Hotma Sitompul Sempat Cuci Darah sebelum Meninggal, Kenali Penyebabnya

Hotma Sitompul Sempat Cuci Darah sebelum Meninggal, Kenali Penyebabnya

Jakarta, Beritasatu.com – Kabar Hotma Sitompul meninggal membawa duka mendalam bagi dunia hukum Indonesia. Pengacara senior yang dikenal luas karena kiprahnya dalam berbagai kasus besar ini meninggal dunia hari ini, setelah menjalani perawatan intensif di ruang ICU RSCM Kencana, Jakarta.

Kabar duka ini pertama kali disampaikan oleh Pendeta Gilbert Lumoindong melalui unggahan singkat di Instagram Stories yang berbunyi, “Selamat jalan Abang Hotma Sitompul”.

Sebelum meninggal, kondisi kesehatan Hotma dilaporkan menurun drastis hingga harus menjalani cuci darah secara rutin. Kondisi kesehatan yang mengharuskan seseorang menjalani cuci darah umumnya berkaitan dengan gangguan pada fungsi ginjal.

Prosedur ini biasanya dilakukan ketika ginjal tidak lagi mampu menyaring limbah dan kelebihan cairan dari darah secara optimal. Berikut ini beberapa penyakit yang sering kali memerlukan cuci darah, yang dikutip dari Cleveland Clinic, Rabu (16/4/2025).

Penyakit Apa Saja yang Memerlukan Cuci Darah?

Meski belum diketahui pasti penyebab Hotma Sitompul meninggal, mengetahui cuci darah sebagai salah satu prosedur medis sangat penting bagi pasien dengan gangguan ginjal berat.

Umumnya, prosedur ini dilakukan ketika fungsi ginjal menurun drastis dan tidak lagi mampu menyaring zat sisa metabolisme tubuh. Kondisi ini biasa dikenal sebagai gagal ginjal stadium akhir atau end-stage kidney disease (ESKD).

Pada tahap ini, tubuh tidak dapat membuang racun dan kelebihan cairan secara alami, sehingga mesin dialisis diperlukan untuk menggantikan fungsi ginjal. Kerusakan ginjal yang memicu kondisi tersebut bisa disebabkan oleh berbagai penyakit, seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes, lupus, maupun faktor penyebab yang tidak diketahui.

Selain itu, gagal ginjal bisa berkembang secara perlahan sebagai kondisi kronis, atau muncul secara tiba-tiba (akut) akibat sakit berat atau cedera serius. Pada kasus akut, fungsi ginjal masih mungkin pulih dengan penanganan yang tepat.

Penyakit ginjal dibagi menjadi lima tahap, dan pada tahap kelima, kemampuan ginjal tinggal kurang dari 15% dari kapasitas normalnya. Hal ini menjadi indikasi ginjal sudah mengalami kegagalan total dan membutuhkan terapi pengganti seperti cuci darah.

Bagaimana Proses Cuci Darah Berlangsung?

1. Pemeriksaan kondisi tubuh sebelum dialisis

Sebelum memulai sesi cuci darah, tenaga medis akan memeriksa kondisi pasien, termasuk tekanan darah, suhu tubuh, dan berat badan. Dua jarum kemudian akan dipasang di lengan pasien, satu untuk mengalirkan darah ke mesin, dan satu lagi untuk mengembalikan darah bersih ke dalam tubuh. Mesin hemodialisis akan menyaring darah selama 4 jam–5 jam dalam satu sesi, biasanya dilakukan 2 hingga 3 kali seminggu sesuai kondisi pasien.

2. Pembuatan akses pembuluh darah

Untuk mempermudah proses cuci darah secara rutin, dokter akan membuat akses khusus ke pembuluh darah yang disebut fistula atau shunt, dengan menghubungkan pembuluh arteri dan vena. Akses ini penting agar proses dialisis lebih lancar dan mencegah kerusakan pembuluh darah akibat tusukan berulang.

3. Pembatasan asupan cairan

Pasien yang menjalani cuci darah juga harus membatasi asupan cairan secara ketat. Hal ini penting untuk mencegah penumpukan cairan dalam tubuh, yang dapat menyebabkan komplikasi serius seperti sesak napas akibat cairan berlebih di paru-paru.

4. Biaya dan komitmen waktu

Cuci darah membutuhkan komitmen tinggi, baik dari segi waktu maupun biaya. Dalam seminggu, pasien bisa menjalani 2–3 sesi, yang berarti harus rutin datang ke rumah sakit atau klinik. Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk merencanakan pengeluaran atau menggunakan asuransi kesehatan untuk meringankan beban finansial.

5. Alternatif cuci darah di rumah

Selain hemodialisis di rumah sakit, terdapat metode continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah. Metode ini menggunakan rongga perut sebagai media penyaringan darah dan menawarkan fleksibilitas lebih bagi pasien yang ingin menjalani terapi dengan lebih praktis.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menjaga kesehatan ginjal serta risiko yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit kronis, masyarakat diharapkan lebih waspada dan proaktif dalam menjaga gaya hidup sehat. Hotma Sitompul meninggal tidak hanya menjadi duka, tetapi juga pengingat bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kesehatan tubuh, khususnya fungsi vital ginjal.