar.

    “Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik. Sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan,” ucapnya menambahkan.

    Selain itu, lanjut Abdul Qohar, para tersangka juga melakukan perbuatan menghapus beberapa berita, beberapa tulisan yang ada di barang bukti elektronik mereka. Barang bukti tersebut sudah disita penyidik.

    “Sehingga dapat disampaikan bahwa terhadap beberapa hal yang dilakukan tadi, maka termasuk unsur sengaja merusak bukti dalam perkara korupsi. Kedua juga masuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan,” ujarnya.

    Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Junaedi Saibih ditahan selama 20 hari ke terhitung mulai hari ini di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Kemudian, Tian ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    “Sedangkan tersangka MS tidak dilakukan penahanan karena yang bersangkutan sudah ditahan dalam perkara lain,” kata Abdul Qohar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kejagung Beberkan Alasan Jerat Direktur JakTV Pakai Pasal Korupsi

    Kejagung Beberkan Alasan Jerat Direktur JakTV Pakai Pasal Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan penerapan pasal tindak pidana korupsi (Tipikor) ke Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar dalam perkara perintangan sejumlah perkara.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatan personal dalam permufakatan jahat bersama pihak lainnya.

    “Kami tadi menjelaskan kepada Dewan Pers yang pertama bahwa perbuatan yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan itu adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Itu tegas,” ujarnya di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Dia menambahkan pihaknya tidak mempersoalkan terkait dengan pemberitaannya. Namun, terkait informasi yang direkayasa sehingga menyudutkan pihak korps Adhyaksa.

    Oleh karena itu, Harli menekankan bahwa jajaran kejaksaan tidak anti-kritik terhadap setiap kritik yang dilayangkan oleh masyarakat.

    “Yang dipersoalkan adalah tindak pidana permufakatan jahatnya antar pihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Ada rekayasa di situ,” pungkasnya.

    Di samping itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan sepenuhnya perkara yang menyeret Tian Bahtiar ke Kejagung.

    Oleh sebab itu, pihaknya akan terus mendukung setiap proses penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kejaksaan terkait kasus perintangan ini.

    “Sebagai lembaga penegak hukum terkait penanganan perkara kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari kejaksaan agung untuk menindaklanjuti prosesnya,” tutur Ninik.

    Sekadar informasi, korps Adhyaksa telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara perintangan pada Selasa (22/4/2025) dini hari.

    Tiga tersangka itu yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); dan Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 21 UU RI No.31/1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang pemberantasan tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 April 2025

    Direktur JAK TV Jadi Tersangka, IJTI: Karya Jurnalis Wilayahnya Dewan Pers Nasional 22 April 2025

    Direktur JAK TV Jadi Tersangka, IJTI: Karya Jurnalis Wilayahnya Dewan Pers
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan menilai,
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) menyalahi prosedur ketika menetapkan Direktur Pemberitaan JAK TV
    Tian Bahtiar
    sebagai tersangka karena membuat berita dengan 
    framing
    negatif terhadap Kejagung.
    Herik menyatakan, Kejagung semestinya lebih dulu meminta pendapat
    Dewan Pers
    sebelum memproses hukum karena pihak yang berwenang menilai sebuah karya jurnalistik adalah Dewan Pers.
    “Kasus TB (Tian Bahtiar) terkait dengan karya-karya jurnalis. Yang bisa menentukan bahwa karya-karya jurnalis ini adalah negatif, bermasalah, ada konspirasi, ada fitnah, buruk, itu adalah wilayahnya Dewan Pers,” kata Herik saat dihubungi, Selasa (22/4/2025).
    “Jadi, ini adalah kesalahan prosedur yang dilakukan,” imbuh dia.
    Herik pun mengingatkan bahwa ada nota kesepahaman antara kepolisian dengan Dewan Pers yang mengatur bahwa setiap karya jurnalistik harus diserahkan kepada Dewan Pers untuk dinilai layak atau tidak diproses secara hukum.
    “Kalau Dewan Pers bilang, ‘oh ini silakan lanjut proses pidana’, maka kepolisian akan melanjutkan,” ucap dia.
    Herik khawatir penetapan Tian sebagai tersangka berpotensi menimbulkan persepsi bahwa karya jurnalistik bisa dinilai oleh siapa saja, termasuk Kejagung, tanpa perlu mengonfirmasi kepada Dewan Pers.
    “Jadi, ini ada sengkarut proses peradilan jadinya. Itu yang kami sangat sesalkan,” ujar dia.
    Meski demikian, Herik mengatakan, menghormati proses hukum apabila Tian Bahtiar melakukan tindak pidana selain pemberitaan dan konten negatif tersebut.
    “Kalau memang ada kasus pidana dan sebagainya, itu kan di luar jangkauan kami di masyarakat, silakan diproses,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan atas kasus-kasus yang ditangani oleh Kejagung.
    Tian diduga secara sengaja membuat narasi dan konten-konten negatif untuk menjatuhkan Kejaksaan Agung dan menghalangi proses penyidikan sejumlah perkara yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung.
    Tian (TB) diduga membuat berita-berita itu berdasarkan pesanan dari Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) selaku advokat para tersangka maupun terdakwa kasus-kasus yang diusut oleh Kejagung.
    “Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara aquo, baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Selasa.
    Tian diduga menerima uang sebesar Rp 478.500.000 yang masuk kantong pribadi setelah memuat konten-konten negatif terkait Kejagung. Perbuatan Tian itu dilakukan tanpa sepengetahuan jajaran JAK TV.
    “Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut,” kata Qohar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Kejagung Diminta Lapor Dewan Pers Dulu Sebelum Tersangkakan Direktur JAK TV soal Berita Negatif
                        Nasional

    7 Kejagung Diminta Lapor Dewan Pers Dulu Sebelum Tersangkakan Direktur JAK TV soal Berita Negatif Nasional

    Kejagung Diminta Lapor Dewan Pers Dulu Sebelum Tersangkakan Direktur JAK TV soal Berita Negatif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Dewan Pers
    menyarankan Kejaksaan Agung melaporkan pemberitaan JAK TV yang diduga memuat narasi dan konten negatif untuk menjatuhkan nama Kejagung kepada Dewan Pers terlebih dahulu.
    “Sebaiknya dibawa dan diadukan dulu ke Dewan Pers dalam ranah etika jurnalistik dalam pembuatan berita,” kata Ketua BPPA Dewan Pers Bambang Santoso saat dihubungi, Selasa (22/4/2025).
    Kejagung justru menersangkakan Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar karena diduga membuat berita negatif tentang Kejagung dan menerima uang Rp 487 juta. 
    Bambang mengatakan, dengan membuat laporan kepada Dewan Pers, pemberitaan JAK TV maupun kesalahan wewenang akan ditindaklanjuti dalam ranah etika jurnalistik
    “Sebaiknya, kalau ada kesalahan wewenang ada aturannya dan dapat ditindaklanjuti dengan sebagai sengketa pers atau ranah yang lain,” ujarnya.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengungkap, Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB) menyalahgunakan kewenangannya selaku pimpinan untuk merintangi kerja penyidik dalam mengusut hingga menyidangkan sejumlah kasus korupsi.
    “Ada indikasi dia (Tian) menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya, Direktur Pemberitaan itu,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
    Qohar mengatakan, Tian membuat konten-konten negatif sesuai pesanan dari advokat sekaligus tersangka Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) atas nama pribadinya.
    “Jadi Tian ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan,” lanjut Qohar.
    Tian disebutkan menerima uang senilai Rp 478.500.000 untuk membuat konten-konten negatif ini.
    “Sementara yang saat ini prosesnya sedang berlangsung di pengadilan dengan biaya sebesar Rp 478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB yang dilakukan dengan cara sebagai berikut,” kata Qohar.
    Konten-konten negatif ini kemudian dipublikasikan oleh Tian ke beberapa medium. Baik itu media sosial dan media online yang terafiliasi dengan JAK TV.
    Salah satu contoh narasi negatif yang dibuat oleh Marcella dan Junaedi adalah soal kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara.
    Padahal, perhitungan kerugian keuangan negara yang disebarkan itu tidak benar dan menyesatkan.
    “Kemudian Tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online,” lanjut Qohar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.