Indonesia berpeluang jadi raksasa baterai dunia lewat hilirisasi nikel

Indonesia berpeluang jadi raksasa baterai dunia lewat hilirisasi nikel

Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Indonesia berpeluang jadi raksasa baterai dunia lewat hilirisasi nikel
Dalam Negeri   
Editor: Sigit Kurniawan   
Rabu, 06 Agustus 2025 – 20:48 WIB

Elshinta.com – Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menyatakan Indonesia memiliki peluang besar sebagai pemain utama dalam industri kendaraan listrik (EV) global melalui pemanfaatan cadangan nikel nasional dan strategi hilirisasi baterai.

Ia mengatakan bahwa cadangan nikel Indonesia yang mencapai 26 persen dari total dunia merupakan aset strategis yang harus dikelola dengan cerdas.

“Baterai nikel adalah kunci bagi Indonesia untuk tampil sebagai pemain utama dalam industri kendaraan listrik global. Kita punya peluang emas yang tidak boleh disia-siakan,” kata Yannes ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Ia menyampaikan, pemerintah saat ini tengah menjalankan Program Danantara yang menyiapkan pembiayaan hingga Rp618 triliun untuk 18 proyek hilirisasi, termasuk pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik.

Proyek andalan di Karawang, Jawa Barat itu dinilai menjadi pusat perhatian karena telah memasuki tahap produksi baterai NMC (nickel, manganese, cobalt) berkualitas tinggi melalui sejumlah kolaborasi.

Dengan teknologi seperti solid-state battery, thermal management system, serta AI-based Battery Management System (BMS), baterai NMC buatan Indonesia diklaim semakin aman, efisien, dan memiliki daya jelajah lebih panjang.

“Ini bukan hanya industrialisasi, tapi momentum strategis membangun kendaraan listrik yang kompetitif secara global,” tegas Yannes.

Lebih lanjut ia menyebut Indonesia kini berada di peringkat ketiga rantai pasok baterai dunia setelah Tiongkok dan Korea Selatan.

Jika eksekusi Program Danantara dan proyek hilirisasi berjalan optimal, Yannes memperkirakan Indonesia bisa naik ke posisi kedua global pada 2030.

Namun, ia menegaskan bahwa momentum ini hanya terbuka selama lima hingga tujuh tahun ke depan.

Yannes menekankan pentingnya memperkuat pasar lokal terlebih dahulu agar industri baterai yang dibangun memiliki skala keekonomian, sebelum melangkah ke pasar ekspor.

“Window of opportunity-nya sempit. Keputusan hari ini akan menentukan apakah kita jadi pemain utama atau hanya penonton dalam revolusi kendaraan listrik global,” katanya.

Sumber : Antara