Ini Alasan Thailand, Vietnam dan Indonesia Dibanjiri Produk China

Ini Alasan Thailand, Vietnam dan Indonesia Dibanjiri Produk China

Jakarta, Beritasatu.com – Kenaikan tarif yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah membebani ekonomi China. Meskipun perjanjian perdagangan yang baru sudah dibentuk, tapi tidak semua barang dibebaskan dari tarif impor.

China pun harus mencari pasar baru yang lebih potensial, guna mengalihkan ekspor mereka. Dampaknya, ekspor China ke pusat-pusat industri utama di Asia Tenggara meningkat dua digit dalam lima bulan pertama tahun ini.

Tercatat ekspor China ke Vietnam meningkat sebesar 18,8% pada Januari hingga Mei, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024. Sementara ekspor ke Thailand tumbuh sebesar 20,9%, dan Indonesia naik 16,8%.

Tertekan oleh tarif impor yang dikenakan oleh AS, produsen China mengirim lebih banyak barang ke lokasi pabrik di Asia Tenggara terdekat untuk membuat barang jadi guna dijual secara lokal atau di negara-negara Barat, termasuk AS.

“Ekspor mulai didiversifikasi sedikit demi sedikit, dan negara-negara Asia Tenggara menjadi mitra dagang yang semakin penting. Hubungan ekonomi dan investasi menjadi semakin dekat,” kata seorang profesor keuangan di Universitas Renmin, Zhao Xijun, seperti dilansir dari SCMP, Kamis (12/6/2025).

Thailand dan Vietnam dikenal dengan pabrik-pabriknya yang membuat berbagai barang untuk diekspor ulang seperti mobil dan telepon pintar. Pabrik-pabrik itu sering kali memakai cukup banyak prodik lokal dan diekspor ulang sebagai barang yang dibuat di Vietnam, Thailand, atau Indonesia.

“Ekspor manufaktur China berupa barang setengah jadi yang akan digunakan sebagai input bagi sektor manufaktur Indonesia, seperti suku cadang ponsel dan suku cadang mobil. Sebagian lagi berupa barang jadi, seperti peralatan transportasi dan mesin,” kata CEO kelompok riset Ekonomi Asia-Pasifik, Rajiv Biswas.

Eksportir China memang mulai mengalihkan investasi ke Asia Tenggara, setelah Presiden AS Donald Trump melancarkan perang dagang terhadap China selama masa jabatan pertamanya pada tahun 2018.