Makassar, Beritasatu.com – Masjid Arab As Said yang terletak di kawasan Pecinan menjadi simbol toleransi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Masjid ini berada di Jalan Lombok, Kecamatan Wajo, dan diapit oleh bangunan serta rumah warga Tionghoa, menggambarkan keberagaman yang harmonis.
“Tetangga orang China. Masyaallah sangat baik, mereka berpartisipasi selama bulan puasa. Mereka sering membawa kue, teh, kopi, air tahu, dan jalangkote,” ujar pengurus masjid, Ali Abdullah, pada Sabtu (15/3/2025).
Masjid Arab As Said didirikan pada 1907 dan hingga kini masih aktif digunakan oleh umat muslim untuk beribadah, terutama salat lima waktu.
Dahulu, kawasan ini merupakan pusat perdagangan yang dekat dengan pelabuhan, sehingga ramai disinggahi pedagang dari berbagai negara, seperti Jazirah Arab, India, dan Tiongkok. Bahkan, masjid ini menjadi titik transit bagi jemaah haji dari berbagai daerah di Indonesia Timur.
“Masjid ini dahulu memiliki dua lantai, tempat transit bagi calon haji. Dahulu juga sangat ramai, sekarang hanya dua hingga tiga saf karena banyak orang yang hijrah,” tutur Ali Abdullah.
Seiring waktu, para pedagang asal Arab memilih untuk hijrah demi mencari kehidupan yang lebih baik. Pedagang Tionghoa kemudian membeli aset-aset pedagang Arab di wilayah tersebut, dan kawasan itu pun kini dikenal sebagai Pecinan.
“Sekarang, kawasan ini lebih dikenal dengan komunitas Tionghoa. Dahulu, komunitas Arab lebih dominan, tetapi setelah banyak yang hijrah, mereka mencari kehidupan yang lebih layak di tempat lain,” lanjutnya.
Masjid Arab As Said memiliki suasana yang mirip dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ketika memasuki area masjid, pengunjung akan disambut oleh ratusan ekor burung merpati yang mencari makan di pelataran masjid. Merpati juga sering terlihat bertengger di celah-celah pilar dan atap masjid.
Bangunan masjid berbentuk persegi empat dengan satu lantai dan plafon yang sangat tinggi, khas arsitektur masjid Timur Tengah. Kubah masjid ini menyerupai masjid-masjid bergaya Demak atau joglo Jawa.
Selain itu, di samping menara masjid terdapat pohon kurma yang jarang ditemukan tumbuh di Indonesia, meskipun pohon tersebut tidak berbuah.
Di dalam masjid, terdapat empat pilar penyangga yang melambangkan Khulafaurrasyidin, yaitu empat khalifah setelah Nabi Muhammad SAW. Masjid ini juga memiliki sembilan pintu, yang memiliki makna filosofis sebagai bilangan tertinggi dan ganjil.
Meskipun telah melalui banyak perubahan, masjid Arab As Said tetap menjaga keaslian bangunannya dan dapat menampung sekitar 200 hingga 300 jemaah.
“(Jemaah) kebanyakan adalah pekerja, dan masjid ini ramai terutama pada hari Jumat,” ungkap Ali Abdullah.
Masjid Arab As Said juga cukup unik karena tidak menampung jemaah perempuan. Meski demikian, masjid ini tetap menyediakan mukena bagi perempuan yang sedang dalam perjalanan (musafir) dan ingin menunaikan salat.
