Imbas Kasus Pertamax Oplosan, Jumlah Pembeli di SPBU Shell Melonjak Drastis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan adanya dugaan
pengoplosan Pertamax
, kini warga ramai-ramai beralih ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta, salah satunya Shell.
Salah satu petugas Shell Suprapto 2, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Ayu (bukan nama sebenarnya) mengaku, pembeli di SPBU tempatnya bekerja saat ini mengalami lonjakan drastis.
“Setelah kasus Pertamax yang dioplos, pembeli awalnya hanya sekitar 3.000, kini naik menjadi 10.000 dalam satu hari,” kata Ayu, kepada
Kompas.com
, Senin (3/3/2025).
Ayu menyampaikan, meningkatnya jumlah pembeli di Shell saat ini memberikan dampak positif, yakni menambah lapangan kerja baru.
“Rame banget, kami jadi menambah tenaga kerja lagi, hitung-hitung mengurangi pengangguran,” ucap dia.
Pantauan
Kompas.com
, sekitar pukul 16.00 WIB, Shell Suprapto 2, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, memiliki antrean mengular.
Sebanyak 12 kendaraan motor dan 3 mobil tampak sedang antre untuk mengisi BBM di Shell Suprapto 2.
Kejadian serupa juga tampak di Shell Salemba, Jakarta Pusat. SPBU ini juga memiliki antrean panjang di dua tempat isi bensin.
Sebanyak sekitar 15 kendaraan motor sedang mengantre isi bensin di
SPBU Shell
ini. Setiap tempat isi bensin yang dijaga satu petugas ada 7-8 motor mengantre.
“Rame banget membludak dari pagi,” kata salah satu petugas, Fajar (bukan nama sebenarnya sekitar 27 tahun), kepada
Kompas.com
, di lokasi, Senin (3/3/2025).
Fajar mengaku bahwa antrean Shell tak pernah sepanjang ini. Namun, setelah kasus Pertamax oplosan, antrean menjadi panjang sampai memenuhi dua tempat isi bensin.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Imbas Kasus Pertamax Oplosan, Jumlah Pembeli di SPBU Shell Melonjak Drastis Megapolitan 3 Maret 2025
/data/photo/2025/03/03/67c5797cf015e.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)