Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menegaskan, rencana impor minyak dan gas bumi (migas) dari Amerika Serikat (AS) bukan merupakan penambahan kuota, melainkan strategi shifting atau peralihan sumber impor dari negara lain.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Sejak April 2025, sejumlah negara, termasuk Indonesia, dikenakan tarif impor lebih tinggi. Namun, kebijakan tersebut kini ditangguhkan selama 90 hari hingga 9 Juli 2025 untuk memberi ruang negosiasi dengan mitra dagang utama AS.
“Kita bukan menambah impor dari Amerika Serikat, tetapi melakukan shifting impor,” ujar Simon dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Ia menyebut bahwa saat ini Pertamina masih mengimpor minyak dari beberapa negara, meski lokasi pastinya belum dijelaskan secara rinci.
Namun, karena kebijakan tarif baru dari AS, pemerintah mengarahkan agar Indonesia bernegosiasi dan menyesuaikan strategi sumber impor migas.
“Kita berupaya mendorong kebijakan ini melalui negosiasi tarif. Maka dilakukan shifting dari negara lain menuju AS,” tambahnya.
Menurut Simon, selain mengikuti arah kebijakan pemerintah, strategi ini juga bertujuan untuk memastikan ketahanan energi nasional tetap terjaga.
Pertamina mempertimbangkan faktor, seperti waktu pengiriman dan harga minyak dari Amerika Serikat sebelum memutuskan alih sumber.
“Dengan langkah ini, kita juga memperhitungkan efisiensi, termasuk durasi pengiriman dan harga yang ditawarkan AS,” jelasnya.
Simon optimistis dukungan dan upaya negosiasi berkelanjutan dari pemerintah akan membantu memperkuat hubungan perdagangan bilateral dengan AS, khususnya terkait impor minyak mentah dan peningkatan volume LPG.
“Kami yakin, dengan bantuan dan diplomasi pemerintah, kita bisa mendapat solusi terbaik, dan dalam jangka panjang memperoleh harga yang lebih kompetitif,” tutupnya.
