Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia atau Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) mewanti-wanti adanya dampak buruk fenomena perang tarif impor antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Hal tersebut akan membuat China enggan menjual produknya ke AS, dan mencari pasar alternatif.
Imbasnya, Indonesia akan merasakan dampaknya, yakni produk-produk impor asal negeri Tirai Bambu akan membanjiri pasar dalam negeri, terutama produk-produk besi dan baja.
Ketua IISIA Muhammad Akbar Djohan mengungkapkan, China merupakan negara penghasil produk besi dan baja terbesar di dunia. Angka produksinya mencapai 1,2 miliar ton per tahun.
“Dampak dari adanya tarif yang dikeluarkan Presiden AS tidak berdampak langsung kepada kita, tetapi yang perlu diantisipasi produk-produk (China) yang harusnya ke AS, ini pasti mencari pasar,” ungkap Akbar Djohan di kantor PT Krakatau Steel, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
“Salah satunya Indonesia, ini yang perlu kita antisipasi. Global supply chain tidak bisa dicegah dan di luar kontrol kita,” sambungnya.
Akbar melanjutkan, untuk menekan arus besi dan baja impor, diperlukan peran Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait.
Menurutnya, kebijakan ini sangat penting untuk menciptakan persaingan yang adil, serta memberikan ruang bagi produsen dalam negeri untuk berkembang.
Akbar membeberkan, industri besi dan baja merupakan sektor penting. Apabila ekosistem industri ini dapat dimaksimalkan, maka akan berkontribusi kepada target pemerintah dalam mengejar pertumbuhan ekonomi di angka 8%.
Tak tanggung-tanggung, ekosistem industri besi dan baja dapat memberikan lapangan kerja untuk setidaknya 10 juta orang.
“Kalau kita mau mengejar pertumbuhan ekonomi 8% per tahun dari program Bapak Presiden Prabowo, maka akseleratornya ya industri baja kita,” pungkasnya.
