Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok sangat dalam hingga 6,12 persen pada perdagangan sesi I, Selasa (18/3/2025). Penurunan ini merupakan yang terdalam sejak September 2021.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai kekhawatiran terhadap risiko fiskal menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi minat investor dalam transaksi saham hari ini.
“Semua khawatir risiko fiskal kian meningkat di Indonesia yang membuat banyak pelaku pasar dan investor akhirnya memutuskan beralih ke investasi lain yang jauh lebih aman serta memberikan kepastian imbal hasil,” tulis Nico dalam analisisnya.
Ia menambahkan, dalam kondisi seperti ini, saham menjadi kurang menarik bagi investor dan mereka dapat menaruh perhatiannya pada instrumen lain, seperti obligasi.
Selain faktor domestik, pasar juga mencermati tekanan eksternal, seperti perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara mitranya, serta potensi resesi di AS akibat kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis.
Di sisi lain, harga emas dunia justru mencapai rekor tertinggi pada Selasa siang hingga di atas level US$ 3.000 per troy ounce. Harga emas batangan Antam juga mencapai rekor tertinggi hingga Rp 1,745 juta per gram.
Sementara itu, ekonom sekaligus pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai, anjloknya IHSG akibat efek domino utang dan sederet kebijakan populis.
“Sebagai ekonom, saya berbeda dengan beberapa analis saham yang mengatakan jatuhnya IHSG karena faktor mundurnya satu dua pejabat. Menurut saya itu tidak tepat. Kita punya persoalan utama, yaitu rapuhnya struktur ekonomi Indonesia karena kebijakan utang luar negeri yang tidak prudent,” katanya.
Menurutnya, IHSG yang anjlok dalam ini bukan sekadar refleksi ketidakpastian global, melainkan sebagai alarm bahwa model ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada komoditas serta minim inovasi dan terjebak dalam siklus utang.
