Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Indonesia Negeri Para Penjarah, Padahal Warganya Paling Taat Ibadah Dibandingkan Timur Tengah

Indonesia Negeri Para Penjarah, Padahal Warganya Paling Taat Ibadah Dibandingkan Timur Tengah

PIKIRAN RAKYAT – Fenomena penjarahan di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah serangkaian insiden yang menunjukkan bagaimana masyarakat bereaksi terhadap musibah, bukan dengan solidaritas, tetapi dengan mengambil keuntungan.

Ironisnya, ini terjadi di negara yang menurut survei Pew Research Center mencatat tingkat religiusitas tertinggi di dunia.

Dirangkum Pikiran-Rakyat.com dari berbagai sumber, artikel ini akan mengulas beberapa kasus terbaru, serta mencoba menggali lebih dalam paradoks antara ketaatan beribadah dan fenomena penjarahan.

Kasus Penjarahan di Berbagai Wilayah

Lampung: Truk Durian Digarong di Jalan Raya

Di Lampung, sebuah mobil pick-up bermuatan durian terguling akibat kecelakaan tunggal di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum), Kampung Banjarmasin, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan pada 26 Januari 2025.

Bukannya membantu korban, warga setempat malah beramai-ramai menjarah durian yang berceceran di jalan. Beberapa di antara mereka bahkan membawa karung untuk mengangkut durian dalam jumlah besar.

Kepolisian setempat telah menerima laporan dari korban dan tengah mengusut kasus ini. Kasatlantas Polres Way Kanan, AKP Asep Suhendi, meminta masyarakat bekerja sama dalam mengidentifikasi para pelaku yang terekam dalam video yang beredar.

Cianjur: Jeruk Berserakan, Warga Berebutan

Kejadian serupa terjadi di Cianjur, ketika sebuah mobil pengangkut jeruk ditabrak dari belakang oleh truk ganda di Jalan Raya Puncak pada 22 Januari 2025. Berbeda dengan kasus di Lampung, dalam insiden ini, pemilik jeruk mengikhlaskan barang dagangannya diambil oleh warga yang berkerumun di lokasi kejadian.

Meski demikian, hal ini tetap menunjukkan bagaimana masyarakat cenderung menganggap barang yang berserakan akibat kecelakaan sebagai “rezeki nomplok”.

Banten: Truk Tambang Dirusak dan Dijarah

Di Tangerang, ratusan warga Desa Salembaran Jaya melakukan aksi penghadangan terhadap truk tambang proyek strategis nasional (PSN) di Pantai Indah Kosambi (PIK) 2. Warga tidak hanya menjarah barang-barang yang bisa diambil, tetapi juga merusak dan membakar beberapa truk.

Aksi ini dipicu oleh keresahan masyarakat terhadap aktivitas kendaraan tambang yang dianggap merusak jalan dan sering menyebabkan kecelakaan.

Bentrok antara warga dan aparat kepolisian pun tak terhindarkan, dengan beberapa petugas mengalami luka-luka akibat penghadangan tersebut. Hingga kini, situasi masih belum sepenuhnya kondusif.

Makassar: Minyak Goreng Tumpah, Warga Menganggapnya Hadiah dari Tuhan

Di Makassar, warga berebut mengambil minyak goreng dari sebuah truk kontainer yang terguling di depan Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 24 Oktober 2024. Mereka membawa botol galon, jerigen, hingga ember untuk mengangkut minyak yang tumpah ke jalanan. Salah satu warga bahkan menyebut kejadian ini sebagai “minyak gratis dari Allah.”

Kasubnit Gakkum Polrestabes Makassar, Ipda Darwis, menjelaskan bahwa truk bermuatan 20 ton minyak goreng itu terguling akibat pengemudi yang kehilangan kendali saat menghindari kendaraan di depannya. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana masyarakat melihat barang yang tercecer sebagai sesuatu yang boleh diambil tanpa merasa bersalah.

Mojokerto: Minyak Goreng Curah Dijarah Beramai-ramai

Insiden serupa terjadi di Mojokerto pada 12 Agustus 2024, ketika truk tangki pengangkut minyak goreng curah terguling di jalan raya Desa Jetis. Ribuan liter minyak tumpah ke jalan dan warga sekitar langsung berbondong-bondong mengambilnya dengan ember dan galon.

Sopir truk, Bibit Purwanto, mengalami luka-luka akibat kecelakaan ini. Sementara itu, kepolisian berupaya mengendalikan lalu lintas dan membersihkan tumpahan minyak menggunakan pasir.

Tidak ada tindakan hukum yang diambil terhadap warga yang mengambil minyak, meskipun peristiwa ini menunjukkan pola berulang dalam kasus penjarahan.

Indonesia, Negara Paling Religius di Dunia

Menurut survei Pew Research Center yang dilakukan antara 2008 hingga 2023, Indonesia mencatat tingkat religiusitas tertinggi di dunia. Sebanyak 98 persen penduduknya memprioritaskan agama dalam kehidupan mereka, dan 95 persen beribadah setiap hari.

Ini menempatkan Indonesia di atas negara-negara Timur Tengah seperti Maroko, Palestina, dan Yordania. Namun, laporan ini juga mengungkap paradoks bahwa tingkat religiusitas tidak selalu berbanding lurus dengan perilaku moral di masyarakat.

Beberapa negara dengan tingkat religiusitas tinggi justru masih menghadapi masalah seperti korupsi, ketimpangan sosial, dan, dalam konteks Indonesia, maraknya aksi penjarahan.

Penelitian juga menunjukkan bahwa banyak masyarakat di Indonesia melihat agama sebagai identitas sosial dan budaya, tetapi belum tentu sebagai pedoman moral dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, mereka rajin beribadah tetapi masih cenderung mengabaikan nilai-nilai etika dalam interaksi sosial, seperti dalam kasus penjarahan ini.

Mengapa Fenomena Penjarahan Ini Terjadi?

Ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan fenomena ini:

Mentalitas “Rezeki Nomplok”

Banyak warga melihat barang yang tercecer akibat kecelakaan sebagai “rezeki yang tak boleh disia-siakan,” tanpa memikirkan bahwa ini sebenarnya adalah tindakan mengambil hak orang lain.

Kurangnya Kesadaran Hukum

Minimnya edukasi mengenai hukum dan kepemilikan barang membuat sebagian masyarakat tidak merasa bersalah ketika menjarah barang korban kecelakaan.

Ketimpangan Ekonomi

Faktor ekonomi juga menjadi pemicu utama. Masyarakat dengan kondisi ekonomi sulit lebih cenderung mengambil kesempatan ketika melihat barang yang bisa dimanfaatkan secara gratis.

Ketidaktegasan Aparat

Kurangnya tindakan hukum terhadap pelaku penjarahan membuat fenomena ini terus berulang. Dalam banyak kasus, tidak ada sanksi yang diberikan kepada pelaku.

Religiusitas tanpa Moralitas?

Kasus-kasus penjarahan di Indonesia menunjukkan adanya ketimpangan antara religiusitas dan moralitas sosial. Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat religius, tindakan sehari-hari masyarakatnya masih menunjukkan kurangnya implementasi nilai-nilai etika dalam kehidupan sosial.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk edukasi moral sejak dini, penegakan hukum yang lebih ketat, serta peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Tanpa perubahan ini, paradoks antara religiusitas dan maraknya penjarahan akan terus berlanjut di Indonesia.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Merangkum Semua Peristiwa